• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. METODE PENELITIAN

E. Tata Cara Penelitian

Determinasi tanaman M. tanarius dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri tanaman M. tanarius dengan buku acuan batang yang dilakukan secara benar sesuai dengan buku acuan. Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan

Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang masih segar dan berwarna hijau, tidak berlubang yang dipetik dari Kebun Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada bulan Mei 2012.

3. Pembuatan serbuk

Daun M. tanarius dicuci bersih dibawah air mengalir. Setelah bersih daun diangin-anginkan hingga daun tidak tampak basah kemudian dilakukan pengeringan menggunakan oven pada suhu 50° C selama 24 jam. Setelah kering daun dibuat serbuk dan diayak dengan ayakan nomor 40 supaya kandungan fitokimia yang terkandung dalam daun M. tanarius lebih mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut semakin besar.

4. Pembuatan ekstrak metanol : air daun M. tanarius

Sebanyak 10 gram serbuk kering daun M. tanarius diekstraksi secara maserasi dengan melarutkan serbuk dalam 100 ml pelarut metanol 50% pada suhu kamar selama 3x24 jam dengan kecepatan 140 rpm. Setelah dilakukan perendaman, hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Larutan hasil saringan dipindahkan dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya, agar mempermudah perhitungan randemen ekstrak yang akan diperoleh. Cawan porselen yang berisi larutan hasil maserasi, dimasukkan dalam vaccum rotary evaporator untuk menguapkan metanol dan mendapatkan ekstrak kemudian dimasukkan dalam oven untuk diuapkan selama 24 jam dengan suhu 50° C untuk mendapatkan ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang kental dengan bobot pengeringan ekstrak yang tetap agar mendapatkan ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang kental dengan bobot pengeringan ekstrak yang tetap yaitu sebesar 3,77 g.

5. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak

Menghitung rata-rata rendemen enam replikasi ekstrak metanol : air daun M. tanarius kental yang telah dibuat.

Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong

� � − � � = . 1 + . 2 + . 3 + . 4 + . 5 + . 6 6

Konsentrasi ekstrak didapat dari hasil rata-rata rendemen ekstrak. percawannya yaitu 3,77 g dalam labu ukur terkecil dengan pelarut yang sesuai. Konsentrasi yang dapat digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat dimana pada konsentrasi tersebut ekstrak dapat dimasukkan serta

dikeluarkan dari spuit oral. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan ekstrak percawannya (gram) dalam labu ukur dengan pelarut yang sesuai CMC Na 1%. Labu ukur terkecil yang tersedia adalah labu ukur 5 ml sehingga konsentrasi ekstrak dapat ditetapkan yaitu sebesar 0,384 g/ml atau 384 mg/ml atau 38,4%b/v (Andini, 2010).

6. Penetapan dosis ekstrak metanol : air daun M. tanarius

Dasar penetapan peringkat dosis adalah bobot tertinggi tikus dan pemberian cairan secara peroral separuhnya yaitu 2,5 ml. Penetapan dosis tertinggi ekstrak metanol : air daun M. tanarius adalah :

D x BB = C x V

D x BB tertinggi tikus ( kg/BB) = C ekstrak (mg/ml) x 2,5 ml D = x mg/kg BB

Dua dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan 3 dan 6 kalinya dari dosis tertinggi.

7. Pembuatan larutan karbon tetraklorida dalam olive oil

Larutan karbon tetraklorida dalam olive oil dibuat dengan cara mengambil volume karbon tetraklorida secara seksama, kemudian diencerkan dengan olive oil dengan perbandingan 1:1 sampai volume tertentu sehingga diperoleh konsentrasi akhir sebesar 50%.

8. Uji pendahuluan

a. Penetapan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Pemilihan dosis karbon tetraklorida dilakukan untuk mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida mampu menyebabkan kerusakan hati tikus yang ditandai dengan peningkatan aktivitas GPT-serum paling tinggi tetapi tidak menimbulkan kematian. Dosis hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Janakat, Al-Merie (2003), bahwa dosis 2 ml/kg BB karbon tetraklorida dalam olive oil dengan perbandingan karbon tetraklorida : oilve oil 1:1, terbukti mampu meningkatkan aktivitas ALT-AST serum pada tikus bila diberikan secara intra peritonial (i.p).

b. Penetapan waktu pencuplikan darah

Berdasarkan penelitian Janakat, Al-Merie (2003) meunjukkan bahwa aktivitas GPT serum tikus terangsang karbon tetraklorida 2 mg/kg BB mencapai maksimal pada jam ke-24 setelah pemberiannya, kemudian pada jam ke-48 berangsur-angsur menurun. Pengukuran ada jam ke-24 dilakukan untuk mengetahui profil kenaikan serum GPT sebelum jam ke-48.

c. Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol : air daun M. tanarius

Lama waktu pemejanan ekstrak metanol : air daun M. tanarius dilakukan pada waktu jam ke-½, 1, 2, 4 dan 6 kemudian setelah ½, 1, 2, 4 dan 6 jam dipejankan senyawa hepatotoksin karbon tetraklorida, kemudian diukur

aktivitas ALT dan AST-nya sesuai hasil orientasi waktu penetapan pencuplikan darah.

9. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji

Hewan percobaan yang dibutuhkan sebanyak 40 ekor tikus jantan dibagi secara acak dalam delapan kelompok sama banyak. Kelompok I merupakan kontrol negatif yaitu pemberian olive oil secara intra peritonial. Kelompok II merupakan kontrol negatif yaitu hepatotoksin karbon tetraklorida dengan dosis 3840 mg/kg BB secara intra peritonial. Kelompok III merupakan kontrol perlakuan yaitu pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 3840 mg/kg BB secara per oral. Kelompok IV-VIII diberikan ekstrak metanol-air daun M. tanarius dengan dosis 3840 mg/kg BB, kemudian secara berturut-turut pada ½, 1, 2, 4, dan 6 jam setelah perlakuan diberikan dosis hepatotoksik karbon tetraklorida dengan dosis 2 ml/kg BB. Pada jam ke-24 setelah diberi karbon tetraklorida semua kelompok diambil darahnya pada daerah sinus orbitalis pada mata tikus, kemudian ditampung dalam Effendorf untuk penetapan aktivitas serum ALT dan AST. Darah disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm dan bagian supernatannya diambil.

10.Penetapan aktivitas ALT-AST serum

Alat yang digunakan untuk menganalisis aktivitas ALT dan AST serum adalah Mikro vitalab 200. Aktivitas enzim diukur pada panjang gelombang 340 nm, suhu 370 C, dengan faktor koreksi, dan dinyatakan dengan satuan U/L. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST dilakukan di laboratorium

Biokimia Fisiologi Manusia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Analisis aktivitas serum ALT dilakukan dengan cara mencampur 100 µL serum atau plasma dengan 800 µL reagen I, kemudian dicampurkan 200 µL reagen II dan didiamkan selama operating time selama satu menit kemudian divortex dan dibaca resapan setelah dua menit. Untuk analisis fotometri dengan AST serum dilakukan dengan cara mencampur 100 µL serum atau plasma dengan 800 µL reagen I, kemudian dicampurkan 200 µL reagen II dan didiamkan selama operating time selama satu menit kemudian divortex dan dibaca resapan setelah dua menit.

11.Perhitungan Efek Hepatoprotektif

Hasil resapan aktivitas serum ALT dan AST yang dilakukan pengujian besarnya efek hepatoprotektif yang dinyatakan dalam persen (%). Perhitungan mengenai besarnya efek hepatoprotektif dapat dihitung menggunakan rumus:

� � / ℎ � � − � � / � �

� � / ℎ �

x 100%

Dokumen terkait