• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan meliputi ektraksi senyawa bioaktif dan penentuan ekstrak terbaik berdasarkan ukuran tubuh anemon laut dengan metode DPPH yang selanjutnya akan digunakan pada penelitian utama. Hasil ekstraksi anemon laut (Stichodactyla gigantea) dinyatakan dalam persentase rendemen.

4.2.1 Ekstraksi senyawa bioaktif

Tahap ekstraksi merupakan tahap awal penapisan komponen bioaktif dari sampel anemon laut. Ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen-komponen yang terpisah (Winarno et al. 1973). Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari suatu bahan yang mengandung komponen-komponen aktif. Proses ekstraksi pada penelitian ini meliputi penghancuran sampel sampai menjadi halus, maserasi dengan pelarut, penyaringan dan evaporasi menggunakan vacuum rotary evaporator.

Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstraksi tunggal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prabowo (2009), metode ekstraksi tunggal menghasilkan rendemen dan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan metode ekstraksi bertingkat. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi ini adalah metanol (pelarut polar). Metanol merupakan pelarut alkohol paling sederhana yang dapat membentuk ikatan hidrogen dan dapat bercampur dengan air hingga kelarutan tak terhingga, sehingga metanol sering digunakan

sebagai pelarut dalam proses isolasi senyawa-senyawa organik (Fessenden dan Fessenden 1986). Disamping itu, metanol juga dapat melarutkan

alkaloid kuartener, komponen fenolik, karotenoid, tanin, gula, asam amino, glikosida serta beberapa senyawa non polar seperti lilin, minyak dan lemak (Harborne 1987).

Kondisi sampel pada saat akan dipreparasi adalah masih hidup, sehingga ekstraksi yang dilakukan adalah terhadap sampel segar. Sampel dihancurkan menggunakan blender hingga menjadi pasta halus. Ukuran partikel yang kecil

29

diharapkan dapat memperluas kontak sampel dengan pelarutnya sehingga semakin banyak komponen bioaktif yang dapat terekstrak. Selain itu, penghancuran akan memecah sel-sel yang terdapat dalam jaringan sehingga komponen yang akan diekstrak dapat cepat keluar dari bahan.

Proses maserasi dilakukan dengan cara merendam sampel dengan pelarut dengan perbandingan 1:3 (w/v). Hal ini dilakukan untuk memperbanyak ekstrak kasar yang dihasilkan. Semakin besar volume pelarut maka jumlah bahan yang akan terekstrak akan semakin besar sampai larutan menjadi jenuh kemudian

penambahan pelarut tidak akan menambah hasil ekstraksi (Houghton dan Raman 1998). Waktu maserasi yang digunakan pada penelitian ini

yaitu 2 x 24 jam. Waktu maserasi dilakukan lebih lama agar dapat meningkatkan hasil rendemen ekstrak kasar dari anemon laut ini. Salah satu faktor yang

mempengaruhi hasil ekstrak kasar yaitu lama waktu ekstraksi (Darusman et al. 1995). Proses maserasi dilakukan dengan pengadukan

menggunakan orbital shaker. Hal ini bertujuan agar terjadi tumbukan antara partikel yang dapat memperbesar kemungkinan pengikatan dan pemecahan sel sehingga komponen bioaktif dapat keluar dari jaringan dan larut dalam pelarut.

Tahap selanjutnya, yaitu tahap pemisahan yang terdiri dari penyaringan dan evaporasi. Penyaringan dilakukan untuk memisahkan sampel anemon laut dari pelarut yang telah mengandung bahan aktif, sedangkan evaporasi dilakukan untuk memisahkan pelarut dari senyawa bioaktif yang terikat pada suhu 37 °C. Penggunaan suhu vacum rotary evaporator dengan suhu yang tidak terlalu tinggi (30-40 °C) bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan senyawa bioaktif (Harborne 1987).

Proses evaporasi dari filtrat anemon laut dengan ukuran tubuh yang berbeda menghasilkan ekstrak kasar dengan karakteristik yang hampir sama. Ketiga ekstrak tersebut memiliki warna coklat tua berbentuk pasta kental dan memiliki bau yang khas. Ekstrak kasar anemon laut dapat dilihat pada Lampiran 3.

Hasil ekstraksi dari ketiga kelompok ukuran tubuh anemon ini menghasilkan rendemen ekstrak yang berbeda-beda pula. Perbedaan ukuran tubuh mempengaruhi hasil ekstrak kasar rendemen anemon laut. Nilai rendemen ekstrak ini merupakan perbandingan jumlah ekstrak yang dihasilkan dengan jumlah

sampel awal yang diekstrak dan dinyatakan dalam persen. Nilai rendemen ekstrak dari masing-masing ukuran disajikan pada Gambar 6. Data rendemen ekstrak anemon laut dapat dilihat pada Lampiran 4.

Gambar 6Diagram batang rendemen anemon laut

Gambar 6 menunjukkan bahwa rendemen terbesar ekstrak anemon laut adalah ekstrak dengan ukuran tubuh besar, yaitu sebesar 5,45% dan ekstrak terkecil adalah ekstrak dengan ukuran tubuh kecil, yaitu sebesar 2,83%, sedangkan ekstrak dengan ukuran tubuh sedang yang dihasilkan sebesar 4,4%. Data tersebut menunjukkan bahwa komponen bioaktif yang paling banyak terkandung dalam ekstrak adalah anemon laut dengan ukuran tubuh besar. Semakin besar rendemennya dapat diasumsikan banyaknya kandungan senyawa bioaktif yang terdapat pada sampel tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Nurhayati et al. (2009) bahwa nilai rendemen yang tinggi menunjukkan banyaknya komponen bioaktif yang terkandung di dalamnya.

Anemon laut dengan ukuran tubuh besar memiliki rendemen yang tinggi dikarenakan adanya hasil metabolit sekunder pada hewan yang telah dewasa (lebih besar) sehingga komponen bioaktif lebih banyak terekstrak pada anemon ukuran besar. Anemon laut menghasilkan dua jenis metabolit selama masa pertumbuhan dan perkembangannya, yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer adalah metabolit yang dibentuk selama masa pertumbuhan dan digunakan dalam proses-proses metabolisme esensial bagi

2,83 4,4 5,45 0 1 2 3 4 5 6

Kecil Sedang Besar

Re n d e m e n (% )

31

organisme. Sementara itu, metabolit sekunder adalah komponen senyawa yang diproduksi pada saat kebutuhan metabolit primer sudah terpenuhi dan bukanlah senyawa yang esensial bagi pertumbuhan dan reproduksi (Handojo 2006).

Perbedaan rendemen ekstrak kasar yang diperoleh juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, perbandingan jumlah sampel terhadap jumlah pelarut yang digunakan dan jenis pelarut yang digunakan (Salamah et al. 2008).

4.2.2 Aktivitas antioksidan berdasarkan ukuran tubuh

Keberadaan senyawa antioksidan dalam suatu bahan dapat dideteksi dengan melakukan uji aktivitas antioksidan. Uji aktivitas antioksidan pada ekstrak anemon laut dengan tingkat ukuran yang berbeda dilakukan dengan menggunakan metode uji DPPH. Prinsip kerja dari metode ini yaitu berdasarkan pada kemampuan substansi antioksidan tersebut dalam menetralisir radikal bebas. Radikal bebas yang digunakan adalah 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas dengan cara mendelokasi elektron bebas pada suatu molekul, sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas yang lain. Selain itu radikal bebas DPPH juga stabil pada suhu kamar dan larut dalam pelarut polar yaitu metanol dan etanol (Molyneux 2004). Metode DPPH ini dipilih karena metode ini sederhana, mudah, waktu pengujian singkat dan sampel yang digunakan sedikit serta tidak membutuhkan banyak reagen (Juniarti et al. 2009).

Pengujian antioksidan dengan DPPH akan menghasilkan nilai IC50 (Inhibitor Concentration) yang menyatakan seberapa besar konsentrasi ekstrak yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas (DPPH) sebanyak 50%. Perhitungan nilai IC50 diperoleh dari penghambatan radikal bebas pada berbagai konsentrasi ekstrak. Larutan ekstrak diencerkan dengan etanol ditambah dengan DPPH. Warna awal larutan DPPH adalah ungu gelap. Penambahan ekstrak yang mempunyai sifat antioksidan akan menghasilkan perubahan warna menjadi kuning cerah. Perubahan warna ekstrak anemon laut setelah penambahan DPPH dapat dilhat pada Lampiran 5.

Suatu senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya pada radikal DPPH,

yang ditandai dengan perubahan warna ungu menjadi kuning pucat (Molyneux 2004). Larutan tersebut kemudian dilihat intensitas warnanya

menggunakan Elisa Reader yang akan menghasilkan nilai absorbansi. Nilai absorbansi tersebut yang digunakan untuk menghasilkan persen penghambatan yang dapat ditampilkan dalam bentuk kurva untuk menghasilkan suatu nilai IC50. Nilai rata-rata IC50 pada ekstrak kasar anemon laut dari ketiga ukuran tubuh dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil perhitungan uji antioksidan dengan metode DPPH dapat dilihat pada Lampiran 6.

Gambar 7 Nilai rata-rata IC50 ekstrak kasar anemon laut

Nilai rata-rata IC50 ekstrak kasar anemon laut menunjukkan bahwa ekstrak metanol pada ukuran kecil dapat menghambat aktivitas radikal bebas DPPH sebesar 50% pada konsentrasi 916,94 ppm, ekstrak ukuran sedang pada

konsentrasi 1,505,31 ppm, dan ekstrak ukuran besar pada konsentrasi 2,073,13 ppm. Hasil terbaik adalah ekstrak anemon laut dengan ukuran tubuh

besar karena menghasilkan nilai IC50 paling kecil. Hal ini sesuai dengan Molyneux (2004) yang menyebutkan bahwa sifat antioksidan lebih baik bila nilai IC50 lebih kecil. Hasil ini selanjutnya digunakan pada penelitian utama untuk memperoleh ekstrak yang lebih baik dengan ukuran tubuh yang besar.

2,073.13 1,505.31 916.94 0 500 1,000 1,500 2,000 2,500

kecil sedang besar

Rat a -r a ta I C50 (p p m )

33

Hasil dari Gambar 7 memperlihatkan bahwa adanya kecenderungan semakin besar ukuran tubuh anemon makan semakin kecil nilai IC50. Pertumbuhan anemon ditandai dengan perubahan ukuran tubuh yang semakin besar sehingga ketika anemon telah mencapai ukuran maksimalnya maka pertumbuhan telah berhenti. Di fase stasionernya ini, anemon tidak lagi menghasilkan metabolit primer untuk pertumbuhan melainkan menghasilkan metabolit sekunder sebagai respon terhadap lingkungannya seperti sistem pertahanan diri. Metabolit sekunder diproduksi oleh organisme pada saat kebutuhan metabolisme primer sudah terpenuhi dan digunakan dalam mekanisme evolusi atau strategi adaptasi lingkungan (fungsi penting dalam ekologi) (Muniarsih 2005). Metabolit sekunder inilah yang kemudian menghasilkan senyawa bioaktif melalui jalur biosintetiknya dan diantaranya ada yang bersifat sebagai antioksidan.

Hasil ekstrak kasar anemon laut dari ketiga ukuran tubuh memiliki aktivitas antioksidan yang tergolong lemah karena memiliki nilai IC50 lebih besar dari 200 ppm. Molyneux (2004) menyatakan bahwa suatu zat mempunyai sifat antioksidan bila nilai IC50 kurang dari 200 ppm. Bila nilai IC50 yang diperoleh berkisar antara 200-1000 ppm, maka zat tersebut kurang aktif namun masih berpotensi sebagai zat antioksidan.

Dokumen terkait