• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Penelitian Tahap Kedua (Uji Biologis)

Tujuan dari penelitian tahap kedua ini adalah untuk menguji konsumsi, daya cerna, retensi nitrogen pertambahan bobot badan harian, dan konversi ternak domba yang diberi pellet ransum komplit yang mengandung limbah udang. Adapun pengaruh perlakuan terhadap uji biologis pellet ransum komplit limbah udang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Pengaruh Perlakuan terhadap Uji Biologis Pellet Ransum Komplit Limbah Udang

Peubah Perlakuan R0 R1 R2 R3 Konsumsi Bahan Kering

(g/ekor/hari) 901.79±60.27 934.44±61.96 1007.47±59.80 977.79±76.85 Kecernaan Bahan Kering (%) 65.95±0.74c 63.72±2.28c 56.76±1.75b 50.60±5.91a Kecernaan Bahan Organik (%) 66.83±1.10c 65.21±1.69c 60.75±1.86b 55.88±3.72a Kecernaan NDF (%) 55.51±3.94 55.35±5.86 54.95±14.64 54.64±10.32 Kecernaan ADF (%)

Retensi Nitrogen (g/hari)

60.60±0.96b 8.27±1.17 59.73±1.62ab 8.19±0.49 58.38±2.83ab 8.41±1.54 55.25±3.33a 8.33±1.01 PBBH (g/ekor/hari) 113.24±4.67b 108.47±3,07b 110.35±2,35b 88.24±1.82a Konversi 7.96±0.30a 8.82±1.50a 9.17±0.67a 11.08±0.82b Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05). R0 (kontrol).

R1 (ransum komplit dengan penambahan limbah udang 10%). R2 (ransum komplit dengan penambahan limbah udang 20%) dan R3 (ransum komplit dengan penambahan limbah udang 30%).

Konsumsi

Konsumsi ransum pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan taraf penambahan limbah udang dalam ransum komplit pada domba menunjukkan tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap konsumsi. Namun rataan dari konsumsi ransum terlihat bahwa taraf penambahan limbah udang lebih tinggi dibanding tanpa limbah udang. Konsumsi

36

tertinggi adalah taraf penambahan limbah udang 20% yaitu 1 007 g/ekor/hari. Hal tersebut mengindikasikan bahwa keempat model ransum tersebut memiliki tingkat palatabilitas yang sama dan berarti pula ransum yang digunakan mempunyai palatabilitas tinggi sampai pada taraf 30% limbah udang. Hal ini dikarenakan limbah udang yang telah mengalami hidrolisis secara fisik sehingga membuat rasa lezat pada ransum atau suatu zat yang larut dalam air atau air liur setelah ditelan. Jika dilihat dari jumlah konsumsi ransum termasuk cukup tinggi, bila dibandingkan dengan hasil penelitian Lestari et al (2005) hanya berkisar antara 852.43 – 967.17 g/ekor/hari. Sedangkan konsumsi bahan kering dalam penelitian ini berkisaran antara 901.8–1 007 g/ekor/hari.

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik

Rendahnya kecernaan bahan kering dan bahan organik pada perlakuan yang menggunakan limbah udang disebabkan adanya zat anti nurtisi (kitin). Kitin adalah serat hewani, mempunyai ikatan N-acetylated-glukosamin-polysacharida yang sulit didegradasi oleh mikroba rumen, sehingga tidak dapat diabsorpsi pada usus halus. Struktur kitin yang ada pada limbah udang tidak dapat berubah akibat hidrolisis secara fisik dengan autoclave pada suhu 1210C selama 6 jam. Struktur kitin tersebut mungkin dapat berubah bila suhu dan waktu ditingkatkan atau dengan penambahan bahan kimia. Karena kitin memiliki ikatan kuat sehingga dengan pemanasan saja belum dapat merubah struktur kitin tersebut. Sesuai dengan pendapat Sara (2005) bahwa dengan penambahan tepung kepala udang dalam ransum akan menyebabkan peningkatan kadar kitin dalam ransum, sehingga ransum tersebut sukar untuk dicerna yang menyebabkan menurunnya tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik.

Berdasarkan hasil analisa (Tabel 7) menunjukan bahwa perlakuan taraf penambahan limbah udang (20% dan 30%) berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik. Hal ini berarti proses hidrolisis dengan autoclave dapat mempengaruhi kecernaan ternak. Walaupun rataan hasil yang didapatkannya rendah. Menurut Volden (1999), bahwa kecernaan limbah udang dapat ditingkatkan dengan menurunkan degradasi mikroba rumen melalui hidrolisis untuk menjamin ketersediaan protein mikroba dalam abomasum dan meningkatkan pasokan asam amino dalam usus halus untuk diabsorpsi.

Kecernaan NDF dan ADF

Keistimewaan ruminansia adalah kemampuannya dalam mencerna dan menggunakan materi dinding sel tanaman atau NDF. Materi didinding sel tanaman ini sebagian besar terdiri dari hemiselulosa, selulosa, lignin, lignoselulosa dan silica (Van Soest 1999). Parakkasi (1999) menyatakan bahwa bila bahan makanan memiliki kandungan lignin atau silica yang cukup tinggi, maka relative lebih banyak bahan makanan tersebut yang keluar melalui feses.

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 7) memperlihatkan bahwa antar perlakuan taraf penambahan limbah udang tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap kecernaan NDF pada domba. Nilai kecernaan NDF yang mendapat perlakuan penambahan limbah udang tertinggi yaitu pada taraf perlakuan 10% sebesar 55.35%.

ADF merupakan faktor utama yang mempengaruhui kecernaan dari bahan pakan. Berdasarkan hasil analisa (Tabel 7) memperlihatkan bahwa perlakuan taraf penambahan limbah udang berpengaruh nyata (P<0.05) menurun sampai pada taraf penambahan limbah udang 30% terhadap kecernaan ADF. Rendahnya rataan kecernaan ADF pada perlakuan taraf penambahan limbah udang hidrolisat karena mikroba rumen belum dapat bekerja dengan sempurna di dalam rumen. Hal ini berarti bahwa limbah udang yang telah dihidrolisis fisik selama 6 jam belum dapat merenggangkan dan memutuskan ikatan kitin, sehingga serat (kitin) yang terdapat dalam isi sel (ADF) tidak dapat didegradasi oleh mikroba rumen. Rendahnya nilai kecernaan juga diduga berhubungan dengan karakteristik dari kitin yang memiliki gugus amin dan alkali (Gambar 2). Gugus amin akan bermanfaat sebagai sumber N bagi mikroba rumen (Kin and Thomas 2007). Hal ini menyebabkan reaksi oksidasi dalam rumen tidak dapat dikendalikan sehingga kondisi an aerob dalam rumen tidak optimal. Penurunan kecernaan ini juga dapat melalui sistem inhibisi mikroba yang mengganggu proses pencernaan dalam rumen (Savard 2002) Retensi Nitrogen

Hasil analisa (Tabel 7) menunjukkan bahwa perlakuan taraf penambahan limbah udang tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap retensi nitrogen. Hal ini berarti nitrogen dari limbah udang sampai taraf 30% bisa digunakan untuk mensubtitusi bungkil kedelai. Nitrogen yang diserap oleh tubuh terpakai pada

38

proses metabolisme sehingga nilai retensi yang dihasilkan relatif sama. Nilai retensi nitrogen tergantung dari daya cerna protein dan susunan asam amino dan protein seimbang. Nitrogen yang dikeluarkan melalui urin antara lain berupa keratin, amonia, asam amino dan urea. Sebagian besar nitrogen urin berasal dari urea yang dibentuk dihati, kemudian filtrasikan oleh ginjal dan keluar melalui urin. Kehilangan nitrogen dari urin merupakan hasil proses metabolisme jaringan tubuh yang disebut endogenous urinary nitrogen. Semua perlakuan dari ransum komplit limbah udang menunjukkan bahwa nilai retensi nitrogen yang positif. Ini berarti ada sejumlah nitrogen yang ditahan di dalam tubuh ternak yang akan digunakan untuk pertumbuhan, yaitu terjadinya penambahan tenunan urat daging. Pertumbuhan tersebut adalah pertumbuhan jaringan baru dan peletakan protein dalam jaringan yang ditandai dengan adanya pertambahan bobot badan harian. Walaupun pertambahan bobot badan ini menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata dengan semakin meningkatnya taraf penambahan limbah udang. Pertambahan Bobot Badan Harian

Hasil analisis (Tabel 7) menunjukkan bahwa taraf penambahan limbah udang 0%, 10% dan 20% berpengaruh nyata (P<0.05) dengan taraf penambahan limbah udang 30% terhadap pertambahan bobot badan harian. Rataan nilai pertambahan bobot badan harian domba dari yang berturut-turut tertinggi pada perlakuan R0, R2, R1 dan R3 dengan nilai berturut–turut adalah 113.2g, 110.35g, 108.47g dan 88.24g. Nilai rataan pertambahan bobot badan harian pada taraf penambahan limbah udang 20% tertinggi dan tidak berbeda nyata. Hal ini berarti bahwa batas optimal penambahan limbah udang 20 %, sehingga bila taraf penambahan limbah udang dalam ransum ditingkatkan 30% maka pertambahan bobot badan harian akan menurun. Penambahan limbah udang pada taraf 20% dapat dapat menggantikan bungkil kedelai sebagai sumber protein dalam ransum ternak. Menurut Tangenwijaya (1992), bahwa penggunaan limbah udang dalam ransum domba dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian sebesar 100 g/ekor/hari.

Konversi Ransum

Konversi ransum limbah udang pada domba dalam penelitian ini untuk perlakuan taraf penambahan 0%, 10%, 20%, dan 30% berturut-turut adalah 7.98, 8.83, 9.19 dan 11.08. Hasil analisis statistik (Tabel 7) menunjukkan bahwa penambahan ransum dengan taraf limbah udang yang berbeda berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap konversi ransum. Konversi ransum antara 0%, 10%, dan 20% tidak berbeda nyata, tapi pada taraf 30% nyata lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga taraf tersebut di atas. Hal ini menunjukkan bahwa sampai pada taraf 20% penambahan limbah udang konversi ransum masih stabil. Namun demikian jika dibandingkan dengan domba lokal Sumatra masih lebih baik konversi pakan domba lokal penelitian ini yaitu 10.23 – 13.86 (Hutagalung 1995). Ditambahkan oleh Razdan dan Petterson (1994) bahwa kitin dapat menurunkan konversi ransum.

Hubungan antara Konsumsi, ADF, Retensi Nitrogen dan Pertambahan Bobot Badan. Adapun grafik hubungan antara konsumsi, ADF, retensi nitrogen dan pertambahan bobot badan harian disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Grafik Hubungan antara Konsumsi, ADF, Retensi Nitrogen dan Pertambahan Bobot Badan

Bahwa konsumsi ransum yang mengandung limbah udang hidrolisat meningkat, yang menunjukkan bahwa palatabilitas dari ransum tersebut cukup

40

tinggi. Untuk melihat kualitas nutrisi ransum maka perlu dianalisa kecernaan ternak. Walaupun rataan nilai kecernaan ransum komplit yang mengandung limbah udang hidrolisat rendah namun berpengaruh terhadap kecernaan ADF. Hal ini berarti bahwa serat (kitin) yang terdapat dalam isi sel (ADF) dapat belum dapat didegradasi oleh mikroba rumen untuk menghasilkan enzim yang dapat menutuskan dan merenggang ikatan kitin, sehingga zat–zat nutrien tersebut dapat tidak dapat diabsorbsi dalam tubuh ternak yang pada akhirnya kecernaan menurun. Nilai retensi nitrogen terlihat bahwa nitrogen yang ada pada tubuh ternak yang mendapat perlakuan ransum limbah udang pada taraf 20% meningkat, yang berarti bahwa nitrogen yang terserap dalam tubuh dapat digunakan untuk pembentukan jaringan tubuh seperti daging dan tulang, sehingga pertambahan bobot badan harian ransum komplit limbah udang meningkat pula.

Ransum komplit yang mengandung limbah udang hidrolisat memiliki kandungan serat kasar (kitin) cukup tinggi yaitu antara 20 sampai dengan 30%. kitin tersebut mengandung nitrogen (N) antara 6.6 sampai dengan 6.7%. Tingginya kadar kitin dalam limbah udang menyebabkan bahan pakan ini susah dicerna oleh ternak. Sehingga dilakukan pengolahan secara fisik yaitu menghidrolisis limbah udang dengan autoclave, kemudian ransum tersebut diberikan pada ternak domba. Uji fisik pellet menunjukkan bahwa ransum komplit yang mengandung limbah udang hidrolisat sebesar 20% lebih rendah terhadap kadar air (13.07%) yang sesuai dengan SNI. Pada taraf tersebut aktivitas air (0.45) dan ukuran partikel (10.92 mm) lebih rendah pula, sedangkan ketahanan gesekan (98,28%) dan ketahanan benturan (99.34%) yang lebih tinggi.

Evaluasi kualitas pellet ransum komplit yang mengandung limbah udang hidrolisat sebesar 20% pada ternak domba menghasilkan bahwa konsumsi (1007 g/ekor/hari) tinggi. Namun nilai kecernaan bahan kering (56.76%), bahan organik (54.95%), NDF (59,73%) dan ADF (58.38%) menurun, serta nilai konversi (9.17) meningkat. Nilai retensi nitrogen (8.41g/hari) dan pertambahan bobot badan harian (110.35 g/ekor/hari) tinggi. Hal ini berarti pada penambahan limbah udang dalam ransum domba optimal sampai taraf 20%.

5 KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait