BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Penetapan Kadar Hidrokuinon dalam Krim Simulasi
3. Penetapan kadar hidrokuinon
a. Pembuatan krim simulasi. Dibuat krim simulasi dengan formula
sebagai berikut: R/ Hidrokuinon 2 % Setil alkohol 20 % Vaselin putih 5 % Parafin cair 7 % Tween 80 7 % Gliserin 7 % Akuades 50 %.
Gliserin dan tween 80 dicampur dalam cawan porselen (i), kemudian di cawan
porselen (ii) yang lain dicampurkan juga vaselin putih dan parafin cair. Sambil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
mencampur bahan-bahan di atas, setil alkohol dimasukkan ke dalam cawan
porselen (iii) dan dilelehkan diatas waterbath. Setelah semuanya meleleh, ketiga
isi cawan porselen tersebut dicampur dalam suatu mortir hangat sambil dilakukan
pengadukan yang cepat dan kontinyu disertai penambahan akuades hangat sedikit
demi sedikit hingga terbentuk massa krim yang homogen.
b. Preparasi krim simulasi. Lebih kurang 20 mg hidrokuinon p.a.
ditimbang seksama dan dimasukkan ke dalam lebih kurang 1 g krim simulasi.
Krim dan hidrokuinon diaduk hingga rata dan dimasukkan dalam labu ukur 50 ml.
Krim yang mengandung hidrokuinon tersebut didispersikan dalam 25 ml
campuran akuades : metanol p.a. (1:1 v/v). Kemudian labu ditutup dan digojog
kuat sampai homogen. Penggojogan dilakukan selama sedikitnya 1 menit. Labu
tersebut ditaruh di atas waterbath dengan suhu 60 oC selama 30 menit untuk
meningkatkan proses ekstraksi. Setelah itu, labu didinginkan dan diencerkan
dengan campuran akuades : metanol p.a. (1:1 v/v) hingga tanda. Ekstrak yang
diperoleh disaring menggunakan kertas saring (Schleicher & Schuell
REF-NO:410214, berdiameter 50 mm dan ukuran pori sebesar 0,45 µm). Pengukuran
dilakukan dalam kurun waktu 24 jam.
c. Penetapan kadar hidrokuinon. Sebanyak 0,075 ml larutan
hidrokuinon hasil preparasi tadi diambil dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10
ml yang telah berisi 0,15 ml larutan FeCl3.6H2O 0,4 mgFe/ml. Lalu ditambahkan
beberapa tetes larutan natrium asetat 0,25 % untuk mendapatkan pH~3,5. Setelah
itu, ditambahkan 0,5 ml larutan o-fenantrolina 0,25 %. Larutan digojog hingga
homogen dan didiamkan selamaoperating time lalu lakukan pengukuran serapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
larutan tersebut pada panjang gelombang serapan maksimum yang diperoleh.
Lakukan replikasi sebanyak 6 kali.
F. Analisis Hasil
Validitas dari metode yang dipakai dalam penetapan kadar hidrokuinon
secara spektrofotometri visibel dengan pereaksi o-fenantrolina dapat ditentukan
berdasarkan parameter berikut:
1. Akurasi
Akurasi metode analisis dinyatakan denganrecoveryyang dapat dihitung
dengan cara berikut:
Recover y = Kadar Terukur
Kadar Terhitung x 100%
Metode yang digunakan adalah untuk menganalisis bahan obat dengan
kadar lebih dari 1 % namun kurang dari 10 %, maka dalam penelitian ini rentang
recovery yang digunakan yaitu 97-103 % agar metode analisis yang dilakukan
dapat dikatakan memiliki akurasi yang baik.
2. Presisi
Presisis metode analisis dinyatakan dengan KV (koefisien variasi) yang
dapat dihitung dengan cara berikut:
KV= Simpangan kadar terukur
r erata kadar ter ukur x 100%
Metode ini dapat dikatakan memiliki presisi yang baik, apabila KV yang
dihasilkan harus < 2,5 %. Semakin kecil standar KV yang digunakan maka presisi
metode yang digunakan semakin baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
3. Linieritas dan rentang
Linieritas dilihat dari harga r (koefisien korelasi) hasil pengukuran seri
baku hidrokuinon. Suatu metode dapat dikatakan memiliki linieritas yang baik
jika r > 0,99 atau r2 0,997. Rentang ditentukan dari kadar hidrokuinon yang
digunakan dalam analisis, mulai dari kadar terkecil hingga terbesar.
4. Spesifisitas
Spesifisitas ditentukan dengan membandingkan spektra serapan antara
larutan baku dan sampel. Suatu metode dapat dikatakan memiliki spesifisitas yang
baik jika diperoleh hasil spektra yang lebih kurang sama antara larutan baku dan
sampel yang dianalisis.
5. LOD (Limit of Detection) dan LOQ (Limit of Quantitation)
LOD dan LOQ dapat dihitung menggunakan rumus: LOD =3Sy/ x
b dan LOQ =10Sy/ x b
Dimana Sy/x merupakan simpangan baku residual yang diperoleh melalui akar
dari jumlah (Y-Y')2 dibagi (n-2), sedangkan b merupakan slope dari persaman
kurva baku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Optimasi Metode
Penetapan kadar hidrokuinon pada penelitian ini dilakukan dengan
mengadaptasi metode penetapan kadar besi (III) menggunakan pereaksi
o-fenantrolina secara spektrofotometri visibel. Berdasarkan metode tersebut,
hidrokuinon yang memiliki sifat sebagai reduktor akan mereduksi besi (III)
menjadi besi (II) berdasarkan reaksi sebagai berikut:
2Fe3+ HO OH 2Fe2+ O O 2H+
Kuinon Hidrokuinon
>>>
Gambar 5. Reaksi redoks antara ion besi (III) dan hidrokuinon.
Dalam reaksi tersebut, hidrokuinon yang berfungsi sebagai reduktor akan
mengalami oksidasi menjadi kuinon, sedangkan besi (III) akan mengalami reduksi
menjadi besi (II). Besi (III) yang diperoleh dari larutan FeCl3.6H2O ini harus
ditambahkan berlebih agar semua hidrokuinon dapat habis bereaksi membentuk
kuinon. Akan tetapi, kelebihan jumlah besi (III) yang ada di dalam larutan tidak
boleh terlalu banyak sebab dapat mengganggu pada waktu pengukuran.
Pada metode ini kadar hidrokuinon ditentukan dengan mengukur serapan
dari senyawa kompleks yang dihasilkan dari reaksi antara besi (II) dan o -fenantrolina. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28 Fe2+ N N 3 N N Fe2+ o-fenantrolina
Senyawa Kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+ 3 >>>
Gambar 6. Reaksi pembentukkan senyawa kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+.
Pada reaksi di atas, o-fenantrolina ditambahkan berlebih agar dapat mereaksikan semua besi (II) yang ada dalam larutan sehingga membentuk senyawa kompleks
[(C12H8N2)3Fe]2+. Menurut Harris, senyawa kompleks ini paling optimal dan stabil
terbentuk pada pH sekitar 3,5. Apabila pH larutan dibuat menjadi terlalu basa
dapat membuat besi menjadi mengendap; sedangkan jika terlalu asam dapat
menyebabkan besi (II) mudah teroksidasi menjadi besi (III) kembali. Peningkatan
pH larutan dari pH 1-2 menjadi 3-4 dilakukan dengan menambahkan suatu garam
bersifat basa, yaitu natrium asetat. Satu hingga tiga tetes larutan natrium asetat
dapat membuat pH larutan menjadi sekitar 3,5.
Seperti senyawa kompleks pada umumnya, senyawa kompleks
[(C12H8N2)3Fe]2+ juga terdiri dari suatu atom pusat dan ligan. Atom pusat dari
senyawa kompleks ini adalah logam besi (Fe2+), sedangkan ligannya adalah o -fenantrolina. Senyawa kompleks yang terbentuk ini dapat menyerap radiasi
elektromagnetik pada panjang gelombang daerah visibel, yaitu antara 380-780
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
nm. Hal ini dikarenakan terjadinya charge transfer antara atom pusat dan ligan.
Ligan kaya akan elektron, yaitu memiliki atom dengan pasangan elektron bebas;
sedangkan atom pusat miskin akan elektron. Ligan dapat mendonorkan
elektronnya kepada atom pusat sehingga mengakibatkan adanya charge transfer
dan perubahan energi pada orbital d atom pusat. Pasangan elektron bebas yang
didonorkan dapat mendorong elektron tidak berpasangan yang ada pada orbital d
atom pusat menjadi berpasangan. Orbital d atom pusat mengalami splitting dan
perubahan energi yang mengakibatkan elektron pada orbital d tersebut mengalami
eksitasi dari menuju *. Dengan adanya eksitasi n * yang membutuhkan energi
yang kecil, maka dapat menggeser panjang gelombang dari senyawa kompleks
tersebut menuju ke panjang gelombang yang lebih panjang sehingga senyawa
kompleks tersebut dapat menjadi berwarna. Hal inilah yang menyebabkan
senyawa kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+dapat menyerap radiasi elektromagnetik pada
panjang gelombang daerah visibel.
Akan tetapi, Skoog et al menyatakan bahwa senyawa kompleks antara
besi (II) dan o-fenantrolina adalah suatu pengecualian, dimana besi (II) yang bertindak sebagai donor elektron sedangkan o-fenantrolina bertindak sebagai akseptor elektron. Hal ini sulit untuk dijelaskan sebab pada umumnya molekul
yang kaya elektron akan menyumbangkan elektronnya kepada molekul yang
miskin elektron bukan malah sebaliknya.
1. PenentuanOperating Time(OT)
Pada metode ini terjadi reaksi kimia pembentukan senyawa berwarna,
yaitu senyawa kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+. Suatu reaksi kimia pembentukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
senyawa berwarna belum tentu stabil. Serapannya dapat meningkat dengan
berjalannya waktu. Reaksi pembentukan senyawa berwarna dapat dikatakan sudah
optimal apabila serapan dari senyawa berwarna tersebut telah stabil. Waktu pada
saat serapan yang stabil inilah yang digunakan sebagaioperating time atau waktu
pengukuran. Penentuan operating time dilakukan dengan mengukur hubungan
antara serapan larutan dan waktu pengukuran.
Penentuan operating time dilakukan dengan mengukur salah satu kadar
dari seri baku, yaitu digunakan kadar tengah dari seri baku (2,5 ppm). Penentuan
operating time dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum teoritis
dari senyawa kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+, yakni pada panjang gelombang 508 nm
selama 30 menit. Dari pengukuran yang dilakukan diperoleh hasil spektra sebagai
berikut:
Gambar 7. Spektraoperating time dari kadar tengah seri baku hidrokuinon.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Berdasarkan hasil spektra tersebut dapat dilihat bahwa serapan larutan
telah stabil mulai dari menit ke-0 hingga menit ke-30. Hal ini menandakan bahwa
reaksi kimia pembentukan senyawa kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+ ini berlangsung
dengan cepat dan optimal, sehingga pada menit ke-0 sudah diperoleh hasil serapan
yang stabil. Senyawa kompleks [(C12H8N2)3Fe]2+yang terbentuk juga stabil dalam
waktu yang cukup lama, yaitu selama 30 menit. Pada penelitian ini, untuk
menyamakan waktu pengukuran digunakan menit ke-10 sebagai waktu untuk
mengukur serapan dari setiap larutan, baik baku maupun sampel.
2. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum ( max)
Panjang gelombang serapan maksimum merupakan panjang gelombang
dimana serapan dari suatu senyawa yang dalam hal ini adalah senyawa
[(C12H8N2)3Fe]2+sudah mencapai maksimum. Apabila pengukuran dilakukan pada
panjang gelombang serapan maksimum, maka dengan adanya perubahan kecil
dari kadar larutan yang hendak dianalisis dapat memberikan perbedaan hasil
serapan yang besar. Dengan begitu, sensitivitas dari metode akan semakin
meningkat. Selain itu, spektra serapan disekitar panjang gelombang serapan
maksimum tersebut relatif datar sehingga pada kondisi tersebut hukum
Lambert-Beer akan terpenuhi dan jika dilakukan pengukuran ulang atau replikasi,
kemungkinan terjadinya kegagalan yang disebabkan oleh pengukuran ulang dan
faktor lain menjadi kecil (Skooget al, 1998).
Penentuan panjang gelombang serapan maksimum dilakukan dengan
mengukur panjang gelombang dari seri baku hidrokuinon dengan tiga kadar yang
berbeda, yaitu kadar terkecil, tengah, dan terbesar. Pengukuran panjang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
gelombang serapan maksimum dilakukan melalui scanning pada panjang
gelombang 450 nm hingga 550 nm. Rentang panjang gelombang ini dipilih untuk
melihat adakah pergeseran panjang gelombang serapan maksimum yang diperoleh
dibandingkan panjang gelombang serapan maksimum teoritis. yaitu pada panjang
gelombang 508 nm (Harris D.C.,1999). Dari pengukuran yang dilakukan,
diperoleh hasil spektra sebagai berikut:
Gambar 8. Spektra panjang gelombang serapan maksimum ( max) tiga seri kadar larutan baku hidrokuinon (a = 1,5 ppm; b = 2,5 ppm; c = 3,5 ppm)
Berdasarkan spektra di atas, serapan maksimum dari ketiga larutan baku
hidrokuinon adalah relatif sama. Pada kadar terkecil (1,5 ppm) dan tengah (2,5
ppm) diperoleh panjang gelombang serapan maksimum sebesar 510,5 nm;
sedangkan pada kadar terbesar, yaitu 3,5 ppm diperoleh panjang gelombang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
serapan maksimum sebesar 510,4 nm. Panjang gelombang serapan maksimum
yang digunakan dalam pengukuran adalah 510,5 nm. Hasil ini berbeda 2,5 nm dari
panjang gelombang teroritis. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995,
perbedaan selisih panjang gelombang serapan maksimum antara hasil teoritis
dengan percobaan tidak boleh lebih dari 2 nm. Oleh karena itu, hasil yang
diperoleh pada penelitian ini tidak memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia
edisi IV tahun 1995. Perbedaan alat dan kondisi percobaan antara sumber literatur
yang diacu dengan yang peneliti lakukan pada penelitian ini dapat menjadi faktor
penyebab timbulnya perbedaan hasil panjang gelombang ini. Namun demikian,
panjang gelombang serapan maksimum yang digunakan dalam penelitian ini tetap
menggunakan panjang gelombang 510,5 nm sebab setiap kali dilakukan
pengukuran terhadap larutan dengan kadar berbeda, alat yang digunakan tetap
memberikan hasil yang lebih kurang sama.
3. Pembuatan kurva baku
Kurva baku diperoleh dengan membuat lima seri kadar dari tiga replikasi
larutan baku hidrokuinon. Seri kadar baku ini dibuat dengan kadar 1,5 ppm; 2,0
ppm; 2,5 ppm; 3,0 ppm; dan 3,5 ppm. Pemilihan seri kadar ini dilakukan
berdasarkan hasil optimasi, dimana dipilih kadar yang memberikan serapan antara
0,2 hingga 0,8. Menurut Mulja dan Suharman, pada rentang serapan 0,2-0,8
tersebut akan memberikan persentase kesalahan fotometrik yang kecil dan dapat
diterima yaitu 0,5-1,0 %.
Setelah dilakukan pengukuran dari ketiga replikasi seri baku
hidrokuinon, diperoleh data sebagai berikut :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Tabel IV. Data replikasi seri baku hidrokuinon
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
Kadar Serapan Kadar Serapan Kadar Serapan
1,53 ppm 2,04 ppm 2,55 ppm 3,06 ppm 3,57 ppm 0,338 0,426 0,545 0,681 0,795 1,55 ppm 2,07 ppm 2,58 ppm 3,10 ppm 3,62 ppm 0,342 0,464 0,587 0,687 0,791 1,58 ppm 2,10 ppm 2,63 ppm 3,16 ppm 3,68 ppm 0,359 0,462 0,530 0,688 0,821 A = -0,028 B = 0,229 r = 0,998 A = 0,014 B = 0,217 r = 0,999 A = -0,003 B = 0,219 r = 0,991 Persamaan Kurva Baku:
Y = B X + A Y = 0,229 X – 0,028
Persamaan Kurva Baku: Y = B X + A Y = 0,217 X + 0,014
Persamaan Kurva Baku: Y = B X + A Y = 0,219 X – 0,003
Berdasarkan data tersebut, diperoleh tiga buah persamaan kurva baku
dari masing-masing replikasi. Dari ketiga persamaan kurva baku yang diperoleh
tersebut dipilih persamaan kurva baku yang paling linier. Linieritas menyatakan
hubungan korelasi antara kadar hidrokuinon dengan serapan yang dihasilkan.
Linieritas dinyatakan sebagai koefisien korelasi (r). Secara statistika, nilai r dapat
dikatakan baik apabila sudah lebih besar daripada nilai rtabel dengan taraf
kepercayaan dan derajat bebas tertentu. Dengan taraf kepercayaan 99% dan
derajat bebas 3, maka rtabeladalah sebesar 0,959. Ketiga persamaan kurva baku di
atas sudah memberikan hubungan korelasi yang baik antara kadar dan serapan
sebab nilai r-nya lebih besar daripada rtabel. Persamaan kurva baku yang dipilih
untuk digunakan adalah persamaan kurva baku replikasi kedua, yaitu Y = 0,217 X
+ 0,014 dengan nilai r = 0,999. Pemilihan ini dikarenakan nilai r dari persamaan
kurva baku kedua ini paling baik dibanding yang lainnya, yaitu nilai r2 0,997,
sehingga diharapkan dapat memberikan hubungan korelasi yang baik pula antara
kadar hidrokuinon dan serapan yang diperoleh. Dengan semakin meningkatnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
kadar hidrokuinon dalam larutan, maka serapannya juga akan meningkat secara
proporsional sebab hubungan korelasi yang terjadi adalah linier. Hubungan
korelasi antara kadar hidrokuinon dan serapan yang diperoleh dapat dilihat pada
gambar berikut:
Gambar 9. Kurva baku hidrokuinon (replikasi kedua)
B. Penentuan Kadar Hidrokuinon dalam Krim Simulasi 1. Pembuatan krim simulasi
Pembuatan krim simulasi dimaksudkan sebagai perwakilan dari krim
pemutih yang beredar di pasaran. Krim simulasi ini dibuat dengan tipe yang biasa
ditemukan dalam krim pemutih pada umumnya, yaitu tipe minyak dalam air
(M/A). Tipe ini sering digunakan sebab mudah menyebar di kulit dan kurang
berminyak, sehingga membuat konsumen merasa lebih nyaman dalam
menggunakannya.
Krim simulasi dibuat dari bahan – bahan seperti: setil alkohol, vaselin
putih, parafin cair, tween 80, gliserin, hidrokuinon, dan akuades. Krim merupakan
suatu emulsi yang terdiri atas dua fase, yaitu fase air dan minyak. Fase minyak
yang digunakan adalah vaselin putih, parafin cair, dan setil alkohol; sedangkan
y = 0,217x + 0,014 r = 0,999 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0 1 2 3 4 Ab sorb ansi Kadar Hidrokuinon (ppm)
Kurva Baku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
fase air yang digunakan terdiri dari gliserin dan akuades. Untuk menyatukan
kedua fase tersebut, maka ditambahkan suatu surfaktan yang berfungsi untuk
menurunkan tegangan muka agar kedua fase dapat saling campur. Surfaktan yang
digunakan adalah tween 80. Setil alkohol juga mampu bertindak sebagai
surfaktan.
Tween 80 merupakan surfaktan nonionik yang mampu menurunkan
tegangan muka fase minyak dan air dikarenakan memiliki gugusan hidrofil dan
lipofil. Gugusan hidrofil akan mengikat fase air, sedangkan gugusan lipofil akan
mengikat fase minyak. Dengan demikian, sistem emulsi dalam krim dapat
terbentuk. Tween 80 memiliki sifat hidrofilisitas lebih besar dibandingkan sifat
lipofilisitasnya. Harga HLB (Hydrophil Lipophil Balance) tween 80 adalah ±10,
sehingga sering digunakan surfaktan untuk membentuk emulsi tipa M/A.
Campuran bahan-bahan ini dimaksudkan untuk mendapatkan konsistensi
massa krim yang diinginkan, yaitu tidak terlalu padat dan tidak terlalu encer. Setil
alkohol yang wujudnya padatan dapat berfungsi sebagai agen pengental, sehingga
konsistensi dari massa krim menjadi meningkat. Selain untuk mendapatkan
konsistensi yang sesuai, campuran bahan-bahan ini memiliki fungsi pada saat
krim diaplikasikan ke kulit, misalnya gliserin dapat berfungsi sebagai humektan
yang mampu menjaga kelembaban kulit. Oleh karena itu digunakan campuran dari
bahan minyak dan juga air.
Pada krim simulasi ini, hidrokuinon tidak ditambahkan pada saat
pembuatan massa krim tapi ditambahkan diluar, yaitu setelah massa krim
terbentuk. Hidrokuinon ditambahkan pada sejumlah massa krim yang hendak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
dianalisis. Penambahan hidrokuinon dengan cara ini dimaksudkan agar kadar
hidrokuinon yang terkandung dalam krim yang hendak dianalisis dapat lebih
diketahui dengan pasti, sehingga dapat menunjang dan menjamin data parameter
validitas, seperti akurasi, presisi, dan sebagainya.
Berdasarkan hasil optimasi, maka pembuatan krim simulasi dilakukan
dengan mencampur bahan-bahan dari fase minyak menjadi satu dengan pelelehan
di ataswaterbath pada suhu ±70oC. Sama halnya dengan bahan – bahan dari fase
air juga dicampur menjadi satu dalam wadah yang berbeda disertai pelelehan di
atas waterbath pada suhu ±70oC. Tween 80 dilelehkan bersama dalam fase air,
sebab tween 80 memiliki sifat hidrofil lebih besar dibandingkan sifat lipofilnya.
Setelah semuanya meleleh dan menyatu, dilakukan penggabungan kedua fase tadi
(fase minyak kemudian fase air) ke dalam suatu mortir hangat disertai pengadukan
yang konstan dan kontinyu, serta penambahan akuades hangat sedikit demi sedikit
hingga diperoleh suatu massa krim yang baik.
Pemanasan di atas waterbath dimaksudkan untuk pelelehan bahan padat
dan meningkatkan energi kinetik dari masing – masing molekul penyusun
sehingga dapat saling kontak dan lebih mudah campur menjadi satu. Suhu 70oC
merupakan suhu optimum untuk pelelehan. Bahan padat yang digunakan adalah
setil alkohol. Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV, setil alkohol meleleh
pada suhu 45-50oC, sehingga suhu 70oC sudah cukup untuk melelehkan semua
bahan. Suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan rusaknya bahan penyusun
krim, sedangkan suhu terlalu rendah akan mengakibatkan waktu pelelehan yang
semakin lama dan tidak efisien. Penggunaan mortir dan stamper yang hangat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya shock cooling, dimana terdapat
perbedaan suhu yang signifikan dan dapat mengganggu stabilitas emulsi dari krim
yang terbentuk. Setil alkohol yang meleleh pada suhu tinggi tadi dapat kembali
memadat apabila suhu pada waktu pencampuran berubah secara drastis. Hal ini
dapat membuat massa krim yang terbentuk menjadi kasar dan tidak nyaman pada
waktu pengaplikasian.
2. Preparasi krim simulasi
Krim simulasi tersusun atas surfaktan nonionik, yaitu tween 80 dan setil
alkohol. Menurut Newburger s Manual of Cosmetic Analysis 2nd tahun 1977,
emulsi yang tersusun dari surfaktan nonionik dapat di
rusak dengan menambahkan salah satu fase secara berlebih. Pada penelitian ini
digunakan campuran air-metanol (1:1 v/v) untuk memecah sistem emulsi
sekaligus sebagai cairan pengekstrak dari hidrokuinon. Kandungan air dalam
campuran tersebut dapat memecah sistem emulsi yang ada. Jika dilihat dari
kelarutan hidrokuinon, satu bagian hidrokuinon larut dalam 17 bagian air dan satu
bagian hidrokuinon juga larut dalam 4 bagian alkohol (Anonim, 1999).
Hidrokuinon mudah larut dalam alkohol dan air, sehingga campuran air-metanol
dapat digunakan untuk menarik hidrokuinon dalam krim simulasi.
Pada krim terdapat lebih dari satu komponen, maka yang tertarik ke
dalam campuran air-metanol tidak hanya hidrokuinon. Bahan-bahan lain yang
larut dalam air dan alkohol juga dapat ikut terekstraksi. Bahan-bahan lain yang
dapat ikut terekstraksi adalah gliserin, tween 80 dan setil alkohol. Perlu diketahui
bahwa yang dimaksud dengan alkohol adalah etanol dimana mengandung tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
kurang dari 94,9 % v/vdan tidak lebih dari 96,0 % v/v C2H5OH pada suhu 15,56
o
C. Dalam penelitian ini digunakan metanol bukan etanol. Hal ini didasarkan pada
kepolaran bahan, dimana metanol lebih polar dibandingkan etanol. Hidrokuinon
bersifat relatif polar dibandingkan setil alkohol dan tween 80 sehingga dapat lebih
mudah tertarik ke dalam campuran air-metanol.
Proses ekstraksi dilakukan diatas waterbath pada suhu ±60oC selama 30
menit. Pemanasan ini dimaksudkan untuk menambahkan energi dari luar sehingga
dapat meningkatkan proses ekstraksi dari krim simulasi. Waktu selama 30 menit
merupakan hasil optimasi. Setelah dilakukan proses ekstraksi selesai dan suhu
dari larutan sampel sudah kembali normal, dapat dilakukan proses penyaringan.
Proses penyaringan dimaksudkan untuk membantu memisahkan antara fase
air-metanol dengan fase minyak. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan kertas
saring berukuran pori kecil, yaitu 0,45 µm. Dengan ukuran pori ini sudah mampu
menahan semua fase minyak yang tidak larut dalam campuran air-metanol.
Selanjutnya, filtrat dari air-metanol dapat langsung dilakukan analisis.
3. Penetapan kadar hidrokuinon
Kadar hidrokuinon ditetapkan secara spektrofotometri visibel dengan
pereaksi o-fenantrolina. Prinsip metode dan reaksinya sama seperti yang
dijelaskan pada bagian awal. Hidrokuinon dalam sampel akan mereduksi besi (III)
menjadi besi (II). Besi (II) akan bereaksi dengan o-fenantrolina membentuk
senyawa kompleks merah-jingga. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh hasil
sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Tabel V. Data serapan dan kadar hidrokuinon dalam sampel Replikasi Chitung (%b/b) Serapan (Y) Cukur (%b/b)
I II III IV V VI 1,98 1,99 2,03 1,98 2,01 2,00 0,660 0,662 0,681 0,676 0,664 0,665 1,98 1,99 2,05 2,03 2,00 2,00
C. Parameter Validitas Metode Analisis