• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Sifat fisik minyak dan lemak sangat ditentukan oleh suhu yang dialaminya. Istilah minyak dan lemak merupakan petunjuk mengenai sifat fisiknya, dimana pada suhu kamar minyak berfase cair sedangkan lemak berfase padat (Timms 1985). Minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) sebagai suatu bahan berbasis minyak dan lemak, memiliki karakteristik yang khas terkait perubahan sifat fisiknya akibat pengaruh suhu. Pada pengembangan sistem transportasi CPO moda pipa, pengaruh suhu terhadap perubahan sifat fisik CPO sangat penting untuk diketahui, khususnya pada saat CPO dialirkan dalam sistem pipa yang mengalami perubahan suhu selama pengaliran.

Sifat fisik minyak dan lemak sangat ditentukan oleh komposisi asam lemak dan susunan asam lemak tersebut di dalam triacylglycerol (TAG). Menurut Ong et al. (1995), karakteristik fisik dasar minyak sawit mencakup berat jenis atau densitas (density), panas jenis (specific heat), panas lebur (heat of fusion), dan kekentalan atau viskositas (viscosity). Karakteristik fisik empiris minyak sawit antara lain titik leleh (melting point), kandungan lemak padat (solid fat content atau SFC), serta sifat fase dan polimorfisme lemak sawit. Terkait dengan sistem pengaliran CPO di dalam pipa, sifat fisik yang berperan adalah densitas, sifat reologi, dan sifat kristalisasi lemaknya yang dinyatakan dengan SFC.

Codex Alimentarius Comission (CAC) dalam CAC/RCP 36 (CAC 2005), merekomendasikan suhu pengaliran CPO dalam pipa adalah 50-55 oC. CPO harus terus dipertahankan pada kisaran suhu tersebut agar CPO berada dalam fase cair dan tidak mengalami kristalisasi. Upaya untuk mempertahankan suhu agar tetap tinggi antara lain dengan penggunaan insulasi di sepanjang pipa dengan material yang dapat menghambat terjadinya pelepasan panas yang berlebihan dari CPO bersuhu tinggi ke lingkungan. Kondisi pengaliran pada suhu tinggi tersebut selama ini telah diaplikasikan untuk jarak dekat, misalnya untuk menghubungkan antara tangki penyimpanan dengan truk tangki pengangkut CPO.

43 Pada sistem transportasi CPO moda pipa untuk jarak tempuh yang jauh, suhu awal CPO yang tinggi akan mengalami penurunan akibat pelepasan panas ke lingkungan. Pada saat terjadi penurunan suhu tersebut, karakteristik CPO khususnya sifat fisik densitas, sifat reologi, dan nilai SFC akan mengalami perubahan. Perubahan sifat fisik CPO akibat pengaruh suhu pengaliran, akan menentukan kendali proses pengalirannya sesuai desain pipa yang digunakan. Menurut Fasina et al. (2006), perubahan sifat reologi akibat pengaruh suhu akan menentukan energi yang dibutuhkan untuk pemompaan minyak. Dengan demikian, pengaruh suhu terhadap sifat fisik CPO perlu dipelajari secara lebih mendalam. Data karakteristik CPO akibat pengaruh suhu sangat penting artinya sebagai dasar di dalam menyusun rancangan teknik kendali untuk mempertahankan sifat fisik CPO agar tetap dapat dialirkan di dalam sistem pipa.

Beberapa penelitian yang mengkaji pengaruh suhu terhadap sifat fisik minyak nabati telah dilakukan, antara lain oleh Tangsathitkulchai et al. (2004), Fasina et al. (2006), dan Kim et al. (2010), akan tetapi penelitian tersebut tidak menggunakan sampel CPO. Suhu diketahui berpengaruh pula terhadap proses kristalisasi minyak sawit, seperti telah diteliti oleh Miskandar et al. (2002), Graef et al. (2008, 2009), dan Tarabukina et al. (2009) untuk sampel minyak sawit yang telah mengalami pemurnian (refined bleached deodorized palm oil/RBDPO). Untuk tujuan transportasi di dalam pipa, pembentukan kristal lemak yang berlebihan justru harus dapat dicegah karena dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan dalam pipa. Belum terdapat penelitian yang secara fokus mempelajari fenomena perubahan sifat fisik CPO khususnya perubahan densitas, SFC, dan sifat reologinya sebelum tahap kristalisasi lemak berlangsung. Oleh karena itu, dalam penelitian ini ingin diperoleh informasi pengaruh suhu terhadap sifat fisik CPO pada kisaran suhu pengaliran sebelum induksi kristalisasi lemak terjadi akibat suhu yang menurun.

Fenomena perubahan sifat fisik CPO akibat pengaruh suhu dipelajari pada kisaran suhu 25 oC hingga 55 oC, yang diasumsikan merupakan kisaran suhu pengaliran yang mungkin diterapkan dalam sistem pipa yang akan dikembangkan di Indonesia. Pengukuran sifat fisik CPO dilakukan pada kondisi pretreatment suhu standar, karena perlakuan suhu yang dialami suhu sebelum pengukuran sifat

44

fisik akan mempengaruhi hasil pengujian. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dikembangkan model matematika pengaruh suhu terhadap parameter sifat fisik CPO, serta pengujian korelasi antara parameter sifat fisik tersebut.

Penelitian-penelitian terkait sifat reologi dan kristalisasi lemak seperti penelitian Chong et al. (2007) dan Vuillequez et al. (2010) menunjukkan bahwa terjadinya perubahan sifat fisik (khususnya sifat reologi dan kristalisasi) minyak/lemak bukan hanya ditentukan oleh suhu sampel saat pengukuran, tetapi juga dipengaruhi oleh lama waktu yang dialami oleh sampel saat mengalami proses penurunan dan penyetimbangan suhu. Respon perubahan sifat reologi minyak/lemak saat suhu sedang mengalami penurunan dengan laju penurunan suhu tertentu, akan menghasilkan besaran parameter sifat reologi yang berbeda. Oleh karena itu, pada kasus pengaliran CPO di dalam pipa yang akan mengalami kondisi dan waktu pengaturan suhu yang berbeda (dalam penelitian ini disebut metode penerapan suhu), informasi mengenai pengaruh metode penerapan suhu yang dialami sampel CPO terhadap hasil pengukuran sifat reologinya perlu dipelajari lebih lanjut.

Pada penelitian ini diajukan model sistem transportasi CPO moda pipa yang membutuhkan tahap pemanasan kembali saat suhu CPO mengalami penurunan sebelum proses kristalisasi CPO dimulai. Dengan demikian, bila pengaliran berlangsung pada jarak tempuh yang jauh, proses penurunan suhu dan pemanasan kembali akan terjadi secara berulang di sepanjang aliran pipa pada jarak tertentu. Bagaimana pengaruh siklus suhu yang menurun dan meningkat secara berulang terhadap sifat fisik CPO juga akan dipelajari dalam tahap penelitian ini.

Tujuan dari tahap penelitian ini adalah untuk memperoleh data pengaruh suhu terhadap parameter sifat fisik CPO beserta pemodelan matematikanya. Secara lebih terperinci, pengaruh suhu dipelajari pada kondisi pengukuran standar, pada kondisi dengan metode penerapan suhu tertentu, dan pada kondisi ketika CPO mengalami siklus suhu menurun dan meningkat. Pendekatan kondisi pengukuran yang berbeda di dalam kajian pengaruh suhu terhadap parameter sifat fisik CPO ini, diharapkan akan menghasilkan data karakteristik CPO yang lebih komprehensif dan relevan dengan teknis penggunaan data tersebut di lapangan.

45

Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 hingga bulan Juni 2011. Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor; dan Laboratorium South East Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam tahap penelitian ini adalah sampel CPO yang diperoleh dari tiga perusahaan kelapa sawit yang berlokasi di Kalimantan Barat, Banten, dan Jakarta. Tiga sampel tersebut dipilih berdasarkan hasil pengujian Tahap I (Bab 2), dengan bilangan iod berturut-turut 51.31, 54.15, dan 50.38 g/100 g sampel, untuk melihat adanya korelasi antara sifat kimia terhadap perubahan sifat fisik CPO akibat pengaruh suhu.

Pada pengujian pengaruh metode penerapan suhu dan pengaruh siklus suhu terhadap sifat fisik CPO, digunakan satu sampel CPO yang berdasarkan hasil penelitian tahap sebelumnya memiliki bilangan iod yang paling rendah, yaitu sebesar 50.38 g/100 g sampel. Sampel CPO dengan bilangan iod yang berada di dekat batas bawah spesifikasi standar bilangan iod menurut SNI 01-2901-2006 (yaitu sebesar 50-55 g/100 g lemak), memiliki derajat ketidakjenuhan yang lebih rendah. Pada saat terjadi penurunan suhu, proses kristalisasi sampel CPO tersebut diperkirakan lebih mudah terjadi, lebih cepat terdeteksi, dan memberikan gambaran kondisi terberat dalam pencegahan proses kristalisasi lemak CPO. Dengan demikian, diharapkan data hasil pengujian dengan sampel CPO tersebut akan mendekati batas kritis terjadinya proses kristalisasi untuk sampel CPO pada umumnya.

Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah piknometer untuk mengukur densitas CPO. Selain itu digunakan Nuclear Magnetic Resonance (NMR) Analyzer Bruker Minispec PC 100 (Bruker Optics Ltd.,

46

Canada) untuk mengukur kandungan lemak padat (solid fat content/SFC), dengan pengaturan suhu yang dilakukan dengan dry block untuk suhu di atas 30 oC dan waterbath circulation Thermomix UB-Frigomix untuk suhu di bawah 30 oC. Sifat reologi diukur menggunakan HAAKE Viscometer Rotovisco RV20 (Karlsruhe, Jerman) yang diatur suhunya dengan HAAKE Circulator dan HAAKE Temperature Control Module F3. Digunakan pula Differential Scanning Calorimetry (DSC) tipe DSC-60 (Shimadzu Corp. Jepang) yang dikendalikan suhunya oleh softwareThermal Analysis System TA-60WS untuk mengukur profil entalpi CPO.

Metode Penelitian

Pengaruh suhu terhadap sifat fisik CPO dipelajari pada kisaran suhu yang akan diterapkan dalam proses pengaliran, yaitu antara suhu kamar 25 oC hingga suhu 55 oC. Suhu 55 oC dipilih karena merupakan suhu rekomendasi Codex Alimentarius Comission sesuai CAC/RCP 36 (CAC 2005) tentang suhu maksimal pengaliran CPO. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian tahap sebelumnya, SFC CPO pada suhu 55 oC telah sangat rendah, kurang dari 10%. Pengukuran sifat fisik dilakukan pada setiap selang suhu 5 oC, yaitu pada suhu 25, 30, 35, 40, 45, 50, dan 55 oC. Bagan alir tahap penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8.

Tahap penelitian ini diawali dengan pengukuran sifat fisik CPO pada kisaran suhu 25-55 oC. Sifat fisik yang diukur terkait dengan proses pengaliran CPO di dalam pipa, mencakup densitas, SFC, dan sifat reologi. Parameter sifat reologi yang diamati mencakup parameter indeks tingkah laku aliran (flow behaviour index atau n), indeks konsistensi (concistency index atau K) dan viskositas terukur (apparent viscosity atau ). Densitas atau berat jenis () CPO (g/mL) diukur mengikuti metode AOCS Cc 10a-25 (AOCS 2005), sedangkan SFC CPO diukur menggunakan NMR berdasarkan metode IUPAC 2.150 ex 2.323 (IUPAC 1987). Pengukuran sifat reologi dilakukan dengan HAAKE Viscometer (HAAKE 1991, 1992). Prosedur analisis sifat fisik tersebut secara lengkap dapat dilihat pada bagian prosedur analisis pada penelitian Tahap I (Bab 2), yang masing-masing dilakukan dengan minimal dua ulangan.

47

Gambar 8 Diagram alir penelitian pengaruh suhu terhadap sifat fisik minyak sawit kasar (CPO).

Pengukuran sifat fisik CPO pada kisaran suhu 25-55 oC

 Densitas, metode AOCS Cc 10a-25 (AOCS 2005)

 Profil SFC, metode IUPAC 2.150 ex 2.323 (IUPAC 1987)

 Sifat reologi CPO (HAAKE 1991, 1992)

Analisis pengaruh suhu terhadap sifat fisik CPO dan pemodelan matematikanya

 Pengaruh suhu terhadap densitas

 Pengaruh suhu terhadap SFC

 Pengaruh suhu terhadap sifat reologi

Penentuan korelasi antar parameter sifat fisik CPO terkait dengan pengaruh suhu

 Korelasi densitas dengan SFC

 Korelasi densitas dengan sifat reologi

 Korelasi SFC dengan sifat reologi

Pengujian pengaruh siklus suhu 25-55 oC terhadap sifat fisik CPO

 Pengaruh siklus suhu terhadap profil entalpi

 Pengaruh siklus suhu terhadap SFC

 Pengaruh siklus suhu terhadap sifat reologi

Pengujian pengaruh metode penerapan suhu terhadap sifat reologi CPO pada kisaran suhu 25-55 oC

(1) Sampel CPO mengalami penyetimbangan suhu selama 24 jam di suhu pengukuran setelah pemanasan awal 55 oC

(2) Sampel CPO mengalami penurunan suhu dari 55 oC dengan laju 1 oC/menit menuju suhu pengukuran

48

Sebelum dilakukan pengukuran sifat fisik, sampel CPO harus mengalami penyetimbangan suhu di suhu pengukuran selama 30-35 menit. Waktu 30-35 menit dipilih sebagai waktu penyetimbangan pada suhu pengukuran sesuai dengan prosedur standar penentuan densitas dan SFC. Dari tiga sampel CPO yang digunakan, dilakukan perbandingan antar sampel untuk melihat variasi sifat fisiknya akibat pengaruh suhu.

Berdasarkan data yang diperoleh, dilakukan analisis data pengaruh suhu terhadap sifat fisik CPO tersebut, dan dilakukan penepatan model matematikanya. Parameter viskositas terukur ( ditentukan kesesuaiannya dengan model Arrhenius (Steffe & Daubert 2006). Dilakukan pula analisis korelasi antar parameter sifat fisik CPO untuk menyusun model matematika pendugaan parameter sifat fisik CPO tertentu melalui pengujian parameter sifat fisik lainnya.

Pada tahap selanjutnya dipelajari pengaruh metode penerapan suhu khususnya terhadap sifat reologi CPO yang diukur dengan HAAKE Viscometer Rotovisco RV20, karena sifat reologi berkaitan langsung dengan proses pengaliran di dalam pipa. Proses pengaliran CPO dapat berlangsung pada kondisi suhu setimbang yang konstan (isotermal), maupun pada suhu non- isotermal karena mengalami penurunan dari suhu 55 oC. Kedua kondisi pengaliran tersebut diperkirakan akan menghasilkan parameter sifat reologi yang berbeda. Pengaruh suhu dipelajari pada dua metode penerapan suhu yaitu:

(1) sampel CPO mengalami penyetimbangan suhu selama 24 jam di suhu pengukuran setelah pemanasan awal 55 oC;

(2) sampel CPO mengalami penurunan suhu dari suhu pemanasan awal 55 oC dengan laju 1 oC/menit menuju suhu pengukuran.

Kondisi suhu setimbang pada metode penerapan suhu (1) mensimulasikan kondisi pengaliran CPO dalam pipa secara isotermal, sedangkan kondisi suhu yang belum setimbang pada metode penerapan suhu (2) mensimulasikan kondisi CPO saat mengalami penurunan suhu ketika dialirkan di dalam pipa. Melalui perlakuan tersebut, diharapkan dapat ditentukan sifat reologi CPO pada kedua metode penerapan suhu, sehingga data yang digunakan dalam perhitungan teknik kendali aliran CPO dapat lebih sesuai dengan profil perubahan suhu yang terjadi selama pengaliran CPO dalam sistem pipa.

49 Pada tahap berikutnya, dilakukan pengujian pengaruh siklus suhu menurun dan meningkat dengan kisaran suhu 25-55 oC untuk mensimulasikan model sistem pengaliran CPO moda pipa jarak jauh yang membutuhkan tahap pemanasan kembali di beberapa lokasi untuk mencegah terjadinya kristalisasi lemak. Laju penurunan dan peningkatan suhu yang diterapkan pada penerapan siklus suhu adalah 1 oC/menit. Pengaruh siklus suhu dievaluasi melalui profil entalpi (thermogram) DSC yang dilakukan sebanyak 10 siklus, sedangkan pengaruh siklus suhu terhadap SFC dan  CPO dilakukan sebanyak 3 siklus. Siklus suhu tersebut diterapkan beberapa kali pada sampel CPO dalam kondisi statis, kecuali pada pemantauan  CPO yang dilakukan pada shear rate 100 s-1. Prosedur analisis pengujian pengaruh siklus suhu secara lengkap dapat dilihat pada bagian prosedur analisis, dan semua pengujian dilakukan minimal dengan dua ulangan. Untuk melihat perbedaan antar sampel atau antar perlakuan, dilakukan uji one- way analysis of variance (ANOVA one-way) menggunakan program statistik SPSS Statistics 17.0. Uji Duncan multiple-range dilakukan untuk menentukan perbedaan yang nyata antara data rata-rata pada P<0.05.

Prosedur Analisis

Penentuan profil kandungan lemak padat dengan Nuclear Magnetic Resonance (IUPAC 1987)

Penentuan profil kandungan lemak padat atau solid fat content (SFC) CPO dilakukan berdasarkan metode IUPAC Norm Version 2.150 ex 2.323 (IUPAC 1987) menggunakan instrumen NMR resolusi rendah (low resolution nuclear magnetic resonance) Bruker Minispec 100 NMR Analyzer. Pretreatment atau prosedur stabilisasi awal sangat menentukan jumlah dan tipe kristal lemak yang terbentuk, dan menentukan nilai SFC yang diukur dengan NMR.

Pada kondisi pengukuran standar, contoh uji CPO diisikan ke dalam tabung NMR setinggi + 2.5 cm. Sebelum dianalisis, contoh uji dipanaskan pada suhu 80 o

C selama 30 menit agar meleleh sempurna untuk meyakinkan homogenitasnya. Contoh uji yang telah meleleh kemudian dipertahankan pada suhu 60 oC selama 5

50

menit, dan selanjutnya disimpan pada suhu 0 oC selama 60 menit. Sebelum dilakukan pengukuran SFC, contoh uji dipertahankan dulu pada masing-masing suhu pengukurannya selama 30-35 menit, dengan menggunakan dry block untuk suhu di atas 30 oC dan waterbath circulation Thermomix UB-Frigomix untuk suhu di bawah 30 oC.

Pengujian pengaruh siklus suhu terhadap profil entalpi (modifikasi metode Saberi et al. 2011)

Untuk mengetahui pengaruh siklus suhu menurun dan meningkat yang dialami CPO secara berulang terhadap profil entalpi CPO, dilakukan pengujian dengan Differential Scanning Calorimetry (DSC) tipe DSC-60 (Shimadzu Corp. Jepang) yang dikendalikan dengan software Thermal Analysis System TA-60WS. Hasil pengujian dengan DSC akan menghasilkan kurva profil entalpi (thermogram). Pada saat suhu menurun, diperoleh kurva eksotermik (terjadi pelepasan panas), sedangkan pada saat suhu meningkat diperoleh kurva endotermik (terjadi penyerapan panas).

Tahap persiapan sampel dan instrumen yang digunakan dalam percobaan ini sama dengan yang digunakan dalam analisis kalorimetri dinamis menurut Saberi et al. (2011). Modifikasi prosedur analisis dilakukan terhadap program suhu yang diterapkan. Perlakuan peningkatan suhu dilakukan pada laju 10 oC/menit untuk mensimulasikan proses pemanasan yang cepat dengan heat exchanger pada jalur perpipaan hingga suhu 55 oC dan sampel dipertahankan pada suhu tersebut selama 10 menit. Selanjutnya sampel diturunkan suhunya dengan laju penurunan suhu 1 o

C/menit hingga suhu 25 oC, dan ditahan pada suhu tersebut selama 1 menit. Kemudian dilakukan pemanasan kembali ke suhu 55 oC dan penurunan suhu kembali ke 25 oC dengan laju perubahan suhu yang sama hingga 10 siklus.

Pengujian pengaruh siklus suhu terhadap kandungan lemak padat (modifikasi metode IUPAC 1987)

Percobaan siklus suhu menurun dan meningkat dilakukan dengan memodifikasi metode pengukuran SFC berdasarkan IUPAC 2.150 ex 2.323

51 (IUPAC 1987). Sampel CPO tidak melalui prosedur tempering standar, tetapi langsung diukur SFC-nya dengan NMR pada metode penerapan suhu yang dialaminya. Sebelumnya sampel CPO dimasukkan ke dalam tabung sampel NMR setinggi + 2.5 cm. Sampel tersebut kemudian dipanaskan secara cepat dengan dry block hingga suhu 55 oC dan ditahan selama 30 menit untuk menghilangkan memori kristal awal. Sampel kemudian diturunkan suhunya dengan laju penurunan suhu 1 oC/menit hingga suhu 25 oC, dan selanjutnya ditingkatkan kembali suhunya ke 55 oC dalam waktu 10 menit. Pengukuran SFC dilakukan pada setiap selang penurunan suhu 5 oC, dan pengujian dilakukan pada 3 siklus suhu menurun dan meningkat.

Pengujian pengaruh siklus suhu terhadap viskositas terukur (HAAKE 1991, 1992)

Pengujian dilakukan dengan HAAKE Viscometer Rotovisco RV20 yang dikontrol siklus suhunya dengan HAAKE Circulator dan HAAKE Temperature Control Module F3 sesuai program suhu yang ingin diterapkan (HAAKE 1992). Pengujian berlangsung pada shear rate yang tetap yaitu 100 s-1. Sampel CPO diberi perlakuan suhu yang meningkat hingga suhu 55 oC, dengan laju 1 oC/menit. Peningkatan suhu tidak dilakukan pada laju yang lebih cepat, karena keterbatasan sistem kontrol suhu pada instrumen yang digunakan (HAAKE 1991). Setelah suhu 55 oC tercapai, dilakukan penurunan suhu menjadi 25 oC dengan laju penurunan suhu 1 oC/menit. Siklus suhu menurun dan meningkat dilakukan pada 3 siklus, dan dilakukan pengukuran terhadap nilai  sampel CPO tersebut.

Hasil dan Pembahasan

Pengaruh Suhu terhadap Sifat Fisik CPO pada Kisaran Suhu 25-55 oC

Proses pengaliran CPO dalam pipa dipengaruhi oleh suhu selama pengaliran, yang juga akan menentukan kendali pengalirannya sesuai desain perpipaan yang dirancang. Untuk memastikan bahwa suhu pengukuran telah tercapai dan setimbang, sampel CPO yang dianalisis sifat fisiknya terlebih dahulu

52

mengalami penyetimbangan di suhu pengukuran selama 30-35 menit. Waktu penyetimbangan 30-35 menit merupakan waktu yang telah ditetapkan dalam prosedur penentuan densitas minyak menurut AOCS Cc 10a-25 (AOCS 2005), dan dalam prosedur penentuan SFC menurut IUPAC 2.150 ex 2.323 (IUPAC 1987). Pada pengukuran sifat reologi CPO, dilakukan pula penyetimbangan suhu selama 30-35 menit sebelum prosedur pengukuran sifat reologi berlangsung. Pada tahap penelitian ini digunakan tiga sampel CPO yang masing-masing diberi kode CPO A, CPO B, dan CPO C.

Pengaruh suhu terhadap densitas CPO

Profil densitas CPO yang diukur pada kisaran suhu 25-55 oC dapat dilihat pada Gambar 9 dengan data selengkapnya disajikan pada Lampiran 12. Secara umum, pada suhu yang semakin tinggi, densitas CPO semakin rendah, yang sesuai dengan hasil penelitian Ong et al. (1995) yang menggunakan sampel RBDPO. Pada suhu rendah di bawah 45 oC variasi nilai densitas antar sampel CPO cukup besar, sedangkan pada suhu di atas 45 oC, densitas ketiga sampel CPO memiliki nilai rata-rata sebesar 0.894 g/mL.

Gambar 9 Densitas tiga sampel CPO pada suhu 25-55 oC. 0,885 0,890 0,895 0,900 0,905 0,910 0,915 0,920 0,925 0,930 20 25 30 35 40 45 50 55 60 D en si tas ( k g/ m 3) Suhu (oC) CPO A CPO B CPO C 0.930 0.925 0.920 0.915 0.910 0.905 0.900 0.895 0.890 0.885

53 Bila dibandingkan dengan data Ong et al. (1995) yang menggunakan sampel RBDPO, densitas RBDPO pada suhu 50 oC sedikit lebih rendah yaitu 0.891 g/mL. Pengujian Tangsathitkulchai et al. (2004) menggunakan sampel CPO pada suhu 15.5 oC menghasilkan data densitas sebesar 0.908 g/mL, yang masih sesuai dengan kisaran data percobaan dalam penelitian ini.

Penurunan densitas CPO dapat dimodelkan dengan persamaan regresi linier pengaruh suhu (T) terhadap densitas () yang diajukan oleh PORIM. Nilai densitasCPO menurut PORIM (Timms 1985) mengikuti Persamaan 9. Persamaan pengaruh suhu terhadap densitas CPO juga diajukan oleh Narvaez et al. (2007) (Persamaan 10).

 (g/mL) = 0.9244 – 0.00067 T (9)

 (g/mL) = 0.9451 – 0.00124 T (10)

Berdasarkan data densitas tiga sampel CPO dapat disusun persamaan regresi linier (Persamaan 11) dengan nilai R2 yang tinggi (0.984). Penentuan model matematika melalui regresi linier pengaruh suhu terhadap densitas CPO disajikan pada Gambar 10.

 (g/mL) = 0.9354 – 0.00082 T (11)

Gambar 10 Regresi linier pengaruh suhu terhadap densitas tiga sampel CPO.

= 0.9354 - 0.00082T = 0.984 0,885 0,890 0,895 0,900 0,905 0,910 0,915 0,920 20 25 30 35 40 45 50 55 60 D en si tas ( k g/ m 3) Suhu (oC) 0.920 0.915 0.910 0.905 0.900 0.895 0.890 0.885

54

Persamaan 9, 10, dan 11 menghasilkan prediksi nilai densitas CPO yang sedikit berbeda pada suhu yang sama. Menurut Timms (1985), adanya perbedaan kecil pada nilai densitas yang dihitung dari persamaan matematika pengaruh suhu tersebut tidak signifikan secara statistik bila dibandingkan dengan kesalahan dalam pengukuran dan variasi sampel CPO yang diukur.

Pengaruh suhu terhadap kandungan lemak padat CPO

Kandungan lemak padat (SFC) merupakan fraksi lemak dalam bentuk padat (dalam %) yang terdapat di dalam suatu sampel pada suhu tertentu setelah melalui tempering suhu tertentu, yang diukur dengan Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Menurut Metin dan Hartel (2005), bila lemak didinginkan di bawah titik leleh dari komponen bertitik leleh tertinggi, akan terdapat rasio antara lemak padat terhadap lemak cair yang tergantung pada kondisi campuran TAG, yang dikenal dengan istilah SFC.

Hasil pengukuran SFC tiga sampel CPO dengan menggunakan metode standar perlakuan awal suhu (pretreatment) berupa pemanasan sampel CPO pada suhu 80 oC selama 30 menit, dipertahankan pada suhu 60 oC selama 5 menit, dan disimpan pada suhu 0 oC selama 60 menit), dapat dilihat pada Gambar 11 dengan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 13. Bentuk kurva SFC yang dihasilkan tiga sampel CPO tersebut sesuai dengan bentuk kurva SFC minyak sawit menurut Timms (1985). Bentuk kurva SFC sampel minyak dan lemak sangat tergantung dari pretreatment yang dialami sampel, khususnya riwayat perubahan suhu yang dialaminya. Pada suhu yang semakin tinggi, SFC semakin rendah. Hal itu terjadi karena pada suhu yang lebih tinggi, terjadi pelelehan pada fraksi lemak yang semula merupakan fase padat menjadi fase cair, yang sangat terkait dengan titik leleh (TM) sampel CPO.

Berdasarkan Gambar 11 dapat diketahui bahwa pada suhu 25 oC, sekitar 16.5% lemak dalam sampel CPO berbentuk padat. Dengan semakin

Dokumen terkait