• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengembangan Agroindustri Perdesaan

Mwabu dan Thorbecke (2001) menyatakan bahwa fokus dari kebijakan pembangunan perdesaan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan dengan memulai kebijakan tersebut di perdesaan seperti halnya selama ini telah dilakukan di wilayah perkotaan. Kebijakan yang mendorong pertumbuhan industri agro-based di wilayah perkotaan akan merangsang produksi dari produk pertanian perdesaan yang digunakan sebagai input dalam agroindustri di perkotaan. Selanjutnya industri kota juga memerlukan pasar yang besar di perdesaan, investasi dalam pembangunan infrastruktur komersial, misalnya jalan penghubung dan telekomunikasi akan sangat berguna bagi penduduk perdesaan.

Pengembangan agroindustri menjadi penting karena usaha ini memiliki multiplier effect yang lebih besar bila dibandingkan dengan industri lainnya. Pengembangan agroindustri merupakan langkah yang perlu dijadikan prioritas melebihi yang telah dilakukan selama ini. Beberapa pertimbangan yang mendukung pengembangan agroindustri sebagai sektor pemimpin adalah: (1) sektor agroindustri memiliki pangsa besar dalam perekonomian sehingga kemajuan yang diperoleh dapat mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan, (2) Pertumbuhan dan nilai tambah relatif tinggi dan (3) Adanya keterkaitan antara sektor hulu dan hilir yang relatif besar sehingga mampu menarik pertumbuhan pada sektor lain (Rustiadi et al, 2004).

Agroindustri pada dasarnya mencakup pengolahan atau penanganan produksi pertanian. Ada produksi pertanian yang perlu diolah (dirubah susunan kimianya) menjadi bentuk lain yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, baik bentuk, citarasa, warna, guna dan baunya. Selain itu ada juga produk pertanian yang hanya perlu ditangani sedemikian rupa agar tetap segar sampai ke konsumen, misalnya pada produk pertanian buah-buahan dan sayur-sayuran.

Pengembangan sistem agribisnis yang menunjukkan adanya keterkaitan vertikal antar sub-sistem agribisnis serta keterkaitan horisontal dengan sistem atau subsistem lain seperti jasa jasa (finansial, perbankan, transportasi, perdagangan, pendidikan dan lain-lain). Keterkaitan ini (industrial linkages) sebenarnya sudah

lama disadari oleh ekonom pasca revolusi industri, sehingga mereka menekankan arti strategis dari menempatkan pertanian dan perdesaan sebagai bisnis inti (core business) dalam kaitannya dengan proses industrialisasi (Pambudy, 2005).

Secara singkat lingkup model pembangunan atau paradigma agribisnis dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Lingkup Pembangunan Sistem Agribisnis

Sumber: Pembangunan Sistem Agribisnis sebagai Penggerak Ekonomi Nasional (Deptan, 2001)

Faktor ekonomi memiliki hubungan yang sangat erat dengan masalah pembangunan disamping faktor-faktor lainnya. Para ahli studi pembangunan bahkan meyakini pentingnya faktor ini dalam proses pembangunan sebagai faktor yang mempunyai determinan tinggi. Hal ini didasarkan pada suatu kenyataan yang banyak terjadi di negara-negara berkembang, di mana pada umumnya mereka memberikan prioritas yang tinggi terhadap pembangunan ekonomi. Keadaan ekonomi yang meningkat diharapkan dapat memberikan kesempatan yang lebih baik untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan di bidang lainnya, sehingga lebih mengejar pertumbuhan ekonomi sebagai indikator keberhasilan pembangunan. Stabilitas ekonomi menjadi target utama yang harus diwujudkan melalui proses pembangunan, karena dengan adanya stabilitas ekonomi yang

Subsistem Agroindustri Industri Perbenihan/ Pembibitan Industri Agrokimia Industri Agro- otomotif Subsistem Usahatani Usaha tanaman pangan dan hortikultura Usaha Perkebunan Usaha Peternakan Subsistem Pengolahan Industri makanan Industri minuman Industri rokok Industri barang serat alam Industri biofarma Industri agrowisata dan estetika Subsistem Pemasaran Distribusi Promosi Informasi pasar Kebijakan perdagangan Struktur pasar

Subsistem Jasa dan Penunjang Perkreditan dan Asuransi Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Penyuluhan Transportasi dan Pergudangan

dinamis, proses pembangunan akan berhasil dengan baik, walaupun hal itu tidak dapat dilepaskan dari adanya stabilitas di bidang lainnya (Riyadi dan Bratakusumah, 2005).

Anwar (2005) menyatakan bahwa peranan pemerintah dalam pembangunan adalah memberikan modal permulaan untuk mereplikasi pertumbuhan kota-kota kecil yang mempunyai lokasi strategik, yang selebihnya dibangun sistem insentif melalui pajak dan transfer dalam mendorong pihak swasta untuk turut serta membinanya. Sumbangan kota kecil dalam bentuk fasilitas urban seperti penyediaan infrastruktur, khususnya dalam upaya untuk mengatasi persoalan yang mer.garah kepada pengurangan kesenjangan produktifitas antara kegiatan sektor- sektor pertanian dan non-pertanian melalui peningkatan human capital, social capital dan teknologi wilayah perdesaan di sekitar kegiatan non-pertanian tersebut diutamakan yang dapat memberikan dampak kepada peningkatan penyerapan tenaga kerja dan mengurangi defisit neraca perdagangan. Jenis kegiatan tersebut akan sangat ditentukan oleh kemampuan strategi kebijakan pertanian dalam meningkatkan keunggulan kompetitif produk-produk pertanian olahan dari kegiatan agroindustri baik untuk permintaan di pasaran domestik maupun dunia. Dalam kaitan dengan strategi tersebut keunggulan komparatif dari masing-masing wilayah ditentukan oleh keadaan ekosistemnya. Oleh karena itu disamping perlunya fasilitas perkotaan umum, diperlukan juga organisasi dan kelembagaan yang melengkapinya (bank-bank, sekolah-sekolah umum, pusat koperasi pertanian, pusat penelitian) yang harus disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan setempat.

Pada saat sekarang telah terlihat kecenderungan terjadinya pergeseran preferensi konsumen dari permintaan komoditas kepada permintaan produk- produk pertanian olahan yang pada umumnya lebih mempunyai mutu-mutu yang baku (standardized quality). Dengan demikian strategi pengembangan sektor pertanian yang diolah dan dibakukan dalam kegiatan agroindustri haruslah berorientasi pada peningkatan dan keseragaman mutu tersebut, agar produk-produk pertanian mampu bersaing di pasaran dalam negeri maupun luar negeri. Peningkatan dan keseragaman mutu produk-produk memberikan implikasi tentang perlunya penggunaan teknologi maju pada sistem produksi, pengolahan dan

pemasaran. Penggunaan teknologi maju dalam sistem produksi ini akan membawa konsekuensi bahwa ratio modal dan tenaga kerja yang meningkat skillnya menjadi tetap. Dengan perkataan lain, koefisien teknis sistem produksi pertanian olahan yang maju tidak dapat berubah-ubah lagi. Salah satu dampak dari koefisien teknis yang bersifat demikian mengarah kepada keadaan bahwa produk-produk sektor pertanian primer (budidaya) menjadi kurang mampu daya serapnya untuk menampung terhadap penyerapan tenaga kerja. Dan untuk meningkatkan kapasitas penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut hanya dapat dilakukan melalui penambahan modal.

Hal ini berarti bahwa sektor primer pertanian tidak dapat diharapkan terlalu banyak untuk menyerap tenaga kerja, yang membawa implikasi perlunya mengembangkan sektor komplemen agroindustri beserta kegiatan lainnya yang berkaitan dan turut membantu meningkatkan kapasitas penyerapan tenaga kerja sektor pertanian di wilayah perdesaan.

Sektor komplemen tersebut selain untuk membantu penyerapan tenaga kerja juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan rumahtangga di wilayah perdesaan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka sektor komplemen haruslah memenuhi syarat sebagai berikut: Pertama, produk sektor komplemen haruslah produk yang dihasilkan oleh masyarakat perdesaan lokal yang menjadi penghasil maupun penerima dari nilai tambah sektor utama. Syarat ini harus dipenuhi agar sektor pertanian mampu mengartikulasikan sektor komplemen melalui media penghubung keterkaitan dengan kegiatan konsumsi. Dengan jumlah penduduk perdesaan yang cukup besar, maka prospek pasar komoditas non-pangan (industri manufaktur) di wilayah perdesaan sangat baik, sehingga untuk meminimumkan biaya distribusi produk-produk olahan maka sebaiknya industri non-pertanian yang mendukung kegiatan sektor pertanian lokasinya juga di wilayah perdesaan.

Kedua, produk-produk sektor komplemen yang dikembangkan sebaiknya merupakan produk yang mampu mengendurkan kendala permintaan (relaxing demand constraint) dalam masyarakat perdesaan. Strategi pembangunan pertanian yang berorientasi pada peningkatan permintaan diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat tersebut diharapkan permintaan terhadap produksi non-pertanian juga meningkat.

Ketiga, disamping kegiatan agroindustri, maka jenis kegiatan industri lain yang dibangun sebaiknya diprioritaskan pada industri yang mempunyai intensitas penggunaan tenaga kerja yang tinggi. Syarat ini harus dipenuhi agar di wilayah perdesaan mampu menyediakan kesempatan kerja di luar usaha tani yang mampu menampung pertumbuhan tenaga kerja pada masyarakat perdesaan.

Dengan demikian, pelaksanaan pembangunan diharapkan akan dapat mendukung kebijakan strategi pembangunan pertanian di wilayah perdesaan, sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mampu menyediakan kesempatan kerja. Untuk itu pembangunan sektor primer dan sektor komplemennya sebaiknya dilakukan secara bersama-sama agar diperoleh dampak sinergis yang kuat terhadap kinerja sistem ekonomi perdesaan.

Dokumen terkait