• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Metode Pengukuran

3. Pengembangan Perikanan Rekreasi

Pelarangan kegiatan penangkapan dengan alat tangkap seperti bagan, sero, jaring, bahan peledak, dan beracun, menyebabkan nelayan setempat kehilangan mata pencahariannya. Namun di sisi lain, aturan tersebut membuka peluang pengembangan perikanan rekreasi yaitu dimanfaatkannya ikan melalui kegiatan penangkapan dengan alat tangkap pancing.

Perikanan rekreasi merupakan semua aktivitas penangkapan yang dilakukan bukan untuk tujuan komersial. Perikanan rekreasi tersebut meliputi pemancingan amatir (amateur fishing), olahraga memancing (sport fishing), dan wisata memancing (tourism fishing) (Gaudin & de Young, 2007 dan Pawson et al., 2008) :

a. Pemancingan amatir diartikan sebagai hobi memancing yang tidak terorganisasi/tidak teratur, tidak dikaitkan dengan peristiwa tertentu atau kompetisi dan hasil tangkapan dari memancing amatir dapat dilepaskan kembali atau disimpan untuk konsumsi sendiri.

b. Olahraga memancing digambarkan sebagai aktivitas terorganisasi yang melibatkan persaingan bebas antara nelayan untuk menangkap ikan terbesar dari spesies tertentu dan total berat tangkapan terbesar tergantung pada aturan tertentu. Olahraga memancing umumnya dikembangkan pada perairan yang mempunyai populasi ikan karnivora yang besar seperti di perairan Mediterania (Gaudin & de Young, 2007); Thailand (Anonim, 2009); Australia Bagian Barat (Metcalf et al., 2010).

c. Wisata memancing diartikan sebagai kegiatan perikanan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang menyelenggarakan ekspedisi memancing bagi wisatawan.

Berdasarkan pembagian perikanan rekreasi tersebut di atas, perikanan rekreasi yang dapat dikembangkan di perairan Teluk Kendari hanya berupa pemancingan amatir dan wisata memancing. Untuk saat ini, olahraga/ pertandingan memancing tidak dapat dikembangkan di perairan ini. Hal tersebut disebabkan oleh populasi ikan dominan adalah herbivora fitoplanktivora (Tabel 10) dan populasi ikan karnivora baik jenis, jumlah maupun ukuran individu relatif kecil (Gambar 17 dan Lampiran 9).

Pengembangan perikanan rekreasi di perairan ini bertujuan untuk menghindari hilangnya mata pencaharian nelayan setempat (jasa nelayan dapat digunakan sebagai pemandu). Selain itu juga diharapkan sumber daya ikan dapat produktif dan berkelanjutan, dan dapat memberikan kontribusi terhadap pemerintah setempat.

Dalam mengembangkan perikanan rekreasi perlu memerhatikan kesesuaian dan daya dukung kawasan sehingga kegiatan tersebut tidak menimbulkan gangguan terhadap masyarakat lokal dan sumber daya ikan. Hal ini disebabkan kegiatan tersebut dapat memberikan dampak terhadap komunitas ikan. Lewin et al. (2006) menyatakan bahwa perikanan rekreasi mungkin mempunyai dampak yang sama dengan perikanan komersial terhadap sediaan ikan dan ekosistem, dan dalam wilayah tertentu dapat membentuk proporsi total tangkapan yang lebih besar dari pada perikanan komersial. Oleh karena itu, dalam menerapkan hal tersebut perlu memerhatikan jenis ikan target, sebaran jumlah dan ukuran ikan, tingkat kematangan gonad, dan lokasi perikanan rekreasi.

Jenis ikan yang menjadi target dalam perikanan rekreasi di perairan ini berasal dari kelompok karnivora. Jika memerhatikan kesamaan makanan antar populasi ikan atau nilai tumpang tindih makanan, maka populasi ikan target sebaiknya mempunyai nilai kesamaan makanan atau tumpang tindih makanan yang kecil dibandingkan populasi ikan lainnya, sehingga penangkapan terhadap jenis tersebut akan memberikan pengaruh yang lebih kecil dalam jejaring makanan. Berdasarkan hal tersebut maka ikan kurisi dewasa (Cih = 0,74–0,89) dapat menjadi ikan target dalam rekreasi memancing.

Rendahnya tingkat kesamaan makanan ikan kurisi dewasa dengan populasi ikan lainnya memungkinkan ikan tersebut untuk dikembangkan sebagai target pemancingan. Selain itu, penangkapan terhadap populasi ikan kurisi dapat memberikan peluang yang besar pada populasi ikan karnivora lain (Gambar 18 dan Lampiran 9) untuk berkembang lebih optimal karena berkurangnya pesaing (kurisi) akibat penangkapan. Berkembangnya populasi ikan karnivora lain tentunya dapat mendukung pengembangan perikanan rekreasi di masa mendatang.

Besarnya kuota penangkapan populasi kurisi perlu diperhatikan untuk menghindari kelebihan tangkap dan ikan yang ditangkap jumlahnya seimbang dengan penambahannya secara alami. Besarnya jumlah ikan yang boleh ditangkap dan waktu penangkapan harus didasarkan pada sebaran jumlah dan ukuran ikan di perairan (Lampiran 10). Berdasarkan hal tersebut, sebaiknya wisata pemancingan dilakukan saat musim peralihan II (September–November) dan musim barat (Desember–Februari), sedangkan pada musim lainnya sebaiknya tidak dilakukan penangkapan guna memberi

kesempatan bagi populasi ikan target untuk berkembang. Upaya tersebut merupakan strategi yang dapat diterapkan dalam pengelolaan perikanan rekreasi yang hasilnya dapat meningkatkan kelimpahan ikan target utama seperti yang dilaporkan oleh Metcalf et al. (2010) di perairan Australia Bagian Barat.

Lokasi yang dapat dikembangkan untuk perikanan rekreasi terletak pada Zona II dan III yaitu hanya pada bagian tengah perairan. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa ikan berukuran besar dengan kemampuan renang yang lebih besar berada di bagian tengah perairan sedangkan ikan berukuran kecil yang mempunyai kemampuan renang lebih kecil berada di bagian pinggir perairan untuk mencari makan, berlindung atau bersembunyi pada bagian akar tumbuhan mangrove (Asriyana et al., 2010a, 2011).

Untuk menunjang pengembangan perikanan rekreasi di perairan ini diperlukan pula upaya lain, yaitu penetapan kawasan khusus dalam perairan Teluk Kendari sebagai daerah lindungan untuk pemijahan dan pengasuhan populasi ikan yang berkembang di perairan ini. Selain itu lingkungan perairan Teluk Kendari perlu dijaga agar kondisinya tetap nyaman misalnya melalui upaya pengendalian kekeruhan untuk dapat menunjang kehidupan ikan. Dua upaya tersebut telah diuraikan secara terpisah di depan.

Pengembangan perikanan rekreasi di Teluk Kendari perlu mempertimbangkan tiga hal yaitu: aktivitas pemancingan, peningkatan stok, dan interaksi lintas sektor (Gambar 15).

Gambar 15. Faktor yang memengaruhi pengembangan perikanan rekreasi (Sumber: modifikasi dari Cowx, 2002)

Polutan Sampah Habitat Sumber Umpan Aktivitas Pemancingan Peningkatan Stok Daerah

Pengasuhan & Pemijahan Beban Antropogenik

Kualitas Air Transportasi Interaksi Lintas Sektor

a. Aktivitas Pemancingan

Hasil sampingan perikanan rekreasi (aktivitas pemancingan) seperti adanya polutan yang dihasilkan oleh perahu motor, sampah, kegiatan pemancingan yang dilakukan di sekitar kawasan mangrove dan sumber umpan yang menggunakan umpan hidup dari ikan dapat memberikan gangguan terhadap sumber daya perairan. Hasil sampingan tersebut perlu diminimalkan dengan melakukan upaya seperti menggunakan perahu tanpa motor untuk menghindari polutan, membuang sampah pada tempat yang ditentukan, melakukan kegiatan pemancingan tidak di kawasan mangrove tetapi pada Zona II dan III, dan menggunakan umpan buatan. Upaya tersebut dimaksudkan untuk meminimalkan gangguan baik terhadap kualitas air maupun organisme perairan lainnya.

b. Peningkatan Stok

Untuk meningkatkan stok atau sediaan ikan yang dapat dimanfaatkan dalam perikanan rekreasi maka perlu ditetapkan sebagian kawasan mangrove sebagai daerah lindungan untuk pengasuhan dan pemijahan sumber daya ikan (di sekitar muara Sungai Wanggu, Kambu dan Kadia). Selain itu juga perlu diatur waktu penangkapan ikan (September–Februari) guna memberi kesempatan bagi populasi ikan target untuk berkembang, sedangkan pada musim lainnya sebaiknya tidak dilakukan penangkapan. c. Interaksi Lintas Sektor

Teluk Kendari merupakan perairan yang dimanfaatkan tidak hanya untuk kegiatan perikanan rekreasi tetapi juga dimanfaatkan untuk aktivitas lain seperti transportasi. Untuk mengintegrasikan kegiatan perikanan rekreasi tersebut maka diperlukan keterpaduan antar sektor. Beban antropogenik hasil sampingan aktivitas penambangan pasir di sekitar aliran Sungai Wanggu dan Kambu perlu dikendalikan dengan memberikan alternatif usaha lain bagi pekerjanya; penebangan pohon di sekitar daerah aliran sungai dan Taman Hutan Rakyat (Tahura) Murhum, konversi hutan mangrove, maupun buangan limbah rumah tangga ke dalam perairan Teluk Kendari perlu dihentikan sehingga tidak meningkatkan kekeruhan dan padatan tersuspensi dalam perairan. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan melibatkan Dinas Kehutanan, Tata Kota, Pekerjaan Umum, Tenaga Kerja, dan lembaga lain yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan hidup dalam upaya pengendalian kekeruhan dan padatan tersuspensi agar kondisi perairan tetap nyaman sebagai habitat sumber daya ikan. Selain itu perikanan rekreasi yang dilakukan di Zona II dan III perlu diatur agar tidak mengganggu aktivitas transportasi di perairan Teluk Kendari, dengan menentukan

jalur khusus untuk transportasi yang terpisah dengan lokasi/area perikanan rekreasi. Upaya tersebut dilakukan agar aktivitas transportasi dan perikanan rekreasi dapat dilaksanakan secara bersamaan.

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Beberapa simpulan yang dihasilkan dari penelitian ini adalah :

1. Lingkungan fisik kimiawi perairan mendukung kehidupan biota perairan, kecuali parameter kekeruhan yang relatif tinggi.

2. Komunitas ikan di perairan Teluk Kendari terdiri atas 76 jenis dari 40 famili dan didominasi oleh famili Clupeidae yang berada pada tingkat trofik 2,25–2,28.

3. Peluang kompetisi antar populasi ikan dalam memanfaatkan sumber daya makanan cukup besar mengingat ketersediaan sumber daya makanan khususnya fitoplankton di perairan rendah.

4. Upaya pengelolaan sumber daya ikan dengan pendekatan interaksi trofik dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu perlindungan habitat ikan, pengendalian kekeruhan, dan pengembangan perikanan rekreasi di perairan Teluk Kendari.

B. Saran

1. Menetapkan sebagian kawasan mangrove sebagai daerah pengasuhan dan pembesaran untuk komunitas ikan.

2. Meningkatkan keterpaduan antar lembaga terkait seperti Dinas Kehutanan, Tata Kota, Pekerjaan Umum, Tenaga Kerja, dan lembaga lain yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan hidup dalam upaya pengendalian kekeruhan dan padatan tersuspensi. 3. Menyiapkan sarana dan prasarana pemancingan guna menunjang pengembangan

perikanan rekreasi.

4. Menyempurnakan SK Gubernur No. 930 Tahun 1995 tentang larangan pengoperasian alat tangkap ikan dalam kawasan Teluk Kendari, dengan menambahkan beberapa hal yaitu: penetapan sebagian kawasan mangrove sebagai daerah lindungan untuk pengasuhan dan pembesaran ikan, pengendalian kekeruhan, dan pengembangan perikanan rekreasi di perairan Teluk Kendari.

DAFTAR PUSTAKA

Abrahams M & Kattenfeld M. 1997. The role of turbidity as a constraint on predator- prey interactions in aquatic environments. Behavioral Ecology and Sociobiology 40: 169–174.

Afu LA. 2005. Pengaruh limbah organik terhadap kualitas perairan Teluk Kendari. Sulawesi Tenggara. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 111 p.

Alaerts G & Santika SS. 1984. Metode penelitian air. Usaha Nasional. Surabaya. Indonesia. 309 p.

Allen G. 1999. Marine fishes of South-East Asia; A field guide for angler and divers. Periplus Edition. 292 p.

Anakotta ARF. 2002. Studi kebiasaan makanan ikan-ikan yang tertangkap di sekitar ekosistem mangrove Pantai Oesapa dan Oebelo, Teluk Kupang Nusa Tenggara Timur. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 86 p.

Anonim. 2009. Fishing in Thailand. www.fishing-thailand.org. [25 Juni 2011].

[APHA] American Public Health Association. 2005. Standard methods for the examination of water and wastewater 21th edition. APHA. AWWA (American Waters Works Association) and WPCF (Water Pollution Control Federation). Washington. p 3–42.

Araujo HMP, Nascimento-Vieira DA, Neumann-Leitão, S, Schwamborn R, Lucas APO, & Alves JPH. 2008. Zooplankton community dynamics in relation to the seasonal cycle and nutrient inputs in an urban tropical estuary in Brazil. Brazilian Journal of Biology 68(4): 751–762.

Arinardi OH. 1989. Zooplankton di perairan sekitar Cilacap, Jawa Tengah dan hubungannya dengan perikanan. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. 53 p. Arinardi OH, Sutomo AB, Yusuf S.A, Trimaningsih, Adnaryanti E, & Riyono SH. 1997.

Kisaran kelimpahan dan komposisi plankton predominan di perairan kawasan timur Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, LIPI. Jakarta. p 20–42.

Aripin IE & Showers PAT. 2000. Population parameters of small pelagic fishes caught of Tawi-Tawi, Philippines. Naga, The ICLARM Quarterly 23 (4): 21–26.

Arsil MS. 1999. Struktur komunitas fitoplankton di perairan utara Pulau Batam-Bintan dan perairan Laut Natuna. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 48 p.

Asriyana. 2004. Distribusi dan makanan ikan tembang (Sardinella fimbriata Val.) di perairan Teluk Kendari. Tesis. Sekolah Pasacasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 95 p.

Asriyana, Sulistiono, & Rahardjo MF. 2004. Studi kebiasaan makanan ikan tembang (Fam. Clupeidae) di perairan Teluk Kendari. Sulawesi Tenggara. Jurnal Iktiologi Indonesia 4(1): 43–50.

Asriyana. 2007. Studi tingkat kematangan gonad ikan tembang (Sardinella fimbriata Val.) di perairan Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara. Aplikasi Sains 10(1): 15–23. Asriyana, Rahardjo MF, Sukimin S, Lumban Batu DTF, & Kartamihardja ES. 2009. Keanekaragaman ikan di perairan Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara. Jurnal Iktiologi Indonesia 9(2): 97–112.

Asriyana, Rahardjo MF, Kartamihardja ES, & Lumban Batu DTF. 2010a. Makanan ikan japuh, Dussumieria acuta Val. 1847 (Famili Clupeidae) di perairan Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara. Jurnal Iktiologi Indonesia 10(1): 93–99.

Asriyana, Rahardjo MF, Lumban Batu DTF, & Kartamihardja ES. 2010b. Pertumbuhan ikan tembang, Sardinella fimbriata Valenciennes (Pisces : Clupeidae) di perairan Teluk Kendari Sulawesi Tenggara. In Djumanto, Saksono H, Probosunu N, Widaningroem R, & Suadi (editors). Prosiding Seminar Nasional Tahunan VII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Tahun 2010. Jilid II Manajemen Sumber Daya Perikanan. Yogyakarta. p 1–10.

Asriyana, Rahardjo MF, Kartamihardja ES, & Lumban Batu DTF. 2011. Komposisi jenis dan ukuran ikan petek (Fam. Leiognathidae) di perairan Teluk Kendari Sulawesi Tenggara. Jurnal Iktiologi Indonesia 11(1): in press.

Azwar ZI, Ruchimat T, Inoue Y, Hidayat O, & Arif AG. 1999. Pengaruh bahan organik daun dan batang beberapa spesies mangrove terhadap kehidupan udang windu (Penaeus monodon) dan mutu air. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Diseminasi Teknologi Budidaya Laut dan Pantai. Jakarta. p 91– 96.

Bagatini YM, Higuti J, & Benedito E. 2007. Temporal and longitudinal variation of Corbicula fluminea (Mollusca, Bivalvia) biomass in the Rosana Reservoir, Brazil. Acta Limnologica Brasiliensis 19(3): 357–366.

[BAPPEDA & PSL UNHALU] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Pusat Studi Lingkungan Universitas Haluoleo. 1998. Survei daerah aliran sungai (DAS) Wanggu di Kabupaten Kendari dan Kotamadya Kendari. Kerjasama Bappeda Tingkat I Sulawesi Tenggara dan PSL Unhalu. Kendari.

[BAPPEDA & UNHALU] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Universitas Haluoleo. 1999. Studi pemetaan dan rencana pengelolaan kawasan Teluk Kendari dan Bungkutoko Kotamadya Kendari. Kerjasama UNHALU dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kotamadya Kendari. Kendari. p 12–28.

[BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2000. Profil perairan Teluk Kendari. Badan Perencanaan Daerah Propinsi Sulawesi Tenggara. Kendari. Barletta M, Bergan AB, Paul US, & Hubold G. 2003. Seasonal changes in density,

biomass, and diversity of estuarine fishes in tidal mangrove creeks of the lower Caeté Estuary (Northern Brazilian Coast. East Amazon). Marine Ecology Progress Series 256: 217–228.

Barrett JC, Grossman GD, & Rosenfeld J. 1992. Turbidity–induced changes in reactive distance of rainbow trout. Transactions of the American Fisheries Society 121: 437–443.

Birtwell IK. 1999. The effect of sediment on fish and their habitat. Canadian Stock Assesment Secretariat, Research Document 99/139. 34p.

Blaber SJM & Blaber TG. 1980. Factors affecting the distribution of juvenile estuarine and inshore fish. Journal of Fish Biology 17: 143–162.

Blaber SJM, Young JW, & Dunning MC. 1995. Community structure and zoogeographic affinities of the coastal fishes of the Dampier Region of Northwestern Australia. Australian Journal of Marine and Freshwater Research 36: 247–266.

Blaber SJM. 1997. Fish and fisheries of tropical estuaries. Fish and Fisheries Series 22. Chapman & Hall London. 367 p.

Blaxter JHS & Hunter JR. 1982. The biology of the clupeid fishes. Advances in Marine Biology 20: l– 223.

Boesch DF, Coles VJ, Kimmel DG, & Miller WD. 2007. Coastal dead zones & global climate change; Ramifications of climate change for Chesapeake Bay hypoxia. Full report. Regional Impacts of Climate Change: Four Case Studies in the United States. Pew Center on Global Climate Change. 20 p.

Bonecker ACT, de Castro MS, Namiki CAP, Bonecker FT, & de Barros FBAG. 2007. Larval fish composition of a tropical estuary in northern brazil (2º18’– 2º47’s/044º20’– 044º25’w) during the dry season. Pan-America Journal of Aquatic Sciences 2 (3): 235–241.

Booth D & Alquezar R. 2002. Food supplementation increases larval growth, condition and survival of Acanthochromis polyacanthus. Journal of Fish Biology 60: 1126– 1133.

Bottrell HH, Duncan A, Gliwicz ZM, Grygierek E, Herzig A, Hillbricht-Ilkowska A, Kurasawa H, Larrson P, & Weglenska T. 1976. A review of some problems in zooplankton production studies. Norwegian Journal of Zoology 24: 419–456. Boyd CE. 1990. Water quality in pond for aquaculture. Birmingham Publishing

Company. Birmingham. Alabama. 482 p.

Bozec YM, Kulbicki M, Chassot E, & Gascuel D. 2005. Trophic signature of coral reef fish assemblages: Towards a potential indicator of ecosystem disturbance. Aquatic Living Resources 18: 103–109.

Breitburg DL, Loher T, Pacey CA, & Gerstein A. 1997. Varying effects of low dissolved oxygen on trophic interactions in an estuarine food web. Ecological Monographs 67: 489–507.

Bunt CM, Cooke SJ, Schreer JF, Philipp DP. 2004. Effects of incremental increases in silt load on the cardiovascular performance of riverine and lacustrine rock bass, Ambloplites rupestris. Environmental Pollution 128: 437–444.

Byrén L. 2004. Deposit-feeding in benthic macrofauna: Tracer studies from the Baltic Sea. Doctoral Dissertation. Department of Systems Ecology, Stockholm University.

Stockholm, Sweden. 25 p.

Cardona L. 2006. Habitat selection by grey mullets (Osteichthyes: Mugilidae) in Mediterranean estuaries: the role of salinity. Scientia Marina70 (3): 443–455. Carey MP & Wahl DH. 2011. Fish diversity as a determinant of ecosystem properties

across multiple trophic levels. Oikos 120: 84–94.

Carpenter KE & Niem VH (editors). 1999. FAO species identification guide for fishery purposes. volume 3. 4. 5 and 6. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. FAO. Rome. p 1397–3969.

Carter MW, Shoup DE, Dettmers JM, & Wahl DA. 2010. Effects of turbidity and cover on prey selectivity of adult smallmouth bass. Transactions of the American Fisheries Society 139: 353–361.

Chagas LP, Joyeux JC, & Fonseca FR. 2006. Small-scale spatial changes in estuarine fish: subtidal assemblages in tropical Brazil. Journal of the Marine Biological Association of the United Kingdom 86: 861–875.

Chassot E, Gascuel D, & Colomb A. 2005. Impact of trophic interactions on production function and on the ecosystem response to fishing: a simulation approach. Aquatic Living Resources 18: 1–3.

Chen JC & Kou YZ. 1993. Accumulation of ammonia in the haemolymph of Penaeus monodon exposed to ambient ammonia. Aquaculture109: 177–185.

Christensen V & Pauly D. 1992. ECOPATH II; a software for balancing steady-state ecosystem models and calculating network characteristics. Ecological Modeling 61: 169–185.

Christensen V & Walters CJ. 2004. Trade-offs in ecosystem–scale optimization of fisheries management policies. Bulletin of Marine Science 74(3): 549–562.

Christensen V, Walters CJ, & Pauly D. 2005. Ecopath with ecosim: a user’s guide. Fisheries Centre University of British Columbia. Vancouver. 154 p.

Colwell RK & Futuyama DJ. 1971. On the measurement of niche breath and overlap. Ecology 52(4): 567–576.

Costa MJ & Bruxelas A. 1989. The structure of fish communities in the Tagus Estuary, Portugal, and its role as a nursery for commercial fish species. Scientia Marina 53(2–3): 561–566.

Cowx IG. 1999. An appraisal of stocking strategies in the light of developing country constrains. Fisheries Management and Ecology 6: 21–34.

Cowx IG. 2002. Recreational fishing. In Hart PJB & Reynolds JD (editors). Handbook of Fish Biology and Fisheries Volume 2 Fisheries. Blackwell Publishing, Oxford. p 367–390.

Cury P, Bakun B, Crawford RJM, Jarre A, Quiones A, Shannon LJ, &nVerheye HM. 2000. Small pelagic in upwelling systems: patterns of interaction and structural changes in ‘wasp-waist’ ecosystems. ICES Journal of Marine Science 57: 603– 618.

Davis CC. 1955. The marine and fresh water plankton. Michigan State University Press. USA. 562 p.

Day JW, Hall CAS, Kemp WM, & Arancibia AY. 1989. Estuarine ecology. John Wiley & Sons. New York. 558 p.

De Master DJ, Smith CR, & Thomas CJ. 2011. Assessing benthic feeding strategies in continental margin environments using radiocarbon. Dept. of Marine, Earth and Atmospheric Sciences, North Carolina State University, Raleigh. USA. 19 p. De Robertis A, Ryer CH, Veloza A, & Brodeur RD. 2003. Differential effects of turbidity

on prey consumption of piscivorous and planktivorous fish. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 60: 1517-1526.

Dharma B. 1988. Siput dan kerang Indonesia I (Indonesian shells). Sarana Graha. Jakarta. 135 p.

Dharma B. 1992. Siput dan kerang Indonesia II (Indonesian shells). Sarana Graha. Jakarta. 111 p.

[Dishidros] Dinas Hidro-Oseanografi. 2001. Alur pelayaran ke Teluk Kendari. Jakarta. p 107.

[Dishidros] Dinas Hidro-Oseanografi. 2008. Daftar pasut Kepulauan Indonesia. Jakarta. p 477–483.

Djumanto, Sidabutar T, Pontororing H, & Leipary R. 2009. Pola sebaran horisontal dan kerapatan plankton di perairan Bawean. Jurnal Ilmu Perikanan 9: 146–161. Domingues RB, Anselmo TP, Barbosa AB, Sommer U, & Galvão HM. 2011. Light as a

driver of phytoplankton growth and production in the freshwater tidal zone of a turbid estuary. Estuarine, Coastal and Shelf Science 91: 526–535.

Drira Z, Hamza A, Belhassen M, Ayadi H, Bouaïn A, & Aleya A. 2008. Dynamics of dinoflagellates and environmental factors during the summer in the Gulf of Gabes (Tunisia. Eastern Mediterranean Sea). Scientia Marina 72(1): 59–71.

Dwiponggo A. 1982. Beberapa aspek biologi ikan lemuru, Sardinella spp. In Nurhakim S, Budiharjo, & Suparno (editors). Prosiding Seminar Perikanan Lemuru. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta. p 205–216.

Dwiponggo A, Hariati T, Banon S, Palomares MLD, & Pauly D. 1986. Growth, mortality and recruitment of commercially important fishes and penaeid shrimps in Indonesia waters. ICLARM Technical Reports 17. Research Institute for Marine Fisheries. Jakarta. 91 p.

Ecoutin JM, Simier M, Albaret JJ, Lae¨ R, & de Morais LT. 2010. Changes over a decade in fish assemblages exposed to both environmental and fishing constraints in the Sine Saloum estuary (Senegal). Estuarine, Coastal and Shelf Science 87 : 284–292.

Edward & Tarigan MS. 2003. Pengaruh upwelling terhadap eutrofikasi zat hara fosfat di Laut Banda Bagian Utara. In Ruyitno, Pramudji, & Supangat M (editors). Prosiding Pesisir dan Pantai Indonesia. P2O LIPI. Jakarta. p 121–127.

Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163 p. Elias R. 1992. Quantitative benthic community structure in Blanca Bay and its

relationship with organic enrichment. Marine Ecology 13(3): 189–201.

Emiyarti. 2004. Karakteristik fisika kimia sedimen dan hubungannya dengan struktur komunitas makrozoobentos di perairan Teluk Kendari. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 95 p.

[ESA] Ecological Society of America. 2009. Hypoxia. Washington DC. p 1–4.

Eslinger DL, Cooney RT, Mcroy CP, Ward A, Kline TC, Simpson EP, Wang J, & Allen JR. 2001. Plankton dynamics: observed and modelled responses to physical conditions in Prince William Sound, Alaska. Fisheries Oceanography 10 (suppl. 1): 81–96.

Fjøsne K & Gjøsæter J. 1996. Dietary composition and the potential of food competition between 0-group cod (Gadus morhua L.) and some other fish species in the littoral zone. ICES Journal of Marine Science 53: 757–770.

França S, Pardal MA, & Cabral HN. 2008. Mudflat nekton assemblages in the Tagus Estuary (Portugal): distribution and feeding patterns. Scientia Marina 72(3): 591– 602.

França S, Costa MJ, & Cabral HN. 2011. Inter- and intra-estuarine fish assemblage variability patterns along the Portuguese coast. Estuarine, Coastal and Shelf Science 91: 262-271.

Frank KT, Petrie B. Choi JS, & Leggett WC. 2005. Trophic cascades in a formerly cod-

Dokumen terkait