• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. KAJIAN TEORI TENTANG EKARISTI,

A. Sakramen Ekaristi

1. Pengertian dan Makna Sakramen

a. Pengertian Sakramen

Dalam bukunya tentang Sakramen-Sakramen Gereja, Martasudjita (2003: 61) menerangkan tentang pengertian sakramen sebagai berikut. Sakramen yang dikenal dalam bahasa Indonesia merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin, yaitu sacramentum. Kata dasar dari sacramentum ialah sacr, sacer yang berarti kudus, suci, lingkungan orang kudus atau berkaitan dengan sesuatu yang bersifat suci. Kata sacrare yang berasal dari bahasa Latin memiliki arti menyucikan, menguduskan dan mengkhususkan seseorang atau sesuatu untuk melakukan hal- hal yang suci atau kudus. Kata sacramentum memperlihatkan tindakan penyucian atau pengudusan. Pada zaman Romawi kuno terdapat dua pengertian terkait

sacramentum. Pertama, sacramentum digunakan dalam sumpah prajurit untuk menyatakan kesediaan mengabdikan diri atau menguduskan diri bagi dewata dan Negara. Kedua, sacramentum terarah pada uang jaminan atau denda yang ditaruh dalam kuil dewa oleh orang atau pihak-pihak yang memiliki perkara dalam pengadilan. Kata sacramentum dari bahasa Latin ini digunakan oleh orang Kristen pada abad II untuk menerjemahkan kata mysterion dari bahasa Yunani yang terdapat dalam Kitab Suci.

Pemahaman mengenai definisi Sakramen dijelaskan dengan lebih sederhana dalam diktat “Pegangan Kuliah Sakramentologi yang dibuat oleh M. Purwatma Pr dan Ignasius Madya Utama, SJ bagi Mahasiswa IPPAK (2015: 1).

mendatangkan rahmat.” Bertolak dari definisi ini dapat dipahami bahwa Sakramen bukan hanya sekedar tanda, tetapi menyangkut hubungan manusia dengan Allah. Dengan demikian Sakramen merupakan tanda-tanda yang mengungkapkan dan menghadirkan karya Allah bagi manusia. Misalnya melalui Sakramen Baptis, rahmat Allah ditandakan dan dihadirkan. Maka dengan dibaptis seseorang diterima menjadi anak Allah. Dengan demikian Baptisan dipahami sebagai sebagai sarana untuk menerima rahmat Allah. Selain itu Sakramen diartikan sebagai tanda keselamatan. Tanda atau simbol dibedakan dalam dua jenis yaitu, simbol ekspresif dan simbol representatif. Simbol ekspresif artinya mengungkapkan pengalaman pribadi seseorang dengan yang transenden. Sedangkan simbol representatif maksudnya menunjuk dan menghadirkan realitas yang melampaui hal biasa dan hanya tergambar melalui simbol tersebut. Berkaitan dengan Sakramen simbol ekspresif dan sekaligus representatif, karena melalui Sakramen Gereja merasakan Karya Allah dan juga mengungkapkan pengalaman iman akan Karya Keselamatan Allah yang tergambar nyata dalam diri Yesus Kristus. Maka Yesus disebut sebagai Sakramen pokok dan sebagai simbol representatif karya Keselamatan Allah. Seluruh hidup Yesus menggambarkan Karya Keselamatan Allah misalnya, Yesus menyembuhkan orang sakit, firman, sengsara dan wafat-Nya. Selain itu Yesus juga merupakan simbol ekspresif manusia kepada Allah yang juga adalah jalan bagi manusia menuju Allah. Ketaatan dan penyerahan diri-Nya di kayu salib menjadi pembuka jalan bagi manusia untuk bertemu Allah.

Sakramen menurut Kitab Hukum Kanonik (1983: kan.840), merupakan tanda dan sarana yang mengungkapkan dan menguatkan iman. Sakramen yang diterima dalam perayaan Ekaristi memberikan kekuatan, menciptakan dan memperkokoh persatuan umat. Umat Kristiani yang telah menerima Sakramen berarti telah dipersatukan dalam Gereja, dalam persekutuan Roh Kudus serta umat dipersatukan dengan Allah dalam kemuliaan-Nya.

Definisi selanjutnya dikemukakan dalam Iman Katolik (1996: 400) yang menyatakan sakramen sebagai peristiwa konkret duniawi yang menandai, menampakkan, melaksanakan atau menyampaikan keselamatan dari Allah atau Allah yang menyelamatkan. Dengan Sakramen cinta Allah diperlihatkan secara nyata melalui tanda-tanda badaniah. Maksudnya ritus-ritus yang dilaksanakan sungguh dan penuh, sehingga dapat dirasakan. Misalnya dalam Sakramen pembaptisan air benar-benar dirasakan, Sakramen pengurapan orang sakit harus menggunakan minyak yang secara langsung dirasakan dan dalam Ekaristi hosti yang dibagikan dan diterima harus tebal agar dapat dirasakan dengan jelas. Selain itu penting disadari bahwa tindakan nyata manusia tersebut akan menjadi Sakramen Kristiani yang sesungguhnya apabila disertai dengan perkataan. Misalnya dalam Sakramen pembaptisan, tindakan manusia menuangkan air

dengan mengucapkan “Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, Putra dan Roh

Kudus”. Dengan demikian tindakan dan perkataan secara bersamaan membentuk

tanda atau lambang penyelamatan Allah yang nyata dirasakan oleh jasmani. Direktorium Kateketik Umum (1991: art. 56) memberi penjelasan mengenai arti Sakramen yang dipandang sebagai sarana iman. Sakramen pada

dasarnya merupakan pengungkapan kehendak Kristus yang berdaya guna. Meskipun demikian dari pihak manusia harus memiliki keterbukaan hati untuk menerima dan menjawab kasih Allah. Umat beriman yang layak menerima Sakramen, apabila telah mempersiapkan hati dengan sungguh-sungguh. Sakramen hendaknya ditampakkan selaras dengan hakikat dan tujuannya. Bukan hanya sebagai sarana penyembuhan dari dosa dan akibatnya, tetapi juga sebagai sumber rahmat untuk masing-masing individu maupun kelompok.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik dengan pengertian Sakramen sebagai tanda dan sarana untuk memperoleh keselamatan dari Allah. Sebagai Sakramen Bapa, Yesus Kristus melalui Sabda dan Karya-Nya menghadirkan Allah yang menyelamatkan bagi manusia. Bagi manusia Yesus merupakan jembatan yang dapat menghubungkan kembali relasi dengan Allah. Saat ini Karya Keselamatan Allah yang diwujudkan oleh Kristus diteruskan oleh Gereja dengan menawarkan keselamatan kepada semua orang. Dengan demikian Gereja juga merupakan tanda dan sarana yang menghasilkan rahmat. Senada dengan pernyataan Konsili Vatikan II yang menyebutkan Gereja dalam Kristus bagaikan Sakramen, yaitu tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah serta kesatuan dengan seluruh umat (LG 1).

b. Makna Sakramen

Kata Sacramentum oleh orang Kristiani pada abad II digunakan untuk menterjemahkan kata Yunani mysterion yang terdapat dalam Kitab Suci. Kata

Yang Ilahi. Kitab Suci Perjanjian Lama memaknai kata mysterion sebagai suatu dinamik Allah yang menyatakan atau merencanakan karya penyelamatan bagi manusia. Sedangkan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru Mysterion dipahami sebagai Allah menyatakan diri dan rencana penyelamatan-Nya yang terlaksana secara nyata dalam diri Yesus Kristus. Maka Sacramentum yang berakar dari kata

Mysterion berarti rencana keselamatan Allah yang terwujud dan terlaksana dalam sejarah dan memuncak dalam diri Yesus Kristus (bdk. Ef 1:9-10; 3:9; Kol 1:26; Rom 16:25-26). Dengan demikian kata Sakramen digunakan untuk menterjemahkan kata myterion yang memiliki dua ciri pokok. Pertama, mysterion yang dimaksud menunjuk pada kekuatan dinamik dengan yang Ilahi (tidak kelihatan) dan pelaksanaan dalam sejarah yang manusiawi (kelihatan). Kedua,

mysterion merupakan sejarah penyelamatan Allah yang terlaksana dan terwujud dalam diri Yesus Kristus (Martasudjita, 2003: 61-64).

Sakramen dalam Perjanjian Baru yang diadakan oleh Kristus sendiri, selanjutnya dipercayakan kepada Gereja untuk menampakkan perbuatan Kristus dan Gereja, yang juga merupakan tanda dan sarana untuk mengungkapkan serta menguatkan iman, mempersembahkan penghormatan kepada Allah dan membawa berkat kekudusan bagi manusia. Selain itu membantu untuk menciptakan, memperkembangkan dan mempersatukan Gereja dengan Kristus. Maka umat beriman Kristiani wajib merayakan-Nya dengan kesungguhan hati dan khidmat. Sebagai Gereja umat beriman selayaknya menunjukkan sikap yang mencerminkan tindakan Allah dan hadir di tengah sesama dengan membawa wajah Allah,

sehingga siapapun yang berinteraksi dengannya dapat melihat sifat Allah yang memberi kesejukan, kedamaian dan keselamatan (KHK, 1995: 840).

Dokumen terkait