• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program yang digunakkan dalam penelitian ini yaitu progam .awk yang berfungsi untuk mengambil nilai-nilai dari trace file yang dibutuhkan untuk mengukur kinerja routing protocol yang diuji. Contoh potongan program .awk adalah sebagai berikut :

#mencatat kejadian pada node pengirim

if (event=="s" && app=="AGT" && pkt_type=="cbr"){

# mencatat kejadian pada node penerima

if (event=="r" && app=="AGT" && pkt_type=="cbr"){

for (i=0; i<=NR; i++) {

if (receive_time1[i]>0 && send_time1[i]>0) { delay1 +=receive_time1[i]-send_time1[i];

del_jitter[count1]=receive_time1[i]-send_time1[i]; count1++;

}

Contoh pengambilan nilai dari trace file:

s -t 3.057178456 -Hs 1 -Hd -2 -Ni 1 -Nx 456.93 -Ny 746.80 -Nz 0.00 -Ne -1.000000 -Nl AGT -Nw --- -Ma 0 -Md 0 -Ms 0 -Mt 0 -Is 1.0 -Id 2.0 -It cbr -Il 512 -If 0 -Ii 1 -Iv 32 -Pn cbr -Pi 1 -Pf 0 -Po 5

r -t 3.086723552 -Hs 2 -Hd 2 -Ni 2 -Nx 657.07 -Ny 12.23 -Nz 0.00 -Ne -1.000000 -Nl AGT -Nw --- -Ma 13a -Md 2 -Ms 1d -Mt 800 -Is 1.0 -Id 2.0 -It cbr -Il 510 -If 0 -Ii 1 -Iv 26 -Pn cbr -Pi 1 -Pf 5 -Po 5

s -t 2.556838879 -Hs 1 -Hd -2 -Ni 1 -Nx 456.71 -Ny 747.23 -Nz 0.00 -Ne -1.000000 -Nl RTR Nw Ma 0 Md 0 Ms 0 Mt 0 Is 1.255 Id 1.255 It TORA Il 48 If 0 Ii 0 -Iv 30 -P aodv -Pt 0x2 -Ph 1 -Pb 1 -Pd 2 -Pds 0 -Ps 1 -Pss 4 -Pc REQUEST

r -t 2.557779024 -Hs 46 -Hd -2 -Ni 46 -Nx 423.01 -Ny 775.08 -Nz 0.00 -Ne -1.000000 -Nl RTR -Nw --- -Ma 0 -Md ffffffff -Ms 1 -Mt 800 -Is 1.255 -Id -1.255 -It TORA -Il 48 -If 0 -Ii 0 -Iv 30 -P aodv -Pt 0x2 -Ph 1 -Pb 1 -Pd 2 -Pds 0 -Ps 1 -Pss 4 -Pc REQUEST

Dari contoh potongan trace file diatas dapat dihitung : 1.Delay

Potongan program untuk perhitungan delay adalah

delay1 +=receive_time1[i]-send_time1[i];

3.086723552 - 3.057178456 = 0.029545 s

2.Throughput

Potongan program untuk perhitungan throughput adalah

if ((stop_time1-start_time1)>0) {

(((receive_size1/(stop_time1-start_time1))*(8/1000)); }

3.Routing Overhead

packet_recieve / packet_send

2.557779024 / 2.556838879 = 1.000368 bps

Untuk mengetahui bahwa data yang diterima tersebut merupakan data yang dikirim adalah dengan melihat pada file trace dengan ketentuan apakah $19=”AGT”, $35=”cbr”, $39=”0” dan $41=”1” pada $1=”r” sama dengan $19=”AGT”, $35=”cbr”,

$39=”0” dan $41=”1” pada $1=”s”. Seperti ditunjukkan pada potongan file trace

berikut ini.

s -t 3.057178456 -Hs 1 -Hd -2 -Ni 1 -Nx 456.93 -Ny 746.80 -Nz 0.00 -Ne -1.000000 -Nl AGT -Nw --- -Ma 0 -Md 0 -Ms 0 -Mt 0 -Is 1.0 -Id 2.0 -It cbr -Il 512 -If 0 -Ii 1 -Iv 32 -Pn cbr -Pi 1 -Pf 0 -Po 5

r -t 3.086723552 -Hs 2 -Hd 2 -Ni 2 -Nx 657.07 -Ny 12.23 -Nz 0.00 -Ne -1.000000 -Nl AGT

-Nw --- -Ma 13a -Md 2 -Ms 1d -Mt 800 -Is 1.0 -Id 2.0 -It cbr -Il 510 -If 0 -Ii 1 -Iv 26 -Pn cbr -Pi 1 -Pf 5 -Po 5

4.3 Hasil Dan Analisis

Penghitungan dilakukan untuk mengukur throughput, delay, jitter, packet data

ratio, packet loss, dan routing overhead dalam jaringan menggunakan routing protocol TORA dan DSR. Selanjutnya analisis dilakukan dari hasil penghitungan

tersebut.

4.3.1 Throughput

Throughput adalah jumlah data digital per waktu unit yang dikirimkan dari satu node ke node yang lain dalam suatu jaringan. Throughput akan semakin baik jika

nilainya semakin besar. Besarnya throughput akan memperlihatkan kualitas dari kinerja routing protocol tersebut. Karena itu throughput dijadikan sebagai indikator untuk mengukur performansi dari sebuah routing protokol. Rata-rata throughput pada

Tabel 4.3 Hasil penghitungan rata-rata throughput

routing TORA dan DSR.

Gambar 4.2 Grafik pengaruh penambahan jumlah node dan jumlah koneksi terhadap rata- rata throughput pada routing TORA dan DSR.

Dari grafik hasil simulasi pada Gambar 4.2 terlihat bahwa nilai throughput DSR lebih besar nilainya dibanding dengan TORA, dikarenakan banyaknya proses routing yang terjadi, sehingga ukuran atau jumlah data yang dikirimkan ikut besar juga.

4.3.2 Delay (Waktu Tunda)

Delay adalah waktu yang dibutuhkan paket dalam jaringan dari saat paket

dikirim sampai ack diterima oleh node yang mengirimkan paket tersebut. Delay merupakan suatu indikator yang cukup penting untuk diuji dalam protokol TORA dan DSR, karena besarnya sebuah delay dapat memperlambat kinerja dari routing

10 node 25 node 50 node 1 koneksi 5 koneksi 10 koneksi 1 koneksi 5 koneksi 10 koneksi 1 koneksi 5 koneksi 10 koneksi TORA 0,1273507 0,09137 131147,1 385766,7 203847,2 173637,88 402532,6 213639,9 273710,43 DSR 250527,2 2,33894 217497,5 393405,02 295819,1 274476,9 347602 280475,7 172747,99

protocol tersebut. Delay yang diuji adalah seluruh koneksi yang terjadi selama

pengujian berlangsung. Rata-rata delay pada routing protocol TORA dan DSR ditunjukkan pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.3.

Tabel 4.4 Hasil penghitungan rata-rata delay

routing TORA dan DSR.

Gambar 4.3 Grafik pengaruh penambahan jumlah node dan jumlah koneksi terhadap rata- rata delay pada routing TORA dan DSR.

Dari grafik hasil simulasi pada Gambar 4.3 terlihat bahwa pada routing TORA mengalami proses pencarian jalur lebih lama dan lebih panjang dibandingkan dengan DSR. Hal ini terlihat dari rata-rata delay pada routing TORA lebih lama karena banyaknya hop yang ditempuh dari node sumber ke node tujuan, yang mengakibatkan

delay lebih lama.

10 node 25 node 50 node

1k 5k 10k 1k 5k 10k 1k 5k 10k

TORA 19450.513 0.00609 8899.10 10203.26 0.00626 14509.17 0.01975 0.00606 0.01405 DSR 0.0041755 0.00238 0.00336 0.008739 0.00670 0.006550 0.00593 0.00811 0.00876

4.3.3 Jitter

Jiter adalah variasi delay yang terjadi akibat adanya selisih waktu atau interval

antar kedatangan paket pada node tujuan. Rata-rata jitter pada routing protocol TORA dan DSR ditunjukkan pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.4

Tabel 4.5 Hasil penghitungan rata-rata packet jitter

routing TORA dan DSR

Gambar 4.4 Grafik pengaruh penambahan jumlah node dan jumlah koneksi terhadap rata- rata jitter pada routing TORA dan DSR.

Dari grafik hasil simulasi pada Gambar 4.4 terlihat bahwa nilai jitter pada

routing TORA lebih besar dari DSR. Hal ini dikarena waktu penerimaan paket pada node tujuan terlalu lama sebagai akibat dari proses pencarian jalur lebih lama dan

panjang dibandingkan dengan DSR.

10 node 25 node 50 node

1k 5k 10k 1k 5k 10k 1k 5k 10k

TORA 1130041.09 641477.2 202021.7 93798.73 66979.34 791911.12 28434.65 71537.5 1291195.4 DSR 179501.77 0.371246 122448.5 10269.83 4108.878 6773.8407 0.375921 29353.7 36112.435

4.3.4 Packet delivery ratio (PDR)

Packet delivery ratio (PDR) adalah rasio perbandingan antara paket yang

dikirimkan oleh node sumber dengan paket yang diterima oleh node tujuan. Jika nilai

packet delivery ratio tinggi, maka dapat dikatakan bahwa routing protocol TORA

atau DSR memiliki kinerja yang cukup baik dalam hal pengiriman paket. Rata-rata

packet delivery ratio pada routing protocol TORA dan DSR ditunjukkan pada Tabel

4.6 dan Gambar 4.5.

Tabel 4.6 Hasil penghitungan rata-rata packet delivery ratio

routing TORA dan DSR.

Gambar 4.5 Grafik pengaruh penambahan jumlah node dan jumlah koneksi terhadap rata- rata PDR pada routing TORA dan DSR.

Dari grafik hasil simulasi pada Gambar 4.5 terlihat nilai paket delivery ratio pada routing TORA selalu lebih rendah dibandingkan dengan DSR. Hal ini dikarenakan routing TORA mengalami kesulitan dalam menemukan jalur

10 node 25 node 50 node

1k 5k 10k 1k 5k 10k 1k 5k 10k

TORA 55.86 95.56 65.89 87.59 99.97 79.87 94.12 99.97 79.87 DSR 99.81 100 72.31 99.94 100 99.91 100 100 99.91

pengiriman paket pada kondisi jaringan yang memiliki pergerakan node yang cepat. Maksimum persentase paket yang berhasil diterima pada routing TORA adalah sebesar 99.97% dan minimum paket yang berhasil diterima adalah 55.86%. Maksimum presentase yang berhasil diterima pada routing DSR adalah sebesar 100% dan minimum paket yang berhasil diterima adalah 72.31%.

4.3.5 Packet Loss (Paket Hilang)

Packet Loss adalah banyaknya jumlah paket yang hilang selama simulasi. Packet loss terjadi ketika satu atau lebih paket data yang melewati suatu jaringan

gagal mencapai tujuan. Rata-rata packet loss pada routing protocol TORA dan DSR ditunjukkan pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.6.

Tabel 4.7 Hasil penghitungan rata-rata packet loss

routing TORA dan DSR.

10 node 25 node 50 node

1k 5k 10k 1k 5k 10k 1k 5k 10k

TORA 44.137 4.4329 34.104 12.403 0.02388 21.3080 5.8773 0.03448 20.1209 DSR 0.1829 0 27.683 0.0502 0 0.03606 0 0 0.08964

Gambar 4.6 Grafik pengaruh penambahan jumlah node dan jumlah koneksi terhadap rata- rata packet loss pada routing TORA dan DSR.

Dari grafik hasil simulasi pada Gambar 4.6 terlihat nilai paket hilang pada

routing TORA selalu lebih besar. Hal ini dikarenakan routing TORA lebih sering

melakukan broadcast pada saat melakukan pengiriman paket data. Besarnya paket hilang juga dipengaruhi oleh jarak antara node pengirim dengan node penerima. Semakin dekat node pengirim dengan node penerima, besarnya paket yang hilang akan semakin kecil.

4.3.6 Routing Overhead

Routing Overhead adalah perbandingan banyaknya paket routing dengan paket

data yang dikirim. Rata-rata routing overhead pada routing protocol TORA dan DSR ditunjukkan pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.7

Tabel 4.8 Hasil penghitungan rata-rata routing overhead

routing TORA dan DSR.

10 node 25 node 50 node

1k 5k 10k 1k 5k 10k 1k 5k 10k

TORA 2.7348 0.0416 39110.47 3.91807 0.14511 57285.93 6.37211 0.16971 120244.9 DSR 0 0 22878.62 0.15251 0.13072 13148.17 0.25070 22991.7 25636.63

Gambar 4.7 Grafik pengaruh penambahan jumlah node dan jumlah koneksi terhadap rata- rata packet loss pada routing TORA dan DSR.

Dari grafik hasil simulasi pada Gambar 4.7, terlihat bahwa routing TORA memiliki nilai routing overhead lebih besar dibandingkan dengan DSR. Tingginya nilai routing overhead pada TORA disebabkan oleh tingginya propagasi dari route

request karena kondisi jaringan berubah cukup cepat. Sedangkan pada routing DSR

memiliki nilai routing overhead yang optimal pada semua kondisi. Rendahnya nilai

routing overhead pada DSR dikarenakan routing overhead DSR disusun dari paket unicast.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait