• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

D. Value for Money

3. Pengukuran Kinerja Value for Money

Menurut Mahmudi (2010: 89) pengukuran kinerja value for money(ekonomi, efisiensi, dan efektivitas) merupakan bagian terpenting setiap pengukuran kinerja organisasi sektor publik. Untuk mendongkrak kinerja sektor publik, diperlukan manajemen kinerja yang berorientasi pada value for money. Karena value for money merupakan kunci pengukuran kinerja di sektor publik, maka sistem pengukuran kinerja sektor publik juga harus difokuskan untuk mengatur ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.

Namun pengukuran ekonomi, efisiensi, dan efektivitas tidak dapat langsung dilakukan karena untuk mengatur tingkat ekonomi, efisiensi, dan efektivitas diperlukan pengembangan indikator kinerja (IK) dalam desain suatu sistem pengukuran kinerja organisasi.

a. Pengembangan Indikator Kinerja

Indikator kinerja merupakan konsep yang multidimensional dan kompleks. Dalam organisasi sektor publik, seperti pemerintah, tidak ada indikator kinerja tunggal yang dapat dipakai untuk seluruh unit kerja. Pengembangan indikator kinerja pada dasarnya meliputi pengembangan

indikator makro dan indikator mikro. Pada tingkat korporat, indikator kinerja yang digunakan adalah indikator kinerja makro, sedangkan pada tingkat unit kerja indikator yang digunakan adalah indikator kinerja mikro.

Indikator kinerja bukan hanya indikator keuangan saja, tetapi juga indikator nonkeuangan. Indikator kinerja yang dikembangkan hendaknya seimbang atau dapat dikatakan harus setara antara pengeluaran biaya dan hasil yang ditimbulkan, yaitu antara indikator keuangan dengan indikator nonkeuangan, antara indikator hasil (ends measures) dengan indikator proses (means measure), dan antara indikator kuantitaif dengan indikator kualitatif. Pengukuran kinerja value for money telah membuat keseimbangan antara pengukuran hasil dengan pengukuran proses. Indikator efektivitas dalam value for moneyberorientasi pada hasil, sedangkan indikator ekonomi dan efisiensi berorientasi pada proses. Indikator efektivitas lebih bersifat kualitatif sedangkan indikator ekonomi dan efisiensi lebih bersifat kuantitatif.

b. Karakteristik Indikator Kinerja

Menurut Mahmudi (2010:.91).indikator kinerja yang dikembangkan hendaknya memiliki karakteristik berikut:

1. Sederhana dan mudah dipahami 2. Dapat diukur

3. Dapat dikuantifikasikan, misalnya dalam bentuk rasio, persentase,dan angka

5. Berfokus pada customer service, kualitas, dan efisiensi 6. Dikaji secara teratur

Monitoring dan review terhadap indikator kinerja harus terus dilakukan sebagai bagian dari upaya menciptakan kultur perbaikan kinerja secara berkelanjutan. Review secara rutin terhadap indikator kinerja bertujuan untuk menguji validitas dan keandalan indikator yang dibuat agar dapat menyesuaikan perubahan kebutuhan layanan sehingga dalam jangka panjang menghasilkan ukuran kinerja yang lebih baik dan efektif.

c. Manfaat Indikator Kinerja

Informasi mengenai kinerja sangat penting dalam rangka menciptakan

good governance. Manajemen yang baik membutuhkan indikator kinerja untuk mengukur sukses atau tidaknya organisasi. Indikator tersebut diorientasikan sebagai pedoman bukan sebagai alat pengedalian. Indikator kinerja memiliki peran penting sebagai proses pembentukan organisasi pembelajar (learning organization). Organisasi pembelajar adalah suatu konsep dimana organisasi menerapkan proses pembelajaran mandiri sehingga dapat dengan tanggap melakukan tindakan untuk setiap perubahan yang terjadi.

Pemanfaatan indikator kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah suatu organisasi, aktivitas atau program telah memenuhi prinsip ekonomi, efisien, dan efektif. Efisiensi berkaitan dengan seberapa tepat cara yang digunakan organisasi dalam mengelola keuangan untuk kegiatannya, sedangkan efektivitas berkaitan dengan seberapa besar dampak yang

ditimbulkan dari kegiatan tersebut, dengan demikian diharapkan organisasi dapat bekerja secara efisien dan efektif. Indikator untuk tiap-tiap unit organisasi berbeda-beda tergantung pada tipe pelayanan yang dihasilkan. Penentuan kinerja juga perlu mempertimbangkan komponen berikut:

1. Biaya Pelayanan (Cost of Service)

Penentuan indikator kinerja harus mencakup indikator biaya, biasanya dinyatakan dalam biaya per unit. Indikator biaya ini merupakan elemen penting untuk mengukur ekonomi dan efisien.

Manfaat indikator biaya tersebut adalah untuk menilai kelayakan tarif pelayanan dengan tingkat pelayanan yang diberikan serta untuk melakukan analisis keuangan.

2. Tingkat Pemanfaatan (Utilization Rate)

Indikator tingkat pemanfaatan (utilisasi) diperlukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kapasitas yang menganggur (idle capacity) atas sumber daya yang dimiliki organisasi. Tingkat utilisasi dapat diketahui dengan cara membandingkan tingkat pemanfaatan dengan kapasitas yang tersedia. Adanya kapasitas yang menganggur pada dasarnya akan menjadikan organisasi tidak efisien dan efektif.

3. Kualitas dan Standar Pelayanan

Selain indikator yang sifatnya kuantitatif, seperti indikator biaya dan tingkat utilisasi, penentuan indikator kinerja juga harus mencakup indikator yang sifatnya kualitatif, misalnya indikator kualitas pelayanan dan standar

pelayanan. Indikator kualitas pelayanan ini, misalnya kecepatan pelayanan, ketepatan waktu, kecepatan respon, keramahan, kenyamanan, kebersihan, keamanan, keindahan (estetika), etika, dan sebagainya.

4. Cakupan Pelayanan

Indikator cakupan pelayanan diperlukan untuk mengetahui tingkat penyediaan pelayanan yang diberikan (supply) dengan permintaan yang dibutuhkan (demand). Organisasi pelayanan publik dihadapkan pada masalah cakupan pelayanan yang bisa disediakan dibandingkan dengan total permintaan. Oleh karena itu, pembuatan indikator cakupan pelayanan tersebut penting untuk perencanaan mengenai peningkatan kapasitas pelayanan, alternatif pelayanan atau substitusi pelayanan.

5. Kepuasan Pelanggan

Kepuasan pelanggan merupakan salah satu bentuk hasil suatu pelayanan publik. Kepuasan pelanggan dapat dikategorikan sebagai tujuan tingkat tinggi dalam suatu sistem pengukuran kinerja. Oleh karena itu, pembuatan indikator kinerja harus memasukkan indikator kepuasan pelanggan. Indikator kepuasan pelanggan biasanya diproksikan dengan banyaknya aduan atau komplain untuk kemudahan dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan. Namun harus dipahami bahwa tingkat aduan hanya salah satu proksi untuk menunjukkan kepuasan, bukan satu-satunya alat. Kepuasan pelanggan sangat bersifat kualitatif, oleh karena itu untuk

mengetahui seberapa besar kepuasan pelanggan perlu dilakukan survei pelanggan.

Survei pelanggan tersebut kemudian dapat digunakan untuk menghitung Indeks Kepuasan Pelanggan. Adanya ketidakcocokan antara

outcomeyang dihasilkan dari suatu pelayanan dengan kepuasan masyarakat menunjukkan masih adanya kesenjangan harapan (expectation gap).

4. Langkah-langkah Perencanaan dan Pengukuran Kinerja Value for Money

Menurut Mahmudi (2010: 95-98) manajemen kinerja terintegrasi (integrated performance management) terdiri atas dua bagian utama, yaitu perencanaan kinerja dan pengukuran kinerja. Perencanaan kinerja terdiri atas empat tahap, yaitu:

1. Penentuan misi, visi, dan tujuan (goal), serta strategi

2. Penerjemahan misi, visi, dan tujuan (goal), serta strategi ke dalam: a. Sasaran strategik

b. Inisiatif strategik

c. Indikator kerja (input,output, outcome,benefit, impact) d. Target kerja

3. Penyusunan program 4. Penyusunan anggaran

Sementara itu, rerangka pengukuran kinerja Value for Money dibangun atas tiga komponen utama, yaitu:

1. Komponen misi, visi, tujuan, sasaran, dan target

Penentuan misi, visi, tujuan, sasaran, dan target dapat didahului dengan kegiatan penjaringan aspirasi masyarakat. Suatu organisasi harus berfokus dan melakukan tindakan terbaik dalam rangka untuk memuaskan pelanggan. Identifikasi faktor keberhasilan suatu organisasi adalah menyusun dan menetapkan tujuan, sasaran, dan target kinerja yang hendak dicapai organisasi.

Setelah perangkat berupa visi, misi, tujuan, sasaran, target kinerja, strategi, dan program ditetapkan tahap berikutnya adalah mengembangkan metodologi untuk penilaian kinerja. Langkah pertama organisasi harus menentukan indikator input, output, outcome, benefit, dan impact. Setelah indikator-indikator tersebut ditetapkan, organisasi kemudian baru bisa mengukur ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.

2. Komponen input, proses, output, dan outcome

Tahap pertama organiasi harus membuat indikator input, output, outcome, benefit, dan impact. Kemudian tahap berikutnya adalah pengukuran input, output, outcome, dan impact tersebut.

Indikator kinerja harus dikaitkan dengan pencapaian target kinerja, tujuan, visi, dan misi organisasi. Berdasarkan lima indikator input, output, benefit, dan

impact organisasi kemudian dapat membuat berbagai ukuran kinerja berupa ukuran:

a. Ekonomi, yaitu perbandingan kos per unit inputatau unit input per rupiah; b. Efisiensi atau produktivitas, yaitu perbandingan antara output per unit

output;

c. Efektivitas (tingkat keberhasilan proses), yaitu perbandingan antara

outcome per output;

d. Manfaat sosial neto (net social benefit), yaitu unit outcomeyang berhasil; e. Efisiensi biaya (cost-effecticiency), yaitu kos per unit output atau output

per rupiah kos;

f. Efektivitas biaya (cost-effectiveness), yaitu kos untuk mencapai outcome;

g. Biaya- manfaat (benefit-cost), yaitu net social benefit per unit kos; h. Ukuran pencapaian output;

i. Ukuran pencapaian outcome.

3. Komponen pengukuran ekonomi, efisiensi, dan efektifitas

a. Pengukuran ekonomi adalah mengukur berapa anggaran yang dialokasikan.

b. Pengukuran efisiensi adalah mengukur seberapa baik organisasi mampu memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya untuk menghasilkan

output.

c. Pengukuran efektivitas adalah mengukur hasil akhir suatu pelayanan yang dikaitkan output-nya (cost of outcome).

Dokumen terkait