• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada babV berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran.

Selain itu disertakan pula lampiran-lampiran untuk melengkapi uraian-uraian sebelumnya.

DASAR TEORI

II. A. Sinyal Akustik pada Detektor Fotoakustik

Fenomena Fotoakustik pertama kali dikemukakan oleh Alexander Graham Bell pada tahun 1880 [Spike, 2006]. Detektor fotoakustik memiliki keunggulan sensitivitas yang tinggi dan waktu tanggap yang relatif cepat sehingga dapat digunakan secara on-line. Detektor ini dapat mendeteksi lebih dari satu jenis gas secara simultan. Selain itu, detektor ini dapat digunakan untuk mendeteksi gas pada bidang biologi, pertanian, medis dan lingkungan.

Efek Fotoakustik pada dasarnya merupakan konversi antara cahaya menjadi gelombang bunyi. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan proses penyerapan cahaya oleh bahan (sampel) yang mengakibatkan perbedaan tekanan sekitar sampel karena fenomena eksitasi-deeksitasi sehingga memunculkan gelombang bunyi hal terebut dapat dijelaskan secara singkat dengan gambar 2.1.[Haisch et al., 2002].

Apabila laser ditala pada frekuensi transisi dari molekul yang ada dalam sel fotoakustik, sebagian tenaga Ei akan tereksitasi ke aras tenaga yang lebih tinggi Ef. Selanjutnya molekul-molekul dengan aras tenaga Ef dapat melepaskan tenaga eksitasinya secara radiasi maupun non-radiasi fenomena tersebut dapat dilihat pada gambar 2.2 [Santosa, 2003]

molekul tersebut akan mentransfer tenaga eksitasinya ke tenaga translasi molekul yang ditumbuknya. Kenaikan tenaga translasi menyebabkan kenaikan suhu dan tekanan. Jika berkas laser dimodulasi, tekanan di dalam sel fotoakustik akan berubah secara periodik. Perubahan tekanan tersebut merupakan sinyal akustik. Sinyal akustik dapat ditangkap oleh mikropon. Perubahan tekanan tersebut dapat dikatakan juga sebagai sinyal akustik.

Sinyal akustik yang dihasilkan atau sinyal keluaran mikropon dipengaruhi oleh daya laser, konstanta sel fotoakustik, konsentrasi gas dan koefisien serapan. Apabila di dalam sel fotoakustik hanya terdapat satu macam gas “g”, hubungan antara keluaran mikropon dan besaran-besaran yang lain dapat dinyatakan dengan persamaan [Santosa, 2003] gl g l l CPC S = α (2.1)

dengan Sl adalah keluaran mikropon ketika digunakan laser “l” dengan daya Pl, C adalah konstanta sel fotoakustik, Cg adalah konsentrasi gas “g” dalam sel fotoakustik dan αgl adalah koefisien serapan dari gas “g” pada laser “l”. Dapat diperoleh sinyal ternormalisir dengan daya laser [Santosa, 2003].

gl g l l CC P S = α (2.2)

( )

g gl l CC P S = α (2.3)

II. B. Resonator Akustik pada Detektor Fotoakustik

Sensitivitas detektor fotoakustik merupakan hal yang sangat penting karena detektor fotoakustik bekerja pada orde yang sangat kecil (ppb). Dari persamaan (2.1) salah satu aspek yang mempengaruhi keluaran mikropon adalah konstanta sel fotoakustik (C). Sel fotoakustik yang digunakan dalam penelitian ini ditampilkan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Sel Fotoakustik yang digunakan dalam penelitian

Sel fotoakustik dapat dikategorikan menjadi dua yaitu resonan dan non-resonan. Jika frekuensi modulasi lebih kecil dari frekuensi resonansi terendah, sel ini dioperasikan pada mode non-resonan. Kelemahan sistem non-resonan yaitu sulit menghilangkan gangguan sekitar karena beroperasi pada frekuensi rendah. Non-resonan mempunyai waktu tanggap lama dan kurang sensitif untuk mendeteksi gas.

pada ukuran resonator, frekuensi dan faktor kualitas. [Basson, 2006]

I: pintu masuk gas; O: pintu keluar gas M: Mikropon

Gambar 2.4 Bagian-bagian sel fotoakustik

Bagian-bagian sel fotoakustik yang digunakan dalam penelitian terlihat seperti pada gambar 2.2. Ukuran dari sel fotoakustik yang digunakan dalam penelitian yaitu panjang resonator (L) 10 cm dan jari-jari resonator

( )

R 0,5 cm.

Persamaan kecepatan bunyi (v) dengan panjang gelombang (λ) dan frekuensi ( f ) secara umum mengikuti persamaan

v = λ.f (2.4)

Kecepatan bunyi pada medium gas dengan massa molar M pada suhu T , akan mengikuti persamaan[Besson, 2006]:

M RT

v= γ

(2.5) dengan R (konstanta gas universal) = 8,3144 J/(Mol K) dan

v p c c = γ p

c panas jenis pada tekanan konstan v

c panas jenis pada volume konstan

Tabel 2.1 merupakan salah satu konstanta γ dan M untuk suhu 200C. Tabel 2.1 Konstantaγ dan M pada suhu 200C [Basson, 2006]

Jenis gas γ M (kg/mol)

Udara 1,402 0,0288

Nitrogen

( )

N2 1,401 0,0280

Oksigen

( )

O2 1,398 0,0320

Sedangkan kecepatan bunyi pada suhu 00C (v0), akan mengikuti persamaan berikut [ Anderson,1989]:

M R

v0 = γ 273

(2.6) dari persamaan (2.5) dan (2.6) dapat diperoleh persamaan[ Anderson,1989]:

273

0 T v

v= (2.7)

dengan persamaan (2.7) dan (2.8) kecepatan gelombang bunyi pada sel fotoakustik akan mengikuti persamaan[ Anderson,1989]:

273 0 T v =2Leff f (2.10) ) 3 , 0 ( 2 273 0 d l T v f + = (2.11)

BAB. III

METODE PENELITIAN

III. A. Tempat Penelitian

Laboratorium Analisa Kimia Fisika Pusat

Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Paingan Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta

Gambar 3.2 Detektor Fotoakustik yang digunakan dalam penelitian. III. C. Keterangan Alat dan Bahan

III.C.1. Alat

Susunan alat pada detektor fotoakustik dapat dilihat pada gambar 3.1 sedangkan detektor yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada gambar 3.2 . Bagian-bagian penting pada detektor fotoakustik:

Laser CO2

Laser berfungsi sebagai sumber cahaya. Laser CO digunakan sebagai sumber cahaya karena intensitas spektralnya yang tinggi dan dapat ditala sehingga dengan laser ini pengukuran sangat sensitive dan juga dapat mengukur secara on-line

[Persijn, 2007]. Komponen laser terdiri dari cermin (11), kisi (9), tabung laser

CO2 (10). Kisi digerakan atau diatur sudutnya oleh stepermotor yang dapat diatur melalui komputer. Tabung laser didinginkan dengan air yang mengalir secara

terus menerus selama laser hidup. Air dialirkan dari tempat penampungan air (7a) kemudian masuk tabung laser dibuang ke tempat pembuangan air (7b). Piezo (12) berfungsi mengoptimalkan daya laser. Laser dimodulasi oleh chopper (15). Daya laser ditangkap oleh detektor (13) dan diukur oleh powermeter (14).

Sel fotoakustik

Sel fotoakustik merupakan ruang konversi cahaya menjadi sinyal akustik. Bagian-bagian penting dari sel fotoakustik adalah resonator (3) dan mikropon (4). Gas dari tabung gas (1) akan menuju ke tempat sampel (2) sebagai gas pembawa. Gas produksi sample kemudian akan dibawa ke dalam sel fotoakustik. Setelah terjadi konversi cahaya menjadi sinyal akustik, sinyal akan ditangkap oleh mikropon (4). Oleh mikropon akan dikirim ke lock-in amplifier (5) dan kemudian akan diolah dan ditampilkan pada computer (7)

III.C.2. Bahan

Gas (Udara, gas Nitrogen dan gas Oksigen)

Ketiga gas tersebut berfungsi sebagai gas pembawa. Gas pembawa adalah gas yang berfungsi sebagai membawa gas sample menuju sel fotoakustik akustik. Selain itu gas ini juga berfungsi sebagai medium pada detektor fotoakustik.

detektor fotoakustik yaitu menentukan daerah garis laser. Garis laser ini menyatakan dimana daerah yang memiliki daya laser. Untuk menentukan garis laser dilakukan dengan membuka menu “POWER & SAMPLE STEP GRAPH”, menu ini selain memperlihatkan adanya garis laser juga memperlihatkan tingginya daya laser serta besarnya sinyal akustik yang ditimbulkan pada daya tersebut. Grafik hubungan antara daya laser, sinyal akustik dan posisi stepermotor hanya akan ditemukan pada band tertentu sehingga harus mengetahui interval band tersebut. Kemudian menscan daerah yang sudah ditentukan.

Menentukan frekuensi Resonansi gas

Dari garis yang sudah diperoleh, dimanfaatkan untuk menentukan frekuensi resonansi detektor fotoakustik. Frekuensi resonansi ditentukan dengan mengatur manual control “chopper” dan mengamati sinyal akustik yang dihasilkan. Frekuensi resonansi detector fotoakustik merupakan frekuensi pada saat sinyal maksimum.

Menentukan konsentrasi gas

Dalam mengukur konsentrasi gas kita harus mengetahui terlebih dahulu gas apa yang ada di dalam sel fotoakustik Setelah itu diset frekuensi resonansi sesuai gas yang ada di dalam sel fotoakustik. Kemudian pengukuran konsentrasi dapat dilakukan.

BAB. IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.A. Hasil

IV.A.1. Menentukan frekuensi resonansi detektor fotoakustik

Gambar 4.1 dan 4.2 merupakan gambar hasil penscanan untuk menentukan garis laser pada setiap posisi stepermotor pada medium udara. Posisi stepermotor terkait dengan panjang gelombang lasernya. Grafik hubungan antara daya laser terhadap posisi stepermotor dapat dilihat pada gambar 4.1 sedangkan grafik hubungan antara sinyal akustik terhadap posisi stepermotor pada gambar 4.2.

-1,0 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6100 6300 6500 6700 6900 Stepermotor D aya l as er ( wat t)

-0,5 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 6100 6200 6300 6400 6500 6600 6700 6800 6900 Stepermotor S in yal ak u ti k (m V )

Gambar 4.2 Grafik hubungan antara sinyal akustik terhadap posisi stepermotor pada gas etilen.

Telah dilakukan penentuan frekuensi resonansi detektor fotoakutik untuk medium udara. Gambar 4.3 merupakan gambar grafik hubungan antara sinyal akustik terhadap frekuensi pada satu panjang gelombang untuk dua daya laser yang berbeda. Pada satu garis laser tersebut, sinyal yang dihasilkan pada setiap frekuensi untuk dua daya laser yang berbeda tinggi sinyalnya juga berbeda. Frekuensi resonansi detektor fotoakustik untuk medium udara = (1720±5) Hz.

1720 Hz 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1500 1550 1600 1650 1700 1750 1800 Frekuensi (Hz) S in y al ak u st ik ( m V ) Daya laser 1 Daya laser 2

Gambar 4.3 Grafik hubungan antara sinyal akustik terhadap frekuensi pada medium udara untuk dua daya laser yang berbeda .

Selanjutnya dengan cara yang sama dilakukan juga pada medium Nitrogen. Gambar grafik hubungan antara sinyal akustik terhadap frekuensi untuk medium nitrogen dapat dilihat pada gambar 4.4 dan 4.5 Frekuensi resonansi detektor fotoakustik untuk medium gas Nitrogen = (1741±5)Hz.

1741 Hz 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 1500 1600 1700 1800 Frekuensi (Hz) S in yal ak u st ik (m V ) Daya laser 1 Daya laser 2

Gambar 4.4 Grafik hubungan antara sinyal akustik terhadap frekuensi pada medium gas nitrogen untuk dua daya laser yang berbeda.

Gambar 4.5 merupakan gambar grafik hubungan antara sinyal akustik terhadap frekuensi pada medium gas Nitrogen untuk tiga panjang gelombang laser yang berbeda.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 1500 1550 1600 1650 1700 1750 1800 Frekuensi (Hz) S in y al aku st ik ( m V ) panjang gelombang 1 panjang gelombang 2 panjang gelombang 3

Gambar 4.5 Grafik hubungan antara sinyal akustik terhadap frekuensi pada medium gas nitrogen untuk dua panjang gelombang yang berbeda.

Gambar 4.6 merupakan grafik penentuan frekuensi resonansi detektor fotoakustik untuk medium gas Oksigen. Frekuensi resonansi detektor fotoakustik untuk medium gas Oksigen = (1628±5) Hz.

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1500 1550 1600 1650 1700 1750 1800 Frekuensi (Hz) S in y al ak u st ik ( m V )

Gambar 4.6. Grafik hubungan antara sinyal akustik terhadap frekuensi untuk medium gas Oksigen

Selanjutnya gambar 4.7 merupakan grafik hubungan antara sinyal akustik

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1500 1550 1600 1650 1700 1750 1800 Frekuensi (Hz) S inya l a kus ti k ( m V Udara Oksigen Nitrogen

Gambar 4.7 Grafik hubungan antara sinyal akustik terhadap frekuensi untuk tiga medium berupa udara, gas Nitrogen dan gas Oksigen

IV.A.4. Mengukur Konsentrasi gas apel

Setelah diperoleh nilai frekuensi resonansi detektor fotoakustik untuk beberapa medium, nilai tersebut dimanfaatkan untuk melakukan pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi oleh buah apel.

Grafik 4.8 merupakan grafik hubungan antara konsentrasi gas etilen yang dipoduksi oleh buah apel terhadap waktu. Sampel diberi tiga perlakuan, yang pertama, kodisi A gas pembawa sampel gas Nitrogen dan gas yang ada pada sel fotoakustik juga Nitrogen sehingga pada kondisi A, frekuensi resonansi diset pada 1741 Hz. Kondisi B, kondisi B merupakan waktu transisi pengesetan mengubah perlakuan pada semple yang awalnya dialiri gas Nitrogen kemudian dialiri udara. Kondisi C, gas pembawa dan medium pada sel fotoakustik udara, sehingga untuk frekuensi resonansinya diset pada 1720 Hz.

Berikut ini juga merupakan pengukuran konsentrasi gas yang diproduki buah apel merah. Pada kondisi A sampel dialiri udara dan medium pada sel akustiknya juga berupa udara, sehingga frekuensi resonansinya diset 1720 Hz. Kemudian kondisi B, sampel dialiri gas Nitrogen dan untuk medium pada sel fotoakustik juga berupa gas Nitrogen, sehingga pada kondisi B frekuensi resonansinya diset pada 1741 Hz. Sedangkan untuk kondisi C gas nitrogen dialirkan tanpa dilewatkan pada sampel.

A B C -1.000 0 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 Waktu (jam) K o n s enr a si ( p pb )

Gambar 4. 9 Grafik hubungan antara konsentrasi gas produksi buah apel terhadap waktu

IV.B. Pembahasan

Penentuan frekuensi resonansi detektor fotoakustik untuk tiga medium yaitu Udara, gas Nitrogen dan gas Oksigen. Dalam penentuan frekuensi resonansi, yang dilakukan terlebih dahulu menentukan garis laser. Hasil penentuan garis laser dapat dilihat pada grafik (4.1) dan (4.2). Gambar (4.1) merupakan gambar grafik hubungan antara daya laser terhadap posisi stepermotor. Posisi stepermotor terkait dengan panjang gelombang laser. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa daya laser untuk masing-masing panjang gelombang berbeda-beda. Gambar (4.2) merupakan gambar hubungan antara sinyal akustik terhadap posisi

menentukan frekuensi resonansi. Indikator terjadinya frekuensi resonansi adalah adanya sinyal akustik maksimum. Jadi dengan mengetahui frekuensi pada saat sinyal maksimum maka diperoleh frekuensi resonansi detektor fotoakustik untuk medium yang digunakan. Dari perumusan dasar teori disampaikan bahwa sinyal akustik dipengaruhi oleh konstanta sel, konsentrasi gas, koefisien serapan dan daya laser.

Konstanta sel terkait dengan frekuensi resonansi. Dari beberapa grafik hubungan antara sinyal akustik terhadap frekuensi dapat diamati bahwa sinyal akustik untuk setiap frekuensi tidak sama dan frekuensi resonansinya berada pada sinyal maksimumnya.

Sinyal akustik dipengaruhi oleh daya lasernya, hal tersebut dapat dilihat dari gambar 4.3 dan 4.4. Gambar tersebut diperoleh pada satu gelombang tertentu, dengan dua daya laser yang berbeda. Dari grafik hubungan sinyal akustik dengan frekuensi untuk dua daya laser yang berbeda dapat dilihat bahwa untuk dua daya laser berbeda menghasilkan tinggi sinyal akustik yang berbeda, sehingga daya laser mempengaruhi besarnya sinyal. Pada kondisi tersebut letak sinyal maksimum tetap pada frekuensi yang sama, dapt dikatakan juga frekuensi resonansi tidak dipengaruhu daya lasernya.

Koefisien serapan, dapat dilihat dari grafik hubungan antara sinyal akustik terhadap frekuensi untuk tiga panjang gelombang yang berbeda. Setiap panjang gelombang memiliki daya laser dan koefisien serapan tertentu. Dari Grafik 4.5 dapat dilihat bahwa untuk tiga panjang gelombang yang berbeda tinggi sinyal

yang dihasilkan juga berbeda, sehingga selain daya laser, koefisien serapan juga mempengaruhi tinggi sinyal akustik yang dihasilkan. Dari gambar tersebut juga dapat dilihat frekuensi pada saat sinyal maksimum sama, sehingga frekuensi resonansi tidak dipengaruhi koefisien serapanya.

Gambar 4.7 grafik hubungan antara sinyal akustik terhadap frekuensi untuk tiga jenis gas, frekuensi resonansi untuk ketiga jenis tersebut berbeda dan tertentu. Dengan persamaan (2.11):

M RT L f eff r γ 2 1 =

Telah dilakukan penentuan frekuensi resonansi detektor fotoakustik untuk medium udara, gas Nitrogen dan Oksigen. Dalam perhitungan, sebelum menentukan frekuensi resonansi, kecepatan bunyi (v) pada suhu medium pada saat penelitian dihitung terlebih dahulu dengan menggunakan persamaan (2.6)

273

0 T v

v=

Dengan v0 adalah kecepatan bunyi pada suhu 00, nilai v0 diperoleh dari tabel kecepatan bunyi pada medium dengan suhu 00 [Anderson,H.L.1989] dan T adalah suhu medium pada saat pengukuran yaitu 300K. Setelah diperoleh kecepatan bunyi pada suhu 300K, kemudian ditentukan frekuensi resonansinya, dengan persamaan

Medium 0 v (m/s) v (m/s) (t = 27 C) fr perhitungan (Hz) fr penelitian (Hz) Udara 331,45 346,98 1745, 38 1720 Nitrogen 334 350,13 1761,2 1741 Oksigen 316 331,26 1666,29 1628

Hasil penentuan frekuensi resonansi dapat dilihat dari perhitungan dan penelitian pada tabel 4.1 dari tabel tersebut terlihat besarnya frekuensi resonansi pada perhitungan dan penelitian sesuai baik dari nilainya yang relatif sama (mendekati) ataupun dari segi perbandingan nilai untuk ketiga jenis mediumnya. Perbedaan tersebut muncul, ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan munculnya perbedaan tersebut; adanya kemungkinan gas yang berada pada sel fotoakustik tidak murni, adanya perubahan temperatur pada saat melakukan pengukuran, dari sinyal akustik yang fluktuatif saat menentukan frekuensi resonansi detektor fotoakustik.

Dari hasil perolehan frekuensi resonansi kita dapat memanfaatkanya dalam pengukuran konsentrasi. Gambar 4.8 merupakan pengukuran konsentrasi gas Apel pada kondisi awal konsentrasi cukup tinggi karena dimungkinkan adanya penimbunan gas produksi apel. Selanjutya sampel dialiri dengan gas Nitrogen hal ini berarti bahwa lingkungan apel berupa gas Nitrogen. Setelah beberapa saat konsentrasi gas etilen yang produksi apel mengalami penurunan, menuju kondisi konstan tetapi lebih rendah dari pada kondisi awalnya. Kemudian nitrogen dialirkan tanpa melewati sample, berarti tidak ada gas produksi apel yang terukur

konsentrasinya, sehingga konsentrasinya nol seperti pada kondisi B. Setelah itu gas pembawa dan medium akustik pada sel fotoakustik diganti dengan udara, frekuensi resonansi diset pada 1720 Hz dan yang terjadi adalah adanya peningkatan konsentrasi gas produksi apel. Pada kondisi ini nilai dari konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah apel pada lingkungan udara lebih rendah dari pada lingkungan gas Nitrogen, karena pada kondisi ini merupakan kondisi transisi.

Pada Gambar 4.9 pengambilan data diawali dengan mengalirkan udara pada sample, pada gambar terjadi penurunan, penurunan tersebut bukan karena udara menghambat produki gas apel tetapi karena diawali dengan penimbunan gas produksi apel. Penurunan tersebut menuju kondisi normal kemudian setelah itu baru mengalami peningkatan produksi gas. Pada kondisi B, sample dialiri dengan Nitrogen, yang terjadi penurunan konsentrasi. Diakhir gas Nitrogen dialirkan tanpa melewati sample, sehingga konsentrasinya menuju nol.

Dengan memahami proses penentuan frekuensi resonansi detektor fotoakustik untuk tiga jenis medium dan menggunakan frekuensi tersebut dalam pengukuran konsentrasi gas. Pengesetan frekuensi resonansi yang sesuai harus dilakukan karena frekuensi resonansi detektor merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi optimalisasi detektor fotoakustik, sehingga ketika menggunakan medium gas tertentu, frekuensi resonansi detektor fotoakustik juga harus diset

PENUTUP

V. A. KESIMPULAN

1. Penggunaan detektor fotoakustik dapat dioptimalkan dengan bekerja pada frekuensi resonansinya.

2. Frekuensi resonansi dipengaruhi mediumnya.

3. Frekuensi resonansi tidak dipengaruhi oleh daya laser dan koefisien serapanya.

V. B. SARAN

Untuk melakukan pengukuran konsentrasi gas dengan berbagai perlakuan pada sample tanpa harus mengubah frekuensi resonansi sepanjang pengukuran dapat digunakan klep gas. Klep gas merupakan alat untuk mengatur aliran gas seperti pada gambar 5.1. Hal tersebut dilakukan supaya gas atau medium yang berada pada sel fotoakustik konstan, hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.1 Untuk mengatur aliran gas seperti pada gambar 5.1 dengan menggunakan klep secara elektronik. Klep Gas terdiri dari 3 bagian (lubang alir) input OksigenO2, Jalur On dan Off.

Tabel 5.1 Penggunaan klep gas

Tempat sampel Sel fotoakustik Off N2 N2+ O2 On N2+ O2 N2+ O2

Anderson,H.L.1989.A Phisicist’s Desk Reference.New York:American Institute of Physics.

Besson,J.P. 2006. “Photoacoustic Spectroscopy for Multi-Gas Sensing Using Near Infrared. Lasers”.http:// bibion.epfl.ch/

EPFL/theses/2006/3070/3670_abs.pdf. Diakses pada tanggal, 6 November 2007.

Haisch, C & Niessner, R. 2002. “Light and sound – Potoacoustic Spectroscopy”.http://www.spectroscopyerupe.com/ PAS iu_5. pdf. Diakses pada tanggal, 6 November 2007.

Persijn,S. 2007. Sensitive gas Detection using CO2 Laser Photoacoutic

Spectrocopy. Makalah kursus singkat laboratorium analisa kimia fisika pusat. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Santosa, I. E. 2003. Pengukuran Konentrasi Gas dengan Detektor Fotoakustik. Makalah seminar dosen Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Spike, B.T. 2006. “The Photoacoustic Effec”. http://

uw.physics.wisc.edu/timbie/P325/ Spike-photoacoustic effect.pdf. Diakses pada tanggal, 6 November 2007.

Dokumen terkait