V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.2 Peranan Subsektor Perikanan dalam Ekonomi Regional
Untuk mengetahui peranan subsektor perikanan dalam perekonomian wilayah kota Sibolga dapat dilihat dari kontribusinya terhadap perekonomian wilayah melalui nilai sektoral pada PDRB. Dari tabel Input-Output akan terlihat
transaksi barang dan jasa dari berbagai sektor ekonomi di kota Sibolga yang saling berkaitan dan mempunyai hubungan saling terkait. Pada penelitian ini, penyusunan tabel I-O kota Sibolga updating tahun 2010 dimaksudkan untuk mengetahui peranan sektor ekonomi didalam usahanya terhadap perekonomian wilayah kota Sibolga.
5.2.1 Struktur Perekonomian Kota Sibolga
Salah satu indikator untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu wilayah dalam suatu periode tertentu dapat ditunjukkan oleh PDRB. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekomomi disuatu wilayah (BPS Sibolga, 2011d).
Pertumbuhan riil perekonomian kota Sibolga pada tahun 2010 yang ditunjukkan oleh laju pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan 2000 mengalami percepatan sebesar 6,04 persen. Laju pertumbuhan ini mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun 2009 dengan angka sebesar 5,70 persen atau senilai Rp 697.916,30 juta di tahun 2009 dan 740.037,16 juta di tahun 2010. Laju pertumbuhan ekonomi dari tahun 2006 sampai 2010 dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Laju pertumbuhan ekonomi kota Sibolga tahun 2006-2010 (%). Jika dilihat dari pertumbuhan dari masing-masing sektor ekonomi, sebagian sektor ekonomi di kota Sibolga tahun 2010 mengalami pertumbuhan yang lebih rendah dan sebagian lagi mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding tahun 2009. Sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan lebih tinggi dibanding
5,22% 5,53% 5,85% 5,70% 6,04% 4,8% 5,0% 5,2% 5,4% 5,6% 5,8% 6,0% 6,2% 2006 2007 2008 2009 2010
tahun sebelumnya adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa, sedangkan sektor ekonomi lainnya mengalami pertumbuhan yang lebih rendah dibanding tahun sebelumnya.
Pada tahun 2010, berdasarkan lapangan usaha sektor yang mengalami laju pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan sektor lainnya masih didomonasi oleh sektor angkutan laut, sungai, danau dan penyeberangan yang mencapai 12,19 persen. Sektor Peternakan dan Hasil-hasil lainnya merupakan sektor ekonomi dengan pertumbuhan paling rendah yaitu sebesar 0,03 persen. Subsektor perikanan laju pertumbuhannya ditahun 2010 hanya sebesar 5,05 persen saja atau berada pada posisi ke-5. Meskipun laju pertumbuhan berada di posisi ke-5, subsektor perikanan merupakan penyumbang 22,86 persen PDRB kota Sibolga di Tahun 2010 tertinggi. Laju pertumbuhan PDRB tahun 2006 – 2010 berdasarkan harga konstan tahun 2000 dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Laju pertumbuhan PDRB tahun 2006 – 2010 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 (%)
No Lapangan Usaha Tahun
2006 2007 2008 2009 2010 1 Angkutan Laut, Sungai, Danau
dan Penyeberangan 12,96 12,52 12,39 12,56 18,61
2 Komunikasi 5,45 5,31 6,06 6,96 13,02
3 Angkutan Jalan Raya 11,74 12,37 12,42 15,22 8,54 4 Jasa Penunjang Angkutan 8,51 8,9 9,07 7,62 8,15 5 Keuangan, Real Estat dan Jasa
Perusahaan 6,26 6,38 6,32 3,94 6,16
6 Industri Bukan Migas 5,64 5,62 5,47 5,22 5,26 7 Jasa-jasa Pemerintah dan
Swasta 5,16 4,8 4,93 4,61 5,22 8 Perikanan 3,85 4,68 5,02 5,13 5,05 9 Perdagangan 4,42 4,69 5,57 5,07 5,03 10 Perhotelan 1,7 1,74 1,92 5,7 4,82 11 Konstruksi/Bangunan 5,19 5,99 5,92 5,97 4,11 12 Restoran 2,14 3,69 3,81 3,47 3,73
13 Listrik, Gas dan Air Bersih 2,33 2,59 2,71 2,81 2,99 14 Pertambangan dan Penggalian 0,37 1,96 1,4 0,98 0,53 15 Peternakan dan Hasil-hasil
Lainnya 0,89 0,68 0,77 0,52 0,03
16 Tanaman Bahan Makanan 2,42 0,96 0,51 0,82 0 Jumlah PDRB 5,22 5,53 5,85 5,70 6,04 Sumber : BPS kota Sibolga (2011d) data diolah
Tingginya laju pertumbuhan sektor angkutan laut, sungai, danau dan penyeberangan, dikarenakan secara geografis posisi kota Sibolga merupakan tempat transit para penumpang dan memiliki fasilitas terminal angkutan darat dan fasilitas penyeberangan laut. Jika asal penumpang datangnya dari arah utara yang akan melanjutkan perjalanannya ke pulau Nias, kabupaten Tapanuli Tengah maupun ke wilayah kabupaten Tapanuli Selatan akan transit terlebih dahulu di kota Sibolga, sedangkan penumpang yang berasal dari arah selatan, juga akan transit ke kota Sibolga untuk kembali melanjutkan perjalanannya ke arah utara yaitu kota medan.
Untuk distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha di kota Sibolga tahun 2006 – 2010 dapat dilihat pada Tabel 19. Rata-rata PDRB kota Sibolga pada tahun 2006 – 2010 atas dasar harga konstan dapat terlihat pada Tabel 20.
Tabel 19 Distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha di kota sibolga tahun 2006 – 2010 (%)
No. Lapangan usaha Tahun
2006 2007 2008 2009 2010
1 Perikanan 23,729 24,091 24,402 23,349 22,858
2 Perdagangan 19,631 19,971 20,655 20,977 21,213
3 Jasa-jasa Pemerintah dan Swasta 16,553 15,442 14,582 14,932 14,788 4 Keuangan, Real Estat dan Jasa
Perusahaan 9,418 9,335 9,198 9,164 9,336
5 Industri Bukan Migas 9,010 8,971 8,911 8,773 8,510
6 Angkutan Jalan Raya 4,527 4,765 5,063 5,454 5,924
7 Konstruksi/Bangunan 5,352 5,425 5,416 5,619 5,562
8 Komunikasi 3,939 4,096 3,877 3,847 3,826
9 Angkutan Laut, Sungai, Danau
dan Penyeberangan 2,563 2,690 2,818 2,895 3,151
10 Jasa Penunjang Angkutan 1,674 1,766 1,808 1,853 1,883
11 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,185 1,175 1,125 1,082 1,019
12 Perhotelan 1,163 1,099 1,040 1,020 0,982
13 Restoran 0,869 0,812 0,766 0,727 0,673
14 Peternakan dan Hasil-hasil
Lainnya 0,380 0,351 0,328 0,300 0,270
15 Pertambangan dan Penggalian 0,008 0,008 0,007 0,007 0,006
16 Tanaman Bahan Makanan 0,002 0,002 0,002 0,002 0
Jumlah PDRB 100 100 100 100 100
Sumber : BPS kota Sibolga (2011d) data diolah
Sektor perdagangan dari tahun 2006 - 2010 tetap menempati urutan ke dua diantara 16 sektor. Di tahun 2010 sektor perdagangan ini menyumbang 21,21 persen dalam pembentukan PDRB. Besarnya nilai tambah pada sektor ini disebabkan besarnya pasokan barang perdagangan dari luar daerah, hal ini
disebabkan kota Sibolga termasuk pusat perdagangan dan juga sebagai penyedia barang dagangan untuk daerah di luar kota Sibolga seperti kabupaten Tapanuli Tengah, kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan (BPS Kota Sibolga, 2011d). Berikutnya sektor jasa-jasa memberikan kontribusi sebesar 14,79 persen, pertambangan dan penggalian serta sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor dengan kontribusi paling kecil, dimana kontribusinya terhadap pembentukan PDRB daerah tidak lebih dari 2 persen, yaitu masing-masing sebesar 0,01 persen dan 1,02 persen saja.
Tabel 20 PDRB rata-rata kota Sibolga atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha tahun 2006-2010
No Lapangan Usaha Nilai Rata-rata (%)
1 Perikanan 290.912,74 23,63
2 Perdagangan 253.541,85 20,590
3 Jasa-jasa Pemerintah dan Swasta 186.711,74 15,163
4 Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 114.305,71 9,283
5 Industri Bukan Migas 108.432,00 8,806
6 Konstruksi/Bangunan 67.596,43 5,489
7 Angkutan Jalan Raya 64.415,48 5,231
8 Komunikasi 48.087,32 3,905
9 Angkutan Laut, Sungai, Danau dan
Penyeberangan 35.181,71 2,857
10 Jasa Penunjang Angkutan 22.275,23 1,809
11 Listrik, Gas dan Air Bersih 13.630,42 1,107
12 Perhotelan 12.932,60 1,050
13 Restoran 9.331,84 0,758
14 Peternakan dan Hasil-hasil Lainnya 3.931,29 0,319
15 Pertambangan dan Penggalian 86,25 0,007
16 Tanaman Bahan Makanan 18,14 0,001
Jumlah 1.231.390,74 100
Sumber : BPS Kota Sibolga (2011d) data diolah
Perkembangan rata-rata PDRB sektor-sektor ekonomi di kota Sibolga dari tahun 2006 – 2010 masih di tempati oleh sektor primer (subsektor perikanan). Tidak dipungkiri bahwa subsektor ini memiliki potensi yang cukup besar dikarenakan letak posisi secara geografis kota Sibolga yang terletak di wilayah pantai barat Sumatera dengan aktivitas perikanan yang cukup besar dari tahun- ketahunnya. Sebagai penciri kota, Sibolga juga memiliki perkembangan sektor tersier yang cukup besar. Ini terlihat dari rata-rata PDRB di tempati oleh sektor perdagangan yang berada pada posisi kedua. Seperti yang dikatakan oleh Jusuf (2012) bahwa suatu daerah dengan sektor jasa, perdagangan dan industri yang berkembang merupakan daerah yang memiliki penciri sebagai kota. Dari
pernyataan ini kota Sibolga memiliki keterwakilan perkembangan di dua sektor sebagai penciri kota yaitu sektor perdagangan dan sektor jasa, dan kecenderungan menuju penciri kota ini terlihat dari laju pertumbuhan sektoralnya (Tabel 18). Dari Tabel 18 ini terlihat bahwa laju pertumbuhan sektor-sektor tersier selalu mengalami peningkatan dari tahun 2006 – 2010.
Studi kasus Jusuf (2012) mengatakan bahwa kota Tarakan pasca diberlakukannya otonomi daerah telah berkembang menjadi daerah yang lebih maju dari keadaan perekonomian sebelumnya. Kota Tarakan telah berubah pesat menjadi daerah dengan penciri sektor ekonomi perkotaan. Ini terlihat dari meningkatnya sektor-sektor tersier berupa perkembangan yang sangat pesat menuju kota yang berciri modern dan metropolitan, ini terlihat dengan perkembangan sektor-sektor jasa, perdagangan dan industri yang terus meningkat dari tahun 2001 hingga 2005. Perkembangan yang pesat ini tidak terlepas dari posisi kota Tarakan sebagai pusat transit dan pusat perkembangan di bagian utara Kalimantan Timur. Dari sini terlihat posisi suatu daerah memegang peranan penting dalam pengambangan ekonomi suatu wilayah. Kota Sibolga sendiri dengan letak cukup strategis sebagai tempat transit dari beberapa kabupaten, dapat berpeluang berkembang kedepannya menjadi kota yang lebih maju secepat perkembangan kota Tarakan dengan catatan keterpaduan sektoral, spasial, serta keterpaduan antar pelaku pembangunan dalam wilayah harus berjalan sinergi dan seimbang.
5.2.2 Struktur Permintaan dan Penawaran
Tabel I-O kota Sibolga 2010 (Lampiran 3) yang didapat update dari tabel I- O provinsi Sumatera Utara 2003 merupakan salah satu instrumen data yang bersifat lengkap dan komprehensif untuk melihat struktur ekonomi wilayah. Tabel ini dapat memperlihatkan saling ketergantungan antara suatu sektor dengan sektor-sektor lainnya. Permintaan terhadap barang dan jasa kota Sibolga mencapai Rp 2.331.619,71 juta. Jumlah permintaan tersebut merupakan permintaan oleh sektor-sektor produksi, permintaan oleh konsumen akhir domestik serta untuk memenuhi permintaan ekspor baik ke kabupaten lain maupun ke propinsi lain.
Permintaan barang dan jasa oleh sektor produksi dalam rangka memenuhi permintaan kegiatan sektor produksi (permintaan antara) mencapai Rp
689.638,997 juta atau sekitar 29,58 persen dari seluruh permintaan. Selanjutnya permintaan akhir oleh konsumen domestik sebesar Rp 1.281.133,95 juta atau 54,95 persen dan untuk permintaan ekspor mencapai Rp 360.846,76 juta atau 15,48 persen dari total permintaan akhir. Rincian permintaan menurut sektor PDRB di kota Sibolga tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Permintaan menurut sektor PDRB kota Sibolga tahun 2010 No. Sektor
Permintaan
Jumlah Antara Akhir
Domes-tik Ekspor 1. Peternakan dan Hasil
Lainnya 7.336,33 - - 7.336,33
2. Perikanan Tangkap 16.360,56 211.035,79 150.282,49 377.678,83 3. Perikanan Budidaya 2.005,62 32.705,81 267,42 32.973,22 4. Pertambangan dan
Penggalian 169,26 - - 169,26
5. Industri Bukan Migas 256.595,36 49.442,86 51.703,44 357.741,66 6. Listrik, Gas dan Air
Bersih 30.192,92 16.263,34 - 46.456,26 7. Konstruksi/Bangunan 25.129,96 183.632,74 - 208.762,71 8. Perdagangan 120.092,57 149.639,97 158.593,42 428.325,96 9. Perhotelan 7.458,98 17.926,35 - 25.385,33 10. Restoran 1.162,90 19.720,53 - 20.883,43 11. Angkutan Jalan Raya 36.203,43 120.957,81 - 157.161,24
12.
Angkutan Laut, Sungai, Danau dan Penyeberangan
8.708,36 86.809,21 - 95.517,56
13. Jasa Penunjang
Angkutan 33.792,35 13.961,26 - 47.753,61 14. Komunikasi 21.014,80 56.161,50 - 77.176,30 15. Keuangan, Real Estat
dan Jasa Perusahaan 71.911,51 104.420,17 - 176.331,68 16. Jasa-jasa Pemerintah
dan Swasta 51.504,09 218.456,62 - 269.960,71 JUMLAH 689.639,00 1.281.133,95 360.846,76 2.331.619,71
Dari sisi penawaran barang dan jasa (Tabel 22) yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh permintaan disamping dari produksi domestik, produksi luar daerah (impor) juga dibutuhkan. Total output barang dan jasa yang ditawarkan di kota Sibolga sebesar Rp 2.331.619,71 juta (jumlah permintaan) yang mampu disediakan dari kota Sibolga (domestik) sebesar Rp 2.333.415,71 juta (dikurangi impor), ini berarti 95,79 persen dari seluruh kebutuhan terhadap barang dan jasa
di kota Sibolga mampu disediakan dari produksi sendiri, sedangkan kekurangannya sebesar Rp 98.204 juta atau hanya 4,21 persen didatangkan dari luar daerah (impor).
Tabel 22 Penawaran menurut sektor PDRB kota Sibolga tahun 2010
No. Sektor
Penawaran
Jumlah Impor Prod.
Domestik 1. Peternakan dan Hasil-hasil
Lainnya 56,22 7.280,11 7.336,33
2. Perikanan Tangkap 12.472,53 365.460,75 402.722,99 3. Perikanan Budidaya 47,03 34.724,41 9.934,69 4. Pertambangan dan Penggalian 74.522,26 122,23 169,26 5. Industri Bukan Migas 4.887,39 283.219,39 357.741,66 6. Listrik, Gas dan Air Bersih 979,78 41.568,87 46.456,26 7. Konstruksi/Bangunan 353,90 207.782,93 208.762,71 8. Perdagangan 154,47 427.972,07 428.325,96
9. Perhotelan 23,34 25.230,86 25.385,33
10. Restoran 856,23 20.860,09 20.883,43
11. Angkutan Jalan Raya 3.783,59 156.305,01 157.161,24 12. Angkutan Laut, Sungai, Danau dan
Penyeberangan 32,48 91.733,97 95.517,56
13. Jasa Penunjang Angkutan 20,67 47.721,13 47.753,61
14. Komunikasi 7,62 77.155,63 77.176,30
15. Keuangan, Real Estat dan Jasa
Perusahaan 6,49 176.324,06 176.331,68
16. Jasa-jasa Pemerintah dan Swasta - 269.954,21 269.960,71 JUMLAH 98.204,00 2.233.415,71 2.331.619,71
Pada subsektor perikanan apabila dilihat dari sisi penawarannya perikanan tangkap 96,76 persen dapat dipenuhi dari produksi domestik, hanya 3,24 persen dari total permintaan yang di impor masuk ke kota Sibolga. Begitu juga perikanan budidaya hanya sebesar 0,73 persen saja yang diimpor masuk ke kota Sibolga, 99,27 persen mampu di produksi di dalam daerah.
5.2.3 Struktur Output
Output merupakan nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi di kota Sibolga. Dengan menganalisa besarnya output yang diciptakan oleh masing-masing sektor yang mampu memberikan sumbangan yang besar dalam pembentukan output keseluruhan di kota Sibolga.
Berdasarkan klasifikasi 16 sektor ekonomi, terlihat bahwa sektor perdagangan merupakan sektor terbesar menurut peringkat outputnya. Output
sektor tersebut memberikan andil 18,37 persen. Peringkat kedua diduduki oleh perikanan tangkap dengan andil sebesar 16,20 persen dari total output. Dimaklumi bahwa sektor perdagangan menduduki peringkat pertama dikarenakan Sibolga yang berada di jalur lintas antar beberapa kabupaten, sehingga transaksi di sektor perdagangan sangat tinggi dibandingkan transaksi lainnya. Perikanan tangkap tidak kalah tingginya memberikan sumbangan outputnya terhadap transaksi ekonomi di kota Sibolga. Jika dilihat dari tabel transaksi I-O, tingginya stuktur output mengindikasikan tingginya tingkat transaksi dalam daerah, yang berarti tingkat permintaan domestik maupun ekspor juga tinggi. Data peringkat output sektor terbesar tahun 2010 di kota Sibolga dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23 Peringkat output sektor terbesar tahun 2010
Peringkat Kode I-O Nama Sektor Nilai Peranan
(Juta Rp) (%)
1 8 Perdagangan 428.325,96 18,37
2 2 Perikanan Tangkap 377.678,83 16,20
3 5 Industri Bukan Migas 357.741,66 15,34
4 16 Jasa-jasa Pemerintah dan Swasta 269.960,71 11,58
5 7 Konstruksi/Bangunan 208.762,71 8,95
6 15 Keuangan, Real Estat dan Jasa
Perusahaan 176.331,68 7,56
7 11 Angkutan Jalan Raya 157.161,24 6,74
8 12 Angkutan Laut, Sungai, Danau dan
Penyeberangan 95.517,56 4,10
9 14 Komunikasi 77.176,30 3,31
10 13 Jasa Penunjang Angkutan 47.753,61 2,05
11 6 Listrik, Gas dan Air Bersih 46.456,26 1,99
12 9 Perhotelan 25.385,33 1,09
13 10 Restoran 20.883,43 0,90
14 3 Perikanan Budidaya 34.978,85 1,50
15 1 Peternakan dan Hasil-hasil Lainnya 7.336,33 0,31
16 4 Pertambangan dan Penggalian 169,26 0,01
Jumlah 2.331.619,71 100
Industri bukan migas masuk kedalam peringkat ketiga tertinggi dari penyusun total output dari transaksi ekonomi. Salah satu sektor industri yang cukup berkembang di kota Sibolga adalah industri pemindangan ikan dan pengawetan ikan (ikan asin). Produk-produk yang dihasilhan berupa ikan rebus dan ikan asin, dimana hasil produksi industri ini banyak di ekspor keluar daerah kota Sibolga.
Sektor industri bukan migas, jika dilihat dari struktur output sektoral ekonomi (Tabel 24) provinsi Sumatera Utara menduduki peringkat tertinggi dari
sektor-sektor lain. Output sektor industri bukan migas memberikan andil sebesar 38,21 persen. Sektor perdagangan merupakan sektor kedua yang memberikan kontribusi sebesar 11,61 persen. Untuk sektor primer dalam hal ini sektor tanaman perkebunan memberikan kontribusi pembentukan output pada peringkat kelima dengan nilai sebesar 6,19 persen. Dari struktur pembentukan output kegiatan sektoral di provinsi Sumatera Utara dapat dikategorikan bahwa perekonomian sektoralnya mencirikan perekonomian perkotaan, hal ini terlihat peranan sektor- sektor tersier dalam sumbangan terhadap pembentukan output total berada pada posisi empat tertinggi. Kota Sibolga sendiri juga telah memiliki penciri wilayah perkotaan, hal ini terlihat dari sektor-sektor pembentuk output yang mirip dengan perekonomian provinsi Sumatera Utara.
Tabel 24 Sepuluh sektor terbesar menurut peringkat output tahun 2010 provinsi Sumatera Utara (Tabel I-O update tahun 2010)
Peringkat Nama Sektor Nilai Peranan
(Juta Rp) (%)
1 Industri Bukan Migas 206.489.800,00 38,21
2 Perdagangan 62.751.220,00 11,61
3 Konstruksi/Bangunan 47.253.720,00 8,74
4 Jasa-jasa Pemerintah dan Swasta 36.410.520,00 6,74
5 Tanaman Perkebunan 33.432.570,00 6,19
6 Tanaman Bahan Makanan 27.062.380,00 5,01
7 Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 22.633.100,00 4,19
8 Angkutan Jalan Raya 21.403.940,00 3,96
9 Restoran 13.765.110,00 2,55
10 Industri Migas 11.805.160,00 2,18
Jumlah (1 s/d 10) 483.007.520,00 89,37
Sektor Lainnya 57.434.081,37 10,63
Jumlah 540.441.601,37 100,00
5.2.4 Nilai Tambah Bruto
Nilai tambah bruto merupakan balas jasa terhadap faktor produksi yang tercipta dikarenakan adanya proses produksi. Kelompok yang masuk kedalam NTB berupa; 1). Upah dan gaji, 2). Surplus usaha, 3). Penyusutan dan 4). Pajak tak langsung. Besaran NTB di setiap sektor ditentukan oleh besarnya output (nilai produksi) yang dihasilkan serta jumlah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Tetapi sektor yang memiliki output yang besar belum tentu memiliki nilai tambah yang besar, hal ini dipengaruhi oleh biaya produksi yang dikeluarkan (BPS Prov. SUMUT, 2004).
Berdasarkan struktur output, sektor perdagangan menduduki peringkat pertama tetapi jika dilihat dari struktur NTB-nya, perikanan tangkap menduduki peringkat pertama dengan nilai Rp 338.331,14 juta atau 21,92 persen dari total NTB yang terbentuk (Tabel 25). Ini berarti perikaan tangkap di kota Sibolga memberikan nilai tertinggi memberikan nilai tambah. Kegiatan perikanan tangkap dengan satuan unit usahanya dapat memberikan nilai tambah yang tinggi dari output usahanya jika dibandingkan dengan kegiatan lainnya.
Tabel 25 Peringkat Nilai Tambah Bruto (NTB) tahun 2010
Peringkat Kode I-O Nama Sektor Nilai Peranan (Juta Rp) (%)
1 2 Perikanan Tangkap 338.331,14 21,92
2 8 Perdagangan 327.477,02 21,21
3 16 Jasa-jasa Pemerintah dan Swasta 228.293,29 14,79 4 15 Keuangan, Real Estat dan Jasa
Perusahaan 144.131,10 9,34
5 5 Industri Bukan Migas 131.367,89 8,51
6 11 Angkutan Jalan Raya 91.447,96 5,92
7 7 Konstruksi/Bangunan 85.869,21 5,56
8 14 Komunikasi 59.065,49 3,83
9 12 Angkutan Laut, Sungai, Danau
dan Penyeberangan 48.641,77 3,15 10 13 Jasa Penunjang Angkutan 29.068,89 1,88 11 6 Listrik, Gas dan Air Bersih 15.732,84 1,02
12 10 Restoran 15.157,01 0,98
13 3 Perikanan Budidaya 14.542,29 0,94
14 9 Perhotelan 10.387,27 0,67
15 1 Peternakan dan Hasil-hasil
Lainnya 4.170,48 0,27
16 4 Pertambangan dan Penggalian 93,06 0,01
Jumlah 1.543.776,71 100
Untuk perikanan budidaya sendiri dari sisi struktur outputnya hanya menduduki peringkat ke-14 dan stuktur pembentukan NTB-nya yang berada pada posisi ke-13, ini dimaklumi bahwa kegitan perikanan budidaya di kota Sibolga masih terbilang kecil. Kegiatan perikanan budidaya dapat dikatakan belum berkembang di kota Sibolga sehingga nilai output yang dihasilkan dari kegiatan ini masih sangat kecil bila dibandingkan dengan perikanan tangkap.Jika dilihat dari sisi pembentuk output maupun penghasil nilai tambah yang diciptakan, perikanan tangkap dan sektor perdagangan merupakan sektor utama atau sektor kunci (key sector) di kota Sibolga.
Untuk stuktur komponen upah dan gaji merupakan suatu komponen nilai tambah yang langsung diterima (dibawa pulang) oleh pekerja, sebaliknya surplus usaha merupakan komponen yang diterima oleh pengusaha. Untuk pajak taklangsung merupakan nilai yang tambah yang masuk ke kas negara sebagai penghasilan negara, sedangkan biaya penyusutan akan dinikmati oleh sektor jasa dan sektor perdagangan sebagai penyedia input. Komposisi komponen NTB dari analisis tabel I-O tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26 Komposisi komponen upah dan gaji dari nilai tambah bruto menurut tahun 2010
Peri- ngkat
Kode
I-O Nama Sektor
Komponen Nilai Tambah Bruto (Rp juta) Upah dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak Tak Langsung 1 2 Perik. Tangkap 86.386,98 244.038,85 6.092,89 1.812,41 2 8 Perdagangan 70.089,29 217.837,90 27.777,77 11.772,07 3 16 Jasa Pemerintah dan Swasta 167.671,76 37.557,10 20.187,38 2.877,05 4 15 Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan
30.101,12 97.958,40 12.932,85 3.138,73
5 5 Industri Bukan
Migas 21.283,83 97.687,93 9.383,69 3.012,44
6 11 Angk. Jalan Raya 25.581,32 53.984,17 10.601,81 1.280,66
7 7 Konstruksi 45.402,43 29.865,21 6.597,12 4.004,45
8 14 Komunikasi 21.287,00 26.798,79 10.677,86 301,85
9 12 ASDP 16.322,25 25.587,52 5.999,27 732,73
10 13 Jasa Penunjang
Angkutan 7.643,11 18.194,32 3.178,42 53,05
11 6 Listrik, Gas dan
Air Bersih 6.182,81 4.479,94 4.118,86 951,23 12 10 Restoran 4.586,55 9.078,85 971,55 520,06 13 3 Perik. Budidaya 345,19 13.657,93 302,50 236,67 14 9 Perhotelan 2.936,63 6.112,36 983,64 354,64 15 1 Peternakan 1.156,27 2.945,44 54,57 14,20 16 4 Pertambangan 21,35 67,24 3,71 0,76
Dari Tabel 26 untuk komponen nilai tambah bruto untuk upah dan gaji perikanan tangkap berada pada nilai Rp 86.386,98 juta, sedangkan nilai surplus usaha mencapai Rp 244.038,85 juta atau 2,8 kali lebih besar dari komponen upah dan gaji. Surplus usaha sendiri merupakan komponen keuntungan yang dihasilkan dari kegiatan perikanan tangkap itu sendiri atau akibat adanya investasi pada kegiatan perikanan tangkap. Surplus usaha yang dihasilkan belum tentu dapat dinikmati oleh tenaga kerja. Tetapi jika surplus usaha ini kembali dijadikan
kembali sebagai investasi usaha, maka akan berdampak pada peningkatan tenaga kerja.
Kondisi ideal untuk pengembangan wilayah berdasarkan struktur NTB, seharusnya menempatkan proporsi komponen upah dan gaji lebih besar dari komponen-komponen lain, dikarenakan komponen ini dapat langsung dinikmati oleh masyarakat secara langsung. Namun demikian, proporsi komponen surplus usaha yang besar dibandingkan dengan upah dan gaji ini tetap baik apabila keuntungan usaha tersebut diinvestasikan kembali di wilayah tersebut, karena investasi ini memberikan pengaruh positif bagi wilayah keseluruhan, serta mampu mengurangi kekmungkinan terjadinya kebocoran wilayah.
5.2.5 Keterkaitan Sektoral
Salah satu model yang dapat digunakan untuk mengetahui keterkaitan sektoral ini adalah analisis input-output (I-O). Dari hasil analisis I-O dapat diketahui sektor-sektor mana saja yang bisa dijadikan leading sector atau sektor pemimpin dalam pembangunan ekonomi sehingga dengan memfokuskan pembangunan pada sektor-sektor yang menjadi pemimpin maka target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat dicapai dengan lebih baik.
Pertumbuhan perekonomian akan bersinergi dengan baik dengan adanya keterkaitan antar sektor-sektor ekonomi yang ada. Makin kuat keterkaitan antar sektor-sektor ekonomi yang ada, maka akan makin kecil ketergantungan sektor tersebut pada impor. Hal ini akan memperkecil terjadinya kebocoran wilayah, sehingga nilai tambah yang dihasilkan dapat dinikmati oleh masyarakat di wilayahnya sendiri. Analisis keterkaitan antar sektor pada dasarnya melihat dampak output dan kenyataan bahwa sektor-sektor dalam perekonomian tersebut saling mempengaruhi (Rustiadi et al., 2011).
Parameter teknis yang bisa diketahui dari analisis I-O adalah keterkaitan langsung ke belakang, keterkaitan langsung ke depan, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, indeks penyebaran dan indeks kepekaan. Dengan analisis tersebut dapat diketahui tingkat hubungan atau keterkaitan teknis antar sektor-sektor perekonomian suatu wilayah. Keunggulan suatu sektor dapat dilihat dari tingkat keterkaitan antara sektor tersebut dengan sektor lainnya dalam aktivitas perekonomian (Daryanto
dan Hafizrianda, 2010). Keterkaitan yang kuat dari suatu sektor ditandai dengan nilai-nilai parameter keterkaitan yang tinggi. Sektor yang mempunyai keterkaitan ke depan yang kuat berarti mampu mendorong aktivitas sektor-sektor perekonomian yang ada di hilirnya (depan), sedangkan sektor dengan angka keterkaitan ke belakang yang tinggi menunjukkan bahwa peningkatan output sektor tersebut dapat menarik aktivitas sektor-sektor di belakangnya (hulu).
Keterkaitan langsung ke belakang atau Direct Backward Linkage (DBL) menunjukkan akibat dari kenaikan produksi dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan akhir. Keterkaitan langsung ke belakang sektor-sektor perekonomian ditampilkan pada Gambar 11. Nilai DBL yang memiliki nilai
indeks ≥1 hanya ada pada sektor perhotelan dengan nilai DBL sebesar 0,5847. Untuk perikanan tangkap sendiri memiliki nilai sebesar 0,0718, sedangkan perikanan budidaya bernilai 0,5770. Jika dilihat dari kegiatan perikanan tangkap diartikan bahwa untuk menghasilkan output sebesar Rp 1 maka penggunaan input antara dari sektor-sektor lain yang menyediakan input ke perikanan tangkap digunakan sebesar Rp 0,0718, sedangkan sisanya sebesar Rp 0,9282 (=Rp 1 – Rp 0,0718) di ambil dari input primer. Untuk kegiatan perikanan budidaya sendiri input antara yang digunakannya sebesar Rp 0,5770 per peningkatan output sebesar Rp 1 dan sisanya sebesar Rp 0,4230 (= Rp 1 – Rp 0,5770).
Gambar 11 Keterkaitan langsung ke belakang sektor-sektor perekonomian (DBL).
0,4239 0,0718 0,5770 0,1724 0,4245 0,5561 0,5840 0,2346 0,5847 0,2731 0,4127 0,4511 0,3906 0,2344 0,1826 0,1543 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5
Peternakan dan Hasil-hasil Lainnya Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya Pertambangan dan Penggalian Industri Bukan Migas Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi/Bangunan Perdagangan Perhotelan Restoran Angkutan Jalan Raya
Angkutan Laut, Sungai, Danau dan…Jasa Penunjang Angkutan
Komunikasi Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Pemerintah dan Swasta
Perikanan tangkap memiliki keterkaitan langsung kebelakang (Gambar 12) dengan tujuh sektor ekonomi lain yang ada di kota Sibolga dengan urutan tiga sektor tertinggi berturut-turut ada pada sektor perdagangan, keuangan, real estate dan jasa perusahaan serta konstruksi dan bangunan.
Gambar 12 Keterkaitan langsung ke belakang perikanan tangkap terhadap sektor-sektor lain.
Perikanan budidaya memiliki keterkaitan langsung ke belakang dengan