• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada penelitian stek pucuk ini perlakuan yang diberikan adalah faktor media yang merupakan campuran cocodust dan sekam dengan perbandingan yang berbeda yaitu 1:0 (A1), 1:1 (A2) dan 2:1 (A3) dan pemberian zat pengatur tumbuh, tanpa ZPT (B1) dan pemberian ZPT (B2).

Rekapitulasi sidik ragam pengaruh media dan zat pengatur tumbuh terhadap keberhasilan stek pucuk pasak bumi.

Sidik ragam (Tabel 12) menunjukkan bahwa media berpengaruh terhadap panjang akar sekunder, sedangkan persentase stek berakar, panjang akar primer dan jumlah akar lebih dipengaruhi oleh pemberian ZPT. Interaksi antara media*ZPT tidak memberikan pengaruh nyata terhdap parameter apapun.

Tabel 12 Rekapitulasi hasil sidik ragam dan nilai rata-rata terhadap beberapa parameter pertumbuhan stek

Media signifikansi

Parameter

A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2

Persentase stek hidup

77,78 77,78 77,78 100 77,78 77,78 tn Persentase stek

berakar

44,44a 66,67b 33,33a 44,44b 44,44a 77,78b *

Panjang akar primer

3,18a 4,93b 2,03a 6,84b 3,68a 5,76b *

Panjang akar sekunder

1,43b 1,63b 0,4a* 1,0a* 1,48b 2,04b *

Jumlah akar primer

1,50a 3,0b 2,0a 2,8b 2,5a 2,0b *

Jumlah akar sekunder

4,75a 10,67b 3,33a 20,2b 6,5a 20,86b **

Keteragan: tn: tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% dan 99%

*: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%

**: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan99%

Pengaruh media dan zat pengatur tumbuh terhadap keberhasilan stek pucuk pasak bumi.

a. Persentase stek hidup (PSH)

Persentase stek hidup yang dimaksud adalah stek pasak bumi yang masih hidup (segar) dan tidak menunjukkan gejala kematian. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh rata-rata persentase stek hidup tertinggi diperoleh pada stek dengan A2B2 yaitu sebesar 100%, sedangkan perlakuan yang lain menghasilkan persentase hidup yang sama yaitu 77,78% (Gambar 29).

Gambar 29 Rata-rata persentase hidup stek selama 20 minggu. Hasil sidik ragam (Tabel 12) menunjukkan bahwa perlakuan media, hormon ataupun interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap persentase hidup stek.

b. Persentase stek berakar (PSB)

Persentase stek berakar dihitung pada akhir penelitian. Berdasarkan hasil pengamatan stek yang ditanam pada perlakuan A3B2 memiliki persentase tertinggi yaitu sebesar 77,78% sedangkan persentase terendah diperoleh pada perlakuan A2B1 yaitu sebesar 33,33% (Gambar 30)

52

Hasil sidik ragam (Tabel 12) menunjukkan bahwa media tidak berpengaruh terhadap persentase berakar, interaksi media dan ZPT tidak memberikan pengaruh nyata, sedangkan ZPT memberikan pengaruh nyata.

Stek pasak bumi tanpa pemberian Rootone F juga menunjukkan adanya perakaran namun berdasarkan hasil pengamatan, stek tersebut membutuhkan waktu yang lebih lama untuk berakar dan akar yang terbetuk pun relatif lebih pendek dengan jumlah akar primer serta sekunder yang lebih sedikit. Hal ini membuktikan bahwa stek pasak bumi memiliki kandungan auksin endogen yang cukup untuk menghasilkan perakaran namun memerlukan tambahan hormon eksogen untuk mempercepat dan memperbanyak perakarannya.

Pemberian Rootone F merangsang proses morfologis yaitu pembentukan kucup lateral dan pertumbuhan akar baru pada jaringan kalus yang terbentuk pada stek. Jaringan kalus yang terbentuk pada stek sebagai akibat respons tumbuhan terhadap pemberian Rootone F berfungsi untuk memacu proses diferensiasi sel pada jaringan merismatik, dimana jaringan merismatik pada batang mengandung meristem yang memiliki jumlah sel sedikit dan aktifitas selnya rendah sehingga dibutuhkan hormon eksternal dalam hal ini Rootone-F untuk pertumbuhannya.

Gambar 31 Penampakan stek pucuk pada perlakuan yang berbeda. Media

Media

c. Panjang akar

Panjang akar dihitung pada akhir penelitian. Gambar 32 menunjukkan bahwa perlakuan media A2 dengan pemberian Rootone F menghasilkan rata-rata akar terpanjang yaitu 6,84 cm sedangkan perlakuan media A2 tanpa pemberian Rootone F menghasilkan rata-rata akar terpendek yaitu 2,03. Akar sekunder terpanjang diperoleh pada media A3 dengan pemberian Rootone F yaitu 2,04 cm, sedangkan akar terpendek diperoleh pada media A2 tanpa Rootone F yaitu 0,4 cm.

Hasil sidik ragam (Tabel 12) menunjukkan bahwa perlakuan media berpengaruh nyata terhadap panjang akar sekunder dan interaksi Media*ZPT tidak berbeda nyata, sedangkan pemberian ZPT berpengaruh nyata terhadap panjang akar primer stek pasak bumi.

Gambar 32 Panjang akar stek yang terbentuk selama 20 minggu.

Hasil pengujian terhadap media tanam menunjukkan bahwa pH media yang digunakan masih dalam kisaran yang dianjurkan (6,6-7,1). Media tanam A3 memiliki kapasitas tukar kation, kandungan C, N dan Zn yag lebih tinggi dibandingkan media lain. Hasil analisis media tanam secara lengkap dapat disajikan pada Lampiran 4.

Berdasarkan hasil pengamatan dan uji Duncan dapat diketahui bahwa media kombinasi cocodust dan sekam dengan perbandingan 2:1 menghasilkan akar sekunder yang lebih panjang jika dibandingkan dengan media lain. Hal ini

54

sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh KOFFCO bahwa media tersebut merupakan media paling ideal untuk produksi stek jenis dipterokarpa.

Pada media kombinasi dengan perbandingan 2:1, akar sekunder yang dihasilkan relatif lebih panjang, hal ini dikarenakan media tersebut lebih lembab daripada media lainnya. Hasil penelitian yang dilakukan pada beberapa jenis stek dengan media pasir, menghasilkan akar yang panjang, sedikit percabangan, kasar dan rapuh. Sedangkan kombinasi pasir dengan kompos menghasilkan akar yang lebih berkembang, banyak cabang, tipis dan lentur. Perbedaan sistem perakaran tersebut berhubungan dengan kelembaban media (Hartman et al. 1997).

d. Jumlah akar

Jumlah akar (primer dan sekunder) dihitung pada akhir penelitian. Berdasarkan hasil pengamatan (Gambar 33) dapat diketahui bahwa perlakuan media A1 dengan penambahan Rootone F menghasilkan rata-rata jumlah akar primer terbanyak yaitu 3 buah, sedangkan perlakuan media A1 tanpa pemberian Rootone F menghasilkan jumlah akar paling sedikit yaitu 1,5 buah. Media A3 dengan pemberian Rootone F menghasilkan rata-rata jumlah akar sekunder stek yang paling banyak yaitu 20,86 buah, sedangkan rata-rata jumlah akar sekunder paling sedikit diperoleh pada media A2 tanpa penambahan Rootone F.

Hasil sidik ragam (Tabel 12) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ZPT berpengaruh nyata terhadap jumlah akar primer dan sekunder stek, sedangkan media serta interaksi Media* ZPT tidak memberikan pengaruh nyata. Hal tersebut sesuai dengan fungsi dan kandungan Rootone F yang terdiri dari dua jenis golongan auksin sekaligus yaitu NAA dan IBA. NAA dan senyawa naphthelena lainnya berfungsi memperbanyak dan mendorong timbulnya suatu perakaran, sedangkan IBA bermanfaat untuk memperbanyak dan mempercepat perakaran. Selain itu terdapat Thiram yang berfungsi sebagai fungisida.

Pembentukan tunas dan akar pasak bumi

Tunas atau daun menghasilkan suatu senyawa kompleks selain auksin yang merangsang pembentukan akar. Senyawa tersebut oleh Bouillenne dan Went (1933) dalam Hartman et al. (1997) disebut dengan rhizocaline.

Rhizocaline merupakan suatu senyawa kompleks yang terdiri atas tiga komponen yaitu:

1. Faktor spesifik yang ditranslokasikan dari daun dengan sifat kimia sebagi

ortho-dihydroxyphenol.

2. Faktor non spesifik (auksin) yang ditranslokasikan dan ditemukan dalam konsentrasi biologi yang rendah.

3. Faktor enzimatik yang berada dalam jaringan sel (pericyle, phloem, kambium) yang dimungkinkan sebagai polyphenol-oxidase.

Inisiasi akar terbentuk apabila ortho-dihydroxyphenol bereaksi dengan penambahan konsentrasi auksin dan enzim, maka akan terjadi akselerasi proses respirasi dan mitosis sel yang menyebabkan diferensiasi sel serta jaringan.

a. Pengamatan histologi akar

Akar adventif pada stek dapat diklasifikasikan ke dalam 2 tipe yaitu,

preformed root yang berkembang secara alami pada bagian batang ketika masih berada pada tanaman induk dan wound root yang berkembang hanya setelah pemotongan stek dar tanaman induk sebagai respon terhadap perlukaan pada batang. Primordia akar umumnya berasal dari sel kambium yang bersifat meristematik, pada tanaman lain primordia akar juga berasal dari jaringan lain

56

seperti floem, jari-jari vaskular, korteks dan empulur atau sel parenkim yang lain seperti lentisel (Hartmann et al. 1997; Syros et al. 2004).

Berdasarkan pengamatan terhadap potongan melintang akar dapat diketahui bahwa primordia akar yang kemudian berkembang menjadi akar pada stek, berasal dari bagian kambium. Asal muasal perakaran dengan tipe seperti pasak bumi juga dapat dijumpai pada stek rhododendron (Strzelecka 2007), Pinus radiata (Cameron dan Thomson 1969) dan begonia (Smith 1936 dalam Hartmann

et al 1997). Penampang melintang akar stek dapat disajikan pada Gambar 36. Proses pembentukan akar stek pasak bumi dimulai dari sel-sel meristem pada kambium atau yang berada di antara atau di luar jaringan pembuluh dan aktif membelah setelah auksin dari tunas, rooting cofactor dan karbohidrat bergerak ke bagian dasar stek. Sel-sel tersebut kemudian berkumpul membentuk calon akar, jika terdapat luka akibat pemotongan maka sel-sel membentuk agregat massa sel yang disebut kalus. Massa kalus tersebut kemudian membelah kembali membentuk banyak kumpulan sel-sel meristem yang disebut primordia akar. Pembelahan sel terus berlangsung dari kumpulan sel membentuk ujung akar atau

roottip (Rochiman & Harjadi 1973). Sistem pembuluh dibentuk dalam primordia akar dan membentuk hubungan dengan jaringan pembuluh didekatnya, ujung akar tersebut akan terus tumbuh menembus lapisan korteks dan epidermis membentuk akar adventif.

Gambar 36 Penampang melintang akar stek pasak bumi dengan perbesaran 40x

Keterangan:

Rc: Root Cap Kr: Korteks Ed: Endodermis Pr : Prokambium

Ep: Epidermis Ra: Hairy Root Mr : Meristem Region Ia : Intercelular Air Channel SP : Silinder Pusat

b. Pembentukan tunas pasak bumi

Tunas baru pada stek pasak bumi berasal dari tunas terminal yang tumbuh pada ketiak malai daun. Pada awal penanaman stek terlihat persentase bertunas stek yang cukup tinggi, hal ini terjadi karena penurunan kandungan auksin pada saat pemotongan bahan stek. Menurunnya kandungan hormon auksin akan menyebabkan tunas terminal pada stek yang sebelumnya berada pada kondisi dorman menjadi terpacu pertumbuhannya, fenomena tersebut merupakan akibat pengaruh hormon auksin terhadap dominasi apikal yang menurun. Bonga & Durzan (1987), menyatakan bahwa berkurangnya kandungan auksin pada bagian atas akan memacu pertumbuhan tunas karena kandungan sitokininnya meningkat. Pada akhir penelitian beberapa stek mengalami kematian, hal ini dikarenakan cadangan makanan yang tersimpan pada bahan stek lama kelamaan akan habis akibat proses fisiologis tanaman. Untuk proses selanjutnya stek akan tergantung pada suplai dari media stek, apabila stek belum berakar maka proses penyerapan dari media tanam oleh akar tidak terjadi, maka stek akan mengalami kematian. R SP R M Kr E I ED Pr Ra

Dokumen terkait