• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Stres dan Koping Mahasiswa Kepribadian Tipe A dan Kepribadian Tipe B dalam Menyusun Skripsi Berdasarkan Hasil uji Pearson

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.4 Perbedaan Stres dan Koping Mahasiswa Kepribadian Tipe A dan Kepribadian Tipe B dalam Menyusun Skripsi Berdasarkan Hasil uji Pearson

Sebelum dilakukan uji pearson, terlebih dahulu data diuji normalitasnya dan diperoleh bahwa data terdistribusi normal dengan nilai p = 0,2 untuk variabel stres dan p = 0,012 untuk variabel koping.

Dari hasil analisa data dengan menggunakan uji pearson diperoleh nilai P> 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat korelasi yang bernakna antara dua variabel yang diuji yaitu variabel strs dan variabel koping mahasiswa kepribadian tipe A dan tipe B selama menyusun skripsi dengan pearson correlasi nya r = 0,086, menunjukkan bahwa korelasi bersifat sangat lemah.

Tabel 4 Korelasi stres dan koping mahasiswa kepribadian tipe A dan B dalam menyusun skripsi dengan uji Pearson

5.2 Pembahasan Variabel N Mean Std Deviasi r p Stres 89 31,4 7,81 0,086 0,426 Koping 89 49,0 6,83

Dalam pembahasan ini peneliti mencoba menjawab pertanyaan penelitian yaitu bagaimana stres mahasiswa kepribadian tipe A dan kepribadian tipe B, koping mahasiswa kepribadian tipe A dan kepribadian tipe B, serta perbedaan stres dan koping mahasiswa kepribadian tipe A dan kepribadian tipe B.

5.2.1 Karakteristik responden

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa mayoritas responden merupakan kelompok usia dewasa dini 20-40 tahun. Dewasa dini merupakan periode penyesuaian kehidupan baru. Pada masa ini, individu akan dihadapkan pada masa pengaturan, masa reproduksi, masa bermasalah, masa ketegangan sosial, masa keterasingan sosial, masa komitmen, masa ketergantungan dan masa perubahan nilai (Desmita, 2005).

Posisi dalam keluarga berperan penting terhadap kepribadian seseorang (Desmita, 2005). Dari hasil penelitian, responden dalam penelitian ini merupakan middle (anak tengah dalam). Adapun ciri-ciri dari middle adalah umumnya ramah, sangat tidak mau terikat, sukses dalam kegiatan diluar rumah, belajar mandiri, dan suka bertualang, suka bersosialisasi dengan orang yang lebih tua dan lebih muda, ingin menyenangkan orang, mencari persahabatan dengan teman sebaya di luar rumah, penyesuaian sosial lebih baik dari pada anak pertama, benci dan berusaha melebihi perilaku kakaknya, tidak suka kakaknya diistimewakan, nertingkah dan melanggar untuk diperhatikan, mengganggu adiknya yang lebih diperhatikan, berani merintis bidang baru yang orang lain kurang yakin akan keberhasilanya,

sangat berhasil di bidang yang berlandaskan intelektual, kurang berprestasi karna kurang tekanan darri orang tua, tanggung jawab lebih sedikit darri pada anak pertama, kurang berkembang sifat kepemimpinan, kebutuhan dasarnya hidup dengan tenang, lancar dan damai, tipe orang yang lembut, tahan banting, bersahabat, sederhana dan merupakan pendengar yang baik, sering berhasil menjedi mediator dalam konflik, merasa diabaikan orang tua (Desmita, 2005). Faktor agama juga berperan penting dalam hal perkembangan kepribadian individu (Erikson, 1994 dalam Tavris & Wade).

Berbagai permasalahan perkawinan merupakan sumber stres yang dialami seseorang; misalnya pertengkaran, perpisahan, perceraian, kematian salah satu pasangan, ketidaksetiaan, dan lain sebagainya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden paling banyak belum menikah.

Orang yang memiliki status sosial ekonomi yang rendah cenderung memiliki tingkat stres yang tinggi. Rendahnya pendapatan menyebabkan adanya kesulitan ekonomi sehingga sering menyebabkan tekanan dalam hidup (Gunawati & Hartati, 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden merupakan mahasiswa yang belum berpenghasilan.

5.2.2 Stres Mahasiswa Kepribadian Tipe A dan Kepribadian Tipe B

Stres menurut Lazarus (1994) adalah keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang diterima sebagai suatu hal yang menantang, mengancam atau merusak keseimbangan kehidupan seseorang. Berdasarkan hasil distribusi frrekuensi dan persentasi stres mahasiswa kepribadian tippe A dan B, diperoleh bahwa mayoritas mahasiswa kepribadian tipe A berada pada tingkat stres sedang yaitu sebanyak 7 orang (70%) dan stres berat 1 orang (10%) dari 10

orang sampel. Hal ini berbeda dengan pernyataan yang dikatakan oleh Ratna (2006) yang mengatakan bahwa masalah utama dari individu kepribadian tipe A adalah stres.

Sedangkan kepribadian tipe B menunjukkan stres sedang sebanyak 59 orang (74,6%), stres ringan sebanyak 17 orang (21,5%) dan stres berat sebanyak 3 orang (3,79%). Ini menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa kepribadian tipe A berada pada tingkat stres sedang dan mahasiswa kepribadian tipe B juga berada pada tingkat stres sedang.

Bila seorang individu terkena stres, gejalanya dapat dilihat tidak hanya pada fisik individu tersebut, melainkan juga dapat dilihat pada emosi, kognisi dan interpersonal (Hardjana, 1994). Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 89 orang mahasiswa keperawatan, gejala stres yang selalu dirasakan oleh responden adalah gejala emosi yaitu responden menjadi sedih jika skripsinya terus-menerus salah yaitu sebesar 25,8% (n = 23), dan 49,4% (n = 44) mengatakan bahwa gejala tersebut muncul kadang-kadang. Gejala kognisi yang selalu dirasakan oleh responden hanya sebesar 7,8% (n = 7), yaitu responden merasa sukar berkonsentrasi dan 51,6% (n = 46) merasakan gejala tersebut muncul kadang-kadang.

5.2.3 Koping Mahasiswa Kepribadian Tipe A dan Kepribadian Tipe B

Dalam kehidupan sehari-hari, individu menghadapi pengalaman yang mengganggu equilibrium kogniitif dan afektifnya. Individu dapat mengalami perubahan hubungan terhadap orang lain dan harapannya terhadap diri sendiri secara negatif. Munculnya perilaku ketegangan dalam kehidupan mengakibatkan

perilaku pemecahan masalah (mekanisme koping) yang bertujuan meredakan ketegangan tersebut (Sulistiawati, dkk. 2005).

Lazzarus & Folkman (1984), mengelompokkan delapan jenis koping dan digolongkan ke dalam kelompok besar, yaitu problem-focused coping dan emotion-focused coping.

Berdasarkan hasil distribusi frekuensi dan persentasi koping mahasiswa yang menjadi responden diperoleh bahwa mayoritas mahasiswa kepribadian tipe A menggunakan koping Distancing selama menyusun skripsi, yaitu menonton tv 80%, mendengarkan musik 40% dan relaksasi 40%. Koping kedua yang sering paling banyak digunakan mahasiswa tipe A adalah self control sebesar 70% dan koping ketiga adalah accepting responcibility sebesar 70%. Sedangkan untuk kepribadian tipe B mayoritas menggunakan accepting responcibility, self control

coping yaitu mendekatkan diri kepada Tuhan sebesar 78,4%, dan distancing

coping sebesar 50,6% menonton tv, 21,7% mendengarkan music dan relaksasi

sebesar 46,8%.

Hal ini berbeda dengan pernyataan Ratna (2006), yang mengatakan bahwa faktor yang menentukan seseorang lebih sering menggunakan strategi koping tergantung pada kepribadian orang tersebut. Adapun mekanisme koping yang paling bayak digunakan oleh responden dalam penelitian ini adalah:

a. Mendekatkan diri kepada Tuhan, agar tetap kuat dan sabar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik kepribadian tipe A maupun tipe B banyak menggunakan koping ini. Kenyataan ini mengandung makna bahwa responden dalam mengatasi stresnya terutama dengan melimpahkannya pada Yang Maha Kuasa untuk mendapatkan ketenangan dan kesabaran selama periode stres.

Tindakan mendekatkan diri dengan cara berdoa merupakan bentuk dedikasi-diri yang memungkinkan seseorang bersatu dengan Yang Maha Kuasa (McCullough, 1995 dalam Potter & Perry, 2005). Proses ini akan menghasilkan perbaikan suasana hati dan merasakan ketenangan dan kedamaian. Bentuk koping ini termasuk dalam bentuk self control yang merupakan bagian dari emotion focused coping (Lazzarus & Folkman, 1984 dalam Ratna 2006).

b. Mencari referensi yang berkaitan dengan tema skripsi. Ini merupakan salah satu bentuk koping yang berfokus pada masalah. Dalam hal ini responden bertindak langsung untuk mengatasi stressor yaitu dengan mencari referensi atau bahan rujukan yang terkait dengan skripsi responden dan berusaha menyelesaikannya. Ini menekan kan bahwa responden tidak hanya berdoa, melainkan dibarengi dengan usaha. Menurut Lazzarus & Folkman (1984), koping ini termasuk dalam planful problem solving.

c. Menyadari peran diri sendiri dalam mengatasi masalah dan berusaha untuk memperbaikinya. Dalam hal ini responden menyadari bahwa masalah tidak akan selesai bila tidak ada campur tangan dari orang yang mengalami masalah. Responden menggunakan koping accepting responcibility (Lazzarus & Folkman, 1984).

5.2.4 Perbedaan stres dan koping mahasiswa kepribadian tipe A dan B dalam menyusun skripsi

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji pearson yang dilakukan terhadap hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada korelasi yang signifikan atau bermakna antara dua variabel yang diuji yaitu variabel stres dan variabel koping

mahasiswa tipe kepribadian tipe A dan B dengan nilai p = 0,426, p > 0,05 dan r = 0,086. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesa penelitian Ho diterima dan Ha ditolak.

BAB VI