• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

4.3. Perbedaan Rerata Tekanan Darah Sampel dengan Disomnia

Uji normalitas dilakukan terhadap variabel rerata tekanan darah sistolik dan diastolik. Uji normalitas yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov, dengan hasil yang menunjukkan bahwa data pada variabel tersebut tidak berdistribusi normal (P<0.001 untuk masing-masing variabel).

Tabel 4.4. Uji normalitas rerata tekanan darah sistolik dan diastolik

Z P*

Rerata tekanan darah sistolik 0.178 0.0001 Rerata tekanan darah diastolik 0.167 0.0001

* Uji Kolmogorov-Smirnov

Karena data tidak berdistribusi normal maka dilakukan uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui perbedaan rerata tekanan darah berdasarkan jenis gangguan tidur disomnia pada penelitian ini. Untuk rerata tekanan darah sistolik, dijumpai perbedaan yang bermakna secara statistik berdasarkan jenis gangguan tidur disomnia (P=0.006). Kelompok sampel dengan

gangguan disomnia kombinasi memiliki rerata tekanan darah sistolik tertinggi yaitu 126.0 (SB 13.2) mmHg

Tabel 4.5. Perbedaan rerata tekanan darah sistolik berdasarkan gangguan tidur disomnia Gangguan pernafasan saat tidur 116.3 9.6

Gangguan transisi tidur-bangun 107.0 17.2 Gangguan somnolen berlebihan 104.7 13.2

Kombinasi 126.0 14.9

* Uji Kruskal-Wallis

Uji Kruskal-Wallis terhadap rerata tekanan darah diastolik berdasarkan jenis gangguan tidur disomnia pada penelitian ini juga memberikan hasil yang sama. Dijumpai perbedaan yang bermakna secara statistik pada rerata tekanan darah diastolik berdasarkan jenis gangguan tidur disomnia dengan nilai P=0.022. Rerata tekanan darah diastolik yang tertinggi tetap dijumpai pada kelompok sampel dengan gangguan disomnia kombinasi (80.1, SB 11.3 mmHg).

Tabel 4.6. Perbedaan rerata tekanan darah diastolik berdasarkan gangguan tidur disomnia

Rerata (mmHg)

SB (mmHg)

P*

Gangguan memulai dan mempertahankan tidur

69.5 11.8

0.022 Gangguan pernafasan saat tidur 74.6 7.2

Gangguan transisi tidur-bangun 66.4 12.7 Gangguan somnolen berlebihan 65.6 6.4

Kombinasi 80.1 11.3

* Uji Kruskal-Wallis

BAB 5 PEMBAHASAN

Gangguan tidur merupakan masalah yang sering terlupakan terutama pada anak dan remaja. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan beberapa dekade belakangan ini menunjukkan adanya peningkatan prevalensi gangguan tidur pada kelompok usia tersebut. Bruni, dkk melakukan penelitian dan melaporkan angka prevalensi tertinggi yaitu sebesar 73.4%.11 Di Indonesia telah dilakukan penelitian mengenai gangguan tidur pada remaja dan melaporkan angka yang tidak jauh berbeda, yaitu 62.9%.13 Di Jepang, Ohida, dkk melaporkan prevalensi gangguan tidur yang lebih rendah (15.3% sampai 39.2%)11 dan hampir sama dengan penelitian di Beijing oleh Liu, dkk (21.1%).3 Terdapat tiga kelompok gangguan tidur menurut International Classification of Sleep Disorders, dimana disomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering dijumpai pada remaja.3,4,6,12,14

Chevrin, dkk dalam penelitiannya melaporkan bahwa gangguan memulai dan mempertahankan tidur, yang merupakan kelompok gangguan tidur disomnia, merupakan jenis ganguan tidur yang paling sering dijumpai (10% sampai 20%). Survei di beberapa negara seperti Perancis, Inggris, Jerman, dan Italia melaporkan bahwa 25% gangguan tidur yang dialami remaja adalah insomnia yang juga merupakan kelompok gangguan tidur disomnia.3

Pada penelitian ini, dijumpai 76 remaja dari keseluruhan 205 remaja di lokasi penelitian yang mengalami gangguan tidur berdasarkan kuesioner Sleep Disturbance Scale for Children. Beranjak dari data tersebut, diketahui bahwa prevalensi gangguan tidur pada penelitian ini adalah 37.1%. Jenis gangguan tidur yang paling banyak dijumpai adalah gangguan memulai dan mempertahankan tidur (37%). Secara keseluruhan, proporsi disomnia dibandingkan dengan seluruh gangguan tidur pada penelitian ini adalah 95%.

Hipertensi merupakan penyakit tersering di dunia. Hingga kini masih beredar anggapan bahwa hipertensi hanya terjadi pada populasi dewasa.

Walaupun kasus hipertensi pada anak cenderung lebih rendah dibandingkan dewasa, namun tidak sedikit kejadian hipertensi pada usia dewasa diawali dari masa anak atau remaja. Prevalensi hipertensi pada anak dan remaja semakin lama semakin meningkat, diduga akibat perubahan gaya hidup termasuk pola makan, aktivitas fisik yang kurang dan kelelahan fisik serta mental.36,37 Penelitian yang dilakukan oleh Kuciene, dkk terhadap remaja berusia 12-15 tahun yang memiliki masalah tidur, melaporkan prevalensi hipertensi sebesar 22.5%.38 Hasil penelitian tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian ini. Pada penelitian ini, dijumpai proporsi hipertensi pada sampel dengan gangguan tidur sebesar 26%.

Terdapat beberapa faktor risiko dari hipertensi. Ewald, dkk dalam tulisannya menyebutkan bahwa hipertensi pada remaja dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi antara lain

usia, jenis kelamin, ras, dan penyakit medis sedangkan faktor eksternal meliputi kebiasaan tidur, asupan makanan, dan pola hidup.39 Hasil penelitian ini berbeda dengan laporan tersebut, dimana usia dan jenis kelamin bukan merupakan faktor risiko hipertensi pada remaja dengan disomnia. Penelitian yang dilakukan oleh Tavasoli, dkk memberikan hasil yang sama dengan penelitian ini. Tavasoli, dkk melaporkan bahwa indeks massa tubuh, usia, jenis kelamin, dan faktor risiko dalam keluarga bukan merupakan faktor risiko hipertensi pada remaja.8

Hubungan antara disomnia dengan peningkatan tekanan darah pada anak masih merupakan kontroversi. Au, dkk melakukan penelitian terhadap 143 remaja di Hong Kong untuk mencari hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan darah. Penelitian tersebut menggunakan polisomnografi, yang merupakan baku emas dalam menilai kualitas tidur. Hasilnya dijumpai adanya hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan darah, dimana remaja dengan gangguan tidur akan memiliki tekanan darah yang lebih tinggi.9 Narang, dkk melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh gangguan tidur terhadap tekanan darah. penelitian tersebut dilakukan terhadap 4 140 remaja dan menunjukkan terdapat peningkatan tekanan darah pada remaja yang mengalami gangguan tidur.40

Tavasoli, dkk melakukan penelitian terhadap 76 anak di Iran.

Penelitian tersebut bertujuan untuk mencari hubungan antara gangguan tidur dan tekanan darah sekaligus mengetahui perbedaan tekanan darah pada

anak normal dan anak dengan gangguan tidur. Hasil penelitian tersebut melaporkan bahwa tidak terdapat hubungan antara gangguan tidur dengan tekanan darah dan tidak terdapat perbedaan tekanan darah antara anak normal dan anak dengan gangguan tidur. Namun, penelitian tersebut tidak menguji perbedaan rerata tekanan darah berdasarkan tipe gangguan tidur.8

Pada penelitian ini didapatkan perbedaan rerata tekanan darah remaja yang bermakna berdasarkan tipe disomnia. Tipe disomnia kombinasi memiliki rerata tekanan darah tertinggi dibandingkan dengan tipe disomnia lainnya.

Penelitian mengenai perbedaan rerata tekanan darah pada remaja berdasarkan tipe disomnia belum pernah dilaporkan sebelumnya. Penelitian ini merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan.

Disomnia secara teori akan meningkatkan sekresi hormon vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah. Disomnia juga mengaktifkan sistem renin angiotensin aldosteron sehingga meningkatkan volume intravaskular. Selain itu sekresi kortisol juga meningkat dan sistem saraf simpatis ikut diaktifkan sehingga meningkatkan kontraktilitas jantung.

Kombinasi kondisi tersebut akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah.6,8 Patofisiologi tersebut menyatakan bahwa gangguan tidur yang diderita seseorang akan meningkatkan tekanan darah pada orang tersebut.

Hal tesebut sesuai dengan hasil penelitian ini, dimana adanya gangguan tidur akan meningkatkan rerata tekanan darah, dan kombinasi gangguan tidur akan mengakibatkan peningkatan yang paling tinggi.

Terlepas dari hasil-hasil di atas, penelitian ini masih memiliki kekurangan. Pertama, faktor-faktor risiko untuk disomnia dan hipertensi seperti tingkat ekonomi, konsumsi garam, dan kebiasaan hidup yang tidak sehat tidak ikut dianalisis pada masing-masing sampel. Kedua, meskipun pengukuran tekanan darah dilakukan sebanyak tiga kali dan dihitung berdasarkan reratanya, tapi pengukuran dilakukan dengan selang waktu yang singkat (15 menit) sehingga kemungkinan hasil positif palsu atau negatif palsu masih ada. Terakhir, sampel pada penelitian ini belum cukup banyak sehingga memberikan beberapa hasil yang berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya.

BAB 6

Dokumen terkait