• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Spesifikasi Matematika Model

2. Percobaan Tanggap Fungsional

Percobaan tanggap fungsional dilakukan pada cawan petri yang diberi kain organdi (±5 cm) pada tutupan, sedangkan arena percobaan menggunakan daun tanaman jarak pagar (diameter ± 6 cm), tangkai daun jarak pagar diupayakan menjulur ke air melalui pelubangan (±1 cm) pada sisi cawan petri, pada sisi luar cawan petri dibalut dengan karet (0.95x2.5 cm). Cawan petri diletakkan di atas botol plastik (diameter 8 cm, tinggi 10 cm) yang berisi air ( ±50 ml air) (Gambar 3B).

Kepadatan Inang yang digunakan dalam percobaan ini adalah 2,5,10,20,30, 40 dan 50. Pada percobaan ini menggunakan nimfa yang diamati

A B

secara visual berukuran relative sama (0.7 -0.8 mm) dan lebar tubuh berkisar 0.4- 0.5 mm diletakkan pada arena selembar daun jarak pagar (diameter ± 6 cm), sedangkan jantan yang nampak dari warna tubuh berwarna merah muda dan nimfa yang berganti kulit dikeluarkan dari arena. Nimfa KPP dibiarkan menetap dan makan pada arena yang disiapkan dalam cawan petri yang diletakkan di atas wadah botol plastik berisi air dan ditutup dengan kain hitam selama 16 jam .

Untuk mendapatkan keseragaman perlakuan yang sama, parasitoid betina A. papayae secara visual dipilih berdasarkan ovipositor dan berukuran tubuh relatif sama (±0.6-0.77 mm). Parasitoid betina yang digunakan adalah parasitoid yang muncul dari mumimumi yang diletakkan dalam kapsul gelatin. 2-5 parasitoid jantan dibiarkan berkopulasi dengan parasitoid betina dalam tabung reaksi pyrex selama 24 jam. Sebelum pelepasan parasitoid betina dalam arena, nimfa KPP dihitung kembali nimfa yang berganti kulit dikeluarkan dari arena dan diganti dengan yang baru. Kemudian parasitoid betina yang telah berkopulasi dilepaskan pada arena daun jarak pagar berisi inang nimfa KPP. Cawan petri diletakkan di atas plastik container berisi air dan ditutup dengan kain berwarna hitam. Parasitisasi parasitoid selama 24 jam, kemudian parasitoid betina dikeluarkan sedangkan nimfa KPP kemudian diletakan secara perlahan menggunakan kuas halus pada daun tanaman inang Jatropa curcas L. seperti pada percobaan kebugaran (Gambar 3b). 4-7 hari kemudian mumimumi yang terbentuk dikumpulkan dalam kapsul gelatin sedangkan nimfa terparasit dihitung kembali. Potensi peletakan telur parasitoid A. papayae dihitung berdasarkan rerata parasitisasi terhadap inang dan mumimumi yang terbentuk pada setiap kepadatan inang. Nisbah kelamin dan jumlah keturunan dihitung berdasarkan jumlah pemunculan parasitoid baru yang berhasil keluar dari mumimumi dan tidak berhasil atau gagal. Selanjutnya mumimumi yang tidak berhasil membentuk parasitoid dibedah untuk menentukan adanya perkembangan parasitoid di dalamnya. Pada percobaan tanggap fungsional dilakukan sebanyak 92 ulangan dengan kerapatan berbeda, seekor parasitoid betina dianggap sebagai ulangan, 2 ekor parasitoid betina di acak dari kerapatan 50 ke kerapatan 2 per arena.

Analisis Data

1. Percobaan Kebugaran

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis varians (Anova) dengan Uji Tukey pada tingkat perbedaan P<0.05 yaitu meliputi data lama hidup, lama perkembangan, kapasitas reproduksi, parasitisme dan nisbah kelamin. Analisis data dilakukan dengan program Winstat.

2. Tanggap Fungsional

Tipe tanggap fungsional dapat diketahui dengan menggunakan regresi logistic. Regresi logistic berasal dari proporsi inang yang terparasit (Ne/No) sebagai suatu fungsi dari kepadatan inang yang tersedia (No) (Juliano 2001). Data diuji sesuai pada fungsi polinom yang menggambarkan hubungan Ne/No dan No sebagai berikut :

Ne = exp (P0+P1N0+P2N02+ P3N03)

N0 1+exp (P0+P1N0+P2N02+ P3N03

Pendugaan parameter (P) dilakukan dengan prosedur PROC CATMOD SAS (SAS Institute 1998). Tanggap fungsional tipe II akan digambarkan dengan nilai P1 yang lebih kecil dari 0 atau negatif (P1< 0). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah inang yang diparasit menurun dengan peningkatan kepadatan inang. Tanggap fungsional tipe III akan ditunjukkan dengan nilai P0 yang positif namun

P2 bernilai negatif . Karena hasil analisis regresi logistik mengindikasikan tanggap

fungsional tipe II, maka analisis selanjutnya ditekankan pada pemeriksaan kesesuaian data terhadap model tanggap fungsional tipe II. Untuk keperluan tersebut digunakan model persamaan cakram dari Holling (1959) dan persamaan acak dari Rogers (1972), sebagai berikut :

Persamaan cakram : Ne = aTNo/(1+aThNo)

Dengan Ne adalah banyaknya inang yang diparasit, No banyaknya inang yang disediakan, a laju pencarian seketika, T lama waktu inang terpapar pada parasitoid dan Th lama waktu penanganan inang.

Nilai penduga parameter (a dan Th) dari kedua model tersebut di atas diperoleh melalui regresi non linear menggunakan prosedur PROC NLIN SAS. Selanjutnya koefisien determinasi (R2 = 1-(jumlah kuadrat sisaan/jumlah kuadrat total terkoreksi) digunakan untuk memeriksa kesesuaian model. Potensi peletakan telur parasitoid A. papayae dihitung berdasarkan rerata parasitisasi terhadap inang dan mumimumi yang terbentuk pada setiap kepadatan inang. Sex ratio dan jumlah keturunan dihitung berdasarkan jumlah pemunculan parasitoid baru yang berhasil keluar dari mumimumi dan tidak berhasil atau gagal. Selanjutnya mumimumi yang tidak berhasil membentuk parasitoid dibedah untuk menentukan adanya perkembangan parasitoid di dalamnya.

3. Sumber Data dan Formulasi Model Konseptual

Pemodelan dilakukan dalam 2 tahap, masing-masing tahap berbeda sumbernya. Pada tahap pertama, data dikumpulkan dan digunakan untuk memodelkan model dan melakukan simulasi. Pada tahap kedua, digunakan untuk menguji, kalibrasi dan memvalidasi model. Pengumpulan data dilakukan berdasarkan data sekunder yang tersedia untuk menentukan komponen parameter biologi serta perilaku dari sistem. Estimasi parameter life table kutu putih pepaya didasarkan pada hasil penelitian Maharani (2011) dan pustaka terkait. Sedangkan data biologi parasitoid didasarkan hasil penelitian laboratorium yang telah dilakukan. Data yang diperlukan untuk membangkitkan pertumbuhan populasi KPP terdiri atas :

1. Lama perkembangan telur, nimfa, pupa dan imago .

2. Kemampuan hidup atau besarnya mortalitas pada setiap stadia telur, nimfa/larva, pupa dan imago.

3. Keperidian harian atau laju peletakan telur yaitu jumlah telur yang diletakkan oleh imago betina.

5. Pengaruh temperatur dan pengaruh iklim terhadap perkembangan KPP dan parasitoid A. papayae.

6. Populasi tanaman inang pepaya pada lokasi terpilih.

Data yang ada digunakan untuk memodelkan komponen sistem dalam simulasi model dinamika populasi. Tahapan penyusunan model deskriptif menurut Coulman et al. 1972 dalam Metcalf & Luckmann (1982) adalah :

1. Menentukan sistem nyata yang akan dijelaskan dalam model dan faktor lingkungan apa yang akan dipertimbangkan dalam model.

2. Memilih komponnen (sub model) dari sistem yang dimodelkan yang mencerminkan fungsi dari masalah yang dimodelkan dan menangkap essensi permasalahan.

3. Setiap komponen diberi deskripsi matematika yang menggambarkan hubungan antar input dan output sebagai suatu kesatuan.

4. Langkah terakhir adalah menggabungkan antara komponen penyusun sistem dan faktor lingkungan.

Simulasi pemodelan sederhana dengan piranti lunak Stella 9.02 berdasarkan hasil percobaan laboratorium dan studi pustaka. Dinamika populasi dan interaksi kutu putih pepaya dan parasitoid A. papayae dimodelkan secara sederhana dan divisualiasikan interaksi pengaruh tanpa musuh alami dan dengan musuh alami parasitoid yang mempengaruhi dinamika populasi. Analisis sensitivitas model dengan regresi sederhana untuk melihat hubungan antara inang KPP dan parasitoid A. papayae.

Gambar 4 Bagan Alir model konseptual Interaksi Inang Parasitoid

Secara umum Acerophagus papayae merupakan parasitoid soliter. Namun

Dokumen terkait