• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

4.1 Perencanaan Komponen Pompa

4.1.4 Perencanaan Impeller

Fungsi dari pada impeller adalah memberikan gaya sentrifugal kepada fluida sehingga dapat bergerak dari tempat hisap ketempat yang diinginkan. Dalam pemilihan bahan untuk impeller dapat ditentukan berdasarkan tekanan, temperature, dan keasaman air yang dipompakan.

Dalam perencanaan impeller ini dipilih bahan Cast steel sebagai bahan utama pada perencanaan ini. Pada gambar 4.1 dibawah ini menunjukkan kontruksi dari impeller yang akan digunakan dalam perencanaan pompa sentrifugal (Chruch, 1986).

Gambar 4.1 Gambar dimensi impeller pompa. Sumber : Chruch, 1986

Keterangan gambar :

Dh = Diameter Hub Do = Diameter mata (eye) D1 = Diameter sisi masuk D2 = Diameter sisi keluar b1 = Lebar laluan sisi masuk b2 = Lebar laluan sisi keluar

4.1.4.1 Ukuran – ukuran Impeller Pada Sisi Masuk 1. Diameter hub (Dh)

Diameter hub dapat ditentukan dengan persamaan empiris, yaitu sebagai berikut (Chruch, 1986) :

Dh = Ds + ( 7,9375 – 12,70 ) Dimana :

Dh = Diameter Hub impeller (mm) Ds = Diameter poros (mm)

Maka :

Dh = 60 + 10,32 Dh = 70,32 mm 2. Diameter eye impeller (Do)

Diameter eye impeller dapat ditentukan dengan rumus, yaitu sebagai berikut (Chruch, 1986) :

Do =

4 . Qo + Dh²

π

. Vo Dimana :

Do = Diameter mata impeller (mm)

Qo = Kapasitas pompa dengan memperhitungkan kebocoran sebesar 2 / 10 %, maka diambil 6 % 1,06 x 0,0486 m³/dt : 0,0515 m³/dt.

Vo = Kecepatan aliran masuk, menurut Chruch (ref 3 hal 93) sebesar 3,048 – 4,572 m/dt, maka diambil : 4,572 m/dt. Dh = Diameter hub. Maka : Do =

4 . 0,0515 + 0,07032² 3,14 . 4,572 Do = 0,13890 m Do = 138,90 mm.

3. Diameter sisi masuk ( D1)

Diameter sisi masuk dibuat sama dengan diameter eye (Do), adapun tujuannya adalah untuk menjaga agar air mengalir tetap rata (smooth), dengan demikian diameter sisi masuk (D1) : (Do), maka D1 : 138,90 mm (Chruch, 1986).

4. Lebar laluan impeller (b1)

Lebar laluan impeller pada sisi masuk dapat ditentukan dengan rumus yaitu sebagai berikut (Chruch, 1986) :

b1 = Qo

π.

D1 . Vr1 . 1 Dimana :

b1 = Lebar laluan impeller pada sisi masuk (m) Qo = Kapasitas pompa (m³/dt)

D1 = Diameter sisi masuk (m)

Vr1 = Kecepatan radial pada sisi masuk sudu (m/dt) (1,05 – 1,10) . Vo , maka diambil sebesar = 1,10 . Vo

= 1,10 . 4,572 = 5,0292 m/dt.

Σ1 = Faktor kontraksi (penyempitan) 0,8 – 0,9, diambil sebesar 0,85 Maka : b1 = 0,0515__________ 3,14 . 0,13890 . 5,0292 . 0,85 b1 = 0,0276 m b1 = 27,60 mm

5. Kecepatan tangesial (U1)

Kecepatan tangesial pada sisi masuk dapat ditentukan dengan memakai rumus sebagai berikut (Chruch, 1986) :

U1 =

π

. D1 . n 60 Dimana :

U1 = Kecepatan tangesial pada sisi masuk (m/dt) U1 = Diameter inlet vane (m)

n = Putaran pompa (rpm) Maka :

U1 = 3,14 . 0,13890 . 2950 60

U1 = 21,44 m/dt.

6. Sudut masuk sudu ( β1 )

Dalam perencanaan ini, dimana fluida masuk pada impeller radial yaitu :

α

1 = 90˚, besar sudut masuk dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Chruch, 1986) : Tg β1 = Vr1 U1 Maka : β1 = arc Tg 5,0292 21,44 β1 = 14˚ . 40` . 4,8` β1 = Diambil sebesar 15˚

7. Sudut absolut fluida masuk (

α

1)

Fluida masuk kedalam sudu – sudu dalam arah radial (tegak lurus), dengan demikian sudut absolut fluida masuk untuk semua tingkat adalah 90˚

(Chruch, 1986).

8. Kecepatan relatif fluida ( V1)

Kecepatan relatif partikel fluida terhadap impeller dapat ditentukan dengan memakai rumus sebagai berikut (Chruch, 1986) :

V1 = Vr1_

Sin β1 Dimana :

V1 = Kecepatan relatif fluida (m/dt) Vr1 = Kecepatan radial air (m/dt)

β1 = Sudut masuk sudu ( ˚ )

maka :

V1 = 5,0292 Sin 15 V1 = 21,538 m/dt.

Hasil dari semua perhitungan dapat ditabelkan yaitu seperti yang terlihat pada daftar tabel yang tertera di halaman berikutnya.

Tabel 4.1 Ukuran – ukuran utama impeller pada sisi masuk

Keterangan Notasi Hasil

Diameter Hub Dh , mm 70,32

Diameter eye Do , mm 138,90

Diameter inlet vane D1 , mm 138,90

Lebar laluan impeller b1 , mm 27,60

Kecepatan tangesial U1 , m/dt 21,44

Sudut masuk impeller β1, ˚ 15

Sudut absolute fluida

impeller

α

1 , ˚ 90

Kecepatan relatif fluida V1 , m/dt 21,538

Kecepatan fluida masuk impeller Vo , m/dt 4,572 Gambar skala 1 : 3 1 cm = 3 m/dt V1 Vr1 V1

Gambar 4.2 Segitiga kecepatan. Sumber : Chruch, 1986

β1

4.1.4.2 Ukuran – ukuran Impeller Pada Sisi Keluar 1. Diameter luar impeller (D2)

Diameter untuk impeller luar dapat ditentukan dengan memakai rumus seperti berikut (Chruch, 1986) :

0,5 D2 = 84,6 . Ø . H

n Dimana :

D2 = Diameter luar impeller (m) H = Tinggi tekan (mka)

Ø = Koefisien tinggi tekan : 0,90 – 1,20, diambil sebesar 0,90. n = Putaran pompa (rpm) Maka : 0,5 D2 = 84,6 . 0,90 . 111,92 2950 D2 = 0,27305 m D2 = 273,05 mm.

2. Lebar laluan impeller ( b2 )

Pada lebar laluan untuk impeller sisi keluar dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Chruch, 1986) :

b2 = Qo

Dimana :

b2 = Lebar laluan impeller pada sisi keluar (m)

Qo = Kapasitas pompa dengan memperhitungkan kebocoran (m/dt)

D2 = Diameter luar impeller (m)

Vr2 = Kecepatan radial pada sisi keluar (m/dt), dibuat sama atau sedikit dibawah sampai 15% kecepatan radial pada sisi Masuk, hal ini untuk menghindarkan perubahan kecepatan yang tiba – tiba. Diambil sebesar 15% (Chruch, 1986) maka :

Vr2 = 0,85 . 5,0292 Vr2 = 4,275 m/dt.

Ʃ

2 = Faktor kontraksi (penyempitan) adalah sebesar : 0,90 – 0,95 , diambil yaitu : 0,95. Maka : b2 = 0.0515_________ 3,14 . 0,27305 . 4,275 . 0,95 b2 = 0,014790 m b2 = 14,790 mm = 14,8 mm. 3. Kecepatan tangesial (U2)

Untuk kecepatan tangesial dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Chruch, 1986) :

U2 =

π .

D2

.

n

Dimana :

U2 = Kecepatan tangesial pada sisi keluar (m/dt) U2 = Diameter impeller (m) n = Putaran pompa (rpm) Maka : U2 = 3,14 . 0,27305 . 2950 60 U2 = 42,154 m/dt.

4. Komponen tangesial teoritis (Vu2)

Komponen kecepatan tangesial dapat ditentukan dengan rumus yaitu (Chruch, 1986) :

Vu2 = U2 - Vr2 Tg β2 Dimana :

Vu2 = Komponen kecepatan tangesial teoritis (m/dt) U2 = Kecepatan tangesial pada sisi keluar (m/dt) Vr2 = Kecepatan radial pada sisi keluar (m/dt)

β2 = Sudut sudu pada sisi keluar, untuk mendapatkan laluan yang mulus maka sudut keluar sudu dibuat lebih besar dari sudut masuk sudu (β1) dengan besar antara 15˚ - 40˚

,menurut (Chruch, 1986).

Berikut ini adalah hasil perhitungan pada setiap β2 yang bervariasi antara

Tabel 4.2 Hasil perhitungan yang bervariasi. B2˚ Vu² (m/dt) Hth (mka) 15 24,342 78,45 20 28,997 93,45 25 31,833 102,59 30 33,764 108,81 35 35,178 113,37 40 36,270 116,890

5. Sudut fluida teoritis (

α

2)

Sudut fluida yang meninggalkan impeller dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

α

2 = arc tg Vr2 Vu2 Dimana :

α

2 = Sudut fluida teoitis (˚)

Vr2 = Kecepatan radial (m/dt)

Vu2 = Kecepatan tangensial teoritis (m/dt) Maka :

α

2 = arc tg . 4,275 35,178

α

2 = 7˚41`

6. Kecepatan relatif fluida (V2)

Kecepatan relatif dapat ditentukan dengan rumus yaitu : V2 = Vr2___

Dimana :

V2 = Kecepatan relatif fluida (m/dt) Vr2 = Kecepatan radial (m/dt)

β2 = Sudut sudu pada sisi keluar (˚)

maka :

V2 = 4,275

Sin 35˚

V2 = 8,182 m/dt.

7. Kecepatan absolut teoritis (m/dt)

Kecepatan absolut teoritis dapat ditentukan dengan rumus yaitu : V2 =

Vr2² + Vu2

Dimana :

V2 = Kecepatan absolut teoritis (m/dt) Vr2 = Kecepatan radial (m/dt)

Vu2 = Kecepatan tangesial teoritis (m/dt) Maka :

V2 =

4,275² + 35,178² = 35,44 m/dt.

8. Komponen kecepatan tangesial aktual (Vu2)

Komponen kecepatan tangesial aktual dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Chruch, 1986) :

Dimana :

Vu2 = 0,75 . 35,178 Vu2 = 26,38 m/dt. 9. Sudut fluida aktual (

α

2`)

Sudut fluida aktual dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut ini : `

α

2` = arc . tg . Vr2

Vu2` Dimana :

α

2` = Sudut fluida aktual (˚)

Vr2 = Kecepatan radial (m/dt)

Vu2` = Komponen kecepatan tangesial aktual (m/dt) Maka :

α

2` = arc . tg . 4,275 26,38

α

2 = 10˚ 13` 40,08``

10. Kecepatan absolut aktual ( V2`)

Kecepatan absolut aktual dapat ditentukan dengan menggunakan rumus : V2` =

Vr2 + Vu2`

Dimana :

V2` = Kecepatan absolut actual (m/dt) Vr2 = Kecepatan radial (m/dt)

Vu2` = Komponen kecepatan tangesial absolut (m/dt) Maka :

V2` =

4,275² + 26,38² V2` = 26,72 (m/dt).

11. Segitiga kecepatan

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah diuraikan diatas, maka didapat segitiga kecepatan pada sisi keluar impeller seperti yang ditunjukkan pada (gambar 4.3). Dari hasil perhitungan yang telah diperoleh, maka ukuran utama impeller pada sisi keluar dapat dilihat pada daftar tabel berikut ini :

Tabel 4.3 Ukuran – ukuran utama impeller pada sisi keluar.

Keterangan Notasi Hasil

Diameter luar impeller D2 , mm 273,05

Lebar laluan impeller b2 , mm 14,79

Kecepatan tangesial U2 , m/dt 42,154

Kecepatan tangesial teoritis Vu2 , m/dt 35,178

Sudut fluida teoritis

α

2, ˚ 7˚ ,41’

Kecepatan relatif fluida V2 , m/dt 8,182 Kecepatan absolut teoritis V2 , m/dt 35,44 Kecepatan tangesial actual Vu2’ ,m/dt 26,38

Sudut fluida aktual

α

2 , ˚ 10˚ 13’ 40,08’’

Skala 1 : 5 1 cm = 5 m/dt V2 β2 V2 Vu2’ Vu2 V2

Gambar 4.3 Segitiga kecepatan. Sumber : Chruch, 1986

4.1.4.3 Perencanaan Sudu

Pemilihan sudu adalah merupakan hal yang sangat penting, karena bentuk dari sudu tersebut akan mempengaruhi terhadap tiggi tekanan pada suatu pompa. Faktor utama yang mempengaruhi karakteristik dari suatu faktor pompa adalah sudut sudu impeller pada sisi keluar dan besarnya kecepatan radial.

Adapun bentuk dari pada sudu – sudu pada pompa sentrifugal terbagi atas tiga bagian yaitu terdiri atas :

1. Sudu –sudu yang membengkok kebelakang ( β < 90˚ )

2. Sudu –sudu radial ( β < 90˚ )

β2 90˚

β2 90˚

β2 90˚

Q

Gambar 4.4 Kurva kapasitas, tinggi tekan semu dan diagram kecepatan sisi keluar dari berbagai sudut.

Sumber : M. White, 1988

Pada perencanaan ini dipilih sudu – sudu yang membengkok kebelakang

β2 90˚, dimana perubahan kecepatannya halus dan alirannya didalam impeller lebih merata sehingga dapat mengurangi losses hydraulic, dengan demikian pemilihan sudu ini agak lebih baik.

 Perhitungan sudu 1. Jumlah sudu ( Z )

Dimana jumlah sudu dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Chruch, 1986) :

Z = 6,5 D2 + D1 sin β1 + β2

Dimana :

Z = Jumlah sudu ( )

D1 = Diameter inlet vane (mm) S2 = Diameter luar impeller (mm)

β1 = Sudut sudu pada sisi masuk ( ˚ ) β2 = Sudut sudu pada sisi keluar ( ˚ )

Maka :

Z = 6,5 272 + 138 sin 15˚ + 35˚

272 - 138 2

Z = 7,61

Didapat jumlah dari pada sudu yang biasa digunakan adalah antara 5 sampai 12, dengan demikian jumlah sudu dalam perencanaan ini untuk setiap tingkat adalah sebesar ( z : 8 ), menurut (Chruch, 1986).

2. Jarak bagi antara sudu ( t )

Jarak bagi keliling (circumferensial pitch) dari sudu merupakan jarak bagi antara sudu yang satu terhadap sudu yang lain, baik disisi hisap dan sisi tekan.

1. Sisi isap

Jarak bagi keliling dari sudu untuk sisi isap dapat ditentukan dengan rumus, yaitu :

t

1 = п . D1

z

Dimana :

t1 = Jarak bagi keliling dari sudu untuk sisi hisap (mm). D1 = Diameter inlet vane (mm).

Maka :

t

1 = 3,14 . 138

8

t

1 = 54,17 mm.

2. Sisi tekan

Jarak bagi keliling dari sudu untuk sudu sisi tekan dapat ditentukan dengan rumus, yaitu :

t

2 = п . D2

z

Dimana :

t

2 = Jarak bagi keliling dari sudu sisi tekan (mm).

D2 = Diameter luar impeller (mm).

Z = Jumlah sudu.

3. Tebal sudu (S)

1. Tebal sudu pada sisi masuk (S1)

Tebal sudu pada sisi masuk, dapat ditentukan dengan rumus yaitu sebagai berikut (Khetagurov, 1980) :

S1 =

σ

1 . sin (180˚ - 15˚)

Dimana :

S1 = Tebal sudu pada sisi masuk (mm) B1 = Sudut masuk sudu (˚)

σ

1 = Dimensi sudu disepanjang busur keliling inlet untuk ketebalan sudu S1 (mm)

σ

1 =

t

1 -

t

1 f1

Dimana :

t

1 = Jarak bagi (pitch) keliling sudu untuk sisi hisap (mm)

f

1 = Faktor penyempitan inlet (inlet crowding faktor), dapat diambil sebesar 1,15 (Khetagurov, 1980). Maka :

S1 = 54,17 - 54,17 sin (180˚ - 15˚)

1,15 S1 = 2,96 mm.

2. Tebal sudu pada sisi tekan (S2)

Tebal sudu pada sisi tekan dapat ditentukan dengan menggunakan rumus menurut yaitu sebagai berikut (Khetagurov, 1980) :

S1 =

σ

2 . sin ( 180˚ - β2 ) Dimana :

S2 = Tebal sudu pada sisi tekan (mm)

β2 = Sudut keluar sudu (˚)

σ

2 = Dimensi sudu sepanjang busur keliling outlet untuk ketebalan S2 (mm)

σ

1 =

t

2 -

t

2

f

2 Dimana :

t

2 = Jarak bagi (pitch) keliling sudu untuk sisi tekan (mm)

f

2 = Faktor penyempitan outlet (outlet crowding faktor ), dapat diambil sebesar 1,06 (Khetagurov, 1980).

Maka :

σ

2 = 106,76 - 106,76 1,06

σ

2 = 6,0 mm.

Apabila sudu impeller yang diikat oleh sarungnya (shouds) yang membentuk laluan pada impeller, tebalnya berkisar antara 3 sampai dengan 6 mm. Maka sudu yang tipis dan tebal yang konstan akan memberikan effisiensi yang tinggi, dimana dalam penulisan Tugas Akhir ini direncanakan ketebalan sudu adalah sebesar 5 mm (Khetagurov, 1980).

Dokumen terkait