• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. PENDAHULUAN

2.5. Perikanan Karang Hias yang Bertanggung Jawab

Perikanan biota ornamental, jika pengelolaannya berkelanjutan dan terintegrasi dengan sumber daya penggunaan lain, maka berpotensi untuk menyediakan bagi banyak orang dari negara-negara, sumber pendapatan yang stabil dari suatu mata pencarian. Negara-Negara seperti Kepulauan Solomon dan Vanuatu tidak memiliki rencana pengelolaan spesifik tentang industri perikanan biota ornamental, berbeda dengan negara-negara seperti Fiji, Palau dan Australia

mempunyai kebijakan yang mengatur pengambilan biota terumbu karang. Namun ironisnya adalah tidak jarang rencana pengelolaan tersebut hanya di atas kertas, tidak ditegaskan dalam suatu kekuatan hukum dan jarang diterapkan berdasarkan pertimbangan ilmiah atau suatu monitoring. Dengan demikian dalam banyak kasus, tidak efektif dalam melestarikan populasi.

Yusuf, et al. (2003) menyebutkan bahwa beberapa pertimbangan ilmiah yang utama dalam mendukung pemanfaatan karang hias yang berkelanjutan adalah informasi mengenai sebaran karang tiap jenis, informasi pertumbuhan dan kematian karang, serta informasi mengenai tingkat pemanfaatan (eksploitasi). Hodgson (2003) menambahkan bahwa selain pertimbangan tersebut di atas, ukuran koloni karang merupakan kebutuhan data dan informasi yang diperlukan dalam menentukan pemanfaatan karang hias yang berkelanjutan. Selain pertimbangan ekologi seperti yang disebutkan di atas, pertimbangan pendekatan

stakeholders juga diperlukan dalam menentukan pengelolaan yang berkelanjutan.

Stakeholders seperti nelayan, pengepul, pengusaha, pemerintah, hobbyist dan peneliti diharapkan memberikan kontribusi terkait pengelolaan. The Indonesian Coral Reef Working Group/ICRWG (2004) menyebutkan bahwa nelayan dan pengepul merupakan tulang punggung dalam pengumpulan data dan informasi pemanfaatan karang hias . Pada tahun 2004, ICRWG bekerja sama dengan AKKII menerapkan sistem pendataan mandiri ditingkat nelayan dan pengepul, pendataan ditekankan pada jenis, ukuran dan volume yang diambil dari alam dan yang dikirim ke pengusaha. Harapannya data dan informasi tersebut dapat digunakan dalam menyusun rencana pengelolaan pemanfaatan karang hias yang berkelanjutan. Penerapan sistem tersebut sangat membantu pengambil kebijakan (pemerintah) dan para peneliti, mengingat kurangnya data pemanfaatan adalah salah satu permasalahan utama dalam menentukan pemanfaatan yang berkelanjutan. Deskrispsi di atas merupakan bagian dari pendekatan pengelolaan perikanan yang berbasiskan pada potensi ekosistem. Lebih lanjut Suharsono, (1998) menyebutkan bahwa prinsip-prinsip utama pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan karang hias adalah:

1) Corals are harvested outside the protected areas and tourism areas 2) Corals are harvested below the rejenistion rate of each species

3) Corals are harvested with size limit in accordance with the growth rate of the species

4) Corals are harvested in harvest rotation systems in order to allow recovery 5) Corals can only harvested in the sites whose stock or population has been

assessed

6) Monitoring and evaluation of the population to ensure sustainable utilization and conservation

Salah satu turunan prinsip utama pendekatan ekosistem adalah pentingnya untuk mengedepankan kebutuhan riset lanjutan mengenai biologi karang hias, dinamika populasi, rekruitmen dan konservasi terutama jenis-jenis yang jarang ditemukan dan jenis-jenis yang menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yang rendah akibat tekanan pemanfaatan. Suatu survei menyangkut kelimpahan dan distribusi spesies target adalah sangat penting dalam perencanaan kuota atau pengembangan suatu rencana manajemen untuk sumber daya karang hias.

Beberapa alternatif pengelolaan karang hias bertanggung jawab pada prinsipnya sama dengan implementasi pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan yang diterbitkan oleh FAO (2003) adalah :

1) Sistem Perijinan Pemanfaatan Perikanan

Suatu sistem perijinan, seperti sistem yang berlaku di Australia, Kepulauan Cook, Palau dan sejumlah negara-negara Pulau Pasifik, dimana usaha pemanfaatan diatur melalui pembatasan-pembatasan tertentu, misalnya jumlah, area pemanfaatan dan tipe alat tangkap yang dipakai. Sistem ini biasanya diperbaharui tiap tahun, dan bisa menjadi salah satu alternatif yang baik dalam monitoring pemanfaatan karang hias. Sebagai tambahan, Australia telah memperkenalkan pengaturan ukuran mata jaring untuk pembatasan jumlah tangkapan berdasarkan surat ijin. Banyaknya surat ijin yang dikeluarkan harus didasarkan pada studi ilmiah potensi sumberdaya dan kuota yang diperbolehkan. 2) Sistem Kuota

Pembatasan banyaknya biota terumbu karang yang diekspor yang bersumber dari manapun adalah jalan lain untuk mengurangi tekanan akibat perikanan tangkap. Kuota nampaknya akan efektif jika riset ilmiah mengacu pada

implementasi pemanfaatan yaitu berdasarkan level spesies. Persyaratan utama dari suatu sistem kuota berbasis spesies adalah mengidentifikasi jenis yang memerlukan pengetahuan tentang kelimpahan dan distribusi, laju pertumbuhan, tingkat kematian dan rekruitmen pada suatu wilayah. Tantangan ke depan adalah bahwa sistem kuota perlu dikembangkan berdasarkan basis wilayah.

3) Sistem pembatasan ukuran

Sistem pembatasan ukuran individu adalah instrumen lain yang bermanfaat dalam mengelola perikanan akuarium. Perdagangan biota ornamental berhubungan dengan unsur keindahan yang cenderung mempertimbangkan ukuran ideal dan warna biota yang diperdagangkan. Pengaturan melalui pembatasan ukuran minimum akan memastikan bahwa yang terpenting adalah stok sumberdaya terhindar dari pemborosan. Sementara itu pembatasan ukuran maksimum sangat penting dalam memastikan bahwa angka-angka jumlah populasi dewasa yang siap memijah dapat di alam. Sebagai contoh pada Meeting 19 Komite Hewan (18 - 21 Agustus 2003) memutuskan suatu ukuran kuda laut (seahorse) yang diizinkan untuk diperdagangkan adalah minimum 10 cm, dengan tujuan memberi kesempatan pada organisme tersebut untuk berreproduksi sebelum ditangkap

Pembatasan ukuran maksimum pemanfaatan karang hias adalah penting untuk memastikan bahwa koloni dewasa tidak hilang dari ekosistem. Pembatasan seperti itu akan bermanfaat untuk jenis karang yang memberi kesempatan koloni karang dewasa untuk bereproduksi. Pemerintah Indonesia melalu MA dan SA sudah menetapkan batas ukuran maksimum 15 cm dan 25 cm untuk jenis karang yang pertumbuhannya lambat (slow-growing) seperti jenis Plerogyra sp dan

Catalaphyllia sp dan jenis karang yang pertumbuhannya cepat (fast-growing) seperti Acropora sp. Harapannya juga dengan ukuran tersebut, pemindahan spesimen mengurangi kerusakan pada koloni karang tempat koloni target menempel.

4) Kawasan Konservasi Perairan

Suatu solusi yang efektif menurunkan degradasi habitat dan dampak pengambilan biota terumbu karang yang tidak diawasi dengan baik adalah

menciptakan kawasan konservasi perairan, sutau kawasan dimana penangkapan ikan atau pengambilan biota dilarang atau dikendalikan. Kawasan konservasi telah sering direkomendasikan dan diusulkan. Australia, contohnya telah mengembangkan suatu strategi manajemen efektif melalui sistem zonasi habitat ekosistem terumbu karang, meliputi no-take area dan area pengambilan (collection area). Kebijakan di area pengambilan adalah maksimal 1% dari potensi karang hias yang boleh diambil pada suatu kawasan. Statistik pemerintah Australia menunjukkan bahwa pemanenan 45-50 ton karang/tahun selama 20 tahun, tidak menunjukkan dampak nyata terhadap sumber daya terumbu karang yang diamati dalam riset jangka panjang.

5) Penutupan Sementara (Sistem Buka Tutup)

Sistem buka tutup adalah sering dianggap sebagai suatu alternatif implementasi kawasan konservasi. Pendekatan ini bertujuan melindungi jenis selama tahap reproduktif untuk memastikan adanya perekrutan cukup untuk menopang suatu populasi. Sistem ini juga bisa memberikan kesempatan koloni karang muda untuk tumbuh menuju suatu ukuran ideal dan meyakinkan bahwa suatu stok karang dewasa yang sehat ada dalam suatu ekosistem yang pada waktu tertentu akan menyokong rekruitmen. Catatan penting bahwa sistem buka tutup (penutupan sementara) nampaknya akan efektif jika diterapkan di waktu dan lokasi yang tepat.

Dokumen terkait