• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlakuan Depurasi Logam Berat Pb pada Air Bersalinitas

Ikan uji yang mengandung logam berat Pb pada proses akumulasi dimasukan kedalam wadah perlakuan. Sebagai perlakuan adalah menempatkan ikan yang telah terakumulasi logam berat pada media pemeliharaan air bersalinitas. Tingkat salinitas media pemeliharaan yaitu 0, 5, 10, 15 dan 20 ppt masing-masing diulang 3 kali. Sebanyak 4 ekor ikan nila (O. niloticus) yang terlihat baik secara fisik dari proses akumulasi dimasukan kedalam masing-masing akuarium yang berukuran 50 x 40 x 30 cm3 yang berisi 30 L air bersalinitas tanpa bahan uji (Clean water). Ikan diadaptasikan terlebih dahulu secara bertahap terhadap salinitas selama 10 jam. Langakah adaptasi yaitu pada jam pertama semua perlakuan salinitas kecuali kontrol diadaptasikan pada salinitas 5 ppt. Untuk perlakuan 10, 15 dan 20 ppt selanjutnya dinaikan sebesar 5 ppt setiap 2 jam secara bertahap berturut-turut seperti disajikan pada tabel lampiran 1.Untuk keperluan masing-masing perlakuan, setelah dilakukan adaptasi pada masing-masing wadah dilakukan pengambilan sampel pertama (jam ke-0), pengambilan sampel dan pengukuran parameter selanjutnya dilakukan pada jam

38 ke-60 dan jam ke-120. Untuk mendapatkan sampel daging guna pengukuran kandungan logam berat Pb, lemak dan histopathologi yaitu diambil 3 ekor setiap perlakuan dengan cara memotong bagian organ yang dibutuhkan (daging, insang dan ginjal) dan selanjutnya sampel dimasukan kedalam botol sampel untuk dianalisis.

Pada percobaan ini dilakukan pengukuran tingkat konsumsi oksigen pada kondisi metabolisme aktif. Pada setiap kali pengambilan sampel dilakukan juga penimbangan bobot tubuh setiap ikan. Selama percobaan berlangsung ikan diberi pakan berupa pelet yang diberikan dua kali per hari sebanyak 3 persen dari bobot ikan (Yunus et al. 1990). Jumlah pakan yang diberikan disesuaikan setiap hari yang didasarkan atas data penimbangan biomasa ikan. Sisa pakan dan kotoran dibersikan dari tempat percobaan dengan cara menyipon setiap saat sebelum pemebrian pakan.

Parameter Pengamatan Tingkat Konsumsi Oksigen (TKO)

Tingkat konsumsi oksigen diukur pada awal penelitian dengan menghitung rasio oksigen terlarut pada awal dan akhir pengamatan. Tingkat konsumsi oksigen dilakukan pada kondisi ikan setelah diberi makan (metabolisme aktif) dengan menggunakan sistem tertutup (air diam). Pengukuran konsumsi oksigen dilakukan dengan cara menempatkan ikan masing-masing 2 ekor ke dalam akuarium (volume 30 liter air) dan bobot ikan sebelumnya ditimbang terlebih dahulu. Sebelum ikan ditempatkan ke dalam wadah percobaan, air terlebih dahulu diaerasi dengan kuat (bubling) sehingga kandungan oksigennya bertambah dan mencapai titik jenuh oksigen, kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut sebagai DO awal. Ikan ditimbang kemudian dimasukan kedalam media respirasi dan ditutup selama 1 jam untuk dihitung DO akhir, maka akan didapatkan tingkat konsumsi oksigen dengan menggunakan rumus :

TKO =

 

WxT DO DO

39 dengan : TKO = tingkat konsumsi oksigen (mg O2/g/jam)

V = volume air dalam wadah (L)

DOto = konsentrasi oksigen terlarut pada awal pengamatan (mg/L) DOtt = konsentrasi oksigen terlarut pada waktu t (mg/L)

W = bobot ikan uji (g)

T = periode pengamatan (jam)

Kandungan Logam Berat Pb di Air dan di Daging Ikan

Analisa Pb dilakukan dengan menggunakan spektrofotometrik serapan atom (Atomic Asdorbent Spectrofotometric, AAS) yaitu prosedur spectroanalytical untuk penentuan kualitatif dari unsur-unsur kimia menggunakan penyerapan radiasi optic (cahaya) oleh atom bebas dalam bentuk gas. Prinsip analisanya menggunakan prinsip berdasarkan Hukum Lambert-Beert yaitu banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus dengan kadar zat. Persamaan garis antara konsentrasi logam berat dengan absorbansi adalah persamaan linier dengan koefisien arah positif yaitu Y = a + bX. Dengan memasukkan nilai absorbansi larutan contoh ke persamaan garis larutan standar maka kadar logam berat contoh dapat diketahui. Larutan contoh yang mengandung ion logam dilewatkan melalui nyala udara-asetilen bersuhu 2000 0C sehingga terjadi penguapan dan sebagian tereduksi menjadi atom. Lampu katoda yang sangat kuat mengeluarkan energi pada panjang gelombang tertentu dan akan diserap oleh atom-atom logam berat yang sedang di analisis. Jumlah energi cahaya yang diserap atom logam berat pada panjang gelombang tertentu ini sebanding dengan jumlah zat yang diuapkan pada saat dilewatkan melalui nyala api udara-asetilen. Setiap unsur logam berat membutuhkan lampu katoda yang berbeda. Keseluruhan prosedur ini sangat sensitif dan selektif karena setiap unsur membutuhkan panjang gelombang yang sangat pasti (Tinsley 1979).

Kadar Lemak Ikan

Lemak tubuh ikan ditentukan dengan menggunakan metode ekstrasi lemak (Sudarmadji et al. 1984). Sampel seberat 2 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan

40 disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 °C dengan menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3)(OAC-I 1999). Kadar lemak ditentukan dengan rumus :

% Kadar lemak = W3 −W2 W1 × 100%

Keterangan : W1 = Berat sampel (gram)

W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

Kelangsungan Hidup

Kelangsungan hidup dihitung dengan mengamati jumlah ikan nila yang dipelihara pada awal pengamatan dan jumlah ikan nila yang dipelihara pada akhir pengamatan. Penghitungan kelangsungan hidup pada ikan menggunakan rumus Effendie (1979) :

Keterangan : SR = Survival Rate (%)

Nt = Jumlah ikan pada akhir pengamatan (ekor) N0 = Jumlah ikan pada awal pengamatan (ekor)

Laju Pertumbuhan

Laju pertumbuhan menggunakan data yang diperoleh dengan mengambil ikan nila pada awal dan akhir percobaan dan ditimbang bobotnya. Laju pertumbuhan dihitung dengan menggunakan rumus Zooneveld et al. (1991) :

% 100 1         t Wo Wt  % 100   No Nt SR

41 Keterangan : Wt = Bobot rata-rata ikan pada hari ke-t (gram)

Wo = Bobot rata-rata ikan pada hari ke-0 (gram) t = Waktu (hari)

α = Laju pertumbuhan spesifik (% berat badan/hari)

Uji Histopathologi

Pengamatan histopathologi dilakukan pengamatan dengan menggunakan metode mikroteknik, yaitu dengan cara membuat preparat histopathologi. Preparat histopathologi yang dibuat adalah insang dan ginjal ikan. Prosedur dalam pembuatan preparat histologist adalah Ikan dibedah dan diambil bagian insang dan ginjalnya, Kemudian diawetkan dengan formalin 4% selama 24 jam dan difiksasi dengan alcohol 70% selama 24 jam. Setelah itu dimasukan ke dalam alcohol 80%, 95%, absolute i dan ii, larutan alcohol : xylol (1:1), xylol:paraffin (1:1), paraffin I dan II 1 jam. Kemudian sampel ditanam dalam cetakan dan dibiarkan mengeras membentuk blok yang kemudian ditempel pada blok kayu (holder), lalu sampel dipotong dengan microtome dengan ketebalan 6-10 mikron. Potongan ditempel pada gelas objek yang sebelumnya telah diolesi dengan glycerin albumin. Sampel dikeringkan pada incubator 40oC selama 24 jam lalu diwarnai dengan HE.

Proses pewarnaan dengan menggunakan hemotoxylin dan eosin dengan langakah sebagai berikut : deparafinasi dengan xylol I dan II masing-masing 2 menit, lalu dimasukan ke dalam alcohol absolut, 96% dan 90% masing-masing selama 2 menit. Kemudian dimasukan ke daalam alkohol 80% dan 70% masing-masing 20 detik. Dicuci dengan air mengalir lebih kurang 2 menit dan dimasukan ke dalam haemotoxylin selama 4 menit lalu dicuci lagi dengan air mengalir sampai jernih. Dimasukkan ke dalam eosin selama 1,5 menit dan dicuci kembali dengan air mengalir sampai jernih. Direndam dengan alcohol 70%, 89%, 90%, absolute, Xylol i dan ii masing-masing 2 menit. Setelah sampel siap, ditutup dengan cover glass yang sudah ditetes dengan elemen neu dan dikeringkan dalam oven pada suhu 40oC selama 24 jam, kemudian diamati di bawah mikroskop.

42

Pengukuran Kualitas Air

Pengukuran kualitas air terdiri salinitas, suhu, pH, DO dan alkalinitas. Pengukuran salinitas dilakukan setia hari dan pengaturan salinitas untuk mencapai nilai salinitas perlakuan dilakukan setiap 8 jam. Pengukuran suhu, pH, DO dan alkalinitas dilakukan setiap hari pada waktu pagi dan sore selama penelitian. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air sebelum dan sesudah menggunakan salinitas serta mengetahui kualitas air selama proses budidaya ikan nila.

Analisis Data

Data pengukuran konsentrasi logam berat Pb di air dan ikan, tingkat konsumsi oksigen, pertumbuhan bobot tubuh, kadar lemak dan kelangsungan hidup dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA). Histopathologi insang dan ginjal dianalisis secara deskriptif. Hasil yang disajikan merupakan nilai rata-rata (±) dan standar deviasi (SD). Selanjutnya jika hasil pengujian keragaman dari parameter-parameter tersebut menunjukan perbedaan yang nyata, pengujian akan dilanjutkan dengan uji tukey (BNJ) untuk menguji perbedaan terkecil dari nilai tengah antara perlakuan. Dari data hasil penelitian ini akan dilihat pula pola hubungan antara salinitas dengan setiap parameter uji.

43

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Akumulasi Logam Berat Pb

Konsentrasi awal logam berat di air pada awal perlakuan yang terukur dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS) yaitu sebesar 2.36 mg/l.

Tabel 3 Pengaruh pemberian Pb dalam airterhadap peningkatan konsentrasi Pb dalam daging dan beberapa peubah pertumbuhan ikan.

Pengamatan Pengamatan Minggu Ke - Nilai Awal 1 2 3 4 Rata-rata Konsentrasi Pb dalam daging(mg/kg) <0.030 0.96±0.69 1,73 ± 0.74 2,98±0.63 4,54 ±0.27 Rata-rata Kelangsungan Hidup (%) 100 100 100 100 95 Rata-rata pertumbuhan bobot tubuh ikan (gr)

195.33± 2.05

9.67±1.35 20.45±2.16 35.55±1.38 47.88±1.67 Laju pertumbuhan bobot

rerata harian (%)

- 0.76±0.13 0.79±0.37 0.91±0.51 0.96±0.42 Berdasarkan Tabel 3 dapat dibuat grafik konsentrasi rata-rata logam berat Pb dalam daging ikan selama proses akumulasi pada media percobaan. Grafik ini disajikan pada gambar 2

Gambar 2 Grafik jumlah Pb yang terkonsentrasi pada daging ikan selama proses akumulasi pada media air yang mengandung logam berat.

44 Dari Tabel 3 dan Gambar 2 terlihat adanya peningkatan terhadap konsentari Pb dalam daging ikan dengan semakin bertambahnya waktu pemeliharaan. Peningkatan yang diperoleh diakibatkan karena adanya pemberian logam berat Pb dalam air sebagai media pemeliharaan dan seiring bertambahnya waktu pemeliharaan. Dari hasil pengukuran kosentarsi Pb dalam daging bahwa laju akumulasi konsentrasi Pb dalam daging relatif cepat dan mengalami peningkatan setiap minggu selama empat minggu. pada minggu ke-1 konsentrasi Pb dalam daging ikan mencapai 0,96 mg/kg, pada minggu ke-2 yaitu 1,73 mg/kg, minggu ke-3 2,98 mg/kg sedangkan pada minggu ke-4 mencapai 4,54 mg/kg. Rata-rata tingkat akumulasi logam berat pada pengamatan memberikan respon kuadratik terhadap konsentrasi logam berat dalam air (gambar 2) dengan persamaan : Y= 0.197X2 + 0.211X + 0.524; R2 = 0.999

Selama tahap akumulasi bobot tubuh ikan mengalami peningkatan dari minggu pertama hingga minggu ke-empat. Pada minggu pertama kenaikan bobot tubuh ikan mencapai 9.67 gr dengan rata-rata pertumbuhan harian 0,76%. Sedangkan pada minggu ke-4 pertambahan bobot tubuh ikan hingga mencapai 47.88 gr dengan rata-rata pertumbuhan harian 0,96%. Adanya paparan timbal selama pemeliharaan tidak mempengaruhi tingkat pertumbuhan ikan nila terhadap penambahan berat bobot tubuh. Hal ini terjadi karena efesiensi ikan dalam pemanfaatan pakan tidak terganggu dan tidak menyebabkan terganggunya sistem metabolisme tubuh ikan nila merah, sehingga energi dari pakan dapat digunakan secara optimal untuk pertumbuhan.

Pemeliharaan ikan pada perlakuan ini menunjukan laju pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang cukup baik. Hasil yang terlihat pada tabel diatas menunjukan bahwa pada minggu ke-1 sampai minggu ke-3 kelangsungan hidup ikan masih mencapai 100% sedangkan pada minggu ke-4 pemeliharaan ikan nila, mengalami kematian sebesar 5% yang diduga karena efek toksitas logam berat Pb dalam tubuh ikan dimana peningkatan akumulasi Pb di beberapa organ ikan, menyebabkan terganggunya sistem metabolisme tubuh ikan nila.

45

Depurasi Logam Berat Pb dengan Air Bersalinitas

Hasil konsentrasi Pb dalam daging ikan nila setelah proses depurasi secara umum mengalami penurunan yang disebabkan oleh perlakuan salinitas.

Tabel 4 Rata-rata konsentrasi Pb dalam daging ikan nila pada salinitas dan waktu pengamatan yang berebda.

Salinitas Media (ppt)

Konsentrasi Pb dalam daging ikan (mg/kg)

0 jam 60 jam 120 jam

0 4,54±0.12a 2,76±0.09a 1,84±0.06a 5 4,52±0.25a 2,64±0.64a 0,27±0.05b 10 4,53±0.25a 0,99±0.33b 0,14±0.13bc 15 4,50±0.24a 0,58±0.42bc 0,12±0.23bc 20 4,47±0.76a 0,46±0.55c 0.05±0.14c

Nilai ditunjukan sebagai rata-rata±standar deviasi dengan pengujian tiga kali ulangan. Huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukan berbeda nyata (P> 0.05).

Berdasarkan Tabel 4 dapat dibuat grafik konsentrasi rata-rata logam berat Pb yang tersisa di daging oleh proses depurasi pada salinitas berbeda dan waktu pengamatan yang berebda. Grafik ini disajikan pada gambar 3

Gambar 3 Grafik konsentrasi rata-rata logam berat Pb dalam daging ikan nila pada salinitas dan waktu pengamatan yang berebda.

Pada Tabel 4 diketahui bahwa perlakuan salinitas untuk menurunkan logam berat Pb di daging ikan memiliki tingkat efektifitas yang tinggi. Perlakuan

0 jam 60 jam 120 jam

46 salinitas dapat mendepurasi logam berat pada daging dengan tingkat pengeluaran hingga mencapai ± 98%. Depurasi logam berat Pb oleh masing-masing perlakuan salinitas dan waktu pengamatan saling berbeda. Berdasarkan uji statistik pada didapatkan bahwa perlakuan salinitas dan waktu pengamatan berpengaruh terhadap depurasi logam berat Pb dalam daging ikan. Hal ini dapat terlihat pada perlakuan kontrol (0 ppt) berbeda nyata dengan perlakuan salinitas. perlakuan salinitas 20 ppt lebih baik dibandingkan dengan perlakuan salinitas 5 ppt, 10 ppt dan 15 ppt dalam mendepurasi logam berat Pb dalam daging. Depurasi pada perlakuan salinitas yang semakin tinggi seiring dengan lamanya waktu pemeliharaan. Semakin lama waktu pemeliharaan ada kecenderungan bahwa semakin banyak logam berat Pb yang keluar dari daging ikan. Pada setiap waktu depurasi dengan perlakuan salinitas menunjukan bahwa laju depurasi logam berat Pb dari tubuh ikan nila menunjukan bahwa terjadi penurunan konsentrasi yang semakin cepat dengan semakin tingginya salinitas.

Gambar 4 Persentase (%) konsentrasi Pb yang tersisa di daging ikan dengan salinitas yang berbeda pada akhir penelitian.

Pada gambar diatas terlihat bahwa selama proses depurasi logam berat Pb pada berbagai salinitas terjadi penurunan konsentrasi Pb dalam daging ikan. Dari hasil uji statistika pada Tabel 4 menunjukan bahwa persentase konsentrasi Pb dalam daging pada perlakuan kontrol (0 ppt) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan salinitas 5 ppt, 10 ppt, 15 ppt dan 20 ppt. Selama proses depurasi persentase konsentrasi Pb pada daging ikan yang paling rendah terdapat pada

47 perlakuan salinitas 20 ppt yaitu 1.21%. Hal ini menunjukan bahwa dengan semakin meningkatnya salinitas maka proses depurasi logam berat pada tubuh ikan semakin meningkat.

Tingkat Konsumsi Oksigen (TKO)

Pengukuran konsumsi oksigen merupakan salah satu parameter fisiologi yang baik secara tidak langsung digunakan dalam menetukan laju metabolisme yaitu dengan menentukan oksgen yang digunakan dalam proses oksidasi dalam memperoleh energi yang akan digunakan untuk mempertahankan hidup (dalam hal ini termasuk osmoregulasi) dan pertumbuhan. Kebutuhan oksigen biologi didefenisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi.

Tingkat konsumsi oksigen pada setiap perlakuan dan ulangan terdapat pada (tabel lampiran 8). Rata-rata tingkat konsumsi oksigen pada setiap perlakuan disajikan pada tabel 5 dan gambar 5

Tabel 5 Rata-rata tingkat konsumsi oksigen ikan nila pada salinitas yang berbeda

Salinitas (ppt) TKO (mgO2/g Ikan/jam) 0 5 10 15 20 0,28 + 0,05 0, 35 + 0,09 0,38 + 0,06 0,57 + 0,05 0,64 + 0,02

Berdasarkan Tabel 5 dapat dibuat grafik rata-rata tingkat konsumsi oksigen ikan nila pada salinitas yang berbeda. Grafik ini disajikan pada gambar 5

48 Gambar 5 Rata-rata tingkat konsumsi oksigen ikan nila pada salinitas yang

berbeda.

Tingkat konsumsi oksigen dapat dijadikan sebagai parameter untuk mengetahui laju metabolisme organisme air. Pada tabel 5 memperlihatkan bahwa tingkat konsumsi oksigen ikan nila terendah didapatkan pada salinitas 0 ppt (0,28 + 0,05 mgO2/g ikan/jam) dan tertinggi pada salinitas 20 ppt (0,64 + 0,02 mgO2/g ikan/jam). Rata-rata tingkat konsumsi oksigen pada perlakuan memberikan respon kuadratik terhadap peningkatan salinitas (gambar 5) dengan persamaan :

Y = 0.011X2 + 0.02X – 0.242: R2 = 0.958

Perubahan Bobot Tubuh Ikan

Tabel 6 Rata-rata pertumbuhan harian (gr) ikan nila yang dipelihara pada salinitas yang berbeda.

Salinitas

(ppt) Bobot Awal

Perubahan Bobot Ikan (gr)

0 Jam 60 Jam 120 Jam

0 241,06±0.87 0.86 ±0.57a 2.0 ±1.06a 4.01 ± 0.74a 5 242,32±0.93 - 1.56± 0.35ab - 3.54±0.78ab -8.92±1.15b 10 249,18±1.03 - 1.79± 0.15ab - 4.57 ±2.0b -9.41±1.00b 15 244,72±1.20 - 2.01±0.15b - 5.61±1.15bc -11.25 ± 2.08c 20 242,34±0.79 - 2.30±0.9b - 6.24±2.03c -11.64±1.15c Nilai ditunjukan sebagai rata-rata±standar deviasi dengan pengujian tiga kali ulangan. Huruf yang berbeda dalam satu baris menunjukan berbeda nyata (P>0.05).

49 Berdasarkan Tabel 6 dapat dibuat grafik rata-rata pertumbuhan mutlak (gr) ikan nila yang dipelihara pada salinitas dan waktu yang berbeda. Grafik ini disajikan pada gambar 6.

Gambar 6 Rata-rata pertumbuhan mutlak (gr) ikan nila yang dipelihara pada salinitas yang berbeda

Perbedaan perubahan bobot tubuh ikan nila antar perlakuan pada penelitian ini disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang berhubungan dengan proses pertumbuhan ikan adalah penggunaan energi metabolisme. Payne et al. (1988) menyatakan bahwa beberapa faktor utama yang berhubungan dengan pengaruh salinitas terhadap perubahan bobot tubuh ikan salah satunya adalah energi metabolisme.

Pada gambar terlihat bahwa pertumbuhan bobot tubuh ikan pada salinitas 0 ppt (kontrol) berbeda nyata dengan salinitas media 5 ppt, 10 ppt, 15 ppt dan 20 ppt. Pada salinitas 5 ppt tidak berbeda nyata deangan perlakuan media 10 ppt, dan berbeda nyata pada perlakuan 15 ppt dan 20 ppt. tetapi pada perlakuan salinitas 15 ppt tidak berbeda nyata pada perlakuan 20 ppt sedangkan pada perlakuan salinitas 15 ppt tidak berbeda nyata dengan perlakuan salinitas 20 ppt . Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa pertumbuhan ikan pada perlakuan kontrol (0 ppt) mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pada perlakuan salinitas. Menurunnya pertumbuhan ikan disebabkan karena meningkatnya tekanan salinitas media. Menurut Syakirin (1999) ikan yang dipelihara pada

50 media yang mempunyai salinitas yang tinggi maka kebutuhan energi untuk melakukan osmoregulasi semakin besar sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan.

Kadar Lemak Tubuh Ikan

Komposisi kimiawi tubuh yang meliputi kadar lemak yang terkandung dalam tubuh ikan nila selama percobaan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Persentase (%) kadar lemak ikan nila (O. niloticus) yang dipelihara pada salinitas yang berbeda selama percobaan

Salinitas (ppt) Komposisi Lemak pada Daging Ikan (%) 0 5 10 15 20 12.53 8.88 7.97 7.90 7.36

Berdasarkan Tabel 7 dapat dibuat grafik persentase (%) kadar lemak ikan nila (O. niloticus) yang dipelihara pada salinitas yang berbeda selam percobaan. Grafik ini disajikan pada gambar 7.

Gambar 7 Persentase (%) kadar lemak ikan nila (O. niloticus) yang dipelihara pada salinitas yang berbeda.

51 Tabel 7 di atas menunjukan bahwa kadar lemak pada tubuh ikan nila selama percobaan bervarisi. Kandungan lemak ikan kontrol lebih tinggi dibandingkan ikan perlakuan. Rendahnya kandungan lemak pada ikan perlakuan karena meningkatnya proses osmoregulasi. Mekanisme tersebut diduga melalui optimasi pemanfaatan lemak sebagai sumber energi untuk proses osmoregulasi. Selanjutnya, penurunan kadar lemak tubuh pada ikan perlakuan diduga berkaitan dengan aktivitas enzim lipase, sesuai yang dikemukakan oleh Irawati et al. (2012), bahwa kandungan lemak yang lebih rendah dibandingkan pada kontrol diduga meningkatnya proses katabolisme dalam tubuh untuk pemanfaatan energi terhadap perubahan kondisi lingkungan. Hal ini tersebut terlihat pertumbuhan pada perlakuan salinitas yang lebih rendah dibandingkan pada ikan pada kontrol.

Kadar lemak dalam tubuh ikan nila selama percobaan mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya salinitas. Perubahan kandungan lemak dalam tubuh ikan akan mempengaruhi komposisi dan nilai asam lemak yang terkandung dalam tubuh ikan (Fitriani 2009).

Kelangsungan Hidup

Data kelangsungan hidup ikan nila yang diperoleh pada akhir penelitian, dapat dilihat pada tabel 8. Kelangsungan hidup tertinggi terjadi pada perlakuan 0 ppt, 5 ppt, dan 10 ppt yaitu 100% sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan 20 ppt yaitu 83,3%. Kematian yang terjadi pada perlakuan 20 ppt diduga adanya kerusakan jaringan insang sehingga kemampuan insang menyerap oksigen berkurang dan ikan mengalami anemia dengan tingkat yang lebih akut. Tabel 8. Derajat kelangsungan hidup (%) ikan nila (O.niloticus) pada perlakuan

salinitas yang berbeda. Salinitas (ppt) SR (%) 0 Jam 60 jam 120 0 100 100 100 5 100 100 100 10 100 100 100 15 100 100 91.7 20 100 91.7 83.3

52 Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 8 di atas, terlihat bahwa derajat kelangsungan hidup ikan nila tertinggi dicapai pada salinitas media 0 ppt, 5 ppt dan 10 ppt yang mencapai 100%. Sedangkan pada salinitas 15 ppt dan 20 ppt masing-masing mencapai 91.7% dan 83.3%. Hal ini disebabkan karena ikan tidak mampu lagi megimbangi perubahan kondisi lingkungan dalam hal ini perubahan salinitas yang sangat tinggi dan juga karena pengaruh efek logam berat Pb pada saat proses akumulasi. Menurut Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa ikan sebagai hewan yang hidup di air mempunyai kapasitas osmoregulasi baik melalui insang maupun kulit. Terganggunya proses osmoregulasi dapat disebabkan karena insang atau kulit menjadi lebih permeabel sehingga sulit dilalui air, akibatnya pengeluaran garam dari insang menjadi terhenti dan menyebabkan gagal ginjal dan akan menyebabkan ikan mati (Bonga 1992). Hal serupa dilaporkan oleh Holiday (1969) bahwa kemampuan ikan untuk bertahan pada media bersalinitas tergantung pada kemampuan untuk mengatur cairan tubuh sehingga mampu mempertahankan tingkat tekanan osmotik yang mendekati normal.

Analisis Histopathologi

Gambaran histopatologi organ ikan nila ini dapat dijadikan indikasi ada atau tidak adanya efek pemaparan logam berat pada saat uji akumulasi dan pemeliharaan pada media bersalinitas. Analisa histopathologi organ insang dan ginjal ikan akan dapat menunjukkan kerusakan jaringan yang beragam, sehingga dapat dijadikan indikasi terjadinya pemaparan logam berat maupun adanya perubahan salinitas yang menyebabkan struktur sel mengalami kerusakan.

Analisis Histopatologi Insang ikan Nila (O. niloticus)

Dalam menganalisis suatu pencemaran dalam tubuh organisme terutama pada ikan, organ insang memiliki peranan yang penting. Insang merupakan salah satu media masuknya berbagai macam partikel tersuspensi yang ada di perairan, selain melalui kulit dan sistem pencernaan. Semakin lama paparan akan suatu bahan pencemar akan berpengaruh pada kerusakan organ insang ikan yang akan terlihat jelas melalui pengamatan histopathologi. Berdasarkan hasil analisa histopatologi terhadap organ insang, pada ikan nila terlihat adanya kelainan atau

Dokumen terkait