• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bab ini akan dijelaskan posisi dan prospek pemasaran komoditas kayu manis Indonesia ditinjau dari aspek integrasi harga, daya saing ekspor dan permintaannya.

Perkembangan Ekspor Kayu Manis Indonesia

Indonesia merupakan produsen sekaligus pengekspor kayu manis terbesar dunia dewasa ini, dengan pesaingnya yaitu China, Sri Lanka dan Vietnam serta negara lainnya atau Rest Of the World (ROW). Tujuan utama ekspor kayu manis Indonesia yaitu Amerika Serikat, Belanda, Jerman, India dan negara lainnya. Untuk mengetahui perkembangan volume dan pangsa ekspor kayu manis Indonesia di beberapa pasar utama dunia, pada Tabel 14 dapat ditunjukkan perkembangan volume dan pangsa ekspor kayu manis Indonesia periode tahun 1986-2006 sebagai berikut.

Tabel 14. Perkembangan Volume dan Pangsa Ekspor Kayu Manis Indonesia di Pasar Internasional, Periode Tahun 1986-2006.

Negara Tujuan Volume Ekspor Indonesia (ton)

1986-1989 1990-1997 1998-2006 1986-2006 US 39.996 105.129 123.432 268.557 India 45 954 4.705 5.704 Meksiko 560 7 772 1.339 Belanda 4.631 15.449 36.778 56.858 Jerman 9 7.480 9.737 17.226 ROW 16.052 27.594 128.994 172.640 Total 63.284 156.613 302.427 522.324 Pangsa (%) 1986-1989 1990-1997 1998-2006 1986-2006 US 63.20 67.13 40.81 51.42 India 0.07 0.61 1.56 1.09 Meksiko 0.88 0.00 0.26 0.26 Belanda 7.32 9.86 12.16 10.89 Jerman 0.01 4.78 3.22 3.30 ROW 25.37 17.62 42.65 33.05 Total 100.00 100.00 100.00 100.00

Sumber: data sekunder diolah, 2008.

Dari Tabel 14 di atas terlihat bahwa volume ekspor kayu manis Indonesia periode 1986-1989, yaitu sebesar 63 ribu ton, kemudian pada periode 1990-1997

sebesar 157 ribu ton, periode 1998-2006 sebesar 302 ribu ton, serta secara keseluruhan ekspor kayu manis Indonesia periode 1986-2006 yaitu sebesar 522 ribu ton. Dari perkembangan volume ekspor kayu manis Indonesia tersebut terlihat bahwa pada periode tahun 1986-2006 negara utama yang menjadi tujuan ekspor kayu manis Indonesia yaitu Amerika Serikat, dengan volume ekspor yaitu sebesar 268 ribu ton (51,42%) dari total ekspor kayu manis Indonesia. Sedangkan pada periode tahun 1986-1989 Indonesia mengekspor ke Amerika Serikat sebesar 40 ribu ton (63,20%), periode tahun 1990-1997 sebesar 105 ribu ton (67,13%), dan pada periode tahun 1998-2006 ekspornya sebesar 123 ribu ton (40,81%).

Selain ditujukan ke pasar Amerika Serikat, kayu manis Indonesia di ekspor ke pasar Belanda, seperti terlihat pada periode tahun 1986-2006, jumlah ekspor kayu manis Indonesia ke pasar Belanda yaitu sebesar 57 ribu ton (10,89%). Selanjutnya pada periode tahun 1986-1989 ekspor kayu manis Indonesia ke pasar Belanda yaitu sebesar 5 ribu ton (7,32%), periode tahun 1990-1997 sebesar 15 ribu ton (9,86%), dan pada periode tahun 1998-2006 sebesar 37 ribu ton (12,16%). Sedangkan jumlah ekspor kayu manis Indonesia yang ditujukan ke negara lainnya seperti ke pasar Jerman yaitu untuk periode tahun 1986-2006 yaitu sebesar 17 ribu ton (3,3%), ke pasar India sebesar 5,7 ribu ton (1,1%), dan ke pasar Meksiko sebesar 1,3 ribu ton (0,26%). Pada periode tahun 1986-2006 jumlah ekspor kayu manis Indonesia ke negara lain yaitu sebesar 173 ribu ton (33,05%), periode 1986-1989 sebesar 16 ribu ton (25,37%), periode tahun 1990- 1997 sebesar 28 ribu ton (17,62%), dan periode tahun 1998-2006 yaitu sebesar 129 ribu ton (42,65%).

Dari perkembangan ekspor kayu manis internasional periode tahun 1986- 2006, menunjukkan bahwa kayu manis Indonesia dominan ditujukan ke pasar Amerika Serikat dan Belanda. Dengan tren pertumbuhan ekspor kayu manis Indonesia periode tahun 1986-2006 terlihat cenderung berfluktuatif seperti pada tahun 1986-1990 pertumbuhannya mengalami peningkatan, pada tahun 1991- 1994 mengalami penurunan dan pada tahun 1996-1997 (sebelum krisis) pertumbuhan cenderung mengalami peningkatan. Namun ketika krisis tahun 1997 volume ekspor kayu manis Indonesia terlihat turun kembali hingga tahun 2000. Kemudian tahun 2001-2006 tren pertumbuhannya cenderung berfluktuatif,

dimana tahun 2001-2002 cenderung mengalami peningkatan dan turun kembali pada tahun 2003, serta meningkat kembali pada tahun 2004, selanjutnya turun kembali pada tahun 2005, dan stagnan pada tahun 2006, seperti ditunjukkan Gambar 15 di bawah ini

Sumber: data sekunder diolah , 2008.

Gambar 15. Laju Pertumbuhan Ekspor Kayu Manis Indonesia Periode 1986-2006. Berfluktuatifnya laju pertumbuhan ekspor kayu manis Indonesia sehingga untuk prospek ekspor kayu manis Indonesia masa yang akan datang menjadi sangat penting untuk diperhitungkan, teruatama dalam upaya pengembangan agribisnis kayu manis. Dengan demikian melakukan identifikasi posisi dan prosepek serta penyebab maupun kemungkinan strategi pengembangannya menjadi bagian yang sangat penting untuk diperhatikan.

Ekspor Kayu Manis Indonesia Versus Pesaingnya

Untuk mengetahui posisi ekspor kayu manis Indonesia versus pesaingnya dalam perdagangan kayu manis dunia, secara grafik dapat ditunjukkan perkembangan ekspor kayu manis Indonesia versus pesaingnya seperti China, Sri Lanka, dan negara lainnya atau Rest of the World (ROW). Dari tren perkembangan ekspor yang dijelaskan tersebut dapat dinyatakan bahwa Indonesia dalam kegiatan ekspor harus bersaing ketat dengan pesaingnya seperti China, dibandingan perkembangan ekspor kayu manis Indonesia dengan pesaingnya seperti dari China, Sri Lanka dan negara lainnya (ROW), terlihat posisi Indonesia

(50.00) (40.00) (30.00) (20.00) (10.00) - 10.00 20.00 30.00 40.00 19 87 19 88 19 89 19 90 19 91 19 92 19 93 19 94 19 95 19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05 20 06 P er sen ta se

dari tahun ke tahun cenderung berfluktuatif, dimana China sebagaimana ditunjukkan Tabel 13, terlihat sebagai pesaing terkuat. Sedangkan pesaing lainnya seperti Sri Lanka dan negara lainnya (ROW) terlihat dalam ekspor kayu manis dunia jauh berada di bawah posisi Indonesia (FAOSTAT, 2007) seperti dijelaskan pada Tabel 15 di bawah ini.

Tabel 15. Perkembangan Ekspor-Impor Kayu Manis Indonesia Versus Pesaingnya di Pasar Internasional, Periode Tahun 1986-2006.

Ekspor/ Impor

Volume Ekspor / Impor Kayu Manis Dunia Periode 1986-2006 (000 ton)

Indonesia China Sri Lanka ROW Total

Amerika Serikat 268.557 8.884 20.809 44.416 342.666 India 5.704 85.595 1.195 25.484 117.978 Meksiko 1.339 66 85.346 16.477 103.228 Belanda 56.858 763 1.351 9.775 68.747 Jerman 17.226 1.418 3.183 22.984 44.811 ROW 172.639 410.569 77.571 343.665 1.004.444 Total Ekspor 522.323 507.295 189.455 462.801 1.681.874 Persentase Ekspor Dunia Periode 1986-2006 (%)

Amerika Serikat 51,42 1,75 10,98 9,60 20,37 India 1,09 16,87 0,63 5,51 7,01 Meksiko 0,26 0,01 45,05 3,56 6,14 Belanda 10,89 0,15 0,71 2,11 4,09 Jerman 3,30 0,28 1,68 4,97 2,66 ROW 33,05 80,93 40,94 74,26 59,72 Persentase Ekspor (%) 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Persentase Impor Dunia Periode 1986-2006 (%)

Amerika Serikat 78,37 2,59 6,07 12,96 100,00 India 4,83 72,55 1,01 21,60 100,00 Meksiko 1,30 0,06 82,68 15,96 100,00 Belanda 82,71 1,11 1,97 14,22 100,00 Jerman 38,44 3,16 7,10 51,29 100,00 ROW 17,19 40,88 7,72 34,21 100,00 Total Ekspor 31,06 30,16 11,26 27,52 100,00

Sumber: data sekunder FAOSTAT diolah, 2008.

Dari perkembangan ekspor di atas terlihat bahwa masing-masing negara eksportir utama dunia dalam memasok pasar kayu manis dunia pada periode tahun 1986-2006 terlihat Indonesia berkontribusi dalam memasok pasar kayu manis dunia sebesar 31,06%, China 30,16%, Sri Lanka 11,26% dan negara lainnya atau Rest of the World (ROW) sebesar 27,52%. Dominannya kontribusi Indonesia dalam ekspor kayu manis dunia tersebut, terlihat 51,42% ekspornya ditujukan ke pasar Amerika Serikat, 10,89% ke pasar Belanda, dan 3,30%

ditujukan ke pasar Jerman, serta sisanya ditujukan ke pasar negara lainnyaIndonesia dalam perdagangan bersaing ketat dengan China dalam mendominasi ekspor kayu manis dunia seperti ditunjukkan pada periode tahun 1986-2006 total ekspornya mencapai 507 juta ton atau 30,16%, berada setingkat di bawah Indonesia. Sedangkan Sri Lanka pada periode yang sama terlihat jauh berada di bawah ekspor Indonesia yaitu sebesar 189 juta ton. Demikian juga untuk negara lainnya Rest of the World (ROW) rata-rata berada jauh di bawah ekspor Indonesia.

Dari posisi ekspor kayu manis Indonesia di pasar internasional periode tahun 1986-2006 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada posisi penting dan dominan dalam perdagangan internasional. Dengan demikian maka dari prospek pengembangan kayu manis terlihat Indonesia memiliki prospek yang sangat baik terutama sejalan berlangsungnya globalisasi perdagangan yang membuka peluang bagi pengembangan pasar yang lebih luas.

Implikasi dari terbukanya peluang pasar Indonesia dalam perdagangan kayu manis internasional, ditengah kondisi persaingan yang semakin ketat dengan pesaingnya, sehingga peningkatan daya saing produk perlu menjadi strategi utama dalam pengembangan ekspor, terutama dengan meningkatkan sistem informasi manajemen ekspor, mengefisienkan sistem pemasaran, meningkatkan kerjasama dan kemitraan sejalan dengan peningkatan kualitas SDM pelaku agribisnis dan entrepreneurship serta perlunya dukungan yang serius dari pemerintah dalam upaya meningkatkan kinerja pemasaran dan perdagangan komoditi ekspor.

Integrasi Harga Kayu Manis

Hasil analisis integrasi harga kayu manis di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir dalam upaya mengidentifikasi bentuk pasar yang dihadapi petani dalam pengembangan komoditi baik dilihat dari tingkat keterpaduan harga dan bentuk respon perubahan harga yang terjadi di tingkat produsen (petani) atas perubahan harga yang terjadi di tingkat konsumen, serta kemungkinan strategi yang dapat dipilih dalam menghadapi perdagangan atau pemasaran kayu manis secara internasional. Dalam melakukan analisis integrasi harga dapat dijelaskan sebagai berikut.

Gambaran Umum Data

Analisis integrasi harga kayu manis di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir menggunakan data harga kayu manis di tingkat petani yang dilambangkan dengan (PP), dan harga di tingkat eksportir di lambangkan dengan (PX). Data harga kayu manis yang digunakan adalah data harga kayu mania tahun 2001-2006 dalam bentuk bulanan. Untuk tahun 2006 terlihat rata-rata harga kayu manis yang diterima petani untuk jenis kayu manis grade KA, (kayu manis yang berasal dari kulit batang) yaitu sebesar Rp.3.200/kg. Sedangkan rata-rata harga di tingkat eksportir yaitu sebesar Rp.5.221/Kg. Dari posisi tersebut terlihat bahwa selisish harga (marjin pemasaran) antara petani dengan eksportir yaitu sebesar Rp. 2.021/Kg, seperti ditunjukkan Tabel 16.

Tabel 16. Harga Rata-Rata Kayu Manis Grade KA, di tingkat Petani dan di tingkat Eksportir (harga bulanan Rp/Kg) Tahun 2006

No Saluran Pemasaran Variabel Harga Rata-

Rata (Rp/Kg)

1. Harga di tingkat Petani PP 3.200

3. Harga di tingkat Eksportir/FOB PX 5.221 Sumber: data sekunder 2006, diolah.

Selanjutnya untuk mengetahui tren perkembangan harga kayu manis tahun 2001-2006 dalam bentuk harga bulanan, untuk jenis/grade kayu manis KA, di tingkat petani dan di tingkat eksportir ditunjukkan seperti pada Gambar 16.

Sumber: data primer dan sekunder diolah.

Gambar 16. Perkembangan Harga Kayu Manis Grade KA di tingkat Petani dan di tingkat Eksportir Tahun 2001-2006 (Harga Bulanan Rp/Kg).

- 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 121 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Tahun/ bulan NI la i PP PX

Dari Gambar 16 terlihat bahwa secara umum harga kayu manis di tingkat petani terlihat cenderung stagnan. Sedangkan di tingkat eksportir terlihat cenderung berfluktuatif. Cenderung stagnannya harga kayu manis di tingkat petani, dalam kondisi harga di tingkat eksportir yang cenderung berfluktuatif menunjukkan bahwa harga yang dihadapi petani cenderung kurang terintegrasi. Selanjutnya dilihat dari perubahan harga yang terjadi di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir, menunjukkan bahwa perubahan harga di tingkat eksportir tidak serta merta langsung diikuti oleh perubahan harga di tingkat petani. Artinya harga di tingkat petani tidak merefleksikan harga yang sebenarnya terjadi di tingkat pasar yang lebih tinggi. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh pergerakan perubahan harga. Lambannya pergerakan penyesuaian harga di tingkat petani dalam mengikuti perubahan harga di tingkat eksportir, terutama ketika terjadi kenaikan harga di tingkat eksportir. Namun sebaliknya ketika harga kayu manis mengalami penurunan terlihat lebih cepat ditransmisikan ke tingkat petani. Dari kondisi tersebut menunjukkan bahwa dalam pemasaran kayu manis terlihat pedagang dan eksportir merupakan lembaga yang paling berpeluang memiliki keuntungan yang lebih besar. Artinya dengan posisinya petani sebagai penerima harga, sehingga petani berada pada posisi yang cenderung dirugikan dibandingkan dengan pedagang/eksportir.

Pendugaan Model Integrasi Harga

Hasil pendugaan model integrasi harga kayu manis di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir, menggunakan data harga tahun 2001-2006 dalam bentuk harga Rp/Kg bulan dijelaskan pada Tabel 17 di bawah ini.

Tabel 17. Hasil Pendugaan Integrasi Harga Kayu Manis di tingkat Petani dengan Harga di tingkat Eksportir Tahun 2001-2006 data bulanan (Rp/Kg)

Peubah Dugaan Parameter Stat.t Prob > [T] R 2 Stat. DW MII Intersep 1,6295 2,0408 0,04 0,86 1,98 20,65

Lag Harga Petani 0,9088 18,075 0,00 Lag Harga Eksportir 0,0443 0,7252 0,47 Sumber: data sekunder dan primer diolah, 2008.

Dari hasil pendugaan menunjukkan model yang digunakan adalah cukup baik, karena memiliki probabilitas model sebesar 0,04 atau signifikan pada taraf

5%, dengan R square model sebesar 86%. Artinya peubah yang digunakan dalam model tersebut mampu menjelaskan integrasi harga di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir sebesar 86%, dan sisanya ditentukan oleh peubah lain diluar model tersebut. Selanjutnya hasil pendugaan menunjukkan peubah harga jual di tingkat petani signifikan ditentukan oleh harga jual petani pada satu bulan sebelumnya, sebagaimana ditunjukkan dengan probabilitas peubah sebesar 0,00 atau signifikan pada taraf nyata 5%. Sedangkan peubah harga eksportir tidak signifikan terhadap harga petani, sebagaimana ditunjukkan dengan probabilitasnya sebesar 0,47 atau tidak signifikan pada taraf nyata 5%.

Dari hasil pendugaan terlihat bahwa harga kayu manis di tingkat petani memiliki integrasi yang sangat lemah dengan harga di tingkat eksportir, sebagaimana ditunjukkan dengan indeks integrasi harga sebesar 20,65 atau > nilai 0, menunjukkan harga di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir mengalami keterpaduan yang sangat lemah. Selain itu dari hasil pendugaan terbukti harga di tingkat eksportir hanya ditransmisikan 40% ke tingkat petani. Kondisi tersebut juga menunjukkan lemahnya integrasi harga kayu manis di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir. Lemahnya integrasi harga menunjukkan bahwa pasar yang dihadapi petani mengalami distorsi, dan adanya indikasi petani berada dalam posisi tawar (bargaining position) yang lemah, serta menunjukkan petani sedang menghadapi kondisi asimetrik informasi.

Selanjutnya dari sisi pedagang dan eksportir, terlihat besarnya marjin keuntungan yang diperoleh, karena berkaitan dengan tanggung jawab dan resiko. Besarnya keuntungan yang diterima pedagang dan eksportir dikarenakan besarnya tanggung jawab pedagang/eksportir dalam pemasaran komoditas, seperti dalam memenuhi standar komoditas ekspor, dimana umumnya pada kondisi transaksi, komoditas petani belum memenuhi standar ekspor. Dengan demikian pedagang besar/eksportir harus melakukan prosesing guna meningkat kualitas produk.

Kemudian untuk mengetahui kecepatan penyesuaian integrasi harga dalam sistem pemasaran komoditas kayu manis, dengan menggunakan data bulanan tahun 2001-2006, dengan menggunakan model kointegrasi dan Error Correction Model (ECM), dapat dilakukan sebagai berikut:

Uji Unit Root

Sesuai dengan tahapan analisis data deret waktu (times series) yang mengharuskan uji asumsi stationeritas data (unit root test) maka dalam analisis ini digunakan motode kointegrasi dan mekanisme koreksi kesalahan (ECM) dengan deteksi uji unit root ADF, tahapan ini dilakukan guna untuk mengetahui kestasioneran data. Hasil uji unit root dengan deteksi ADF pada sistem persamaan integrasi harga di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir menunjukkan bahwa pada semua tingkatan harga untuk tingkat data level terlihat data masih mengalami masalah unit root, sehingga perlu dilanjutkan dengan tahapan deferensiasi I (pertama).

Kemudian hasil deteksi uji unit root untuk data harga kayu manis bulanan 2001-2006 dengan uji diferensiasi pertama, terlihat semua data sudah stasioner atau tidak mengalami masalah unit root, seperti dijelaskan Tabel 18 di bawah ini. Tabel 18. Hasil Uji Unit Root dengan test ADF Untuk Data Harga Kayu Manis di

tingkat Petani dengan Eksportir Tahun 2001-2006(data bulanan).

Tingkat Harga Level Diferensiasi I

# laga) Uji ADFb) # laga) Uji ADFb) A. Konstanta Tanpa dengan Tren

Petani (PT) 1 - 1,92 0 -6,15**

Ekspor/FOB (PX) 0 -4,81** 0 -8,76**

B. Konstanta dengan Tren

Petani (PW) 1 -2,70 0 -6,13**

Ekspor/FOB (PD) 0 -4,88** 0 -8,78**

a) Jumlah lag optimal dipilih pada nilai SBC (Schwarzs-Bayesian Criteria) minimum.

b) Test ADF (Augmented Dickey-Fuller) dibandingkan dengan nilai tabel Mac Kinnon, dimana ** dan * adalah tolak hipotesis nol, adanya unit root pada taraf nyata 1% dan 5% dengan uji statistic (3,53 dan 2,90) untuk tanpa tren dan (4,09 dan -3,48) dengan tren.

Hasil uji unit root sebagaimana Tabel 18 di atas menunjukkan bahwa pada data level panel A, terlihat data eksportir tidak mengalami masalah unit root, begitu juga pada pada panel B. Sedangkan untuk data harga petani terlihat mengalami masalah unit root. Oleh karena itu data di diferensiasikan untuk menuju stasioner. Kemudian pada panel A dan B, untuk data diferensiasi I dengan tanpa tren maupun data dengan tren terlihat semuanya sudah stasioner pada taraf nyata 1%. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa data harga kayu manis di tingkat petani dan di tingkat eksportir masing-masing tidak mengalami masalah unit root dan telah dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.

Uji Kointegrasi

Hasil estimasi pada model Augmented Dickey-Fuller pada pendugaan integrasi harga kayu manis di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir, diperoleh t-statistik = -6,0247 < t-critical 1% = -2,598. Angka tersebut menunjukkan bahwa variabel residual untuk data level tidak mengandung masalah unit root. Dengan kata lain variable residual (e) sudah stasioner. Oleh karena itu dapat diputuskan bahwa menolak Ho dan menerima Ha. Artinya bahwa terjadi kointegrasi diantara semua variabel yang disertakan dalam model integrasi harga kayu manis. Dengan kata lain bahwa dalam jangka panjang akan terjadi keseimbangan atau kestabilan antar variabel dalam model integrasi harga kayu manis di tingkat petani dengan di tingkat eksportir.

Estimasi Error Correction Model

Hasil pendugaan (estimasi) model integrasi harga kayu manis di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir menggunakan pendekatan Error Correction Model menunjukkan bahwa variabel harga di tingkat petani tidak hanya dipengaruhi oleh harga petani pada satu bulan sebelumnya saja, tetapi juga dipengaruhi oleh variabel error term et. sebagaimana dibuktikan oleh tingkat signifikansi nilai koefisien et yang ditempatkan dalam model sebagai koreksi jangka pendek untuk mencapai keseimbangan jangka panjang memiliki nilai koefisien sebesar -0,990 atau < nilai 0. Nilai tersebut menunjukkan bahwa untuk mencapai keseimbangan jangka panjang perlu dilakukan koreksi setiap bulan sebesar 0,990 persen.

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa fluktuasi harga di tingkat petani sangat dipengaruhi oleh harga di tingkat petani satu bulan sebelumnya serta dipengaruhi oleh variabel error termet. Selain itu hasil analisis juga menunjukkan bahwa harga di tingkat eksportir hanya ditransmisikan sebesar 40% ke tingkat petani. Dengan kata lain bahwa dari hasil pendugaan model integrasi harga tersebut, menunjukkan bahwa pedagang berperan dominan dalam pemasaran komoditas dan mempengaruhi harga di tingkat petani.

Implikasi Hasil Analisis Integrasi Harga

Tidak terintegrasinya harga kayu manis di tingkat petani dengan harga di tingkat eksportir, menunjukkan bahwa dalam sistem agribisnis komoditas kayu manis rakyat di Kabupaten Kerinci, pada subsistem pemasaran komoditas, di satu sisi petani cenderung mengalami kerugian dan di sisi lain pedagang cenderung mengalami keuntungan. Selain itu kondisi tersebut mencerminkan rendahnya posisi tawar petani dalam sistem pemasaran serta adanya indikasi terjadinya asimetrik informasi.

Di tengah persaingan yang semakin ketat, dengan pemasaran produk yang masih terkonsentrasi pada beberapa pasar, dengan demikian sehingga harga kayu manis secara umum cenderung berada pada posisi tertekan. Selain itu tidak terintegrasinya harga komoditas di tingkat petani dengan pasar yang lebih tinggi, maka ke depan perlu memperkuat kelembagaan petani, memperpendek saluran pemasaran, mendorong peningkatan pengolahan hasil (processing) di dalam daerah atau domestik, serta perlu membangun sistem informasi pemasaran komoditas. Hal ini sesuai dengan Soekartawi (2007) menjelaskan bahwa untuk memperkuat pemasaran komoditas pertanian perlu memperkuat sistem informasi, meningkatkan kualitas produk, dan memperpendek saluran pemasaran.

Selain itu lambannya penyesuaian harga komoditi ternyata sangat terkait dengan struktur pasar yang dihadapi. Sebagaimana Anwar (2004) menjelaskan bahwa tidak terintegrasinya harga komoditas dapat disebabkan antara lain adanya distorsi baik pada pasar domestik ataupun pada pasar internasional. Terdistorsinya harga dapat pula disebabkan oleh market power dari pembeli (buyer), sistem perdagangan, cadangan (stock) komoditas ditingkat produsen atau konsumen, biaya transportasi, dan biaya transaksi pemasaran, serta dapat disebabkan oleh perubahan konsentrasi pasar akibat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah/negara.

Namun demikian berlangsungnya globalisasi perdagangan, akan membuka peluang bagi perluasan pasar (Arifin, 2007). Oleh karena itu melakukan kerjasama antar wilayah/negara dan antar pelaku agribisnis serta membenahi kualitas produk atau meningkatkan daya saing dapat dijadikan upaya untuk mengurangi persoalan yang dihadapi. Selanjutnya dalam kondisi lemahnya integrasi harga di tingkat petani dengan harga di tingkat pasar yang lebih tinggi,

sehingga ke depan selain berupaya meningkatkan efisiensi pemasaran, memperkuat kelembagaan petani dan melakukan kontrak perdagangan komoditas, juga perlu membangun sistem informasi komoditas, terutama untuk mengurangi kondisi asimetrik informasi terhadap harga dan posisi supply dan demand komoditas yang cenderung tidak terpantau oleh pelaku agribisnis komoditas kayu manis di daerah.

Analisis Daya Saing Ekspor Kayu Manis Indonesia Hasil Dekomposisi Ekspor Kayu Manis Indonesia

Hasil analisis dekomposisi CMS ekspor kayu manis Indonesia di pasar internasional untuk periode tahun 1986-1989 terlihat perubahan ekspor mengalami pertumbuhan negatif, pada periode 1990-1997 positif, periode 1989- 2000 negatif, periode 2001-2006 positif, dan secara keseluruhan periode 1986- 2006 positif. Namun dari perubahan ekspor kayu manis Indonesia tersebut menunjukkan bahwa pada periode analisis tahun 1986-1989, yaitu periode ketika dibekukan quota ekspor dunia, terlihat posisi daya saing Indonesia mengalami efek penurunan daya saing. Penurunan efek daya saing ekspor Indonesia pada periode tersebut terlihat sangat dipengaruhi oleh penurunan efek kompetitif - 132% dan efek ordo kedua -35% serta efek struktural sebesar 67,4%. Nilai negatif dari efek kompetitif pada periode tersebut terlihat dipengaruhi oleh penurunan efek kompetitif umum -18,6% dan efek kompetitif spesifik sebesar -113,9%.

Dari hasil analisis dekomposisi CMS pada periode tahun 1990-1997, yang merupakan periode sebelum krisis ekonomi Indonesia/Asia, menunjukkan bahwa posisi daya saing kayu manis Indonesia mengalami pertumbuhan. Adanya peningkatan daya saing ekspor kayu manis Indonesia pada periode tersebut, teridentifikasi dipengaruhi oleh efek pertumbuhan dan efek kompetitif, sebagaimana dibuktikan hasil dekomposisi efek kompetitif tahap pertama bernilai positif, yang dipengaruhi oleh efek struktural 46,4%, dan efek kompetitif sebesar 42,9% serta efek ordo kedua sebesar 10,6%, seperti ditunjukkan Tabel 19.

Tabel 19. Hasil Dekomposisi Model CMS Ekspor Kayu Manis Indonesia di Pasar Internasional Periode Tahun 1986-2006.

Komponen 1986-1989 1990-1997 1998-2000

(ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) Perubahan ekspor -8255 100.0 8567 100.0 -322 100.0

Dekomposisi Tahap Pertama

a. Efek struktural 5561 67.4 3979 46.4 20 6.2

b. Efek Kompetitif -10933 -132.4 3676 42.9 -342 -106.1 c. Efek Ordo Kedua -2883 -34.9 912 10.6 0 0.1

Dekomposisi Tahap Kedua

1a. Efek Pertumbuhan -4237 -51.3 3082 36.0 -154 -47.7

b. Efek Pasar 4492 54.4 -1925 -22.5 110 34.2

c. Efek Komoditas 4702 57.0 7628 89.0 -78 -24.2 d. Efek Interaksi Struktural 604 7.3 -4806 -56.1 141 43.9 2a. Efek Kompetitif Umum -1532 -18.6 2241 26.2 -76 -23.5 b. Efek Kompetitif Spesifik -9402 -113.9 1435 16.8 -266 -82.6 3a. Efek Ordo Kedua Murni -6655 -80.6 5640 65.8 -338 -104.9 b. Residual Struktur Dinamik 3772 45.7 -4728 -55.2 -337 104.8

Komponen 2001-2006 1998-2006 1986-2006

(ton) (%) (ton) (%) (ton) (%) Perubahan ekspor 11499 100.0 13575 100.0 19886 100.0

Dekomposisi Tahap Pertama

a. Efek struktural 4501 39.1 10215 75.3 26207 131.8 b. Efek Kompetitif -6071 -52.8 2447 18.0 -2819 -14.2 c. Efek Ordo Kedua 13068 113.6 912 6.7 -3502 -17.6

Dekomposisi Tahap Kedua

1a. Efek Pertumbuhan 5641 49.1 6473 47.7 10207 51.3 b. Efek Pasar -750 -6.5 1112 8.2 9886 49.7 c. Efek Komoditas -4530 -39.4 10826 79.7 25853 130.0 d. Efek Interaksi Struktural -6431 -55.9 -8195 -60.4 -19738 -99.3 2a. Efek Kompetitif Umum -1027 -8.9 1329 9.8 255 1.3 b. Efek Kompetitif Spesifik -5044 -43.9 1118 8.2 -3074 -15.5 3a. Efek Ordo Kedua Murni 20581 73.4 3660 27.0 -5476 -27.5 b. Residual Struktur Dinamik -7512 -65.3 -2748 -20.2 1974 9.9 Sumber: data sekunder FAOSTAT, diolah, 2008.

Positifnya efek struktural pada periode 1990-1997 terlihat dipengaruhi oleh

Dokumen terkait