• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 HASIL PENELITIAN

5.3 Suhu Permukaan Laut

Pada penelitian pendahuluan telah didapatkan data kualitas air secara langsung, hasil penelitian di tunjukan pada Tabel 7.

Tabel 7 Data parameter perairan pada penelitian pendahuluan

Stasiun Koordinat Ulangan Suhu permukaan (oC) Salinitas (‰) pH 1 07°01’43,33’’LS 106°32’41,41” BT 1 2 28 29 0,1 0 7 7 3 29 0 7 2 07°01’43,4’’LS 106°32’39,2” BT 1 2 28 28 5 4 6 6 3 29 4 6 3 07°01’44,5’’LS 106°32’38,2” BT 1 2 28 28 7 6 6 6 3 28 5 6

Profil sebaran SPL di perairan Teluk Palabuhanratu dari tahun 1990-2011 ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 13.

Gambar 13 Profil nilai rata-rata SPL Teluk Palabuhanratu dari tahun 1990-2012

26.50 27.00 27.50 28.00 28.50 29.00 29.50 30.00 30.50 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 SP L C) Tahun

Grafik di atas menunjukan nilai rata-rata SPL di sekitar Teluk Palabuhanratu selama tahun 1990-2011 cukup fluktuatif. Nilai SPL terendah selama rentang waktu tersebut terjadi pada tahun 1994 yaitu sekitar 27oC, sedangkan nilai SPL tertinggi terjadi 2010 yaitu sekitar 30,02oC. Nilai rata-rata SPL di perairan Teluk Palabuhanratu pada tahun 1990-2011 ditunjukan pada Lampiran 2.

Nilai rata-rata SPL tertinggi dan terendah di sekitar Teluk Palabuhanratu pada tahun 1990-2011 di tunjukan pada Gambar 14. Berdasarkan grafik pada tahun 1990-1994 nilai SPL di sekitar Teluk Palabuhanratu sekitar 27-29,17oC. Pada tahun 1995-1999 terjadi kenaikan SPL tertinggi dan terendah dengan nilai SPL sekitar 29,91-27,46oC. Selang tahun 2000-2004 terjadi penurunan nilai SPL tertinggi namun pada SPL terendah terjadi kenaikan, nilai SPL sekitar 28,72– 27,79oC. Selang tahun 2010 sampaitahun 2011 nilai SPL kembali meningkat yaitu sekitar 30,02-28,30oC.

Gambar 14 Nilai rata-rata SPL tertinggi dan terendah di sekitar Teluk Palabuhanratu pada tahun 1990-2011

Pola sebaran SPL tahun 1990-2011 ditunjukan pada Lampiran 3. Berikut adalah pola sebaran SPL di perairan Teluk Palabuhanratu dari tahun 1990-2011 per lima tahun ditunjukkan oleh Gambar 15.

26.50 27.00 27.50 28.00 28.50 29.00 29.50 30.00 30.50 1990-1994 1995-1999 2000-2004 2005-2009 2010-2011 S P L ( C) Periode Tahun SPL tertinggi SPL terendah

Gambar 15 Pola sebaran SPL di perairan Teluk Palabuhanratu dari tahun 1990-2011 pada periode per lima tahun

Berdasarkan Gambar 15 pola sebaran SPL pada tahun 1990 pada daerah dekat dengan daratan SPL cukup hangat berkisar 29,5–30 oC namun pada bagian tengah SPL hanya mencapai 28–29 oC. Pada tahun 1995 SPL pada bagian utara

dekat dengan daratan mencapai 29,5–30,5 oC. Pola sebaran SPL pada tahun 2000 lebih rendah dari tahun sebelumnya dan tersebar merata dengan nilai berkisar 27,5–28,5 oC. Tahun 2005 pola sebaran SPL meningkat dan tersebar merata dengan nilai 29,5–30,5 oC . Nilai SPL tertinggi terjadi pada tahun 2010 dan pola SPL tersebar merata dengan nilai 30,5 – 31 oC. Selanjutnya pada tahun 2011 nilai SPL menurun hanya berkisar 27,5–28,5 oC.

5.4 Klorofil-a

Nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Palabuhanratu pada tahun 1998-2011 ditunjukan pada Lampiran 4. Berikut profil sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Palabuhanratu dari tahun 1998–2011 ditunjukkan oleh grafik pada Gambar 16.

Gambar 16 Nilai rata-rata konsentrasi klorofil-a di perairan Teluk Palabuhanratu pada tahun 1998–2011

Berdasarkan grafik pada gambar 16 konsentrasi klorofil-a di sekitar Teluk Palabuhanratu dari tahun 1998–2011 berfluktuatif. Tahun 1998 rata-rata konsentrasi klorofil-a sekitar 0,38 mg/m3. Konsentrasi klorofil tertinggi di sekitar Teluk Palabuhanratu terjadi pada tahun 2006 dengan nilai rata-rata sekitar 1,96 mg/m3. Tahun 2010 konsentrasi klorofil-a terendah dengan nilai sekitar 0,31 mg/m3. Rata-rata konsentrasi klorofil-a meningkat pada tahun 2011 dibandingkan dengan nilai rata-rata konsentrasi pada tahun 2010 dengan nilai pada tahun 2011 sekitar 0,69 mg/m3. 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Kl o ro fi l-a (m g/m 3) Tahun

ke-Pola sebaran konsentrasi klorofil-a tahun 1990-2011 ditunjukan pada Lampiran 5. Berikut pola sebaran konsentrasi klorofil di Teluk Palabuhanratu pada tahun 1998, 2002, 2006 dan 2011 ditunjukan pada Gambar 17.

Gambar 17 Pola sebaran konsentrasi klorofil-a di Teluk Palabuhanratu pada tahun 1998 – 2011 per 4 tahun

Tahun 1998 konsentrasi klorofil-a menyebar merata di bagian tengah teluk dan memiliki kisaran 0–0,9 mg/m3. Tahun 2002 konsentrasi klorofil-a pada kisaran 0–2,7 mg/m3 dan konsentrasi klorofil-a tertinggi di bagian selatan perairan teluk. Konsentrasi klorofil tertinggi terjadi pada tahun 2006 dengan memiliki kisaran 0–4 mg/m3. Pada tahun 2011 pola sebaran konsentrasi klorofil-a cukup bervariasi di bagian timur dekat dengan daratan dan di bagian selatan teluk.

6 PEMBAHASAN

Penangkapan elver sidat di daerah muara sungai Cimandiri dilakukan pada malam hari. Hal ini sesuai dengan sifat ikan sidat yang aktivitasnya meningkat pada malam hari (nokturnal). Penangkapan dilakukan dengan menggunakan jaring sirib atau sodok berbentuk persegi dan bentuk segitiga dengan ukuran sekitar 1,10 x 1,10 m dan biasa dioperasikan oleh satu orang nelayan. Berdasarkan bahan dan cara pengoperasian menurut Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI) tahun 2007 jaring sirib termasuk dalam klasifikasi jaring angkat dan sodok termasuk dalam pukat dorong. Jaring angkat adalah alat penangkap ikan terbuat dari bahan jaring berbentuk bujur sangkar dilengkapi bingkai bambu atau bahan lainnya sebagai rangka, yang pengoperasiannya di dalam perairan secara horizontal. Sedangkan pukat dorong adalah alat penangkap ikan berupa pukat berkantong yang dioperasikan di lapisan permukaan atau ada juga di lapisan perairan dasar dengan atau tanpa didorong kapal, dimana dalam 1 unitnya terdiri 1 jaring atau lebih yang terdiri dari bagian sayap, badan dan kantong (BBPPI, 2007). Tujuan menggunakan petromaks atau senter adalah sebagai alat bantu penerangan pada saat kegiatan penangkapan.

Nelayan pada kegiatan penangkapan elver sidat di muara sungai Cimandiri terdiri dari nelayan penangkap dan nelayan pengumpul sekaligus pemilik alat tangkap. Nelayan pengumpul di muara sungai Cimandiri berjumlah tujuh orang dengan masing-masing memiliki nelayan penangkap berjumlah 30 orang. Setiap nelayan penangkap yang menggunakan alat tangkap nelayan pemilik akan menjual hasil tangkapannya langsung kepada nelayan pemilik dengan cara menimbang hasil tangkapan elver sidat kemudian mencatat hasil timbangan.

Menurut Tabeta dan Ozawa (1979) diacu dalam Sriati (1998) musim penangkapan elver sidat di perairan teluk Pelabuhanratu terjadi sepanjang tahun, tetapi puncaknya terjadi pada musim hujan yaitu sekitar Desember sampai dengan Juni. Hal ini sesuai dengan waktu berpijah ikan sidt dewasa yang cenderung terjadi sepanjang tahun. Puncak berpijah Anguilla bicolor terjadi pada dua musim yaitu musim kemarau dan pada musim hujan. Pada saat musim hujan adanya aliran sugai yang deras akan membantu mendorong ikan turun ke perairan

estuarin dan akhirnya ke laut dalam (Setiawan et al., 2003). Berdasarkan hasil wawancara selama penelitian diperoleh informasi bahwa kegiatan penangkapan memang terjadi sepanjang tahun, tetapi pada bulan Desember–Juni hasil tangkapan elver sidat di perairan Muara sungai Cimandiri terus menurun. Nelayan tidak melakukan kegiatan penangkapan pada bulan tersebut karena tingginya biaya operasional yang tidak sebanding dengan hasil tangkapan sedikit.

Ikan sidat saat ini menjadi komoditi ekspor yang potensial namun elver sidat tidak boleh langsung di ekspor karena sejak tahun 2009 telah ada SK Mentri Kelautan dan Perikanan bernomer 18/2009 telah melarang ekspor elver ikan sidat dalam rangka meningkatkan keanekaragaman sumber daya ikan dan pemenuhan kebutuhan benih sidat di dalam negeri. Elver sidat yang ditangkap di muara sungai Cimandiri akan didistribusikan langsung kepada perusahaan budidaya sekaligus perusahaan pengolahan. Hasil produksi ikan sidat yang telah layak konsumsi dari perusahaan budidaya sekaligus pengolahan akan di ekspor ke Jepang, China dan Korea.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi sumberdaya elver sidat adalah perpindahan fishing ground, jumlah hasil tangkapan dan faktor penyebab penurunan hasil tangkapan. Lokasi fishing ground dari awal penangkapan sampai penelitian dilaksanakan tidak mengalami perubahan yaitu di sekitar muara sungai Cimandiri. Namun 37% dari responden menyatakan ada perubahan lokasi fishing

ground. Perubahan lokasi fishing ground tersebut ke arah badan sungai dan

adanya perubahan bentuk muara sungai, tetapi masih berada pada daerah sungai Cimandiri. Perubahan bentuk muara sungai ditunjukan pada gambar 18.

a) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2006

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

Gambar 18 Perubahan bentuk muara sungai Cimandiri, Teluk Palabuhanratu Berdasarkan respon yang diberikan oleh nelayan, terlihat bahwa perubahan volume hasil tangkapan dimulai pada periode tahun 1995-1999. Respon nelayan terhadap menurunnya volume hasil tangkapan semakin meningkat pada periode tahun 2000-2004 dan 2005- 2009. Perubahan volume hasil tangkapan elver sidat ini mengarah kepada kondisi sumberdaya ikan yang semakin buruk jika dibandingkan dengan periode awal kegiatan penangkapan dilaksanakan. Berdasarkan hasil wawancara volume hasil tangkapan nelayan pengumpul pada periode awal penangkapan mencapai sekitar 100 kg/malam sedangkan saat penelitian berlangsung hasil tangkapan hanya sekitar 7–30 kg/malam.

Menurunnya volume hasil tangkapan dari periode awal kegiatan penangkapan sampai penelitian ini dilakukan dipengaruhi oleh faktor-faktor penyebab. Berdasarkan hasil analisis wawancara dengan responden, faktor penyebab menurunnya volume hasil tangkapan adalah perubahan musim kemarau dan penghujan, pembangunan PLTU, kondisi perairan muara sungai akibat pestisida dan meningkatnya kegiatan penangkapan.

Sebanyak 40% nelayan menyatakan pergeseran musim hujan dan kemarau menjadi faktor utama penyebab menurunnya volume hasil tangkapan. Musim hujan yang panjang mengakibatkan meningkatnya jumlah volume air yang mengalir dari sungai menuju muara. Hal tersebut menyebabkan elver sidat sulit untuk berenang masuk menuju ke muara sungai. Sedangkan pada musim kemarau elver sidat dapat berenang menuju muara sungai karena aliran dari daratan tidak terlalu deras. Namun hal ini tidak sesuai dengan penelitian Sriati (1998) bahwa semakin stabil dan meratanya curah hujan terutama yang berpengaruh terhadap Sungai Cimandiri, maka rata-rata hasil tangkapan cenderung semakin meningkat karena pengaruh air tawar terhadap air laut semakin jauh. Selain itu curah hujan dapat menyebabkan kekeruhan perairan yang menjadi faktor penting migrasi elver karena elver mempunyai kemampuan untuk mendeteksi adanya air tawar dan akan mencari sumber air tawar tersebut.

Faktor selanjutnya adalah pembangunan PLTU di muara sungai Cimandiri sejak tahun 2007. Awal mula pembangunan PLTU sesuai dengan hasil wawancara respon nelayan terhadap menurunnya volume hasil tangkapan terjadi pada periode tahun 2005-2009. PLTU tersebut membangun breakwater tepat di sisi muara sungai Cimandiri sehingga menyebabkan arus menuju muara sungai semakin deras dan menyebabkan kegiatan migrasi elver sidat menjadi terganggu. Selain itu arus tersebut membawa sampah sehingga nelayan sulit untuk melakukan kegiatan penangkapan. Beberapa nelayan lain berpendapat getaran akibat pemasangan paku bumi di dasar laut untuk pembangunan PLTU mempengaruhi lokasi pemijahan ikan sidat. Beberapa responden nelayan juga menduga bertambahnya penerangan saat pembangunan PLTU di sekitar lokasi penangkapan mengakibatkan berkurangnya elver sidat yang memasuki muara sungai Cimandiri. Pemakaian pestisida pada area persawahan menyebabkan arus air dari darat membawa bahan-bahan kimia menuju muara sungai. Menurut Effendi (2003) pestisida masuk ke badan air melalui limpasan dari daerah pertanian yang banyak menggunakan pestisida. Pestisida yang sering digunakan adalah insektisida (pembasmi insekta) dan herbisida (pembasmi rumput penganggu). Hal ini yang menyebabkan elver sidat tidak menyukai kondisi perairan muara sungai tersebut. Beberapa nelayan menyatakan apabila musim panen padi telah usai maka ketersediaan elver sidat akan muncul lagi.

Berdasarkan hasil wawancara saat musim puncak berlangsung, jumlah nelayan penangkap akan semakin meningkat. Semua warga akan turun ke pantai untuk menangkap elver sidat, bahkan sampai pada bagian badan sungai nelayan melakukan penangkapan. Namun berdasarkan hasil wawancara nelayan, selama ini tidak ada peraturan tentang kegiatan penangkapan elver sidat di Palabuhanratu. Hasil wawancara dari pihak pemerintah (DKP Pelabuhanratu) sampai saat ini belum ada peraturan yang berkaitan dengan kegiatan penangkapan dan pembatasan penangkapan elver sidat di muara sungai Cimandiri. Meningkatnya jumlah penangkapan disebabkan oleh harga yang semakin tinggi dan banyaknya perusahaan-perusahaan budidaya yang tertarik dalam bisnis ekspor sidat. Semakin tingginya harga jual elver sidat juga disebabkan oleh semakin sulitnya mendapatkan elver sidat dimana volume penangkapan semakin berkurang.

Secara umum rata-rata SPL dari citra satelit MODIS dan NOAA/AVHRR di teluk Palabuhanratu dari tahun 1990–2011 fluktuatif dan cenderung naik. Pada tahun 1990–1994 di sekitar Teluk Palabuhanratu sekitar 27-29,17oC. Pada selang tahun 2000-2004 terjadi penurunan nilai SPL tertinggi namun pada SPL terendah terjadi kenaikan, nilai SPL sekitar 28,72–27,79oC. Tahun 2010 sampai tahun 2011 nilai SPL kembali meningkat yaitu sekitar 30,02–28,30oC. Berdasarkan hasil penelitian pola sebaran rata-rata SPL di perairan Teluk Palabuhanratu pada tahun 1990–2011 lebih hangat di sekitar pantai dekat dengan daratan dibandingkan dengan perairan arah lepas pantai. Hal tersebut disebabkan adanya pengaruh aliran air yang berasal dari arus sungai. Menurut Nyabakken (1988) air sungai lebih dipengaruhi oleh perubahan suhu musiman dibandingkan dengan air laut. Ketika air sungai masuk ke estuaria dan bercampur dengan air laut maka terjadi perubahan suhu.

Rata-rata SPL tinggi terjadi pada tahun 1998, 2005 dan 2010. Tahun 1998 rata-rata SPL mencapai nilai 29,1oC dan tahun 2005 rata-rata SPL 29,4oC. Rata-rata SPL tertinggi terjadi pada tahun 2010 yatu berkisar 30,02oC. Meningkatnya SPL pada tahun 2010 diduga disebabkan oleh fenomena alam global yaitu La

Nina. La Nina merupakan fenomena alam global yang ditandai dengan kondisi

suhu muka laut di perairan Samudra Pasifik ekuator berada di bawah nilai normalnya (dingin), sementara kondisi suhu muka laut di perairan Benua Maritim Indonesia berada di atas nilai normalnya (hangat). Mendinginnya suhu muka laut akan menimbulkan tekanan udara yang tinggi. Wilayah Indonesia yang terletak di sebelah barat Pasifik akan mengalami tekanan udara rendah akibat menghangatnya suhu muka laut di sekitarnya (BMKG, 2010). Pada tahun 2011 rata-rata SPL rendah di bandingkan rata-rata SPL pada tahun 2010. Hal ini diduga meningkatnya curah hujan akibat tingginya SPL pada tahun 2010. Memanasnya SPL berdampak pada tingginya intensitas penguapan sehingga membentuk awan dan menyebabkan hujan.

Menurut Boetius & Boetius (1989) diacu dalam Sriati (1998) suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi naiknya elver sidat ke muara sungai yaitu pada suhu yang lebih rendah. Liviawaty dan Afrianto (1998)

terhadap kisaran suhu air yang cukup besar yaitu antara 13–31oC dan dengan suhu optimal antara 25–28oC, sesuai dengan spesiesnya. Berdasarkan hasil penelitian nilai SPL rata-rata di sekitar perairan Teluk Palabuhanratu dari tahun 1990–2011 berkisar antara 27,00–30,02oC. Nilai SPL tersebut masih dalam kisaran suhu elver sidat untuk mampu beradapatasi. Selain itu menurut penelitian Sriati (1998) di perairan tropis variasi suhu tidak terlalu besar sehingga suhu relatif lebih stabil dan kurang berpengaruh terhadap keberadaan elver sidat.

Klorofil-a merupakan pigmen yang paling umum terdapat pada fitoplankton sehingga konsentrasi fitoplankton sering dinyatakan dalam konsentrasi klorofil-a (Parsons et al., 1984). Kualitas perairan yang baik merupakan tempat hidup dan berkembang yang baik bagi fitoplankton, karena kandungan klorofil-a fitoplankton itu sendiri dapat dijadikan indikator tinggi rendahnya produktivitas suatu perairan (Ardiwijaya, 2002). Rata-rata konsentrasi klorofil-a dari citra satelit di teluk Palabuhanratu dari tahun 2002-2011 fluktuatif berkisar 0,4–1,95 mg/m3. Klasifikasi kelas kadar klorofil-a menurut Arsjad, et al (2004) ditunjukan pada Tabel 8.

Tabel 8 Kelas kadar klorofil-a pada tahun 1998–2011 di perairan Teluk Palabuhanratu.

Tahun Konsentrasi Rata-Rata (mg/m3)

Kelas Kadar Klorofil-a

1998 0.38 Konsentrasi sedang/ medium rich phytoplankton 1999 0.66 Konsentrasi tinggi/ rich phytoplankton

2000 0.42 Konsentrasi sedang/ medium rich phytoplankton 2001 0.34 Konsentrasi sedang/ medium rich phytoplankton 2002 0.55 Konsentrasi tinggi/ rich phytoplankton

2003 0.65 Konsentrasi tinggi/ rich phytoplankton

2004 0.43 Konsentrasi sedang/ medium rich phytoplankton 2005 0.37 Konsentrasi sedang/ medium rich phytoplankton 2006 0.98 Konsentrasi tinggi/ rich phytoplankton

2007 0.59 Konsentrasi tinggi/ rich phytoplankton 2008 0.53 Konsentrasi tinggi/ rich phytoplankton

2009 0.41 Konsentrasi sedang/ medium rich phytoplankton 2010 0.31 Konsentrasi sedang/ medium rich phytoplankton 2011 0.69 Konsentrasi tinggi/ rich phytoplankton

Berdasarkan Tabel 8 rata-rata klorofil-a konsentrasi sedang/medium rich

phytoplankton terjadi pada tahun 1998, 2000, 2001, 2004, 2005, 2009 dan 2010.

Sedangkan rata-rata klorofil-a konsentrasi tinggi/rich phytoplankton terjadi pada tahun 1999, 2002, 2003, 2006, 2007, 2008 dan 2011. Secara keseluruhan konsentrasi rata-rata klorofil-a di perairan Teluk Palabuhanratu termasuk dalam kelas tinggi/rich phytoplankton dengan nilai 0,52 mg/m3. Tingginya konsentrasi klorofil-a dapat menjadi indikator kualitas perairan yang baik karena menjadi tempat hidup dan berkembang baik bagi fitoplankton. Konsentrasi klorofil-a yang tinggi disebabkan oleh nilai SPL rendah akibat meningkatnya curah hujan. Curah hujan tersebut akan membawa zat hara dari darat yang dialirkan oleh sungai dan menjadikan perairan subur.

Pola sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi disekitar pesisir dan berangsur-angsur semakin menurun ke arah laut lepas. Tingginya konsentrasi klorofil-a disebabkan oleh adanya pengaruh arus aliran sungai. Menurut Nontji (2002) muara sungai banyak zat hara datang dari daratan dan dialirkan oleh sungai ke laut, sedangkan di daerah upwelling zat hara yang kaya terangkat dari lapisan lebih dalam ke arah permukaan.

Penentuan kisaran SPL dan klorofil-a dengan menggunakan citra satelit masih memiliki kelemahan. Kisaran SPL dan klorofil-a masih dalam daerah yang luas (resolusi rendah) disebabkan oleh luasan sapuan sensor MODIS yang besar. Selain itu, satelit Aqua MODIS mengelilingi bumi pada sore hari sehingga data SPL dan klorofil-a pada saat operasi penangkapan ikan masih kurang akurat.

Data produksi ikan sidat yang tersedia oleh pihak DKP Palabuhanratu hanya tahun 2006 dan 2010. Berikut grafik hubungan SPL dan produksi ikan sidat pada tahun 2006 dan 2010 ditunjukan pada Gambar 19.

Gambar 19 Grafik SPL rata-rata dan produksi ikan sidat tahun 2006 dan 2010 Grafik pada Gambar 19 menunjukan SPL rata-rata pada tahun 2006 mencapai 27,71oC dan volume produksi ikan sidat di Palabuhanratu mencapai 15,6 ton (A). Selanjutnya SPL rata-rata meningkat pada tahun 2010 mencapai 30,02oC dan volume produksi ikan sidat menurun menjadi 7,1 ton (B). Berdasarkan sedikitnya data volume produksi yang dimiliki, diduga rata-rata SPL yang meningkat berpengaruh terhadap volume produksi ikan sidat yang cenderung menurun. Rata-rata SPL yang meningkat dari tahun 2006 dan 2010 diduga mengakibatkan berkurangnya daya tahan hidup elver sidat dan ditambah dengan eksploitasi yang berlebih dalam penangkapan sehingga ketersediaan elver ikan sidat di muara sungai semakin berkurang. Selain itu mengakibatkan semakin berkurangnya ikan sidat indukan yang akan kembali memijah di laut dalam.

Berikut grafik hubungan konsentrasi klorofil-a dan produksi ikan sidat pada tahun 2006 dan 2010 ditunjukan pada Gambar 20.

27.71 30.02 15.6 7.1 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 26.50 27.00 27.50 28.00 28.50 29.00 29.50 30.00 30.50 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 P r o d u k si I k an S id at (to n ) S P L Periode Tahun

SPL Produksi Ikan Sidat

A

Gambar 20 Grafik konsentrasi klorofil-a dan produksi ikan sidat pada tahun 2006 dan 2010

Gambar 20 menunjukan konsentrasi klorofil-a pada tahun 2006 mencapai 0,98 mg/m3 dan volume produksi ikan sidat di Palabuhanratu mencapai 15,6 ton (A). Selanjutnya konsentrasi klorofil-a menurun pada tahun 2010 mencapai 0,31 mg/m3 dan volume produksi ikan sidat menurun menjadi 7,1 ton (B). Berdasarkan sedikitnya data volume produksi yang dimiliki, diduga ada pengaruh penurunan konsentrasi klorofil-a terhadap volume produksi ikan sidat yang cenderung menurun. Menurunnya konsentrasi klorofil-a dari tahun 2006-2010 diduga mengakibatkan perairan berkurang tingkat kesuburanya sehingga daya tahan hidup elver sidat juga menurun dan ditambah dengan eksploitasi yang berlebih dalam penangkapan sehingga ketersediaan elver sidat di perairan muara sungai Cimandiri semakin berkurang.

Faktor utama penyebab menurunnya volume hasil tangkapan menurut nelayan adalah adanya pergeseran musim (hujan dan kemarau), aktifitas pembangunan PLTU di muara sungai, kondisi perairan akibat pestisida dan penangkapan yang berlebih. Variasi nilai SPL rata-rata selama tahun 1990-2011 tidak terlalu besar dan konsentrasi rata-rata klorofil-a selama tahun 1998-2011 termasuk dalam kualitas yang baik. Volume produksi ikan sidat tahun 2010 menurun dibandingkan dengan volume produksi tahun 2006 . Penurunan tersebut diduga karena meningkatnya SPL dan menurunnya konsentrasi klorofil-a pada tahun tersebut. Selain itu diduga menurunnya volume hasil tangkapan disebabkan

0.98 0.31 15.6 7.1 0 2 4 6 8 10 12 14 16 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 1.10 1.20 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 P r o d u k si I k an S id at (to n ) K o n se n tr as i K lo ro fi l-a Periode Tahun

Klorofil-a Produksi Ikan Sidat

A

oleh meningkat aktifitas penangkapan. Aktifitas penangkapan yang meningkat dapat dilihat dari meningkatnya jumlah permintaan elver dan harga jual elver yang semakin tinggi. Keberadaan elver yang semakin berkurang menyebabkan harga jual hasil tangkapan elver sidat semakin tinggi di pasaran karena permintaan jumlah elver yang semakin meningkat.

Dokumen terkait