• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis terhadap gross output sektor-sektor berbasis kehutanan akan memberikan informasi sumber-sumber yang menjadi pendorong pertumbuhan sektor tersebut. Adapun trend waktu yang digunakan untuk mengamati perubahan struktur adalah tahun 2005 dan tahun 2008, dimana tahun 2005 dijadikan sebagai tahun awal sedangkan tahun 2008 merupakan tahun akhir. Selisih nilai output diantara kedua waktu tersebut didekomposisi ke dalam empat faktor penyebab perubahan yakni : (1) Domestic Final Demands (DD), (2) Exsport Expansions (EE), (3) Import Substitutions (IS), dan (4)Changes in Input-Output Coefficients

atau Technological Change (IO). Penyajian pertumbuhan struktural menggunakan perhitungan rata-rata proporsi dari masing-masing faktor pertumbuhan terhadap nilai total perubahan.

5.2.1. Pertumbuhan Struktural Sektor Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (Kehutanan)

Hasil analisis menunjukkan bahwa sumber pertumbuhan sektor kayu dan hasil hutan lainnya atau sektor kehutanan dalam kurun waktu 2005 – 2008 disebabkan oleh adanya dorongan domestic demand (DD) seperti yang terlihat pada Gambar 13. Kontribusi domestic demand terhadap pertumbuhan gross output sektor kehutanan sekitar 60.3 persen. Besarnya domestic demanddisebabkan oleh beberapa faktor antara lain; pertamameningkatnya permintaan produk kayu bulat untuk pasokan bahan baku industri kayu dalam negeri, bahkan terjadi kesenjangan antara permintaan dengan pasokan kayu bulat untuk industri kayu dalam negeri. Menurut Departemen Kehutanan (2007b), kesenjangan antara permintaan dengan pasokan kayu bulat untuk industri perkayuan dalam negeri sekitar 42 juta m3.

Adanya kesenjangan ini menimbulkan maraknya praktek illegal logging untuk memenuhi kebutuhan pasokan kayu bulat bagi industri perkayuan di dalam negeri. Faktor kedua yang menyebabkan besarnya domestic demand dideterminasi oleh meningkatnya jumlah penduduk sehingga mendorong permintaan terhadap papan menjadi terus meningkat. Faktor lainnya adalah adanya larangan ekspor kayu bulat oleh pemerintah sejak tahun 1985 yang menyebabkan kayu bulat sebagai output utama sektor kehutanan praktis hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. -10 0 10 20 30 40 50 60 70 DD EE IS IO

Gambar 13. Radar Chart Sumber - Sumber Pertumbuhan Sektor Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (Kehutanan) Tahun 2005 – 2008

Faktor pendorong pertumbuhan sektor kehutanan lainnya adalah perkembangan teknologi yang memberikan kontribusi terhadap penciptaan perubahan nilai output sektor kehutanan sebesar 39.2 persen. Kegiatan di sektor kehutanan adalah kegiatan penanaman dan penebangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar pemegang konsesi hak pengusahaan hutan. Teknologi yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut telah

berkembang, sehingga output yang dihasilkan khusunya kayu bulat menjadi lebih besar.

Sementara itu, faktor impor hanya berkontribusi kecil sekitar 2.6 persen atau kurang berpengaruh terhadap pertumbuhan gross output sektor kehutanan selama periode 2005 – 2008. Impor dilakukan hanya untuk menutupi kekurangan pasokan kayu bulat untuk industri kayu yang silit diperoleh dari dalam negeri. Disamping impor, faktor exsport expansion juga kurang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan gross output sektor kehutanan, bahkan terjadi perubahan ekspor yang negatif dari tahun 2005 ke tahun 2008.

5.2.2. Pertumbuhan Struktural Sektor Industri Kayu Gergajian

Sama halnya dengan sektor kehutanan, sumber pertumbuhan gross output

industri kayu gergajian selama periode 2005 – 2008 disebabkan oleh faktor

domestic demand sekitar 56.5 persen seperti yang terlihat pada Gambar 14. Besarnya domestic demand disebabkan karena sebagian besar industri kayu gergajian merupakan golongan industri kecil dan menengah yang memiliki kapasitas terpasang di bawah 6 000 m3. Skala produksi yang kecil menyebabkan sebagian besar hasil produksi dialokasikan untuk pemenuhan konsumsi dalam negeri.

Faktor lainnya yang mendorong besarnya permintaan dalam negeri adalah bertambahnya jumlah penduduk. Jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar menyebabkan meningkatnya kebutuhan terhadap papan serta berkembangnya sektor properti dalam negeri yang turut mendorong meningkatnya permintaan output kayu gergajian.

-10.0 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 DD EE IS IO

Gambar 14. Radar Chart Sumber - Sumber Pertumbuhan Sektor Industri Kayu Gergajian Tahun 2005 – 2008

Sumber pertumbuhan gross output lainnya pada industri kayu gergajian adalah technological change dan import substitution. Perubahan teknologi terutama pada industri kayu gergajian skala menengah meskipun sebagian besar pada industri kayu gergajian masih menggunakan mesin-mesin yang sudah tua (Departemen Kehutanan, 2007b). Selanjutnya dorongan impor terhadap kayu gergajian disebabkan faktor harga produk kayu gergajian impor terutama yang berasal dari China yang jauh lebih murah dibandingkan kayu gergajian dalam negeri.

Sementara itu, faktor ekspor justru memberikan kontribusi negatif terhadap pertumbuhan gross outputindustri kayu gergajian selama periode 2005 – 2008. Faktor tersebut disebabkan oleh beberapa hal diantaranya rendahnya daya saing produk kayu gergajian dalam negeri di pasar internasional karena kualitas dan harga yang tidak mampu bersaing dengan produk-produk negara kompetitor seperti China, Brazil dan negara Amerika Latin lainnya. Adanya brand image

yang negatif terhadap maraknya illegal logging di Indonesia turut berdampak terhadap ekspor produk kayu gergajian Indonesia di pasar internasional.

5.2.3. Pertumbuhan Struktural Sektor Industri Kayu Lapis

Hasil analisis menunjukan bahwa sumber pertumbuhan utama gross output

industri kayu lapis selama periode 2005-2008 sebagian besar disebabkan oleh faktordomestic demand. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perkembangan industri kayu lapis Indonesia akhir-akhir ini terus mengalami penurunan karena

daya saing di pasar ekspor yang terus menurun. Akibatnya produksi banyak di jual di pasar domestik.

0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 DD EE IS IO

Gambar 15. Radar Chart Sumber - Sumber Pertumbuhan Sektor Industri Kayu Lapis Tahun 2005 – 2008

Exsport exspansion hanya berkontribusi kecil (7.4 persen) terhadap pertumbuhan gross output sektor industri kayu lapis selama periode 2005-2008. Kayu lapis merupakan salah satu komoditas andalan ekspor industri kehutanan selama ini, namun rendahnya daya saing dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan ekspor kayu lapis terus menurun. Menurut kajian Institut Pertanian Bogor (2007), menurunnya daya saing kayu lapis Indonesia disebabkan oleh langkanya pasokan bahan baku berkualitas tinggi dan hadirnya negara – negara

produsen kayu lapis dunia seperti Malaysia. Tidak adanya kepastian pasokan bahan baku selama ini menjadi hambatan pemenuhan permintaan pasar ekspor

kayu lapis, akibatnya berdampak terhadap beralihnya konsumen luar negeri ke negara-negara lain.

Dibubarkannya Badan Pemasaran Bersama (Joint Market Bodies)-

APKINDO dalam butir kesepakatan atauLetter of Intent (LoI)antara pemerintah Indonesia dengan Badan Moneter Internasional (IMF) saat krisis ekonomi pada tahun 1998, turut menjadi pemicu turunnya daya saing produk kayu lapis Indonesia. Dibubarkannya Badan Pemasaran Bersama tersebut, posisi tawar kayu lapis Indonesia menjadi lemah dan tidak adanya pengendalian produksi dan harga. Sementara itu, faktor import substitution dan technological change

menjadi faktor penting dalam pertumbuhan gross output industri kayu lapis nasional. Kurangnya pasokan bahan baku untuk memproduksi kayu lapis, maka pemenuhan kebutuhan kayu lapis dalam negeri harus dipenuhi melalui impor dari negara lain seperti China, Malaysia dan Jepang. Faktor teknologi turut mendorong terjadinya produktifitas, sehingga mendorong pertumbuhan output kayu lapis. Departemen Kehutanan (2007b) menyebutkan bahwa perusahaan yang bergerak di sektor industri kayu lapis umumnya adalah perusahaan berskala besar yang sudah menggunakan teknologi modern, meskipun banyak industri yang masih menggunakan mesin-mesin yang sudah tua.

5.2.4. Pertumbuhan Struktural Sektor Industri Pulp

Sektor industri kehutanan mendapat perhatian cukup besar dalam pembangunan ekonomi nasional, karena dapat berperan sebagai dinamisator yang akan membawa sektor perekonomian pada tingkat laju pertumbuhan yang lebih

tinggi. Diantara berbagai jenis industri kehutanan yang ada, industri pulp merupakan salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi nasional terutama sebagai penghasil devisa. Hasil analisis pertumbuhan struktural diperoleh informasi bahwa faktor exsport expansionmerupakan faktor utama pendorong pertumbuhan

gross outputindustri pulp selama periode 2005 – 2008 seperti yang terlihat pada Gambar 16. Exsport expansion memberikan kontribusi sekitar 35.4 persen terhadap pertumbuhan gross outputindustri pulp.

0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 DD EE IS IO

Gambar 16. Radar Chart Sumber - Sumber Pertumbuhan Sektor Industri Pulp Tahun 2005 – 2008

Pada tahun 2008, pulp merupakan penyumbang ekspor terbesar di sektor industri kehutanan menggeser kayu lapis yang selama ini memiliki kontribusi terbesar terhadap ekspor industri kehutanan. Ekspor pulp pada tahun 2005 sebesar US$ 934 juta meningkat menjadi US$ 1 065 juta tahun 2007 dan menjadi US$ 1 425 juta pada tahun 2008 (Badan Pusat Statistik, 2009a).

Besarnya kapasitas terpasang menjadikan Indonesia sebagai produsen utama pulp dunia. Menurut Departemen Kehutanan (2007b), sekitar 73 persen dari pertumbuhan kapasitas industri pulp dunia merupakan kontribusi dari tiga

negara saja yaitu Brazil, Indonesia dan China. Kondisi ini menggambarkan bahwa faktor teknologi berperan penting dalam pertumbuhan output sektor industri pulp di Indonesia. Hasil analisis menunjukkan kontribusi technological change

terhadap pertumbuhan output pulp sebesar 29.1 persen.

Faktor lain yang menjadi sumber pertumbuhan gross output industri pulp adalah domestic demand dan import substitution yang masing-masing berkontribusi sebesar 21.8 persen dan 13.7 persen. Permintaan pulp dalam negeri dan pengadaan impor pulp sebagian besar untuk memenuhi konsumsi industri kertas. Impor disebabkan kurangnya pasokan pulp dari industri pulp dalam negeri untuk industri kertas. Sejak tahun 2005 – 2008, rata-rata impor pulp Indonesia sebesar US$ 500 juta. Impor pulp sebagian besar berasal dari Kanada, Brazil, Afrika Selatan dan Jepang (Departemen Kehutanan, 2008c).

5.2.5. Pertumbuhan Struktural Sektor Industri Mebel dan Kerajinan Kayu-Rotan

Hasil analisis pertumbuhan struktural terhadap industri mebel dan kerajinan menunjukkan sekitar 89.3 persen pertumbuhan output sektor ini dideterminasi oleh faktor domestic demandseperti yang terlihat pada Gambar 17.

Hal ini disebabkan karena skala usaha industri mebel dan kerajinan sebagian besar merupakan usaha kecil menengah yaitu dengan kapasitas produksi di bawah 6 000 m3dimana sebagian besar pemasaran produknya berorientasi pasar dalam negeri..

Industri ini berkembang pesat terutama di Pulau Jawa yaitu antara lain Jepara, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Cirebon dan kota-kota lainnya. Industri mebel dan kerajinan ini telah lama dikenal di Indonesia dan merupakan usaha turun temurun.

-20.0 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 DD EE IS IO

Gambar 17. Radar Chart Sumber - Sumber Pertumbuhan Sektor Industri Meubel dan Kerajinan Tahun 2005 – 2008

Sumber pertumbuhan gross output lainnya yaitu faktor exsport exspansion, import substitution dan technological change kurang memberikan kontribusi

terhadap pertumbuhan gross output. Hal ini disebabkan ketatnya persaingan di pasar internasional untuk produk mebel dan kerajinan, terutama produk-produk

yang berasal dari China yang memiliki harga yang relatif lebih murah. Bahkan impor untuk produk meubel dan kerajinan cenderung meningkat selama beberapa tahun terakhir. Selain itu industri mebel dan kerajinan dalam negeri banyak yang merupakan home industry dengan penggunaan teknologi yang sederhana, sehingga efisiensi produksinya rendah.

5.3. Strategi Peningkatan Pertumbuhan Output Sektor Berbasis

Dokumen terkait