• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3.1 Perubahan Muka Laut dan Kestabilan Pantai

Zhang et al. (2004) menyatakan bahwa sehubungan dengan dampak

kenaikan muka laut terhadap erosi pantai, sedikitnya 70 persen dari pantai berpasir di dunia diketahui mengalami pemunduran (erosi) sehingga menjadi sebuah problem global. Pada prinsipnya tiga kandidat penyebab erosi global yang berlangsung diseluruh dunia tersebut yaitu; a) kenaikan muka laut, b) badai akibat perubahan iklim, dan c) gangguan lingkungan berasal dari manusia. Namun, tidak terdapat indikasi nyata dari keberlangsungan peningkatan badai selama kurun waktu seratus tahun terakhir. Demikian pula gangguan manusia terhadap lingkungan tidak sama besar di seluruh dunia dan beragam secara regional. Dengan demikian kandidat penyebab yang sangat mungkin hanya tinggal kenaikan muka laut. Sehingga penentuan apakah kenaikan muka laut itu meningkat atau tidak menjadi sangat penting.

2.3.2 Monitoring Perubahan Garis Pantai

Terdapat sejumlah teknik untuk mendeliniasi batas darat-laut (air) yang digunakan dalam mengekstrak garis pantai. Zhao et al. (2008) menerangkan bahwa secara umum teknik-teknik ini dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori, semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, yaitu ;

a) Pengukuran dengan survei lapang. Teknik ini dapat menghasilkan pengukuran dengan akurasi yang tinggi, kelemahannya membutuhkan tenaga dan waktu yang banyak serta terkadang pendekatan ini dibatasi oleh kesulitan akses;

b) Teknologi altimeter modern menggunakan radar altimeter atau laser altimeter. Metode ini sangat potensial namun kekurangannya detektor yang diperlukan sangat sulit didapatkan;

c) Pengukuran menggunakan citra foto udara. Metode ini menyediakan hasil yang cukup informatif, kelemahannya frekuensi data akuisisi yang rendah dan prosedur fotogrametrik serta akuisisi data juga pemetaan citranya yang mahal serta membutuhkan waktu yang sangat banyak;

18

 

   

d) Interprestasi citra satelit. Metode ini dapat memonitor cakupan wilayah yang luas dengan pengulangan sehingga bisa menyediakan data yang sesuai secara temporal bagi kajian-kajian fenomena dinamika garis pantai.

2.3.3 Data Citra Landsat dalam Monitoring Perubahan Garis Pantai

Ruiz et al. (2007) mengatakan bahwa penggunaan data citra dengan

resolusi spasial menengah seperti Spot dan Landsat (20-30 m/piksel) sesuai untuk aplikasi monitoring dinamika garis pantai. Penggunaan jenis data citra resolusi menengah memberikan setidaknya dua keuntungan, yaitu 1) ketersediaan yang mudah untuk pengamatan secara deret waktu di mana data Landsat TM bisa diperoleh sejak dekade awal 1980, serta 2) mengurangi biaya dibandingkan penggunaan jenis data beresolusi tinggi.

Pemantauan serta pemetaan proses kestabilan yang terjadi pada suatu garis pantai berdasarkan perbandingan rekaman citra satelit secara deret waktu ini dilakukan dengan mengamati pertambahan areal tanah akibat sedimentasi atau pun berkurangnya areal tanah akibat erosi dan abrasi.

2.3.4 Ekstraksi Garis Pantai Menggunakan Data Citra Landsat

Ekstraksi atau deliniasi batas darat-laut menggunakan teknik penginderaan jauh data citra Landsat TM dan ETM+ dapat meliputi beberapa teknik, yaitu: interprestasi visual, teknik berbasis nilai spektral (differencing, regresi citra, dan

analisis nilai digital), komposit multi-data, serta analisis perubahan vektor (Lipakis et al. 2008). Di bagian lain, beberapa metode penajaman citra mencakup spatial filtering, komposit RGB, rationing, klasifikasi, density slicing, metode

BILKO (yaitu sebuah program khusus yang dikembangkan oleh UNESCO untuk menentukan batas darat-laut berdasarkan band infra merah), serta metode algoritma AGSO (Australian Geological Surveys Organization) yang

dikembangkan untuk memetakan citra perairan dangkal. Semua metode pendekatan penajaman citra tersebut berguna dalam membuat batas yang jelas darat-laut sehingga memudahkan dalam digitasi (Hanifa et al. 2007).

Pengekstraksian garis pantai dengan metode single band biasa memanfaatkan Band-4, 5, dan 7. Untuk keperluan ini, Band-4 dapat digunakan

19

untuk mengumpulkan informasi batas garis pantai yang diliputi vegetasi, sementara Band-5 dan 7 masing-masing dapat digunakan memperoleh informasi garis pantai yang ditutupi oleh tanah dan bebatuan. Pendekatan lain adalah menggunakan metode band ratio (rationing) yaitu antara Band-4 dengan Band-2

(b4/b2) serta Band-5 dengan Band-2 (b5/b2). Dalam metode rationing, batas

antara laut dan darat dapat dipisahkan dengan mudah untuk pengekstraksian informasi garis pantai (Winarso et al. 2001).

Metode gabungan band (false colour composite RGB) juga banyak

digunakan terutama untuk membantu secara visual dalam pengengekstraksian garis pantai. Beberapa gabungan band yang sering digunakan di antaranya; RGB- 453, RGB-147, RGB-457, dan RGB-321. Adapun jenis band yang sangat sesuai untuk penentuan batas (threshold) level slicing untuk deliniasi garis pantai dengan data citra Landsat TM beresolusi 30 meter adalah Band-5. (Winarso et al. 2001 ; Alesheikh et al. 2007 ; Hanifa et al. 2007).

2.3.5 Koreksi Pasang Surut dalam Ekstraksi Garis Pantai

Menurut Harintaka dan Kartini (2009) bahwa hal yang perlu mendapat perhatian dalam pengekstrasian garis pantai menggunakan data citra adalah jenis rekaman data citra itu sendiri yang bersifat sesaat. Agar hasil ekstraksi garis pantai dari data citra dianggap dapat mewakili kondisi garis pantai sebenarnya maka diperlukan data pasang surut daerah perekaman citra.

2.3.6 Metode Penentuan Perubahan Posisi Garis Pantai dan Statistika Penghitungan Laju Perubahan Garis Pantai

Laju perubahan garis pantai dapat diartikan sebagai profil suatu garis pantai dalam proses kestabilannya (maju-mundur) setiap tiap tahun. Dalam metode penentuan laju perubahan posisi suatu garis pantai menurut suatu rentang waktu, laju perubahan garis pantai diekspresikan sebagai jarak dari suatu posisi garis pantai mengalami perpindahan dalam tiap tahun (Himmelstoss, 2009). Berkenan dengan hal tersebut, terdapat 2 metode yang berkembang saat di lingkungan SIG terkait penentuan perubahan garis pantai, yaitu: metode single- transect (ST-Method), dan alternatifnya yaitu metode Eigenbeaches (EX and EXT

20

 

   

Method) yang lahir melengkapi kekurangan metode single transect (Vitousek et al. 2009).

Dalam teknik single transect, laju akresi/erosi dihitung sebagai panjang

jarak tiap transect (fitur line) yang bersinggungan dengan masing-masing fiturset

garis pantai berbeda. Single transect ini dibuat tegak lurus terhadap baseline yang

dibuat baik pada arah seaward maupun landward dari masing-masing fiturset

garis pantai menggunakan buffer tool. Contoh penerapan metode single transect

dan bagian komponen metode ini dalam penentuan profil perubahan garis pantai ditampilkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Contoh dari (A) penerapan metode single transect dan (B) komponen yang menjadi fiturset dalam metode single transect

(Sumber: Thieler et al.2001 ; Himmelstoss, 2009).

Pada perangkat aplikasi SIG seperti ArcGIS dan ArcView, teknik single transect untuk perhitungan laju perubahan garis pantai telah diintegraskan ke dalam ekstension bernama Digital Shoreline Analysis System, disingkat DSAS Ekstension ini dikembangkan oleh Departement Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) dan telah banyak digunakan terutama untuk menghitung laju perubahan garis pantai yang diekstrak dari citra resolusi tinggi (Thieler et al. 2005 ;

Himmelstoss, 2009).

Beragam metode pendekatan statistika penghitungan laju perubahan garis pantai yang digunakan dalam metode singe transect dijelaskan oleh Dolan et al.

(1991) dalam Thieler et al. (2001), mencakup; End Point Rate (EPR), Average of Rates (AOR), Linier Regression, Jacknife, dan Average of Eras (AOE).

A

B

21

Laju perubahan garis dalam metode End Point Rate diekspresikan sebagai

jarak perpindahan (meter) dari suatu posisi garis pantai dalam rentang waktu pengamatan (tahun). Secara teknis laju perubahan (meter/tahun) ditentukan dengan membagi jarak perpindahan posisi garis pantai bersangkutan (meter) terhadap waktu perpindahan lokasinya (tahun) menurut banyaknya deret waktu yang menjadi lama perubahan (Thieler et al.2001 ; Himmelstoss, 2009 ; Hapke et al. 2010). Secara matematis hal ini diformulasikan sebagai berikut (Moore et al,.

2006 dalam Limber et al. 2007):

di mana RSe adalah perubahan end-point rate; X0 adalah ukuran jarak horisontal

antar garis pantai; serta t adalah rentang waktu posisi antar garis pantai yang

digunakan untk penghitungan end point rate.

Dokumen terkait