• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.2. Perumusan Masalah

Pertanian perkotaan didefinisikan sebagai aktifitas atau kegiatan bidang pertanian yang dilakukan dalam kota (intraurban) dan pinggiran kota (periurban)

pangan dan non pangan, dengan memanfaatkan atau menggunakan kembali sumberdaya manusia dan material, produk serta jasa ke daerah perkotaan tersebut (Smith et al. 1996). Beberapa dimensi umumnya yang mendukung definisi tersebut adalah jenis aktivitas ekonomi, kategori produk pangan atau non pangan, karakteristik lokasi intraurban dan periurban, jenis aktivitas tersebut dilakukan, jenis sistem (skala) produksi dan produk destinasi. Definisi ini secara implisit juga memberikan gambaran menyangkut keterkaitan pertanian perkotaan dengan berbagai konsep pengembangan lainnya, misalnya pengembangan pertanian pedesaan, sistem pasokan pangan perkotaan, pengembangan perkotaan berkelanjutan, ketahanan pangan perkotaan dan pengelolaan lahan perkotaan.

Permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan adalah karena adanya ketimpangan dalam pembangunan perkotaan yang tidak seimbang antara pembangunan ekonomi, fisik dan prasarana sumberdaya manusia dan ekologi baik terhadap sumberdaya pertanian dan ruang terbuka hijau khususnya RTH produktif di wilayah perkotaan. Kondisi pertanian perkotaan semakin menurun baik dari pertanian pangan dan non pangan seperti produksi, produktivitas lahan/ruang pertanian. Permasalahan pertanian perkotaan ini dapat dilihat dari aspek ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan dan inovasi teknologi sebagai berikut;

Aspek penguasaan lahan pertanian; Lahan sempit pertanian merupakan aset penting dalam menunjang pembangunan perkotaan berkelanjutan. Salah satu permasalahan pokok dalam pembangunan sektor pertanian adalah sempitnya rata- rata penguasaan lahan petani, sehingga program yang dikembangkan belum sepenuhnya dapat berjalan seperti yang direncanakan. Pengembangan sistem agribisnis cenderung menuntut penguasaan lahan yang luas dan kurang akomodatif pada petani gurem dengan pemilikan kurang dari 0,30 ha. Upaya penyatuan usaha dalam bentuk koordinasi vertikal sebagaimana yang dikemukakan Simatupang (1995), umumnya belum ditindaklanjuti dalam kegiatan yang lebih riil. Apalagi bagi sebagian besar petani ketergantungan terhadap usahatani tertentu seperti padi masih sangat tinggi, dan pertimbangan rasa aman lebih mewarnai keputusan petani dibanding sesuatu yang berbau bisnis, sehingga laju konversi lahan tidak dapat di atasi. Menurut Irawan (2005), konversi lahan pertanian pada dasarnya terjadi akibat

adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dan sektor non pertanian. Persaingan dalam pemanfaatan lahan tersebut muncul akibat adanya tiga fenomena ekonomi dan sosial, yaitu: (a) keterbatasan sumberdaya lahan, (b) pertumbuhan penduduk, dan (c) pertumbuhan ekonomi.

Aspek ekonomi; Konversi lahan sangat sulit dihindari karena permasalahan faktor-faktor ekonomi yang tercermin dari rendahnya nilai tanah/lahan untuk kegiatan pertanian dibandingkan dengan kegiatan sektor lain. Rasio land rent lahan pertanian adalah 1:500 untuk kawasan industri dan 1:622 untuk kawasan perumahan (Nasoetion dan Winoto 1996). Menurut Sitorus et al. (2007) rasio land rent padi- padi: sayuran adalah 1:14-46,7 untuk padi-padi:tanaman hias adalah 1:904,2 dan padi-padi:villa adalah 1:367.

Menurut Adiyoga (2002), pengembangan usaha tani perkotaan sangat dipengaruhi tingkat harga dan lingkungannya, terutama harga output (konsumsi pangan) seperti fluktuasi harga sayuran dan pencemaran, sehingga usaha tani di perkotaan tidak dapat memberi pendapatan yang layak. Menurut laporan Diskeltan (2010), produktivitas lahan pertanian dari tahun ke tahun mengalami penurunan, disebabkan dengan berkembang pesatnya pengembang baik dibidang property maupun industri yang berskala besar pada lahan potensi pertanian. Hal ini diakibatkan oleh adanya nilai ekonomi jasa tanah yang tinggi di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.

Aspek sosial dan kelembagaan; Masalah ketersediaan pangan dan akses terhadap pangan juga akan dihadapi oleh sebagian penduduk yang tinggal di perkotaan, sebagai akibat dari (a) distribusi pendapatan masyarakat tidak merata, (b) tingkat kemiskinan yang cenderung meningkat, (c) semakin menurunnya ketersediaan lahan produktif, dan (d) sistem distribusi pangan yang tidak efisien (Permia 1983).

Memperlihatkan motivasi dalam mempertahankan RTH dan pengelolaan pertanian relatif kurang, yang ditandai kondisi pengembangan pertanian dan RTH semakin sempit. Adanya undang-undang No. 26/2007 tentang penataan ruang, terlihat bahwa ketersediaan lahan peruntukan pertanian di wilayah perkotaan tidak ada lagi kecuali RTH produktif. Belum adanya undang-undang khusus mengenai pertanian perkotaan.

Sampai saat ini, kegiatan pertanian perkotaan masih dapat dikategorikan sebagai unregulated urban agriculture. Secara spesifik belum terdokumentasi peraturan yang ditujukan untuk melarang atau sebaliknya memberikan fasilitas kegiatan pertanian perkotaan, serta aturan hukum yang jelas serta kelembagaan yang masih sangat lemah.

Kondisi aspek kualitas lingkungan; Kualitas tanah/lahan dan lingkungan memegang peranan penting dalam usahatani baik di pedesaan maupun di perkotaan. Masalah degradasi tanah Menurut Sitorus (2009), hilangnya atau berkurangnya kegunaan (utility) atau potensi kegunaan tanah, kehilangan atau perubahan kenampakan (features) tanah yang tidak dapat diganti. Menurut FAO (1993) dalam

Sitorus (2009), degradasi tanah adalah proses yang menguraikan fenomena yang menyebabkan menurunnya kapasitas tanah untuk mendukung suatu kehidupan, khususnya dalam pengembangan pertanian.

Menurut BPLHD (2010), hasil pemantauan kualitas udara wilayah DKI Jakarta menunjukkan terjadi penurunan dengan peningkatan debu/asap yang mengakibatkan penurunan dan sirkulasi oksigen (02) di udara. Hasil pemantauan kualitas air di beberapa titik pada sekitar lahan basah/sawah, menunjukkan dalam kondisi tercemar “ringan” dan “sedang” untuk kebutuhan pertanian lahan basah dan perikanan yang sumbernya dari limbah limbah industri dan rumah tangga yang dapat mencemari produk pertanian.

Aspek ketersediaan lahan dan ruang; Berdasarkan data BPS (2010), kondisi lahan/ruang pertanian/kehutanan (RTH konservasi, lanskap/pertamanan, RTH produktif termasuk lahan sawah dan pekarangan pemukiman) masih memberikan peluang untuk pengembangannya. Keberadaan lahan pertanian/RTH baik lahan kering dominan berupa pekarangan, taman kota dan berem jalan umum, sedangkan khususnya lahan basah/sawah dominan di wilayah Jakarta Utara, Timur dan Barat. Untuk sumberdaya manusia masih terdapat 96.200 orang yang berstatus petani “pemilik” dan “penggarap” serta kelompok tani sekitar 478 dari total penduduk DKI Jakarta 8.381.968 jiwa (Diskeltan 2010). Keberadaan sumberdaya lahan, ruang dan sumberdaya manusia tersebut memberikan peluang untuk

dimanfaatkan, dikembangkan sebagai lahan usaha tani intesif atau moderen oleh masyarakat tani perkotaan.

Memperhatikan keterkaitan berbagai permasalahan pertanian perkotaan tersebut, maka diduga terjadi pertanian perkotaan tidak berkelanjutan, sehingga perlu dirancang dan dirumuskan model kebijakan yang komprehensif untuk pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan. Mengetahui keberlanjutan

(sustainability) pertanian perkotaan utamanya bagaimana meningkatkan daya hasil lahan dan ruang serta pendapatan masyarakat tani perkotaan. Perumusan masalah pertanian perkotaan secara diagram disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Rumusan masalah pengembangan pertanian di perkotaan.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana kondisi eksisting dan kebijakan pengembangan pertanian perkotaan saat

Sistem Pengembangan Pertanian Perkotaan

Pertanian Pangan Pertanian Non Pangan

Produk Tercemar dan Tidak Bersaing

Kebijakan Pertanian Kurang Mendukung

Pertanian Perkotaan Tidak Berkelanjutan

Usaha dan Produksi Pertanian Menurun

Konversi Lahan Tidak Terkendali

(land rent)

Tanah dan Air Tercemar serta Polusi Meningkat

Pemanfaatan Lahan dan Ruang Belum

Berkembang

Kelembagaan dan Kord. SDM Bidang

Pertanian Lemah

Kualitas dan Estetika lingkungan Menurun

ini, khususnya di wilayah DKI Jakarta? Secara spesifik pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi pertanian perkotaan saat ini?

2. Bagaimana status keberlanjutan pengembangan pertanian perkotaan saat ini? 3. Bagaimana kebijakan yang terkait dengan pertanian perkotaan selama ini?

4. Bagaimana rumusan model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan?