• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PETA KESESUAIAN LAHAN KARET

KABUPATEN TANGGAMUS 0 8 16 Kilometers 8 # # # # # # # # # # # # # # # # % Tekad Napal Ngarip Sukaraja Adiluwih Way Nipah

Margoyoso Gumuk Mas Pringsewu

Pardasuka Putih Doh Gadingrejo Kota Agung Sukoharjo I Talang Padang Tanjung Kurung Rantau Tijang P. Tabuhan T EL U K SE M A N G K A KAB UP ATE N LAM PU N G B AR AT KABUPATEN LAMPUNG SELATAN KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

S AM U D E R A IN D O N E S IA Sumber : - Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1:250000 - Peta Satuan Lahan Puslittanak Bogor tahun 1990 N 5 °4 4 '3 0 " 5°4 4 '3 0 " 5 °2 9 '0 0 " 5°2 9 '0 0 " 5 °1 3 '3 0 " 5°1 3 '3 0 " 104°31'00" 104°31'00" 104°46'30" 104°46'30" 105°2'00" 105°2'00" Laut Sesuai Sesuai Marjinal Tidak Sesuai Tidak dihitung Batas Administrasi Jalan Provinsi Jalan Kabupaten Jalan Kecamatan

# Ibu kota kecamatan Batas Kabupaten

Kelas kesesuaian Sungai besar Sungai kecil % Ibukota Kabupaten

71 (1,92), Talang Padang (1,09), Sukoharjo (3,66), Adiluwih (4,01), Pringsewu (3,97), Gadingrejo (3,58) dan Kelumbayan (1,23). Komoditas kopi merupakan basis di Kecamatan Pematang Sawa (1,21), Pulau Panggung (1,39), Ulu Belu (1,56), Talang Padang (1,27), Sumberejo (1,30), Pugung (1,52), Pagelaran (1,37) dan Pardasuka (1,57) serta komoditas lada menjadi basis di Kecamatan Semaka (1,77), Kotaagung (1,21), Pulau Panggung (1,89), Pugung (1,00) dan Cukuh Balak (1,73). Hal ini menunjukkan bahwa komoditas kopi, kakao, lada dan kelapa memiliki sebaran yang luas di Kabupaten Tanggamus dibadingkan komoditas perkebunan yang lain dan diusahakan petani merata di seluruh kecamatan.

Komoditas karet merupakan basis di Kecamatan Pugung (7,20), Pagelaran (2,27), Sukoharjo (2,67) dan Kelumbayan (3,46). Nilai LQ karet tinggi disebabkan luasan di kecamatan tersebut besar sedangkan pembandingnya yaitu total luas kabupaten relatif kecil. Kelapa sawit memiliki nilai LQ < 1 tetapi komoditas ini merupakan program pengembangan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Tanggamus untuk memanfaatkan lahan-lahan perkebunan marjinal yang jumlahnya cukup luas dan saat ini hanya berupa semak belukar yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat.

Berdasarkan hasil analisis LQ dapat ditarik kesimpulan bahwa komoditas kopi, kakao, lada dan kelapa menjadi sektor basis dibanyak kecamatan yang ditunjukan dengan nilai LQ > 1. Nilai LQ menunjukkan rasio antara luas areal panen suatu komoditas pada suatu kecamatan terhadap total luas panen komoditas tersebut pada tingkat kabupaten, sehingga nilai LQ > 1 menunjukkan kriteria unggul dari sisi penawaran. tanaman kelapa merupakan komoditas yang paling unggul di Kabupaten Tanggamus karena memiliki nilai LQ >1 terbanyak yang artinya diusahakanan hampir di seluruh kecamatan. Kopi merupakan komoditas unggulan kedua diikuti kakao, lada, karet dan kelapa sawit.

Secara spasial, komoditas kopi, kakao, lada dan kelapa menjadi tanaman basis yang memiliki keunggulan absolut bagi masyarakat di beberapa kecamatan yang memiliki nilai LQ >1, hal ini sesuai dengan pewilayahan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tanggamus, yang menjadikan Kecamatan Ulu Belu (1,56) dan Pulau Panggung (1,39) sebagai sentra perkebunan kopi, dilihat dari kelas kesesuaian wilayah tersebut memang memiiki kelas kesesuaian S3 dengan

72

Tabel 11. Nilai LQ luas areal tanaman perkebunan Kabupaten Tanggamus

N o m o r K e c a m a ta n A re n C a b e J a w a C e n g k e h K a k a o K a y u M a n is K a p u k K a re t K e la p a D a la m K e la p a H ib ri d a K e la p a S a w it K e m ir i K o p i R o b u s ta L a d a N ila m P a la P in a n g V a n ili J a h e K e n c u r K u n y it L e n g k u a s T e m b a k a u T e m u L a w a k 1. Womosobo ! " # ! 2. Semaka " "" "# # " $# # "$ 3. Kotaagung # # # $ " $ $ $ #! # #! $ !! 4. Pmt Sawa " " "! ! 5. P Panggung ! "" !# !! "" " " " " # 6. Ulu Belu "" "" ! " ! " #! 7. Tl Padang 8. Sumberejo $! $ # 9. Pugung $ # " " # 10. Pagelaran " $ # !# "! 11. Sukoharjo " " $ " # 12. Adiluwih " 13. Pringsewu " $ " " "$ 14. Gd Rejo " ! $ ! $ " " " $ 15. Pardasuka " $ " ! !" # " ! $ 16 C Balak # " # " " " $" 17 Kelumbayan $! # ! ! !# " # ! # ! " "! " $

Sumber:Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanggamus Tahun 2001-2005 Data diolah

73 faktor pembatas lereng yang tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman sehingga dari segi produktifitas sangat baik. Sentra perkebunan kakao terdapat Kecamatan Cukuh Balak (3,22), Kelumbayan (1,86), dan Adiluwih (1,41), dilihat dari kesesuaian lahan Kecamatan Kelumbayan memang memiliki kelas kesesuaian S1 sehingga cocok untuk pengembangan kakao, sedangkan Adiluwih memiliki kesesuaian lahan S3 (1,5%) dan S2 (< 1%). Cukuh Balak sebagian besar memiliki kelas kesesuaian N dan S3 hanya 1,17%, namun di Kecamatan ini masyarakat banyak mengusahakan kakao karena faktor pembatas masih dapat diatasi petani sehingga secara ekonomi masih menguntungkan.

Sentra pengembangan perkebunan lada terdapat di Kecamatan Pulau Panggung (1,89), Semaka (1,77) dan Cukuh Balak (1,73), pengembangan lada dilakukan secara diversifikasi dengan tanaman perkebunan lainnya terutama kopi sehingga terdapat pada wilayah yang juga banyak mengusahakan tanaman kopi. Kecamatan Semaka memiliki kesesuaian lahan S1 sehingga sangat cocok untuk pengembangan lada sedangkan Pulau Panggung memiliki kesesuaian lahan S2 dimana masih cukup baik untuk pertumbuhan lada dengan faktor pembatas bervariasi dari bahaya erosi, retensi hara dan media perakaran. Sentra perkebunan Kelapa terdapat di Kecamatan Wonosobo (2,06), Semaka (2,34), dilihat dari kelas kesesuaian lahan Kabupaten Tanggamus memiliki kelas kesesuaian S2 dan S3 yang paling luas untuk komoditas ini, sehingga secara pedoagroklimat wilayah ini sangat mendukung untuk pengembangan kelapa.

Nilai LQ menggambarkan pemusatan luasan usahatani suatu komoditas dibandingkan dengan total luasan Kabupaten Tanggamus. Suatu wilayah dikatakan memiliki keunggulan komparatif untuk suatu komoditas jika terjadi pemusatan komoditas dengan luas areal yang tinggi dibandingkan dengan wilayah lain pada suatu titik tahun. Nilai LQ juga menunjukkan bahwa kecamatan tersebut menghasilkan produksi yang memungkinkan untuk di ekspor ke kecamatan lain sehingga diharapkan mampu mendatangkan pendapatan wilayah. Menurut Hendayana (2003), hal tersebut karena areal panen merupakan resultante kesesuaian tumbuh tanaman dengan kondisi agroekologi yang secara implisist mencakup unsur-unsur (peubah) iklim, fisiografi dan jenis tanah sehingga secara agregat di wilayah kecamatan tersebut produksi tanaman menghasilkan surplus

produksi yang memungkinkan untuk mengeksport surplus itu keluar wilayah dan akhirnya mampu mendatangkan pendapatan wilayah.

Pengembangan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif dari sisi penawaran menunjukkan bahwa komoditas tersebut memiliki superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah. Kondisi sosial ekonomi yang dimaksud mencakup penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya manusia, infrastruktur misalnya pasar dan kebiasaan petani setempat (Anonymous, 1995). Nilai LQ yang menyebar di banyak kecamatan untuk komoditas yang menjadi unggulan tersebut menunjukkan secara agro-ekologis Kabupaten Tanggamus cocok mengembangkan komoditas kopi, kakao, kelapa, lada, kelapa sawit dan karet. Komoditas tersebut merupakan tanaman tropis dan sangat cocok untuk iklim Indonesia, sehingga dapat dikatakan komoditas tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage) karena kondisi alam yang medukung budidaya komoditas tersebut.

Analisis Kelayakan Finansial

Kelayakan usahatai merupakan hal yang penting untuk diidentifikasi karena menggambarkan nilai tambah yang akan diperoleh petani. Kelangsungan suatu usaha tani ditentukan oleh besar kecilnya keuntungan yang diperoleh, sehingga akan mempengaruhi keputusan seorang petani untuk meneruskan usahataninya atau mengganti dengan komoditas lain. Salah satu ciri usahatani komoditas perkebunan adalah tingginya fluktuasi harga yang merupakan faktor penyebab petani enggan melakukan pemeliharaan secara intensif sehingga produktivitasnya rendah.

Analisis kelayakan usahatani dilakukan pada lima komoditas yaitu kopi, kakao, lada, kelapa dalam dan kelapa sawit. Pemilihan komoditas tersebut karena merupakan komoditas basis perekonomian masyarakat di Kabupaten Tanggamus. Hasil analisis finansial komoditas basis di Kabupaten Tanggamus disajikan pada Tabel 12.

75 Tabel 12. Hasil analisis finansial komoditas basis di Kabupaten Tanggamus tahun 2007

Komoditas NPV (Rp) BC Rasio IRR (5)

Kopi 18.502.849 2,05 20% Kakao 30.892.258 3,40 29% Lada 5.071.729 1,89 18% Kelapa * Kelapa butir 3.666.635 3,77 14 % * Kopra 539.318 1,38 4% * Gula kelapa 32.146.316 4,7 33% Kelapa Sawit 19.920.833 1,94 8%

Sumber: Hasil kuisioner dan wawancara lapang, diolah, 2007 Analisis Usahatani Kopi

Hasi perhitungan input dan output produksi tanaman kopi memperoleh nilai NPV sebesar Rp 18.502.849,-, (Tabel 12) hal ini menunjukkan pada tingkat bunga 17% nilai NPV masih menunjukkan nilai positif, sehingga disimpulkan usahatani kopi yang dilakukan petani kopi di Kabupaten Tanggamus pada tingkat

opportunity 17% layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis BC rasio terhadap komoditas kopi sebesar 2,05, hal ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan sebagai biaya akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,05 yang berarti pengusahaan komoditas kopi cukup menguntungkan karena penerimaan yang akan diperoleh sebesar 2,05 kali lipat dari modal yang dikeluarkan. Selanjutnya hasil analisis menunjukkan nilai IRR 20%, hal ini berarti bahwa dibandingkan dengan tingkat bunga bank sebesar 17% usahatani masih bisa mengembalikan pinjaman sampai tingkat suku bungan 20% sehingga investasi kopi masih menguntungkan. Hasil perhitungan analisis usahatani kopi dapat dilihat pada Lampiran 8.

Produksi kopi di Kabupaten Tanggamus masih rendah yakni sekitar 700 - 800 kg/ha/th, bila ditinjau dari nilai ekonomi belum menghasilkan produksi yang maksimal yaitu 1200-1500 kg/ha/th. Rendahnya produksi kopi selain di sebabkan oleh faktor kesesuaian juga disebabkan antara lain oleh sistem pengelolaan yang masih sangat konvensional. Perkebunan kopi di Kabupaten Tanggamus pada umumnya merupakan perkebunan rakyat skala kecil dan diusahakan dengan teknik budidaya secara tradisional.

Rendahnya skala pengusahaan dan cara budidaya yang masih sangat tradisional menyebabkan produktivitas dan mutu kopi yang dihasilkan masih sangat rendah. Selain itu faktor cuaca juga sangat mempengaruhi. Sebagaimana diketahui, areal perkebunan kopi di Kabupaten Tanggamus sebagian besar terletak di dataran rendah dan sisanya di dataran tinggi. Untuk daerah dataran tinggi kemarau panjang akan menyebabkan petani kopi di daerah ini mengalami panen raya pada musim berikutnya sedangkan didataran rendah sebaliknya. Pada musim penghujan maka akan terjadi panen raya di dataran rendah yang mengakibatkan terjadi pasokan berlebih (over supply) karena areal perkebunannya jauh lebih luas, sehingga menyebabkan harga kopi jatuh.

Analisis Usahatani Kakao

Hasil analisis usahatani kakao memperoleh Nilai NPV sebesar Rp 30.892.256,- . Hal ini menunjukan nilai keuntungan dari usahatani, nilai NPV menunjukkan nilai positif sehingga pada tingkat discount rate 17 % usahatani layak dilaksanakan. Hasil analisis BC rasio memperoleh nilai sebesar 3,4 (Tabel 12). Nilai BC rasio menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 3,40 sehingga disimpulkan bahwa pengusahaan komoditas kakao cukup menguntungkan, dimana nilai BC rasio lebih besar dari 1 yang artinya usahatani kakao di Kabupaten Tanggamus layak dilakukan. Hasil analisis IRR memperoleh nilai IRR kakao sebesar 29 % menunjukkan dengan potensi produksi dan struktur biaya seperti sekarang, petani masih mampu mengembalikan modal pinjaman sampai tingkat suku bunga 29 %. Hasil perhitungan analisis usaha tani kakao dapat dilihat pada Lampiran 9.

Kelayakan pengembangan kakao juga ditunjukkan dengan nilai LQ>1 dan kelas kesesuaian lahan S1 yang sangat sesuai untuk pengembangan kakao sebagai komoditas unggulan, walaupan sebagian besar lahan (46%) memiliki kelas kesesuaian S3 dengan faktor pembatas yang dapat diatasi dengan pemupukan maka kakao cocok dikembangkan sebagai komoditas unggulan pada wilayah yang menjadi sentra. Secara garis besar karakteristik usahatani yang dilakukan petani kakao rata-rata mempunyai luasan 1,12 ha dengan jenis tanaman sebagian besar klon lokal dengan jumlah populasi rata-rata 830 pohon. Sistem penanaman diversifikasi dengan tanaman kelapa. Tanaman kakao didaerah penelitian rata-

77 rata berumur 10-13 tahun, dimana umur tersebut adalah usia produktif untuk tanaman kakao. Menurut Monde (2007) penerimaan usahatani akan terus meningkat sampai umur tanaman kakao mencapai 12-13 tahun dan setelah itu keuntungan atau hasil akan perlahan mulai menurun. Dalam melakukan budidaya rata-rata petani melakukan pemupukan 2 kali setahun dengan penggunaan input produksi pupuk kandang 576 kg, pupuk Urea 120 Kg/Ha, pupuk TSP 120 Kg/ha, pupuk KCl sebesar 30 Kg/ha, penggunaan pestisida sebanyak 0,6 liter dan penggunaan input tenaga kerja rata-rata 131 HOK.

Dengan teknik budidaya yang dilaksanakan saat ini maka petani kakao di Kabupaten Tanggamus cukup mengenal teknologi budidaya yang baik, namun belum memenuhi teknologi anjuran. Dengan demikian dapat disimpulkan peningkatan pengelolaan usahatani dan peremajaan tanaman kakao yang sudah tidak produktif dapat dilakukan dengan penyambungan klon unggul sehingga produktivitas kakao dan pendapatan petani di Kabupaten Tangamus masih dapat ditingkatkan.

Analisis Usahatani Lada

Analisis usahatani lada menunjukkan nilai NPV sebesar Rp 5.071.729,- dan nilai BC rasio sebesar 1,89 yang berarti usahatani masih menguntungkan untuk dilakukan. Hasil analisis IRR diperoleh nilai 18% (Tabel 12), yang menunjukkan kemampuan usahatani mengembalikan pinjaman pada tingkat suku bunga 17% hanya sampai suku bunga 18 % namun investasi tersebut masih menguntungkan untuk dilaksanakan. Hasil perhitungan analisis usahatani lada dapat dilihat pada Lampiran 10.

Kabupaten Tanggamus memiliki areal pertanaman lada yang cukup luas dan cenderung meningkat. Hal ini menggambarkan minat petani terhadap komoditas lada cukup besar karena terdorong oleh harga jual yang relatif tinggi dan cukup bersaing dengan komoditas lainnya. Namun peningkatan luas tidak diikuti dengan peningkatan produktivitas. Rendahnya produksi lada dikarenakan sistim budidaya yang sederhana dan tradisional.

Usahatani lada yang dilakukan di Kabupaten Tanggamus juga umumnya dilakukan secara tumpang sari dengan tanaman kakao atau kopi, sehingga tidak ada perkebunan lada rakyat secara monokultur. Hal ini disebabkan tanaman lada

merupakan tanaman yang cukup sulit pemeliharaannya karena banyaknya penyakit yang menyerang selain itu juga disebabkan fluktuasi harga yang tinggi cenderung menyebabkan petani lada tidak dapat bertahan. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan pendapatan petani lada pemerintah daerah menganjurkan petani untuk melakukan diversifikasi dengan tanaman perkebunan lainnya. Panen lada yang bersifat tahunan juga merupakan alasan yang menyebabkan petani melakukan diversifikasi dengan komoditas lain yang pemanenannya bersifat musiman seperti kakao.

Analisis Usahatani Kelapa

Hasil analisis finansial komoditas kelapa butir pada Tabel 12 menunjukkan nilai NPV sebesar Rp 3.666.635,-, dari hasil tersebut disimpulkan bahwa pada tingkat bunga 17% NPV masih menunjukkan nilai positif sehingga investasi layak untuk dilakukan. Hasil analisis menunjukkan nilai BC rasio produksi kelapa butir sebesar 3,77, yang berarti usaha tersebut dapat dilakukan. Selanjutnya analisis IRR menunjukan nilai IRR usahatani kelapa butir 14%, hal ini menunjukkan usahatani hanya dapat mengembalikan pinjaman sampai tingkat suku bunga 14 %. Hasil perhitungan analisis usahatani kelapa butir dapat dilihat pada Lampiran 11.

Usaha tani dilakukan dengan jarak tanam 9 x 9 m, maka populasi kelapa sekitar 143 pohon/ha. Putaran petik buah kelapa dilakukan dua bulan sekali dengan hasil rata-rata 6 butir/pohon. Dengan asumsi jumlah populasi penuh, maka produksi buah kelapa yang dapat diperoleh sebanyak 5.148 butir/ha/th dengan harga buah kelapa sekitar Rp 1000,- per butir dengan demikian akan diperoleh pendapatan sekitar Rp5.148.000,-/ha/th. Sementara itu biaya produksi yang dikeluarkan hanya upah petik, kupas, hitung dan pengangkutan kelapa sebesar Rp 514.800,- /ha/th. Pemupukan tanaman kelapa tidak pernah dilakukan, pengendalian hama dan penyakit hanya dilakukan penyemprotan rumput satu kali dengan biaya Rp 25.000.

Hasil analisis usahatani kelapa butir menunjukkan usahatani kelapa butir menguntungkan untuk dilaksanakan dan lebih banyak dilakukan oleh petani karena lebih effisien dan tidak memerlukan biaya tambahan, namun usahatani tersebut umumnya dilakukan dalam skala yang kecil sehingga hasil perhitungan IRR menunjukkan tingkat pengembalian suku bunga cukup rendah.

79 Hasil analisis finansial komoditas kelapa kopra menunjukkan nilai NPV sebesar Rp 539.318,-, (Tabel 12) dari hasil tersebut disimpulkan bahwa pada tingkat bunga 17% NPV masih menunjukkan nilai positif sehingga investasi layak untuk dilakukan. Hasil analisis menunjukkan nilai BC rasio produksi kelapa kopra sebesar 1,38, yang berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 1,38 sehingga disimpulkan bahwa pengusahaan komoditas kakao masih menguntungkan walaupun relatif kecil, nilai BC rasio lebih besar dari 1 yang artinya usahatani kakao di Kabupaten Tanggamus masih layak dilakukan. Hasil analisis IRR memperoleh nilai sebesar 4 %, dengan demikian disimpulkan usahatani tersebut tidak dapat dilakukan pada tingkat bunga bank 17% hal ini disebabkan usahatani kopra hanya dilakukan dalam skala kecil sehingga walaupun BC rasio dan NPV menunjukkan nilai positif usahatani belum dapat mensejahterakan petani. Hasil perhitungan analisis usahatani kopra dapat dilihat pada Lampiran 12.

Hasil analisis finansial usahatani gula kelapa pada Tabel 12 menunjukkan nilai NPV sebesar Rp 32.146.316,-, dari hasil tersebut disimpulkan bahwa pada tingkat bunga 17% NPV masih menunjukkan nilai positif sehingga investasi layak untuk dilakukan. Analisis BC rasio menunjukkan nilai usahatani gula kelapa sebesar 4,75, hal ini menunjukkan efektivitas biaya yang baik, artinya setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 4,75 sehinga disimpulkan usaha tersebut dapat dilakukan. Selanjutnya analisis IRR menunjukan nilai 33%, hal ini menunjukkan usahatani gula kelapa dapat mengembalikan pinjaman sampai tingkat suku bunga 33%. Hasil perhitungan analisis usahatani gula kelapa dapat dilihat pada Lampiran 13.

Hasil analisis finansial komoditas kelapa dan produksi turunannya menunjukkan usahatani gula kelapa merupakan usaha yang paling menguntungkan. Namun kenyataan dilapang usaha tani kelapa butir lebih banyak dilakukan masyarakat. Usaha tani gula kelapa hanya sebagian kecil petani yang mengusahakannya, hal ini disebabkan selain membutuhkan biaya yang lebih besar juga petani sering mengalami kendala dalam pemasarannya selain masalah skala produksi yang kecil sehingga tidak menguntungkan.

Produk turunan usaha pengolahan kelapa di Kabupaten Tanggamus selain ketiga tersebut di atas yaitu: minyak kelapa, arang tempurung, serat kelapa (cocofibre), serbuk kelapa (cocodust) dan nata de coco. Dari berbagai produk tersebut analisis hanya dilakukan pada produksi kelapa butir, gula kelapa dan kopra karena usaha pengolahan produk yang lain bersifat musiman dan sebagian tidak berjalan disebabkan tidak adanya modal.

Pemeliharaan umumnya dilakukan secara konvensional, petani hanya melakukan pemeliharaan bersamaan dengan pemeliharaan tanaman sela. Pemupukan tidak dilakukan sedangkan penggantian tanaman rusak atau mati dilakukan dengan menggunakan bibit cabutan yang berasal dari kebun sendiri.

Analisis Usahatani Kelapa Sawit

Hasil analisis Kelayakan usaha perkebunan kelapa sawit (Tabel 12) menunjukkan nilai NPV positif sebesar Rp 19.920.833, nilai BC rasio sebesar 1,94. Hal ini menunjukkan setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan menghasilkan manfaat bersih sebesar Rp 1,94 sehingga usahatani masih menguntungkan. Nilai IRR sebesar 8 %, dengan demikian disimpulkan usahatani tersebut tidak dapat dilakukan pada tingkat bunga bank 17% hal ini disebabkan luasan usahatani dilakukan dalam skala yang tidak ekonomis sehingga walaupun BC rasio dan NPV menunjukkan nilai positif usahatani belum dapat meningkatkan pendapatan petani. Hasil perhitungan analisis usahatani kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran 14.

Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas yang baru dikembangkan di Kabupaten Tanggamus sehingga belum banyak diusahakan. Petani kelapa sawit yang ada saat ini merupakan petani peserta program pengembangan Kelapa Sawit yang dilaksanakan oleh Pemerintah daerah bekerjasama dengan PTPN VII. Usahatani yang dilakukan rata-rata mempunyai luasan 1,26 ha dengan bibit unggul yang berasal dari PTPN VII, dengan jumlah populasi rata-rata 143 pohon per hektar. Sistem penanaman dilakukan sebagai tanaman sela pada komoditas yang ditanam saat ini sehingga pada saat tanaman kelapa sawit belum menghasilkan petani masih mendapatkan penghasilan.

Tanaman kelapa sawit didaerah penelitian rata-rata berumur 10 tahun. Pemeliharaan dilakukan dengan pemupukan sebanyak 2 kali setahun dengan

81 penggunaan pupuk rata-rata 852 Kg/ha, penggunaan pestisida sebanyak 4 liter dan penggunaan input tenaga kerja rata-rata 15 HOK. Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Tanggamus menunjukkan gejala menggembirakan, sejak awal pengembangannya pada tahun 1997, luasan perkebunan kelapa sawit saat ini mencapai 800 ha.

Hasil analisis finansial usahatani yang dilakukan pada komoditas kelapa, kopi, kakao, kelapa, lada, dan kelapa sawit menunjukkan usahatani masih layak dilakukan. Namun skala usahatani yang tidak ekonomis dan produksi yang masih rendah menyebabkan usahatani kopra, kelapa sawit dan kelapa butir memiliki nilai IRR yang lebih rendah dari suku bunga yang berlaku. Usahatani yang memiliki manfaat paling besar adalah gula kelapa disusul kakao dan kelapa butir. Nilai manfaat kakao tinggi karena kakao memiliki potensi pemasaran yang cukup luas sehingga memungkinkan usaha yang berkelanjutan di Kabupaten Tanggamus. Usaha peningkatan produksi dan perbaikan manajemen usahatani diharapkan dapat meningkatkan keuntungan petani sehingga menjaga kelangsungan usahatani. Analisis kesesuaian lahan menunjukkan komoditas unggulan tersebut memiliki kelas kesesuaian sangat sesuai (S1) sampai sesuai bersyarat (S3). Dengan demikian komoditas basis tersebut memiliki keunggulan baik secara kesesuaian lahan, komparatif dan finansial dan mempunyai peranan yang cukup besar dalam meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan perekonomian wilayah Kabupaten Tanggamus sehingga sangat berpotensi untuk dikembangkan.

Analisis Focus Group Discussion (FGD)

Berdasarkan hasil Analisis Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan maka dapat diidentifikasi potensi dan permasalah perkebunan kelapa, kopi, kakao, lada dan kelapa sawit yang ada di Kabupaten Tanggamus. Selanjutnya berdasarkan potensi dan permasalahan yang berhasil diidentifikasi kemudian dirumuskan pemecahan masalah dan disusun arahan pengembangan komoditas yang merupakan basis di Kabupaten Tanggamus dan secara finansial menguntungkan untuk diusahakan.

Potensi Perkebunan Kabupaten Tanggamus Potensi Wilayah

Kabupaten Tanggamus yang mempunyai luas wilayah sekitar 335.661 Ha,

± 103.899,30 Ha merupakan areal perkebunan yang terdiri dari Perkebunan rakyat seluas ± 101.067,52 Ha, perkebunan swasta seluas ± 624.28 Ha dan perkebunan Negara seluas ± 2.207.50 ha. Kopi, kakao kelapa dan lada merupakan komoditi andalan, sedangkan lahan berpotensi yang di peruntukan untuk perkebunan dalam RTRW masih ada yang belum dimanfaatkan. Lahan tersebut berpotensi dan memungkinkan untuk pengembangan tanaman perkebunan khususnya pengembangan kelapa sawit dan karet yang bertujuan meningkatkan pendapatan petani perkebunan dengan memanfaatkan lahan-lahan perkebunan yang marjinal (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanggamus, 2006).

Kopi. Kopi merupakan salah satu komoditi andalan Propinsi Lampung yang dapat dibanggakan didalam maupun diluar negeri. Perkebunan Kopi di Kabupaten Tanggamus dengan luas areal 53.861,00 ha dan produksi 33.528,72 ton/tahun (rata-rata 622,49 kg/ha/tahun) merupakan salah satu komoditi unggulan di Kabupaten Tanggamus walaupun belum menghasilkan produksi yang maksimal (1.200–1.500 kg/ha/tahun). Potensi kopi dimasing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tanaman kopi yang banyak dikembangkan adalah jenis robusta karena jenis ini memiliki keunggulan dibandingkan jenis arabika yaitu, (1) lebih tahan terhadap penyakit karat daun, (2) tumbuh sangat baik pada ketinggian lebih dari 400-700 meter dpl dengan temperatur harian 21-24oC, dan (3) jumlah produksi lebih tinggi dari kopi arabika dengan rata-rata tingkat produksi normal mencapai 0,9 – 3 ku/ha/tahun (Andriyanti, 2005). Untuk meningkatkan pendapatan petani

Dokumen terkait