• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

D. Potensi Lahan

Secara umum suatu keberhasilan pengembangan pertanaman ditentukan oleh status hara dan lingkungan dimana komoditas itu dikembangkan. Agro ekosiostem atau faktor biofisik seperti tanah dan iklim menjadi peluang atau kendala dalam pembangunan komoditas tersebut (Efendi, 2011).

Kesuburan tanah sebagai status tanah yang menunjukkan kapasitas untuk memasok unsur-unsur esensial dalam jumlah yang mencukupi untuk pertumbuhan

tanaman tanpa adanya konsentrasi meracun dari unsur manapun. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa tanah yang subur mempunyai kemampuan memasok unsur hara dalam jumlah yang cukup dan berimbang kepada tanaman, sehingga tanaman tumbuh dan berkembang dengan sehat dan berproduksi dengan potensinya (Munawar, 2011).

1. Nitrogen

Nitrogen adalah unsur yang diperlukan untuk membentuk senyawa penting di dalam sel, termasuk protein, DNA dan RNA. Tanaman harus mengekstraksi kebutuhan nitrogennya dari dalam tanah. Sumber nitrogen yang terdapat dalam tanah, makin lama makin tidak mencukupi kebutuhan tanaman, sehingga perlu diberikan pupuk sintetik yang merupakan sumber nitrogen untuk mempertinggi produksi.

Nitrogen (N) merupakan bagian dari semua sel hidup. Di dalam tanaman N berfungsi sebagai komponen utama protein, hormon. Klorofil, vitamin dan enzim-enzim esensial untuk kehidupan tanaman. Ia menyusun 40% - 50% bobot kering protoplasma, bahan sel hidup tanaman. Oleh karena itu, N diperlukan dalam jumlah besar untuk seluruh proses pertumbuhan di dalam tanaman. Metabolisme N merupakan faktor utama pertumbuhan vegetatif, batang dan daun. Tanaman yang mendapat pasokan N cukup, pertumbuhan vegetatifnya baik dengan ciri warna hijau tua, tetapi pasokan yang terlalu banyak dapat menunda pembungaan dan pembentukan buah. Sebaliknya, kekurangan pasokan N menyebabkan daun menguning, pertumbuhan kerdil dan gagal panen (Munawar, 2011).

Keberadaan unsur nitrogen juga sangat penting terutama kaitannya dengan pembentukan klorofil. Klorofil dinilai sebagai “mesin” tumbuhan karena mampu mensistesis karbohidrat yang akan menunjang pertumbuhan tanaman. Keberadaan nitrogen dalam struktur tumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama ketersediaan air, unsur hara dalam tanah terutama nitrogen. Intensitas cahaya berpengaruh terhadap aktivitas fotosintesis. Untuk membentuk klorofil, dibutuhkan ATP (energi) yang cukup tinggi dan untuk asimilasi CO2 juga diperlukan enzim yang sebagian besar berupa protein (Suharno dkk, 2007).

2. Fosfor

Fosfor (P) adalah unsur hara esensial penyusun beberapa senyawa kunci dan sebagai katalis reaksi-reaksi biokimia penting di dalam tanaman. Ia berperan dalam menangkap dan mengubah energi matahari menjadi senyawa-senyawa yang sangat berguna bagi tanaman. Itulah peran vital P di dalam nutrisi tanaman agar tanaman dapat tumbuh, berkembang dan berproduksi dengan normal.

Meskipun perannya begitu penting untuk tanaman, jumlah yang dapat dipasok oleh tanah pada umumnya terbatas. Kandungan P dalam tanah sendiri sangat beragam, yaitu antara 0.02% sampai 0.5%, dengan rata-rata 0.05%. Jumlah P pada tanah atasan rata-rata 1000 kg P/ha, tidak begitu besar dibandingkan dengan jumlah yang diangkut tanaman sejumlah 4 sampai 40 kg P/ha setiap tahun. Hal ini karena sebagian besar fraksi P di dalam berada dalam bentuk mineral atau senyawa yang tidak mudah dimanfaatkan oleh tanaman (Munawar, 2011).

Di dalam tanah, fosfat dapat berbentuk organik dan anorganik yang merupakan sumber fosfat penting bagi tanaman. Fosfat organik berasal dari bahan

organik, sedangkan fosfat anorganik berasal dari mineral-mineral yang mengandung fosfat. Pelarutan senyawa fosfat oleh mikroorganisme pelarut fosfat berlangsung secara kimia dan biologis, baik untuk bentuk fosfat organik maupun anorganik. Mikroorganisme pelarut fosfat membutuhkan adanya fosfat dalam bentuk tersedia dalam tanah untuk pertumbuhannya.

Mekanisme pelarutan fosfat secara kimia merupakan mekanisme pelarutan fosfat utama yang dilakukan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut mengekskresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah seperti oksalat, propionat, glikolat, glutamat, glioksilat, malat dan fumarat. Meningkatnya asam-asam organik tersebut diikuti dengan penurunan pH.

Pelarutan fosfat secara biologis terjadi karena mikroorganisme tersebut menghasilkan enzim antara lain enzim fosfatase dan enzim fitase. Fosfatase merupakan enzim yang akan dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah. Fosfatase diekskresikan oleh akar tanaman dan mikroorganisme dan di dalam tanah yang lebih dominan adalah fosfatase yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Pada proses mineralisasi bahan organik, senyawa fosfat organik diuraikan menjadi bentuk fosfat anorganik yang tersedia bagi tanaman dengan bantuan enzim fosfatase. Enzim fosfatase dapat memutuskan fosfat yang terikat oleh senyawa-senyawa organik menjadi bentuk yang tersedia.

3. Kalium

Di dalam tanaman unsur hara K dan P ada saling ketergantungan. Unsur K berfungsi sebagai media transportasi yang membawa hara-hara dari akar termasuk hara P ke daun dan mentranslokasi asimilat dari daun ke seluruh jaringan tanaman. Kurangnya hara K dalam tanaman dapat menghambat proses

transportasi dalam tanaman. Oleh karena itu, agar proses transportasi unsur hara maupun asimilat dalam tanaman dapat berlangsung optimal maka unsur K dalam tanaman harus optimal (Taufiq, 2002).

Bersama-sama dengan unsur N dan P, Kalium (K) adalah unsur hara esensial primer bagi tanaman yang diserasp oleh tanaman dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan unsur-unsur hara lainnya, kecuali N. Meskipun kandungan total K di dalam tanah biasanya beberapa kali lebih tinggi daripada yang diserap oleh tanaman selama musim tanam, seringkali hanya sebagian kecil K tanah yang tersedia bagi tanaman. Kandungan K di dalam tanah beragam, mulai dari 0,1% - 3%, dengan rata-rata 1% K. Tetapi, sebagian besar (sampai 98%) K tanah terikat dalam bentuk mineral, sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Bahkan, banyak tanah yang mengandung sejumlah K total besar masih tanggap terhadap pemberian pupuk. Di dalam tanah, interaksi antara K dan mineral tanah sangat menentukan ketersediaan K bagi tanaman (Munawar, 2011).

Bentuk kalium tersedia dalam tanah untuk diserap tanaman adalah K dapat ditukar (Kdd) dan K larutan (K+), serta sebagian kecil K tidak dapat ditukar. Tanaman menyerap K dari tanah dalam bentuk ion K+ (Silahooy, 2008).

4. Magnesium

Hara makro Magnesium (Mg) merupakan unsur hara esensial yang sangat dibutuhkan tanaman dalam pembentukan hijau daun (chlorofil) dan sebagai co-faktor hampir pada seluruh enzim dalam proses metabolisme seperti proses fotosintesa, pembentukan sel, pembentukan protein, pembentukan pati, transfer energi serta mengatur pembagian dan distribusi karbohidrat keseluruh jaringan tanaman.

Menurut Munawar (2011), Magnesium tanah berasal dari komposisi batuan yang mengandung mineral biotir, dolimit, hornblende, serpentin, epsomit, dan olivin. Kandungan Mg di dalam tanah beragam, tergantung kepada jenis tanahnya. Pada umumnya kandungan Mg berkisar 0.05 % di tanah-tanah berpasir atau telah mengalami pelindian dan pelapukan lanjut, dan 0.5% pada tanah-tanah bertekstur liat pada daerah cekungan/depresi. Seperti halnya Ca, bentuk Mg di dalam tanah dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk, yaitu Mg larut air, Mg dapat ditukar (K-tukar), dan Mg tidak dapat ditukar. Ketiga bentuk Mg tersebut saling berkeseimbangan.

5. C_ Organik

Pupuk organik adalah nama kolektif untuk semua jenis bahan organik asal tanaman dan hewan yang dapat dirombak menjadi hara tersedia bagi tanaman. Dalam Permentan No.2/Pert/Hk.060/2/2006, dalam Simanungkalit 2 (pupuk organik dan pembenah tanah), dikemukakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan mensuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Definisi tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik lebih ditujukan kepada kandungan c-organik atau bahan organik daripada kadar haranya; nilai c-organik itulah yang menjadi pembeda dengan pupuk anorganik. Bila c-organik rendah dan tidak masuk dalam ketentuan pupuk organik maka diklasifikasikan sebagai pembenah tanah organik. Pembenah tanah atau soil ameliorant menurut SK Mentan adalah bahan-bahan sintesis atau alami, organik atau mineral (Simanungkalit dkk, 2006).

Bahan organik yang berasal dari sisa tanaman mengandung bermacam- macam unsur hara yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tanaman jika telah mengalami dekomposisi dan mineralisasi. Sisa tanaman ini memiliki kandungan unsur hara yang berbeda kualitasnya tergantung pada tingkat kemudahan dekomposisi serta mineralisasinya. Unsur hara yang terkandung dalam sisa bahan tanaman baru bisa dimanfaatkan kembali oleh tanaman apabila telah mengalami dekomposisi dan mineralisasi.

6. pH

pH di definisikan sebagai kemasaman atau kebasaan relatif suatu bahan. Skala pH mencakup dari nilai nol (0) hingga 14. Nilai pH 7 dikatakan netral. Di bawah pH 7 dikatakan asam, sedangkan di atas 7 dikatakan basa. Asam menurut teori adalah suatu bahan yang cenderung untuk memberi proton (H+) ke beberapa senyawa lain, demikian sebaliknya apabila basa adalah suatu bahan yang cenderung menerimanya.

Pengaruh utama pH di dalam tanah adalah pada ketersediaan dan sifat meracun unsur seperti Fe (besi), Al (Alumunium), Mn (Mangan), B (Boron), Cu (seng). Di dalam tanah pH sangat penting dalam menentukan aktifitas dan dominasi mikroorganisme, dalam hubungannya dengan peoses proses yang sangat erat hubungannya dengan mikroorganisme seperti siklus hara (nitrifikasi, denitrifikasi), penyakit tanaman, dekomposisi dan sintesis senyawa kimia organik dan transport gas ke atmosfer.

Di bidang pertanian pengukuran pH tanah juga digunakan untuk memonitor pengaruh praktek pengolahan pertanian terhadap efisiensi penggunaan N dan hubungannya dengan dampak lingkungan.

pH Tanah menunjukkan derajat keasaman tanah atau keseimbangan antara konsentrasi H+ dan OH- dalam larutan tanah, dimana dapat dijabarkan sebagai berikut :

- Apabila konsentrasi H+ dalam larutan tanah lebih banyak dari OH- maka suasana larutan tanah menjadi asam

- Apabila konsentrasi OH- lebih banyak dari pada konsentrasi H+ maka suasana tanah menjadi basa. pH tanah sangat menentukan pertumbuhan tanaman, pH tanah yang optimal bagi pertumbuhan tanaman adalah antara 5.6-6.0. Jika pH tanah lebih rendah dari 5.6 pada umumnya pertumbuhan tanaman menjadi terhambat akibat rendahnya ketersediaan unsur hara penting seperti posfor dan nitrogen. Bila pH lebih rendah dari 4.0 pada umumnya terjadi kenaikan Al3+ dalam larutan tanah yang berdampak secara fisik merusak sistem perakaran, terutama akar-akar muda, sehingga pertumbuhan tanaman menjadia terhambat.

Menurut Munawar (2011), banyak unsur didalam tanah mengalami perubahan bentuk akibat perubahan reaksi di dalam tanah. Hal ini terkait dengan perubahan tingkat kelarutan senyawa dari unsur-unsur tersebut di dalam tanah dengan pH lingkungan di dalam tanah. Oleh karena itu, pH tanah bertanggungjawab terhadap ketersediaan hari bagi tanaman.

Menurut Hardjowigeno (19950 kriteria sifat kimia tanah secara umum dapat di lihat pada (Tabel 1 ).

Tabel 1. Kriteria Sifat Kimia Tanah Secara Umum Sifat Tanah Sangat

rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat tinggi C-organik (%) < 0,1 1,0 – 2,0 2,1 – 3,0 3,1 – 5,0 >5,0 Nitrogen (%) <0,1 0,21 -0,50 0,21-0,5 0,5 0,75 >0,75 C/N < 5 5 – 10 11-15 16 -25 >25 P2O5 HCl (me/100g) <10 10 -20 21 – 40 41 - 60 >60 P2O5 Bray II ( ppm) <10 10 – 15 16 – 25 26 - 35 >35 P2O5 Olsen (ppm) <10 10 – 25 26 – 45 46 - 60 >60 K2O HCl 25% (me/100g) <10 10 – 20 21 – 40 41 - 60 >60 KTK (me/100 g) <5 5 - 16 17 – 24 25 - 40 >40 K-tukar (me/100 g) <0,1 0,1 – 0,2 0,3 – 0,5 0,6 – 1,0 >10 Na (me/100 g) <0,1 0,1 – 0,3 0,4 – 0,7 0,8 – 1,0 >1,0 Mg (me/100 g) <0,4 0,4 – 1,0 1,1 – 2,0 2,1 – 8,0 >8,0 Ca (me/100 g) <0,2 2 - 5 6 – 10 11 - 20 >20 Kejenuhan Basa (%) <20 20 - 35 36 – 50 51 -70 >70 Aluminium (%) <10 10 -20 21 – 30 31 -60 >60 Sangat masam Masam Agak masam Netral Agak Alkalis Alkalis pH H2O <4,5 4,5 – 5,5 5,6 – 6,5 6,6 – 7,5 7,6 – 8,5 >8,5 Sumber: Hardjowigeno, 1995

BAB III

Dokumen terkait