DAFTAR LAMPIRAN
Umur 0-7 hari Umur 8-28 har
3.3 Penyakit Menular
3.3.1 Prevalensi Filariasis, Demam Berdarah Dengue dan Malaria
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit kronis yang ditularkan melalui gigitan nyamuk, dan dapat menyebabkan kecacatan dan stigma. Umumnya penyakit ini diketahui setelah timbul gejala klinis kronis dan kecacatan. Kepada responden yang menyatakan “tidak pernah didiagnosis filariasis oleh tenaga kesehatan” dalam 12 bulan terakhir ditanyakan gejala-gejala sebagai berikut: adanya radang pada kelenjar di pangkal paha, pembengkakan alat kelamin, pembengkakan payudara dan pembengkakan tungkai bawah atau atas.
Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi tular vektor yang sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB), dan tidak sedikit menyebabkan kematian. Penyakit ini bersifat musiman yaitu biasanya pada musim hujan yang memungkinkan vektor penular (Aedes aegypti dan Aedes albopictus) hidup di genangan air bersih. Kepada responden yang menyatakan “tidak pernah didiagnosis DBD oleh tenaga kesehatan” dalam 12 bulan terakhir ditanyakan apakah pernah menderita demam/panas, sakit kepala/pusing disertai nyeri di ulu hati/perut kiri atas, mual dan muntah, lemas, kadang-kadang disertai bintik-bintik merah di bawah kulit dan atau mimisan, kaki/tangan dingin.
Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi perhatian global. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena sering menimbulkan KLB, berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi, serta dapat mengakibatkan kematian. Penyakit ini dapat bersifat akut, laten atau kronis. Kepada responden yang menyatakan “tidak pernah didiagnosis malaria oleh tenaga kesehatan” dalam satu bulan terakhir ditanyakan apakah pernah menderita panas tinggi disertai menggigil (perasaan dingin), panas naik turun secara berkala, berkeringat, sakit kepala atau tanpa gejala malaria tetapi sudah minum obat antimalaria. Untuk responden yang menyatakan “pernah didiagnosis malaria oleh tenaga kesehatan” ditanyakan apakah mendapat pengobatan dengan obat program dalam 24 jam pertama menderita panas.
Tabel 3.58. menunjukkan bahwa dalam 12 bulan terakhir filariasis tersebar di seluruh Indonesia dengan prevalensi klinis sebesar 1,1 ‰ (rentang : 0,3‰ - 6,4‰). Ada delapan provinsi yang mempunyai prevalensi (DG) filariasis melebihi angka prevalensi nasional, yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (6,4‰), Papua Barat (4,5‰), Papua (2,9‰), Nusa Tenggara Timur (2,6‰), Kepulauan Riau (1,5‰), DKI Jakarta dan Sulawesi Tengah (1,4‰), dan Gorontalo (1,2‰).
Dalam kurun waktu 12 bulan terakhir, kasus DBD klinis tersebar di seluruh Indonesia dengan prevalensi (DG) 0,6% (rentang: 0,3‰ - 2,5%). Pada 12 provinsi didapatkan prevalensi DBD klinis lebih tinggi dari angka nasional, yaitu Nusa Tenggara Timur (2,5%), Papua Barat (2,0%), Bengkulu dan DKI Jakarta (1,2%), Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat serta NAD (1,1%), Sulawesi Tenggara (1,0%), Papua (0,9%), Riau dan Maluku Utara (0,8%), dan Sulawesi Barat (0,7%).
Di Provinsi DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Kalimantan Selatan, dan Jawa Timur kasus DBD klinis lebih banyak didapatkan berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan. Sedangkan di beberapa provinsi sebagian besar hanya berdasarkan gejala klinis yaitu Bengkulu, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, Papua, Riau dan Sulawesi Barat. Hal ini disebabkan gejala klinis DBD menyerupai penyakit infeksi virus lainnya.
Penyakit malaria tersebar di seluruh Indonesia dengan angka prevalensi yang beragam. Di 11 provinsi, kasus malaria lebih banyak terdeteksi berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan (NAD, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Kep Riau, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua Barat, dan Papua). Dalam kurun waktu satu bulan terakhir, prevalensi malaria klinis nasional adalah 2,9% (rentang: 0,2% - 26,1%). Tiga provinsi dengan prevalensi malaria klinis tinggi adalah Papua Barat (26,1%), Papua (18,4%) dan NTT (12,0%).
Sebanyak 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria klinis di atas angka nasional, sebagian besar berada di Indonesia Timur. Provinsi di Jawa-Bali merupakan daerah dengan prevalensi malaria klinis terendah yaitu 0,5%. Meskipun demikian yang perlu menjadi perhatian adalah sebagian besar kasus malaria klinis di Jawa-Bali terdeteksi bukan berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan. Data ini bermanfaat untuk menilai kesiapan daerah dan mengevaluasi pelaksanaan eliminasi malaria di Jawa-Bali.
Responden yang terdiagnosis sebagai malaria klinis dan mendapat pengobatan dengan obat malaria program dalam 24 jam menderita sakit hanya 47,7%. Ada 8 provinsi dengan proporsi pengobatan dengan obat malaria program cukup tinggi (>50%) yaitu Papua, Kep Riau, Bengkulu, Papua Barat, Bangka Belitung, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.
Di NTT, walaupun kasus malaria klinis tinggi, hanya kurang dari 50% kasus malaria mendapat pengobatan dengan obat program dalam 24 jam menderita sakit. Demikian pula proporsi pengobatan dengan obat program sangat rendah (<35%) terdapat di provinsi di Jawa, sehingga dapat menghambat program eliminasi malaria. Sebaliknya beberapa provinsi dengan prevalensi malaria klinis rendah (<10%) menunjukkan proporsi pengobatan dengan obat malaria program cukup tinggi (>50%) yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, dan Bengkulu.
Tabel 3.58
Prevalensi Filariasis, Demam Berdarah Dengue, Malaria dan Pemakaian Obat Program Malaria menurut Provinsi, Riskesdas 2007
Filariasis DBD Malaria Provinsi D DG D DG D DG O NAD 0,35 0,64 0,50 1,10 1,89 3,66 36,41 Sumatera Utara 0,03 0,08 0,10 0,29 1,32 2,86 42,57 Sumatera Barat 0,04 0,08 0,12 0,59 0,55 1,65 46,33 Riau 0,04 0,07 0,21 0,78 0,85 2,03 43,55 Jambi 0,03 0,07 0,19 0,45 1,73 3,23 42,34 Sumatera Selatan 0,01 0,07 0,16 0,37 1,01 1,63 44,69 Bengkulu 0,03 0,09 0,07 1,24 4,81 7,14 60,99 Lampung 0,01 0,03 0,07 0,16 0,27 1,42 30,67 Bangka Belitung 0,02 0,10 0,04 0,43 5,07 7,09 58,32 Kepulauan Riau 0,06 0,15 0,21 0,42 0,79 1,41 64,77 DKI Jakarta 0,08 0,14 0,84 1,15 0,10 0,51 26,44 Jawa Barat 0,04 0,05 0,22 0,41 0,07 0,42 24,46 Jawa Tengah 0,03 0,06 0,30 0,46 0,08 0,41 23,03 DI Yogyakarta 0,00 0,03 0,25 0,43 0,07 0,30 20,00 Jawa Timur 0,01 0,04 0,16 0,25 0,05 0,18 34,83 Banten 0,02 0,06 0,27 0,52 0,09 0,32 28,57 Bali 0,05 0,10 0,13 0,29 0,10 0,31 43,08
Nusa Tenggara Barat 0,04 0,09 0,18 1,10 2,22 3,75 48,37
Nusa Tenggara Timur 0,12 0,26 0,26 2,45 5,73 12,04 47,78
Kalimantan Barat 0,04 0,06 0,16 0,43 1,82 3,26 53,66 Kalimantan Tengah 0,04 0,06 0,11 0,30 1,51 3,37 49,41 Kalimantan Selatan 0,02 0,04 0,17 0,27 0,31 1,41 27,35 Kalimantan Timur 0,02 0,03 0,33 0,54 1,06 1,67 51,28 Sulawesi Utara 0,03 0,07 0,15 0,38 0,45 2,12 43,10 Sulawesi Tengah 0,04 0,14 0,21 1,09 2,58 7,36 41,78 Sulawesi Selatan 0,03 0,08 0,09 0,60 0,32 1,37 23,62 Sulawesi Tenggara 0,04 0,11 0,15 0,96 0,88 2,16 36,36 Gorontalo 0,05 0,12 0,12 0,58 0,88 2,87 39,53 Sulawesi Barat 0,01 0,03 0,10 0,70 0,86 2,02 36,10 Maluku 0,00 0,09 0,09 0,42 2,87 6,06 39,90 Maluku Utara 0,06 0,09 0,18 0,77 3,31 7.23 49,27 Papua Barat 0,23 0,45 0,33 2,02 15,65 26,14 59,33 Papua 0,14 0,29 0,05 0,93 12,09 18,41 65,52 Indonesia 0,05 0,11 0,20 0,62 1,39 2,85 47,68
Tabel 3.59 adalah gambaran Filariasis, DBD dan Malaria menurut karakteristik responden.
Filariasis klinis dijumpai pada semua kelompok umur dan sudah ditemukan pada kelompok umur 5 tahun, tidak ada perbedaan prevalensi antara laki-laki dan perempuan, dan tidak ada perbedaan prevalensi menurut tingkat pengeluaran rumah tangga (RT) per kapita. Filariasis klinis lebih tinggi didapati pada responden di perdesaan dan responden yang tidak sekolah, tidak bekerja dan petani/nelayan/buruh.
Tabel 3.59
Prevalensi Filariasis, Demam Berdarah Dengue, Malaria dan Pemakaian Obat Program Malaria menurut Karakteristik Responden,
Riskesdas 2007
Filariasis DBD Malaria
Karakteristik
responden D DG D DG D DG O
Kelompok umur (tahun)
<1 0,01 0,02 0,12 0,25 0,50 1,02 57,23 1-4 0,02 0,05 0,25 0,53 1,43 2,64 57,80 5-14 0,04 0,07 0,34 0,68 1,37 2,69 50,19 15-24 0,03 0,10 0,20 0,63 1,31 2,62 46,03 25-34 0,06 0,11 0,17 0,70 1,59 3,20 47,89 35-44 0,04 0,12 0,12 0,57 1,53 3,09 46,96 45-54 0,06 0,15 0,12 0,59 1,48 3,12 46,19 55-64 0,08 0,14 0,11 0,59 1,31 2,97 42,38 65-74 0,10 0,16 0,08 0,59 1,19 2,70 39,22 >75 0,08 0,20 0,08 0,56 1,08 2,83 35,78 Jenis kelamin Laki-laki 0,05 0,11 0,21 0,61 1,55 3,05 48,85 Perempuan 0,05 0,10 0,19 0,63 1,26 2,66 46,40 Tipe daerah Perkotaan 0,03 0,07 0,27 0,56 0,83 1,46 53,72 Perdesaan 0,06 0,13 0,16 0,65 1,75 3,69 46,25 Pendidikan Tidak sekolah 0,10 0,20 0,14 0,74 1,57 3,75 41,87 Tidak tamat SD 0,06 0,15 0,19 0,74 1,57 3,54 43,32 Tamat SD 0,05 0,12 0,14 0,62 1,41 3,04 45,25 Tamat SMP 0,04 0,10 0,18 0,57 1,36 2,66 47,63 Tamat SMA 0,05 0,09 0,19 0,51 1,19 2,08 51,13 Tamat PT 0,07 0,10 0,24 0,66 1,10 1,83 54,29 Pekerjaan Tidak kerja 0,08 0,15 0,15 0,64 1,14 2,49 41.65 Sekolah 0,05 0,08 0,30 0,67 1,22 2,42 48,83 Ibu RT 0,03 0,09 0,12 0,61 1,28 2,75 46,08 Pegawai 0,05 0,09 0,23 0,56 1,14 1,85 53,92 Wiraswasta 0,07 0,12 0,17 0,51 1,05 1,95 51,08 Petani/Nelayan/ 0,07 0,16 0,12 0,68 1,88 4,13 43,74 Lainnya 0,06 0,14 0,16 0,52 1,37 2,74 49,39
Tingkat pengeluaran per kapita
Kuintil 1 0,05 0,11 0,17 0,59 1,42 3.05 44,44
Kuintil 2 0,05 0,11 0,18 0,61 1,38 2,90 48.47
Kuintil 3 0,05 0,10 0,19 0,62 1,38 2,83 47,73
DBD dahulu dikenal hanya sebagai penyakit pada anak-anak, namun kini banyak ditemukan pada penderita dewasa. Prevalensi tertinggi ditemukan pada kelompok umur 25 - 34 tahun (0,7%) dan terendah pada bayi (0,2%). Tidak terlihat perbedaan prevalensi DBD pada laki-laki dan perempuan. DBD klinis relatif lebih tinggi di perdesaan, namun kasus yang terdeteksi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan lebih banyak di perkotaan.
Temuan yang juga perlu menjadi perhatian adalah DBD klinis relatif lebih banyak ditemukan pada responden dengan tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah dan tidak tamat SD), responden sekolah dan petani/nelayan/buruh. Prevalensi DBD klinis juga cenderung meningkat pada kelompok dengan tingkat pengeluaran rumah tangga (RT) per kapita yang lebih tinggi. Hal ini mungkin berhubungan dengan tingkat kesadaran penderita dalam mengenali penyakit dan mencari pengobatan yang lebih baik di kelompok dengan tingkat pengeluaran RT per kapita yang lebih tinggi tersebut.
Malaria tersebar merata di semua kelompok umur, prevalensi pada bayi relatif rendah, dan relatif tinggi pada kelompok umur produktif (25 - 54 tahun). Prevalensi penyakit ini juga relatif lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini mungkin disebabkan kelompok tersebut lebih banyak terpapar (exposed) dengan nyamuk malaria, sehingga risiko terkena infeksi relatif lebih besar. Prevalensi malaria klinis di perdesaan dua kali lebih besar dari prevalensi di perkotaan, dan cenderung tinggi pada responden dengan pendidikan rendah, kelompok petani/nelayan/buruh dan kelompok dengan tingkat pengeluaran RT per kapita rendah.
Walaupun prevalensi malaria klinis pada anak (<15 tahun) relatif lebih rendah dari orang dewasa, tetapi proporsi pengobatan dengan obat malaria program cenderung lebih baik pada anak dibandingkan orang dewasa. Keadaan ini menunjukkan kewaspadaan dan kepedulian penanganan penyakit malaria pada anak sudah cukup baik di mana >50% malaria klinis mendapat obat malaria program dalam 24 jam menderita sakit. Pengobatan dengan obat malaria program juga relatif lebih baik ( 50%) di daerah perkotaan, kelompok pendidikan tinggi, pegawai dan wiraswasta, dan kelompok dengan tingkat pengeluaran RT per kapita tinggi.