• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa prinsip dasar di bidang Trade ini Goods (barang) dalam GATT diterapkan juga dalam konteks perdagangan di bidang Trade in Services (jasa) melalui kerangka perjanjian GATS. Berikut ini beberapa prinsip-prinsip dasar dalam liberalisasi jasa yang terdapat dalam GATS.

a. Most Favoured-Nation Treatment ( MFN )

Prinsip MFN merupakan sebuah asas bahwa bila ada kemudahan yang diberikan kepada suatu negara, maka kemudahan tersebut juga harus di berikan kepada negara lainnya. Ini juga merupakan prinsip utama dalam perdagangan barang yang ada dalam GATT yang juga di gunakan dalam perdagangan jasa (GATS).76

Sedangkan tujuan utama dari kewajiban perlakuan MFN adalah untuk menjamin kesamaan kesempatan atas jasa yang “sejenis” dan pemberi jasa ( service suppliers ) “sejenis” , tanpa memerdulikan asal atau tujuan dari jasa-jasa atau pemberi jasa dari anggota WTO. Sesuai yang tercantum pada Pasal II:1.

      

75 Ibid, hlm 246.

“ ..Each member shall accord immediately and unconditionally77 to services and service suppliers of any other Member treatment no less favourable than that it accords to like services and service suppliers of any other country.”

Oleh karena itu, suatu negara tidak boleh memberikan perlakuan istimewa kepada negara lainnya atau melakukan tindakan diskriminasi terhadapnya. Satu negara anggota yang bersangkutan boleh tidak menerapkan syarat tambahan untuk memeberikan keuntungan kepada negara anggota lainnya, dan anggota tersebut Prinsip ini tampak dalam Pasal 2 terkait pada perjanjian mengenai jasa. Singkatnya, semua negara harus diperlakukan atas dasar yang sama dan semua Negara menikkmati keuntungan dari suatu kebijaksanaaan perdagangan. Namun demikian, dalam pelaksanaaannya prinsip ini mendapat pengecualiannya, khususnya dalam menyangkut kepentingan negaraa sedang berkembang. Jadi berdasarkan prinsip itu, suatu negara anggota pada pokoknya dapat menuntut untuk diperlakukan sama terhadap produk jasa di negara anggota lainnya.78

b. Transparansi

Prinsip Transparansi ini diatur dalam pasal III GATS yang mewajibkan semua anggota mempublikasikan semua peraturan perundangan, pedoman pelaksanaan, serta semua keputusan dan ketentuan yang       

     77 Dalam GATS, MFN atau dikenal juga dengan prinsip non diskriminasi merupakan suatu kewajiban umum (general obligation). Kewajiban ini bersifat segera (immediately) dan otomatis (unconditionally). Prinsip ini tidak berlaku terhadap transaksi-transaksi komersial diantara anggota GATT yang secara teknis bukan merupakan impor atau ekspor “produk-produk” seperti pengangkutan internasional, pengalihan paten, lisensi, dan hak-hak tak berwujud lainnya atau aliran modal.

78

berlaku secara secara umum yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang mempunyai dampak pada pelaksanaan GATS.

“Each Member shall publish promptly and, except in emergency situations, at the latest by the time of their entry into force, all relevant measures of general application which pertain to or affect the operation of this Agreement. International agreements pertaining to or affecting trade in services to which a Member is a signatory shall also be published.”

Selain itu, juga diwajibkan untuk memberitahukan Council For the Trade and Service (salah satu badan dalam WTO) atas setiap perubahan atau dikeluarkannya peraturan perundangan yang baru yang berdampak terhadap perdagangan jasa yang dicantumkan dalam SOC. Pemberitahuan ini minimal dilakukan sekali dalam setahun.79 Notifikasi terhadap Council For the Trade and Service diatur dalam Pasal III ayat 3:

“Each Member shall promptly and at least annually inform the Council for Trade in Services of the introduction of any new, or any changes to existing, laws, regulations or administrative guidelines which significantly affect trade in services covered by its specific commitments under this Agreement.”

c. Peningkatan partisipasi negara yang sedang berkembang (Developed Country)

Secara prinsip sistem WTO tidak membedakan antara negara maju dan negara berkembang. Namun demikian, dalam kondisi-kondisi tertentu kepada negara-negara berkembang diberikan perlakuan khusus. Hal ini dapat dilihat dari perlakuan khusus yang diberikan kepada negara sedang berkembang dalam       

penyampaian SOC. Penyampaian SOC ini merupakan salah satu syarat untuk dapat menjadi original member WTO (pasal 11 WTO). Kepada negara sedang berkembang (least developing country), Indonesia tak termasuk kriteria ini, diberikan waktu sampai dengan April 1995, sedangkan untuk negara lainnya batas waktu penyerahan adalah 15 Desember 1993.80

Aturan-aturan dalam WTO Agreement telah memeberi aturan yang seimbang antara hak dan kewajiban bagi negara pesertanya. Bagi negara yang sedang berkembang, meskipun aturannya tidak jelas dan tidak member “muatan” yang jelas, tetapi yang penting aturan khusus untuk negara yang sedang berkembang sudah ada.81 Apabila negara berkembang tersebut memahami aturan-aturannya sehingga dapat memahami dan memanfaatkan aturan-aturan tersebut bagi kepentingan perdagangannya.

Selain itu, kepada negara sedang berkembang juga diberi kemudahan dalam rangka meningkatkan partisipasinya melalui perundingan SOC yang menyangkut; peningkatan kapasitas jasa dalam negeri dan efesiensi serta daya saing sektor jasa dalam negeri antara lain melalui akses kepada teknologi secara komersial, perbaikan akses terhadap jaringan distribusi dan informasi; dan liberalisasi akses pasar untuk sektor-sektor dan cara pemasokan yang menjadi kepentingan bagi ekspor negara berkembang, sesuai dengan Pasal IV ayat (1) GATS:

      

80 Ibid, hlm 192-194

81 Ketidaktegasan pengaturan untuk kepentingan negara sedang berkembang sebenarnya juga adalah kelemahan dari aturan WTO Agreement itu sendiri.

“The increasing participation of developing country Members in world trade shall be facilitated through negotiated specific commitments, by different Members pursuant to Parts III and IV of this Agreement” Kemudahan lainnya yang diberikan kepada negara yang sedang berkembang adalah dalam rangka negosiasi selanjutnya untuk mebuka pasar. Kepada mereka diberikan fleksibilitas yang cukup untuk untuk membuka sektor yang lebih sedikit, melakukan perluasan akses pasar secara bertahap sejalan dengan situasi pembangunannya. (pasal XIX ayat (2) GATS).

“The process of liberalization shall take place with due respect for national policy objectives and the level of development of individual Members, both overall and in individual sectors. There shall be appropriate flexibility for individual developing country Members for opening fewer sectors, liberalizing fewer types of transactions, progressively extending market access in line with their development situation and, when making access to their markets available to foreign service suppliers, attaching to such access conditions aimed at achieving the objectives referred to in Article IV.”

Selanjutnya, dalam rangka membantu negara sedang berkembang, negara maju diwajibkan untuk mendirikan “contact point” untuk membantu negara berkembang dalam mengakses informasi82 mengenai pasar masing-masing negara maju.

“Developed country Members, and to the extent possible other Members, shall establish contact points within two years from the date of entry into force of the WTO Agreement to facilitate the access of

      

82 Aspek-aspek akses informasi dalam membantu negara berkembang, meliputi; Aspek komersial dan teknis dari pemasok jasa (commercial and technical aspects of the supply of services); Pendaftaran, pengakuan dan cara memperoleh kualifikasi professional (registration, recognition and obtaining of professional qualifications); dan Tersedianya teknologi jasa (the availability of services technology). (pasal IV (2) GATS).

developing country Members' service suppliers to information, related to their respective markets..”

d. Liberalisasi Bertahap

Liberalisasi bertahap tersebut dilakukan dengan mewajibkan semua angota WTO untuk melakukan putaran negosiasi yang berkesinambungan yang dimulai paling lambat lima tahun sejak berlakunya perjanjian WTO (sejak 1 januari 1995). Negosiasi tersebut harus dilakukan dengan mengurangi atau menghilangkan measures (ukuran) yang dapat berdampak buruk terhadap perdagangan Jasa. Meskipun demikian, proses liberalisasi harus dilakukan dengan tetap menghomati kepentingan nasional dan tingkat pembangunan masing-masing (Pasal XIX ayat(1) GATS). Ketentuan dalam pasal XIX dapat digunakan oleh negara maju untuk menekan negara berkembang untuk melakukan perundingan selanjutnya.83

“In pursuance of the objectives of this Agreement, Members shall enter into successive rounds of negotiations, beginning not later than five years from the date of entry into force of the WTO Agreement and periodically thereafter, with a view to achieving a progressively higher level of liberalization. Such negotiations shall be directed to the reduction or elimination of the adverse effects on trade in services of measures as a means of providing effective market access. This process shall take place with a view to promoting the interests of all participants on a mutually advantageous basis and to securing an overall balance of rights and obligations.”

Komitmen yang telah diberikan dalam rangka perundingan putaran Uruguay, dan telah menjadi annex dari GATS, pada prinsipnya tidak boleh ditarik, diubah dan/atau dikurangi. Perbaikan hanya dimungkinkan apabila dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan komitmen. Penarikan dan/atau       

perubahan komitmen yang diberikan hanya dapat dilakukan dengan pembayaran kompensasi kepada anggota yang dirugikan (Pasal XXI GATS).84

“..At the request of any Member the benefits of which under this Agreement may be affected (referred to in this Article as an "affected Member") by a proposed modification or withdrawal notified under subparagraph 1(b), the modifying Member shall enter into negotiations with a view to reaching agreement on any necessary compensatory adjustment.”

e. Proteksi Terhadap Komitmen Khusus (Protecting Through Specific Commitments )

Dalam hal proteksi, perdagangan jasa berbeda dengan barang. Dalam perdagangan jasa, proteksi dengan menggunakan pembatasan tarif tersebut tidak bisa dilaksanakan karena jasa-jasa itu sendiri, sehingga tidak dapat dihambat melalui tarif. Oleh karena itu, proteksi yang dapat dilakukan dalam perdagangan jasa adalah dalam bentuk SOC yang dibuat masing-masing negara sesua dengan keadaan negara tersebut yang kemudian dirundingkan dengan mitra dagangnya.85

SOC ini diatur pada bagian III yang terpisah dari bagian II GATS yang merupakan general obliagation. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa Schedule of Commitment bukan merupakan automatic obligation, Tetapi merupakan specific obligation. Artinya yang menjadi kewajiban adalah sesuai dengan yang tecantum dalam SOC negara yang bersangkutan. Dalam bagian III GATS mengenai komitmen khusus (specific commitments) dikenal tiga macam komitmen, yaitu:

       84

Ibid, hlm 196 85 Ibid, hlm 186

e. Komitmen Akses Pasar ( Market Acces )

f. Komitmen Perlakuan Nasional ( National Treatment ) g. Perlakuan Tambahan ( Additional Treatment )

Tiap SOC yang dibuat oleh setiap negara yang bersangkutan, tiga macam komitmen ini digabung menjadi satu paket prinsip yang terkandung dalam SOC tersebut. SOC dari masing-masing negara sesuai dengan Pasal XX (3) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari GATS. SOC sebagai aturan main dalam GATS diterapkan oleh negara peserta, sesuai dengan Pasal XX paragraph 3; “ Schedules of specific commitments shall be annexed to this Agreement and shall form an integral part thereof.”

Kaitannya dengan komitmen kebijakan proteksi dalam komitmen khusus negara anggota, sesuai dengan pasal 6 aturan GATS/WTO diwajibkan membuat aturan nasional sesuai aturan WTO, dengan syarat aturan domestik harus transparan tidak menjadi beban bagi penyedia jasa, atau menurunkan kualitas jasa yang disediakan akibat diterapkannya prosedur/perizinan di bidang jasa suatu negara.

Dalam pasal 6 ayat 4,86 negara anggota WTO diminta untuk

mengembangkan disiplin-disiplin yang diperlukan untuk menjamin peraturan perundang-undangan nasional disebut dengan domestic regulation,87

      

86 Pasal 6 ayat 4 GATS, ; “Domestic Regulation”, “With a view to ensuring that measures relating to qualification requirements and procedures, technical standards and licensing requirements do not constitute unnecessary barriers to trade in services, the Council for Trade in Services shall, through appropriate bodies it may establish, develop any necessary disciplines.” 87 Mahmul Siregar (dkk), Cabotage Principle Pada Regulasi Jasa Angkutan dalam Perairan Indonesia dari Perspektif Sistem Perdagangan Multilateral WTO/GATS, Law Review Volume XII No.2, November 2012. Hlm 208.

Negara anggota membuka pasarnya untuk mitra dagang negara anggota lainnnya yang dalam perumusan regulasinya berkewajiban untuk memperhatikan konsistensi atau syarat-syarat antara hukum nasional negara anggota tersebut dengan ketentuan yang ada dalam GATS yang dinyatakan melalui SOC. Prinsip ini bertujuan sebagai ukuran dalam tahapan liberalisasi dengan membuat batasan-batasan melalui SOC sesuai dengan aturan hukum nasional negara anggota. Dalam penerapan peraturan nasionalnya jangan sampai menimbulkan hambatan dalam perdagangan jasa.

Dengan demikian SOC tersebut mengikat bagi negara yang membuatnya. Dengan SOC ini, tercermin juga suatu prinsip, yaitu prinsip liberalisasi dalam perdagangan jasa dilakukan secara bertahap (progressive liberalization) sesuai dengan keadaan dan kemampuan negara masing-masing. Hal ini sejalan dengan ketentuan pasal XIX GATS.

e. Integrasi Ekonomi

Kerja sama regional telah lama dipandang sebagai pengecualian dari klausula MFN dalam perjanjian perdagangan. Meskipun demikian, WTO secara prinsip tidak melarang anggotanya untuk bergabung dengan organisasi kerjasama ekonomi regional atau mengadakan perjanjian liberalisasi perdagangan jasa antara dua atau lebih negara, asal saja memenuhi beberapa kriteria yang rinci dan kompleks sebagaimana diatur dalam pasal V GATS.

Dokumen terkait