• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perhitungan rendemen dan losses baik dalam produksi CPO maupun PK di PT. Inti Indosawit Subur PMKS Tungkal Ulu, sangat penting untuk mengetahui sejauh mana efisiensi dan efektifitas sistem terutama mutu buah, proses pengolahan pabrik dan kualitas sumber daya manusia. Selain itu, rendemen dan losses juga dipakai oleh pihak pemasaran sebagai control keuntungan penjualan.

1. Rendemen dan Losses CPO

a. Rendemen CPO

Rendemen CPO hasil proses produksi dihitung sebagai persentase dari perbandingan berat CPO yang dihasilkan dengan berat yang diolah. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Rendemen CPO =Berat CPO dihasilkan

22

Secara teknis berat CPO yang dihasilkan dapat dihitung dengan melihat Berat CPO yang dihasilkan dengan perhitungan dari data yang didapat:

Berat CPO yang dihasilkan = Stock Akhir − Stock Awal + Pengiriman Sedangkan berat TBS yang diolah dapat dihitung sebagai berikut:

Berat TBS diolah ton = ( Lori yang masuk rebusan ) x 4,5 ton

Angka 4,5 ton merupakan asumsi kapasitas masing-masing lori yang penuh dengan TBS.

b. Losses CPO

Losses CPO diartikan sebagai persentase kehilangan CPO yang seharusnya menjadi bagian dari rendemen. Terdapat beberapa hal yang menjadi sumber penyebab losses CPO yakni sebagai berikut:

b.1 Katekopen/USB (Unstripped Bunch)

Katekopen/USB merupakan istilah lain dari buah mentah (F00) yang ditandai dengan tidak adanya brondolan buah. Pada saat penimbangan TBS, kehadiran USB hanya akan menambah tonase TBS yang diolah tanpa kemampuan menghasilkan minyak. Akibatnya losses terjadi karena rendemen actual lebih kecil dari proyeksi perhitungan rendemen terdasarkan berat TBS. secara teknis, petugas berdiri di dekat konveyor mendatar dari threser menuju incinerator, kemudian menghitung berapa banyak USB dalam 100 sampel janjang sisa threser yang mewakili tiap lori dalam satu kali proses perebusan (6 lori). Banyaknya katekopen/USB dalam pengolahan diatur oleh standar normal sebesar 0%. Namun pada kenyataannya angka 0% untuk USB sulit terjadi.

b.2 Air Kondensat perebusan

Salah satu tujuan Triple Peak Sterilization pada proses perebusan ialah agar steam merata ke seluruh bagian buah sehingga buah menjadi matang. Akibat panas yang dihasilkan oleh steam, sebagian minyak akan terdesak keluar dari daging buah dan kondensasi sehingga menyebabkan losses. Air kondensat dengan kandungan minyak ini akan dikeluarkan oleh operator setiap kali kondisi perebusan mencapai peak-peak yang ditetapkan. Standar normal kandungan minyak dalam air kondensat yakni maksimal 0,510% (zb/zat basah) dan maksimal 13,75% (zk/zat kering).

b.3 Tandan/Janjang Kosong (Jangkos)

Selain disebabkan oleh adanya minyak yang melekat pada jangkos pada saat terkondensasi di dalam perebusan, losses CPO pada jangkos juga dapat terjadi pada proses threshing. Pada saat TBS dibanting didalam threshing drum. Sebagin buah akan terlumat oleh tekanan bantingan sehingga sebagian minyak yang ada pada buah akan turut keluar mengenai janjangan. Secara teknis, petugas menyortir dan mengambil jangkos yang paling banyak berminyak pada konveyor mendatar dari threser menuju incinerator. Kadar minyak dalam jangkos dianalisis dengan metode soxhlet pada sampel jangkos sebanyak 10 gr, dan dibatasi maksimal 3% (zb) dan 5-6% (zk).

23

b.4 USF (Unstripped Fruit)

Bila dalam limbah janjangan hasil threshing masih terdapat 0,125-0,25% buah yang melekat, maka janjangan tersebut tergolong USF. Keberadaan USF merupakan parameter proses perebusan yang tidak merata akibat adanya kantong udara, serta proses threshing yang tidak optimal. Losses terjadi karena masih banyaknya kandungan minyak pada buah yang melekat pada USF. Perhitungan USF dilakukan dengan formula sebagai berikut.

Standar Berat Buah gram = Berat Buah dalam (USF & 𝑈𝑆𝐵)

3

n=1 n

3

Hal pertama yang harus dilakukan yakni menenetukan angka standar berat buah. Petugas penghitung yang berdiri di dekat konveyor mendatar dari threser menuju tempat penampungan jangkos menghitung berapa banyak sisa buah baik dalam USF maupun USB dari 100 sampel janjangan, kemudian dihitung berat buah keseluruhan. perhitungan dilakukan tiga kali pengulangan (n), kemudian seluruh hasilnya dijumlahkan dan dirata-ratakan.

Setelah angka standar didapat, maka selanjutnya dilakukan perhitungan aktual terhadap jumlah USF pada saat pengolahan. Secara teknis petugas berdiri didekat konveyor mendatar dari threser menuju penampungan jangkos, kemudian menghitung berapa banyak USF dalam 100 sampel janjangan sisa threser yang mewakili setiap lori dalam satu kali proses perebusan (6 lori). Untuk setiap USF yang didapat kemudian dihitung berat buah dalam seluruh USF tersebut.

Berat Buah dalam USF Aktual gram = Berat USF

8 n=1

8

Persamaan x dan persamaan y kemudan dipakai untuk menentukan persentase kadar buah dalam USF sebagai berikut:

% Buah dalam USF = y

x

1000 x 100%

Hasil persentase ini kemudian dibandingkan dengan standar normal kadar buah dalam USF di PT. Inti Indosawit Subur PMKS Tungkal Ulu.

b.5 Ampas Press (Serabut/Fibre)

Terjadinya losses CPO pada ampas press berhubungan dengan efisiensi kerja screw atau hydraulic cone pada mesin screw press. Efisiensi kerja keduanya sangat ditentukan oleh putraran kerja hagglund, tekanan kerja hydraulic cone, serta kondisi fisik screw. Bila putaran kerja hagglund dan tekanan kerja hydraulic cone tidak optimal, maka losses minyak pada ampas akan meningkat. Kadar minyak dalam ampas dianalisis dengan metode soxhlet pada sampel ampas sebanyak 10 gr, dan dibatasi maksimal sebesar 4% (zb) atau 4-6% (zk).

b.6 Biji (Nut)

Pada saat proses press berlangsung, sebagian minyak yang keluar akan diserap oleh permukaan biji secara alamiah. Kadar minyak dalam biji dianalisis dengan metode soxhlet pada sampel biji sebanyak 10 gr. PT. Inti Indosawit Subur PMKS Tungkal Ulu memberlakukan standar normal losses CPO pada biji maksimal sebesar 1,000% (zb) dan 0,5-1% (zk).

24

b.7 Solid

Sludge yang masih mengandung minyak sekitar 7% – 10% diolah lagi dengan mesin Decanter/Tricanter, yang hasilnya adalah light phase (oil decanter), heavy phase dan solid. Light phase dari decanter yang mengandung minyak 60% – 70%, diolah lagi di CST. Heavy phase akan diproses lanjut di effluent treatment (pengolahan limbah) hingga mencapai BOD dan COD standar untuk aplikasi kebun, sedangkan Solid ditampung di hopper kemudian dibuang di tempat pembuangan (aplikasi pupuk).

2. Rendemen dan Losses PK

a. Rendemen PK

Rendemen PK hasil proses produksi dihitung sebagai persentase dari perbandingan berat PK yang dihasilkan dengan berat TBS yang diperoleh secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Rendemen PK =Berat PK dihasilkan

Berat TBS diolah x 100%

Secara teknis, rendemen PK dihitung dengan mengukur perbedaan bulk kernel silo sebelum dan sesudah produksi perhari. Perbedaan volume diukur dengan bantuan selisih ketinggian galah yang dimasukkan tepat mengenai PK dalam bulk kernel silo.

Berat PK dihasilkan = Selisih Ketinggian Galah x Luas Alas Silo x ρ- PK

Sedangkan berat TBS yang diolah dapat dihitung sama seperti perhitungan berat TBS untuk Rendemen CPO yakni:

Berat TBS diolah ton = ( Lori yang masuk rebusan ) x 4 ton

Angka 4 merupakan asumsi kapasitas masing-masing lori yang penuh dengan TBS.

b. Losses PK

Seperti halnya losses CPO, losses PK diartikan sebagai persentase kehilangan PK yang seharusnya menjadi bagian dari rendemen. Terdapat beberapa hal yang menjadi sumber penyebab losses PK yakni sebagai berikut:

b.1 USF (Unstripped Fruit)

Adanya buah yang masih terdapat di USF, merupakan parameter nyata terjadinga losses inti yang terdapat dalam buah tersebut. Teknis perhitungan USF sama halnya seperti perhitungan USF untuk losses CPO. Standar normal kadar buah dalam USF di PT. Inti Indosawit Subur PMKS Tungkal Ulu sebesar 0,01%.

b.2 Buangan Fibre Cyclone

Ketika ampas (campuran serabut/fibre dengan biji) hasil pressing dialirkan melalui CBC sehingga tiba di depericarper, fibre cyclone bukan hanya menghisap fibre pada ampas melainkan juga seluruh fraksi biji ringan pada ampas. Losses terjadi karena dari fibre cyclone ini, fraksi biji ringan yang terikut pada fibre akan bersama-sama akan dibakar di Boiler atau

25

dibuang ke tampat penampungan. Untuk menghitung losses PK pada buangan fibre cyclone, sampel fibre diambil sebanyak 1000 gr, kemudian ditimbang berat fraksi biji ringan yakni biji (nut), broken nut, whole kernel, dan broken kernel yang terdapat di dalam fibre.

Kadar PK Inti Sawit = Berat Fraksi Biji Ringan

Berat Sampel (1000 gr) x 100% Losses PK pada fibre cyclone dibatasi maksimal sebesar 0,15%.

b.3 Buangan pada LTDS 1

LTDS 1 merupakan sebuah kolom yang digunakan untuk membantu pemisahan fraksi shell, biji utuh, serta biji dan whole kernel yang terlalu besar dari hasil pemecahan biji pada ripple mill. Losses PK terjadi karena terdapat fraksi ringan biji (nut), broken nut, whole kernel, dan broken kernel yang ikut terhisap bersama shell oleh LTDS 1 cyclone, untuk selanjutnya dibakar di Boiler. Untuk menghitung losses PK pada buangan LTDS 1 cyclone, sampel diambil sebanyak 1000 gr, kemudian ditimbang berat fraksi biji ringan yakni biji (nut), broken nut, whole kernel, dan broken kernel yang terdapat didalam sampel.

Kadar PK Inti Sawit = Berat Fraksi Biji Ringan

Berat Sampel (1000 gr) x 100% Losses PK pada LTDS 1 dibatasi maksimal sebesar 0,03%.

b.4 Buangan pada LTDS 2

LTDS 2 merupakan kolom yang digunakan untuk membantu memisahkan sisa fraksi shell yang masih terikut pada whole kernel dan mixed broken kernel dari LTDS 1. Sebagaimana halnya LTDS 1, losses PK terjadi karena terdapat fraksi ringan biji (nut), broken nut, whole kernel, dan broken kernel yang ikut terhisap bersama shell oleh LTDS 2 cyclone, untuk selanjutnya dibakar di Boiler. Perhitungan losses PK pada LTDS 2 sama dengan perhitungan losses PK pada LTDS 1.

Kadar PK Inti Sawit = Berat Fraksi Biji Ringan

Berat Sampel (1000 gr) x 100% Losses PK pada LTDS 2 dibatasi maksimal sebesar 0,02%

b.5 Shell dari Hydrocyclone

Pada saat mixed broken kernel masuk ke hydrocyclone, akan terjadi pemisahan broken kernel dari shell berdasarkan prinsip perbedaan berat jenis. Shell dengan berat jenis lebih besar akan berada dibagian bawah larutan, sedangkan broken kernel dengan berat jenis lebih ringan akan berada dibagian atas. Formulasi larutan yang tidak tepat akan mengakibatkan losses PK akibat banyaknya broken kernel yang terjatuh bersama dengan shell ke bagian bawah larutan. Perhitungan losses PK pada shell dari hydrocyclone dilakukan dengan mengambil sample sebanyak 1000 gr, kemudian ditimbang berat broken kernel yang terdapat di dalam sampel.

Kadar PK Inti Sawit = Berat Fraksi Biji Ringan

26

Losses PK pada shell dari hydrocyclone dibatasi maksimal sebesar 7,820%

Setelah proses analisis losses PK dari seluruh sumber penyebab diatas dilakukan, selanjutnya dihitung total losses PK terhadap TBS. perhitungan dilakukan dengan menjumlahkan hasil kali angka analisis tiap-tiap sumber losses PK dengan faktor pengali tertentu yang didapat dari analisis material balance TBS. secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

Total Losses PK % = S {Hasil Analisis Sumber Losses % x Faktor Pengali ∗} Keterangan: * = berbeda untuk setiap sumber losses

Realisasi rumus diatas dapat dilihat dari data losses PK di PT. Inti Indosawit Subur PMKS Tungkal Ulu pada bulan Juni semester I tahun 2010 pada table losses di Lampiran 5.

27

IV. ANALISA POTENSI PEMANFAATAN BIOMASSA

Dokumen terkait