• Tidak ada hasil yang ditemukan

Represi Pemerintah dan Hegemoni Amerika Serikat

BAB III UPAYA PEMERINTAH UNTUK MEMUTUS

C. Represi Pemerintah dan Hegemoni Amerika Serikat

Koes Bersaudara menjadi korban dari politik pada era Demokrasi Terpimpin. Grup musik ini tidak memiliki motif politik apapun terkait dengan anggapan yang muncul dari penguasa terhadap mereka. Pada tahun 1965, Tonny Koeswoyo pernah mengatakan bahwa, Koes Bersaudara adalah seniman dan tidak memiliki ketertarikan dengan politik maupun keinginan untuk terlibat ke dalam dunia politik. Namun, bagi Soekarno dan semua pihak yang satu jalan dengannya, setiap seniman harus terlibat dalam politik, jika tidak, mereka akan dianggap bersikap kontra-revolusi.78

Ada anggapan bahwa Koes Bersaudara akan dijadikan alat untuk melakukan counter-kultur di Malaysia. Hal ini pernah diungkapkan oleh Yon Koeswoyo. Ia mengatakan bahwa ketika dipenjara, pemerintah sebenarnya berencana mengirim

76

Roma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan, 2008, op.cit., hlm. 26.

77

Steven Farram, 2007, op. cit., hlm. 260.

78

mereka ke Malaysia sebagai agen rahasia.79 Hal ini terkait dengan konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia pada tahun 1960-an. Seorang pengamat musik Indonesia, Bens Leo, mengatakan bahwa pemenjaraan Koes Bersaudara tidak terlepas dari tendensi politik.80

Dengan demikian, tanpa mereka ketahui, Koes Bersaudara menjadi bagian dari misi pemerintah. Penahanan mereka hanya bagian dari rencana yang jauh lebih besar, yaitu menjadi inteligen negara untuk Malaysia. Kebijakan-kebijakan dan pernyataan-pernyataan pemerintah yang melarang Koes Bersaudara membawakan musik dan lagu-lagu ngak ngik ngok dan penahanan mereka hanya sebuah kamuflase bahwa pemerintah tidak menyukai mereka. Dengan kamuflase tersebut, publik tidak akan menduga bahwa Koes Bersaudara sebenarnya sedang berada dalam misi yang justru membuat mereka menjadi bekerja sama dengan pemerintah.

Satu hari sebelum dipanggil ke kantor polisi, Koes Bersaudara diundang untuk tampil di sebuah acara di rumah seorang Kolonel Angkatan Laut, Kolonel Koesno,81 seseorang yang dikatakan oleh Yok Koeswoyo merekrut mereka sebagai

79

In an interview in May 2004, Yok was more forthcoming, saying that the band

had been recruited by Colonel Koesno, a senior officer inIndonesia’s Supreme Operational

Command. The plan was for the band to be arrested in order to give the impression that the government did not like them. Later, they would travel secretly toMalaysia and operate as counter-intelligence agents.” (Dalam sebuah wawancara pada tahun 2004, Yok menjadi lebih terbuka, ia mengatakan bahwa Koes Bersaudara terlah direkrut oleh Kolonel Koesno, anggota senior dalam Komando Operasi Tinggi Indonesia. Rencananya adalah mereka akan ditahan hanya untuk memberi kesan bahwa pemerintah tidak menyukai mereka. Kemudian, meeka akan pergi ke Malaysia sebagai agen rahasia.) ibid., hlm. 269.

80

CNN Indonesia, 3 November 2016, Koes Bersaudara Rela Masuk Bui Demi Indonesia.

81

On 28 June 1965, Koes Bersaudara and the bands Dara Puspita and Quarta Nada performed at a party in the house of a Navy officer, Colonel Koesno. The party was

agen rahasia. Acara tersebut juga dihadiri oleh staf dari Kedutaan Besar Amerika Serikat.82 Pada tahun 1965, publik telah mengetahui bahwa terjadi ketegangan antara Koes Bersaudara dengan pemerintah. Namun, pada malam 28 Juni 1965 tersebut, Kolonel Koesno, selaku tuan rumah, justru meminta Koes Bersaudara menyanyikan lagu-lagu The Beatles, yang kemudian disusul dengan lemparan baru dan teriakan- teriakan anti-Barat oleh sekelompok massa yang tergabung sebagai Pemuda Rakyat.

Rentang waktu antara Koes Bersaudara mulai menyanyikan lagu pertama mereka, I Saw Her Standing There, dengan datangnya massa yang mengamuk sangat singkat. Steven Farram menuliskan bahwa ketika Koes Bersaudara baru menyanyikan beberapa bait dari lagu tersebut, datang sekelompok massa yang mengamuk di sekitar rumah Kolonel Koesno. Kedatangan massa yang begitu cepat memunculkan dugaan bahwa sudah ada konsentrasi massa di sekitar rumah Kolonel Koesno sebelum Koes Bersaudara naik ke atas panggung. Situasi tersebut diciptakan

attended by other Navy and Army personnel as well as a number of foreign diplomats and a US military attache. The host encouraged the bands to play Western popular music, including Beatles songs. After Tonny had sung only a few verses of I Saw Her Standing There, rocks were heard landing on the roof, accompanied by screams of ‘Ganyang Nekolim!

Ganyang Manikebu! Ganyang Ngak Ngik Ngok!’ (‘Crush Neo-Colonialism! Crush

Manikebu! Crush Ngak Ngik Ngok!’).” (Pada tanggal 28 Juni 1965, Koes Bersaudara dan grup musik Dara Puspita dan Quarta Nada tampil pada sebuah pesta di rumah petinggi Angkatan Laut, Kolonel Koesno. Pesta tersebut dihadiri oleh anggota Angkatan Laut, Angkatan Darat, dan para diplomat asing beserta tentara Amerika Serikat. Tuan rumah meminta agar Koes Bersaudara menyanyikan lagu-lagu Barat, termasuk lagu-lagu The Beatles. Setelah Tony menyanyikan beberapa bait dari lagu I saw Her Standing There, batu- batu mendarat di atas genteng, bersamaan dengan teriakan Ganyang Nekolim! Ganyang Manikebu! Ganyang ngak ngik ngok!)Steven Farram, 2007, op.cit., hlm. 261.

82

"Titiek Puspa Jadi Penyanyi Istana, Koes Bersaudara Dipenjara" dalam

agar pemerintah punya alasan untuk melakukan penahanan terhadap Koes Bersaudara.

Sebagai suatu hegemoni, represi negara terhadap Koes Bersaudara memberikan pengaruh politik pada grup musik tersebut. Pengaruh tersebut niscaya, karena tekanan yang datang dari represi negara, tidak dapat dikalahkan oleh pihak yang didominasi, dan, reaksi yang diberikan sebagai tanggapan atas tekanan tersebut, adalah reaksi politik.

Ada dua macam cara yang dipakai dalam pertarungan merebut hegemoni di Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin. Pertama, cara yang dipakai oleh negara, yakni represi dengan menggunakan aparatur-aparatur untuk menjaga dan memperkuat kekuasaan. Kedua, popularitas, yang cenderung lebih terbuka, seperti halnya budaya populer.

Keduanya terlibat dalam pertarungan hegemonik. Pemerintah Demokrasi Terpimpin ditantang oleh perkembangan pesat budaya populer Barat, khususnya musik, dan menanggapinya dengan cara yang represif. Kenyataan tersebut memposisikan budaya populer sebagai oposisi dan didominasi oleh negara yang pada saat itu berhaluan kiri.

Sama halnya dengan pengaruh politik yang lahir dari pertarungan hegemonik, kemenangan pihak Barat adalah keniscayaan. Hal ini dibuktikan dalam kasus Koes Bersaudara sebagai grup musik yang terombang-ambing di dalam intrik politik kekuasaan Soekarno. Grup musik tersebut ditekan oleh publik, dijadikan alat negara, dan bahkan dipenjara. Namun, kemenangan Amerika Serikat dalam perebutan

hegemoni dunia selama Perang Dingin berangsur-angsur membawa Koes Bersaudara keluar dari tekanan, meskipun hal tersebut merubah mereka. Kebebasan Koes Bersaudara pada tanggal 29 September 1965 adalah simbol dari berakhirnya sebuah babak dalam pertarungan merebut hegemoni Dunia.

Upaya pemerintah membangun kebudayaan nasional mendapatkan tantangan serius dengan perkembangan pesat musik populer Amerika Serikat dan Inggris di Indonesia. Dibandingkan dengan musisi-musisi kiri yang sangat formatif dan kaku83, musisi-musisi pop lebih dikenal dan digemari oleh rakyat.

Dalam Laporan Pleno tahun 1962, Ajoeb Jabaar menuliskan bahwa meskipun Lekra melakukan upaya dua kali lipat lebih besar dengan menciptakan musik beridentitas nasional, selain pelarangan-pelarangan, pengaruh musik populer justru semakin besar. Dalam laporannya, bukan hanya musik populer yang berasal dari Barat yang semakin berkembang, tetapi jumlah grup musik yang identik dengan Barat juga semakin bertambah.84 Perkembangan pesat pengaruh musik populer merupakan bagian dari perebutan hegemoni kekuasaan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Pihak yang bertentangan dengan jelas mengisyaratkan pertentangan tersebut.

Disadari atau tidak, Koes Bersaudara berada di pihak Amerika Serikat. Jika dilihat dari perspektif politik, tidak ada yang dapat membantah hal tersebut.

83

Lekra mengembangkan musik yang dimainkan secara kaku seperti paduan suara. Salah satu grup musik paduan suara yang didukung oleh Lekra adalah Gembira. Jennifer Lindsay, dkk., 2012, op.cit., hlm. 205.

84

Sementara itu, Indonesia selama Soekarno berkuasa adalah negara yang memandang semua hal dari sudut pandang politik.

Koes Bersaudara menjadi terkenal bersama dengan arus tersebut. Meskipun grup musik tersebut tidak terhindar dari tidakan represif negara, pada kenyataannya, mereka tetap memenangkan kompetisi meraih popularitas. Bahkan, ketika Lekra hancur dengan berdirinya Orde Baru, Koes Bersaudara masih tetap dengan popularitasnya sebagai satu grup musik dan diberi label legenda.

Dalam konteks Perang Dingin, keberhasilan Koes Bersaudara menegaskan hegemoni Amerika Serikat dan membuktikan berkurangnya pengaruh Uni Soviet di Indonesia. Kebijakan yang diciptakan oleh pemerintah Demokrasi Terpimpin tidak dapat terlepas dari politik internasional. Soekarno menyadari hal tersebut, namun kekuasaan yang dibangunnya dianggap represif bagi masyarakat yang sedang keranjingan budaya populer.

Koes Bersaudara praktis tidak melakukan perlawanan apa-apa atas tindakan represif pemerintah. Sementara itu, Lekra sebagai pejuang kebudayaan nasional, mendapatkan dukungan sepenuhnya dari pemerintah. Namun, Koes Bersaudara hanya riak kecil di dalam arus besar politik pada periode tersebut.85

Kebijakan politik, budaya nasional, dan musik populer, saling berhubungan. Hubungan tersebut didasarkan pada Perang Dingin yang menjadi isu politik paling penting. Pemerintah Demokrasi Terpimpin dan kaum intelektual bersatu dalam

85

membangun kebudayaan nasional. Koes Bersaudara dengan musik populernya berada di posisi yang berseberangan dengan pemerintah.

Represi yang dilakukan negara terhadap Koes Bersaudara didasari oleh kesadaran akan Amerikanisasi86 yang dianggap berbahaya oleh Soekarno. Dengan kehadiran media massa, Soekarno harus membendung perkembangan budaya populer di Indonesia dengan cara tersebut berdasarkan pemikiran bahwa budaya populer identik dengan Amerika Serikat. Dengan kata lain, ancaman yang datang dari budaya populer mengancam kebudayaan nasional dan kedudukan politik negara, sehingga diperlukan kebijakan-kebijakan politik sebagai pendukung dari bangkitnya kebudayaan nasional.

86

Dokumen terkait