• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rumusan Model Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan

DAFTAR LAMPIRAN

Gambar 26 Hasil analisis leverage atribut pada dimensi kelembagaan.

5.4. Rumusan Model Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan Berkelanjutan

5.4.4. Rumusan Model Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kondisi wilayah perkotaan sudah merupakan agroecosystem tersendiri yang berbeda secara nyata dengan pertanian di pedesaan, sehingga keberadaan instrumen kebijakan sebagai landasan hukum juga berbeda yang disesuaikan dengan kondisi perkotaan itu sendiri. Eksistensi keberadaan lahan dan ruang untuk inovasi pertanian di perkotaan memegang peranan sangat penting dalam sistem produksi pertanian dan kualitas lingkungan. Pengembangan lahan dan ruang untuk pertanian perkotaan merupakan determinan utama keberadaan luas pekarangan, kebun spesifik dan ruang terbangun untuk kegiatan pertanian produktif. Menjaga eksistensi lahan dan ruang tidak hanya untuk keberlanjutan sistem produksi hasil pertanian dan kualitas lingkungan, tetapi usaha tani perkotaan memberikan lapangan kerja dan menjadi sumber tambahan penghasilan masyarakat serta menjadi penyangga kestabilan ekonomi dalam keadaan kritis dan berkaitan langsung dengan upaya penanggulangan kemiskinan

(poverty alleviation) serta lingkungan lestari.

Berdasarkan hasil analisis terhadap kondisi saat ini dan faktor kunci penentu keberlanjutan, maka dirumuskan model kebijakan pertanian perkotaan berkelanjutan di wilayah DKI Jakarta sebagai berikut; 1) bentuk dan pola sistem pengembangan pertanian perkotaan, 2) keberlanjutan multidimensi aspek ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan dan teknologi, 3) atribut sensitif dan faktor kunci penentu keberlanjutan, 4) skenario dan arahan kebijakan. Rumusan model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan terhadap penentu keberlanjutan pertanian sebagai berikut; dimana pertanian perkotaan (PK) adalah merupakan fungsi dari faktor dominan penentu keberlanjutan yaitu; luas pekarangan (p), komoditas dan teknologi ramah lingkungan (k), penyuluhan dan kelembagaan pertanian (l), perluasan ruang usaha tani (r), kerjasama antar

stakeholders (s), dan pemberian insentif dan kompensasi pertanian (i). Pendekatan integratif faktor penentu dalam hubungan fungsi; PK = f ( p, k, l, r, s, i ), yang menjadi pertimbangan penentuan kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan. Keenam faktor kunci penentu keberlanjutan pertanian perkotaan dapat dideskripsikan sebagai berikut;

1. Luas pekarangan (p); Upaya untuk memperluas pekarangan sampai dengan <30% dari luas kavling rumah tinggal dan perkantoran serta fasilitas umum lainnya. Melihat kondisi saat ini di wilayah DKI Jakarta, dimana rata-rata luas pekarangan <10% dari luas kavling rumah, maka upaya memperluas pekarangan dapat dilakukan dengan sistem horisontal dan vertikal. Untuk memperluas pekarangan, maka perlu kebijakan khusus bagi pengembang yaitu mengisyaratkan ketersediaan RTH 30% dan rata-rata luas pekarangan 10 < 20 % dari luas kavling rumah secara bertahap.

“Menurut Purnomohadi (2000), mengacu pada kondisi spesifik perkotaan, pengembangan atau perancangan model sistem produksi pertanian perkotaan paling tidak harus memperhatikan dua kriteria yaitu “hemat lahan” dan produk relatif bersih. Sebagai contoh; di beberapa wilayah Jerman, pemerintah kota mengeluarkan regulasi yang mengharuskan bangunan industri baru memiliki atap hijau dari materi tanaman. Juga kota-kota Swiss yang mengharuskan konstruksi baru untuk merealokasi ruang terbuka hijau yang hilang akibat pembangunan konstruksi tersebut ke bagian atap bangunan baru (Baatz, 1993)”.

2. Komoditas dan teknologi pertanian ramah lingkungan (k); Untuk meningkatkan daya hasil lahan pekarangan dan kebun spesifik, maka perlu kebijakan penanaman selektif pada komoditas bernilai ekonomi tinggi yang disesuaikan dengan kondisi lahan/lingkungan. Meningkatkan program insentif berupa bibit tanaman menjadi >5-8 phn/kk dari kondisi saat ini untuk jenis tanaman produktif dengan penerapan teknologi intensif. Upaya peningkatan kegiatan penanaman, yang pada gilirannya masyarakat perkotaan dapat memperbanyak sendiri populasi tanaman di lingkungannya. Jenis komoditas yang dikembangkan adalah tanaman hias, tanaman produktif tahunan seperti rambutan, mangga, jambu, sawo, belimbing, melinjo. Pemanfaatan pekarangan dapat diintervensi dengan penerapan teknologi ramah lingkungan yaitu pertanian input organik sistem vertikultur, sistem pot atau polibek dan sistem hidroponik pada komoditas tanaman buah, sayuran dan tanaman hias di sekitar rumah penduduk atau halaman rumah, kantor, di atas bangunan dan sarana lainnya. Pengembangan dan implementasi model kawasan rumah pangan lestari (MKRPL) di wilayah perkotaan dengan pengembangan komoditas pangan dan non pangan disekitar rumah.

3. Penyuluhan dan kelembagaan pertanian (l); Upaya meningkatkan kinerja penyuluhan dan kelembagaan pertanian dengan harapan bahwa para petani lebih

intensif atau secara berkala dan berkesinambungan mendapatkan pembinaan teknis dan fungsi kelembagaan efektif. Perlu kebijakan khusus penambahan tenaga pertanian perkotaan khususnya tenaga pembina dilapangan baik penyuluh dan tenaga teknis lainnya sesuai kebutuhan wilayah dan keberadaan masyarakat tani di perkotaan serta satuan administrasinya seperti kantor Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) secara umum (pertanian pangan, perikanan-kelautan, peternakan dan kehutanan). Upaya memperkuat kelembagaan tani di wilayah pola kemitraan pelaku pertanian perkotaan. Pemberdayaan pelaku pertanian dengan insentif atau kompensasi bagi petani kurang mampu dan daya hasil usahanya relatif rendah, seperti halnya pada usaha tani padi sawah.

4. Perluasan lahan dan ruang usaha tani (r); perluasan lahan dan ruang usaha tani pada kebun spesifik komoditas merupakan suatu hal yang sangat penting keberadaannya. Juga pemanfaatan ruang terbangun seperti di atap-atap rumah dilakukan kegiatan usaha tani. Khususnya kota DKI Jakarta yang masih memiliki lahan sawah dan tegalan dalam kategori lahan sempit atau terbatas untuk pengembangan pertanian, maka perlu kebijakan khusus untuk penggunaan atau pemanfaatannya atau mengoptimalkan daya hasil usaha tani yang dapat digambarkan melalui penataan ruang. Kebijakan penghematan lahan untuk non pertanian dengan sistem rumah susun. Pengembangan RTH produktif pertanian di lahan pekarangan. Penggunaan atau pemanfaatan lahan sawah secara optimal serta mempertahankan dengan kebijakan khusus dan tegalan atau lahan terlantar di Jakarta didasari oleh philosophy konsep pemanfaatan lahan dan ruang untuk pertanian berwawasan lingkungan.

”Konsep pertanian berwawasan lingkungan adalah agroekologi merupakan studi agroekosistem yang holistik, termasuk semua elemen lingkungan dan manusia. Impelentasi pembangunan ini dapat diwujudkan dengan inovasi teknologi yang sesuai dengan daya dukung sumberdaya lahan/lingkungannya (Badan Litbang, 2003). Konsep perencanaan suatu perkotaan dalam penggunaan lahan seyogyanya tidak hanya dipenuhi oleh simbol-simbol kekuatan ekonomi saja, tetapi berisikan simbol-simbol kekuatan sosio-kultural, pemerintahan. Disisi lain, keserasian antara simbol kegiatan masyarakat dengan simbol-simbol lingkungan akan menciptakan suasana yang ”harmonis” serta ”nyaman” bagi warga perkotaan. Ekosistem perkotaan dapat dibagi menjadi empat ruang (compartment) secara berimbang, yaitu ruang sistem produksi, ruang sistem perlindungan, ruang sistem serbaguna dan ruang sistem industri perkotaan.

Untuk implementasi konsep ruang tersebut diperlukan prosedur zonasi lanskap yang tepat (Rustiadi et al. 2008)”.

5. Kerjasama antar stakeholders (s); Peningkatan koordinasi, kerja sama dan keterpaduan dalam implementasi program kegiatan sesuai dengan tupoksi instansi masing-masing, akan meningkat perannya bila ada aturan pertanian perkotaan sebagai dasar pedoman kegiatan bagi stakeholders dalam upanya pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan. Pola pengembangan pertanian perkotaan yang dilakukan dapat dikelompokkan dalam 2 bentuk yakni berbentuk kerjasama dan swadaya oleh masyarakat perkotaan dan bentuk pola-pola kemitraan kegiatan pertanian di wilayah DKI Jakarta. Upaya meningkatkan peran instansi terkait secara efektif dengan program terpadu yang dikoordinasikan oleh Bappeda sebagai koordinator pembangunan wilayah.

6. Pemberian insentif dan kompensasi pertanian (i); Berdasarkan kondisi usaha tani di wilayah DKI Jakarta pada lahan dan ruang terbatas, baik di pekarangan untuk tanaman RTH produktif kategori kurang menguntungkan, sehingga sebagian besar masyarakat berkeinginan untuk mendapatkan insentif berupa pemberian saprodi setiap dan pembebasan pajak tanah atau lahan usaha tani dan kompensasi hasil usaha tani yang tidak menguntungkan lagi. Kenyataan dilapangan sudah ada kebijakan berupa program kegiatan dinas pertanian dalam menyediakan bibit tanaman produktif, saprodi pada usaha tani sawah, tetapi masih mengalami banyak keterbatasan. Sehubungan dengan kondisi lapangan dan kebutuhan petani, maka diperlukan suatu kebijakan pemberian insentif/kompensasi saprodi dan pembebasan pajak tanah pertanian lahan milik di wilayah perkotaan.

Menurut Nasoetion dan Winoto (1996) konversi lahan sangat sulit dihindari karena permasalahan faktor-faktor ekonomi yang tercermin dari rendahnya nilai tanah/lahan untuk kegiatan pertanian dibandingkan dengan kegiatan sektor lain. Rasio land rent lahan pertanian adalah 1:500 untuk kawasan industri dan 1:622 untuk kawasan perumahan, sehingga perlu upaya untuk mempertahankan keberadaan lahan pertanian di perkotaan dengan memberi insentif dan kompensasi terhadap hasil petani.

Adapun penggambaran model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 35.

Gambar 35. Model kebijakan pengembangan pertanian perkotaan berkelanjutan di wilayah DKI Jakarta.

Status Keberlanjutan Pertanian Perkotaan Aspek Sumberdaya Lahan/ruang/SDM : Ekologi Ekonomi Sosial Kelembagaan Teknologi Kebijakan (peraturan perundang-undangan) yang ada sekarang

Arahan Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan Berkelanjutan Pemberian insentif dan kompensasi pertanian (i) Luas Pekarangan (p) Perluasan ruang usaha tani (r) Pengembangan komoditas dan teknologi ramah lingkungan (k) Kerjasama antar stakeholders (s) Penyuluhan dan kelembagaan pertanian (l)

Pengembangan lahan dan ruang usaha tani; pekarangan, ruang terbangun

dan lahan kebun spesifik

Pengembangan komoditas pangan dan non pangan dan penerapan teknologi

ramah lingkungan

Pengembangan kelembagaan dan pola

kemitraan pertanian Model:

PK = f ( p, k. l, r, s. i. )

Arahan dan Strategi Implementasi Pengembangan Pertanian Perkotaan

Pertanian Perkotaan

Skenario Kebijakan Pengembangan Pertanian Perkotaan

VI. SIMPULAN DAN SARAN