Kepala Dinas Perdagangan Tenaga Kerja, Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Disdagnakerkop UKM) Karanganyar, Martadi, tak menutup mata kemungkinan besar memang masih ada pekerja di Karanganyar yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan padahal sudah sekian lama bekerja.
Namun, menurut dia, jumlahnya tidak banyak, tak sampai 100.000 pekerja.
Terkait persoalan ini, Martadi hanya bisa mengimbau para pengusaha untuk semestinya taat aturan dengan mendaftarkan setiap pekerjanya ke dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan.
Dia menegaskan, BPJS Ketenagakerjaan jelas tak hanya sangat bermanfaat bagi pekerja, tapi juga perusahaan.
Adapun bagi para pekerja yang merasa belum juga didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, Martadi menyarankan mereka membangun komunikasi baik dengan pihak perusahaan.
Apabila setelah upaya komunikasi itu pekerja tetap mengalami kendala, Martadi mempersilakan mereka melapor ke Disdagnakerkop UKM Karanganyar. Instansinya, kata dia, siap memfasilitasi sesuai kewenangan. “Misalnya ada permasalahan di perusahan, pekerja bisa kirim laporan tertulis ke kami. Setelah ada laporan, pihak pelapor maupun perusahaan akan kami panggil. Kami mediasi. Kalau mediasi bisa menyelesaikan masalah, ya sudah selesai. Tapi kalau tidak, ya bisa naik ke PHI (Peradilan Hubungan Industrial),” kata dia.
Disinggung soal anggapan serikat pekerja bahwa mediasi bukanlah solusi ampuh untuk mengatasi persoalan karyawan ini, Martadi hanya menanggapi, Disdagnakerkop UKM tidak memiliki kewenangan pengawasan ketenagakerjaan di lapangan. Sehingga, Disdagnakerkop UKM hanya bisa bersikap pasif menunggu laporan dari pekerja yang mungkin mengeluh belum terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.
Hal itu karena tugas pengawasan ketenagakerjaan sudah
dilimpahkan ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng. “Tugas pengawasan ketenagakerjaan sekarang sudah ditarik ke Pemprov. Jadi, tugas kami tinggal hubungan industrial saja, menjadi mediator,” tutur Martadi.
Ketika diwawancara, Pengawas Ketenagakerjaan Satwasker Wilayah Surakarta Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Jateng, Darsi, memastikan selama ini pihaknya telah sering melakukan monitoring ke lapangan.
Saat melakukan pengawasan tersebut, Darsi mengatakan, pihaknya memang masih menemukan beberapa perusahaan di kawasan Soloraya, termasuk Karanganyar, yang belum mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
Namun, Darsi tidak bisa menyebut secara pasti jumlah perusahaan yang melakukan pelanggaran tersebut.
Ketika mendapati pelanggaran, ujar Darsi, Pengawas Ketenagakerjaan bakal melakukan pembinaan dan memberikan surat teguran. Apabila tidak ada perbaikan, perusahaan diancam dengan sanksi dari denda hingga tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
Selama ini, kata Darsi, kebanyakan perusahaan yang terpantau dalam kasus ketenagakerjaan ini melakukan perbaikan setelah mendapat surat teguran.
Meski begitu, Darsi bercerita temuan di lapangan, ada beberapa perusahaan yang terkadang menyampaikan keterangan palsu terkait jumlah karyawan mereka.
Jumlah pekerja yang dilaporkan biasanya hanya yang sudah terdaftar BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Perusahaan melakukan ini dengan maksud mengelabui pengawas agar dianggap telah memenuhi hak seluruh karyawan.
Padahal, jumlah karyawan yang dipekerjakan lebih dari itu atau masih ada sebagian karyawan sengaja belum didaftarkan ke dalam program BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
“Ketika kami tanya, jumlah karyawanmu berapa? Dijawab 100 orang, padahal sebenarnya 150 orang. Jadi, perusahaan ngumpetke (menyembunyikan) sebagian pekerja. Mereka enggak jujur. Tahunya, ya, setelah ada karyawan yang mengadu ke kami,” tutur Darsi.
Oleh karena itu, Darsi menyampaikan, Pengawas Ketenaga-kerjaan juga membutuhkan peran aktif dari para pekerja. Mereka yang merasa belum mendapatkan haknya dari perusahaan dipersilakan melapor ke Dinas Ketenagakerjaan setempat atau ke Pengawas Ketenagakerjaan agar bisa ditindaklanjuti.
Dalam kasus lain, Darsi bercerita Pengawasan Ketenagakerjaan juga pernah menemukan perusahaan yang menyampaikan fakta belum mendaftarkan sebagian karyawannya ke BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
Alasan yang seringkali disampaikan perusahaan, menurut Darsi, adalah karyawan masih berstatus kontrak, dalam masa percobaan, atau outsourcing.
Ketika mendapati hal itu, Darsi memastikan bahwa Pengawas Ketenagakerjaan akan mengedukasi perusahaan bahwa setiap pekerja—baik itu masih kontrak maupun outsourcing—berhak diikutsertakan dalam program BPJS Ketenagakerjaan. “Kami berharap BPJS Ketenagakerjaan ini janganlah hanya dianggap sebagai kewajiban atau malah beban, tapi sebuah kebutuhan karena pada dasarnya sangat bermanfaat bagi pekerja maupun para pemberi kerja,” ujar Darsi.
Sementara itu, Kasat Pengawasan Ketenagakerjaan Satwasker Wilayah Surakarta, Widiatmo, menyebut tinggal sedikit pekerja di Soloraya yang belum terdaftar program BPJS Ketenagakerjaan. Lagi-lagi, dia tak bisa menunjukkan data untuk membuktikan pernyataannya tersebut. “Saya yakin 90 persen pekerja sudah terdaftar BPJS Ketenagakerjaan. Jadi yang belum (terdaftar), tinggal sedikit,” kata Widiatmo berkilah.
Saat dimintai tanggapan, Pejabat Humas Kantor BP Jamsos-tek Cabang Surakarta, Bonni Sonjani, menegaskan bahwa pada dasarnya sesuai peraturan, setiap badan usaha yang
mempekerjakan karyawan sebanyak 10 orang atau lebih, atau membayar total upah bulanan sebesar Rp 1 juta per bulan, memiliki kewajiban untuk mengikutsertakan setiap tenaga kerja dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
Menurut Bonni, BP Jamsostek sudah memberikan imbauan ke perusahaan. “Sebenarnya kan mau ada atau tidak ada BSU, perusahaan tetap wajib mendaftarkan setiap pekerjanya untuk dilindungi program BPJS Ketenagakerjaan,” ucap Bonni.
Jika ada pekerja yang saat ini merasa dirugikan karena belum didaftarkan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan oleh pemberi kerja, Bonni menyarankan, mereka melapor ke Dinas Ketenagakerjaan setempat agar ditindaklanjuti.
Dia mengatakan, idealnya perusahaan bisa mendaftarkan para pekerjanya ke dalam program BPJS Ketenagakerjaan pada hari pertama masuk kerja. Hal ini berkaitan dengan berbagai risiko kerja yang mungkin dialami oleh para pekerja. “Karena risiko, misalnya, seperti—nyuwun sewu—kecelakaan kerja kan bisa terjadi kapan saja. Jadi sebaiknya sesegera mungkin karyawan bisa didaftarkan sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan,” ucap Bonni.