• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai konsentrasi oil well stimulation agent yang paling optimal sehingga biaya produksi recovery dapat berkurang dan perlu dilakukan kajian mengenai perbedaan porositas dan permeabilitas terhadap efisiensi surfaktan dalam meningkatkan perolehan minyak. Penggunaan Fourier Transform Infra Red (FTIR) untuk mengukur konsentrasi surfaktan sebelum dan sesudah injeksi. Selain itu diperlukan pengujian dynamic adsorption test dengan memperhatikan kondisi lingkungan reservoir yang sebenarnya yaitu faktor kesadahan, suhu, dan penambahan asam sehingga dapat diterapkan di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Adim, H. 2001. Review of EOR Methods and Chemical Selections. Lemigas Scientific Contributions No. 1.

Affiaty, E. 1992. Pengaruh Kualitatif dan Kuantitatif Co-surfactant terhadap Peningkatan Perolehan Minyak. Jurusan Teknik Perminyakan, fakultas Teknologi Mineral, Universitas Tri Sakti, Jakarta.

Allen, T.O. dan A.P. Roberts. 1993. Production Operations 2 : Well Completions, Workover, and Stimulation. Oil & Gas Consultants International (OGCI) Inc., Tulsa, Oklahoma, USA.

Anonim. 2005. Produktivitas Minyak Indonesia. (www.kompas.com)

Amyx, J.W, D.M.Jr. Bass, dan R.L. Whiting,. 1960. Petroleum Reservoir Engineering. McGraw-Hill Book Co.Inc., New York City.

Ashayer, R., C.A.Grattoni dan P.F.Luckham. 2000. Wettability Changes During Surfactant Flooding. Imperial College. London, UK.

Bernasconi, G., H. Gerster, H. Hauser, H. Stauble, dan E. Schneiter. 1995. Teknologi Kimia 2. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Bernardini, E. 1983. Vegetable Oils and Fats Processing. Volume II. Interstampa, Rome.

BPS. 2005. Statistik Indonesia 1996-2004. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

CLI (Core Laboratories Instruments). 2000. Ultrapore 300 Helium Pycnometer System Operating Manuals. Core Lab Units, Texas.

CLI (Core Laboratories Instruments). 2001. Ultraperm 400 Operating Manuals. Core Lab Units, Texas.

Economides, M.J. dan K.G. Nolte. 1989. Reservoir Stimulation. Schlumberger Education Services. Di dalam : Gomaa, E.E. 2003. Enhanced Oil Recovery. Paper for Kinanti Training and Conference Organizer (KTCO), Yogyakarta, Tanggal 19 – 22 Agustus 2003.

Foster, N.C. 1996. Sulfonation and Sulfation Process. In : Soap and Detergents : A Theoretical and Practical Review. Spitz, L. (Ed). AOCS Press, Champaign, Illinois.

Gardener, J.E. dan M.E. Hayes. 1983. Spinning Drop Interfacial Tensiometer Instruction Manual. Department of Chemistry. The University of Texas, Austin.

Gomaa, E.E. 1997. Enhanced Oil Recovery: Modern Management Aproach. Paper for IATMI-IWPL/MIGAS Conference, Surakarta, 28 Juli-1 Agustus 1997.

Hargowiseso, D. 2004. Pengaruh Konsentrasi Surfaktan terhadap Antar Muka Fluida Reservoar Lapangan “X” pada Kondisi Tekanan Tinggi. Jurnal LEMIGAS. Jakarta.

Hidayati, S. 2005. Proses Pembuatan Metil Ester Sulfonat dari Palm Kernel Oil Menggunakan Natrium Bisulfit. Jurnal Teknologi Industri Pertanian IPB, Bogor.

Krumrine PH, Falcone Jr JS, Campbell T.C. 1982. Surfactant Flooding : The Effect of Alkaline Additives on IFT, Surfactant Adsorption, and Recovery efficiency. SPE Journal 197:503-513.

Lake, L.W. 1989. Enhanced Oil Recovery. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

MacArthur, B.W., B. Brooks, W.B. Sheats dan N.C. Foster. 1998. Meeting the Challenge of Methylester Sulfonation. The Chemithon Corporation.

Makmur, T. dan R. Sudibjo. 2000. Penggunaan Surfaktan dan Cosurfactant terhadap Peningkatan Perolehan Minyak. PPPTMGB Lemigas, Jakarta. Makmur, T. dan Nuraini. 2005. Peningkatan Perolehan Minyak dengan Metode

Injeksi Surfaktan Petroleum Sulfonat Secara Skala Laboratorium. Lembaran Publikasi Lemigas Vol. 39 No. 1, September 2005 : 49-52. Matheson, K.L. 1996. Formulation of Household and Industrial Detergents. In :

Soap and Detergents : A Theoretical and Practical Review. Spitz, L. (Ed). AOCS Press, Champaign, Illinois.

McCabe, W.L., J.C. Smith, P. Harriott. 1999. Operasi Teknik Kimia Jilid 2. Penerbit Erlangga, Jakarta.

McCune, C.C. 1976. Matrix Acidizing Model and Its Application to Different Sandstones. Research Report, COFRC, Chevron Corp., Oktober.

Mitsui, T. 1997. New Cosmetic Science. Elsevier Science B.V. Amsterdam, Netherlands.

Mulyadi. 2000. Surfaktan for Oil Well Stimulation Agent. PT. Mulino Ciptanusa, Jakarta.

Monicard, R.P. 1980. Properties of Reservoir Rocks : Core Analysis. Gulf Publishing Company, Texas.

Nugroho, A. 2005. Kajian Pengaruh Komposisi Surfaktan Nonionik dan Mutual Solvent Terhadap Kinerja Oil Well Stimulation Agent Berbasis Surfaktan Metil Ester Sulfonat. Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Piispanen, P. 2002. Synthesis and Characterization of Surfactants Based on Natural Products. Kungl Tekniska Högskolan, Stockholm.

Pithapurwala, Y.K, A.K Sharma, D.O Shah. 1986. Effect of Salinity and Alcohol Partitioning On Phase Behavior And Oil displacement Efficiency In Surfactant-Polymer Flooding. JAOCS 63:804-813.

Pore, J. 1993. Oil and Fat Manual. Intersept Ltd., Andover, UK, Paris, New York.

Rieger, M.M. 1985. Surfaktan in Cosmetics. Surfaktan Science Series, Marcell Dekker Inc., New York.

Saputro, W.E. 2005. Kajian Komposisi Surfaktan MES dan Pelarut Terhadap Kinerja Oil Well Stimulation Agent. Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sudibyo, R. 1992. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Pendesakan Surfaktan. Laporan Penelitian Lemigas, Jakarta.

Sugihardjo. 2002. Formulasi Optimum Campuran Surfaktan, Air dan Minyak. Lembaran Publikasi Lemigas 36:37-42.

Sugihardjo. 2004. Kompatibilitas Fluida Injeksi dan Formasi Batuan pada Reservoir dengan Injeksi Air. Lembaran Publikasi Lemigas Vol. 38 No. 3, Desember 2004 : 3-8.

Suryani, A., I. Saillah, dan E. Hambali. 2003. Teknologi Emulsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Swern, D. 1979. Barley’s Industrial Oil and Fat Product. Volume ke-1. Edisi ke-4. John Willey and Sons Inc.

Tim Lemigas. 1989. Pengaruh Injeksi Cosurfaktan terhadap Peningkatan Perolehan Minyak Bumi. Laporan Penelitian Lemigas, Jakarta.

Tim Lemigas. 2002. Studi Awal Implementasi Injeksi Kimia di Formasi Talang Akar Struktur Talang Akar Pendopo Lapangan Prabumulih: Penentuan Parameter Batuan, Fluida Reservoar dan Rancangan Fluida Injeksi. Laporan Penelitian Lemigas, Jakarta.

Wesson, L.L., Harwell, J.H. 2000. Surfactants : Fundamentals and Applications in the petroleum Industry. Cambridge university Press, Cambridge.

Wilhite, G.P. 1986. Waterflooding, Second Printing, Society of petroleum Engineers Kansas.

Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Metil Ester Sulfonat

Sulfonasi

Rasio mol Metil Ester : NaHSO3 = 1 : 1,5 1000C , 4,5 jam

NaHSO3

Sentrifugasi

1500 rpm, 30 menit NaHSO3

Purifikasi

Rasio volume MES : Metanol = 70 % : 30 % 500C , 1,5 jam

Metanol

Penguapan Metanol

70 – 80 0C , 10 menit Metanol Metil EsterPKO

Netralisasi

pH 7 , 550C , 30 menit NaOH 20 %

Lampiran 3. Perhitungan Mol Reaktan Metil Ester dan Natrium Bisulfit Spesifikasi Metil Ester 28 (Lauric Stearic Acid Methyl Ester)

PO.No.SC-ME28-B-2005-0001 (SO 20050232) Spec. No. 5280-01

Analisa Nilai Bilangan asam (mg KOH/g) 0,36

Bilangan penyabunan (mg KOH/g) 245 Bilangan iod (g/100g) 17,2 Densitas (g/ml) 0,86

Kadar air (%) 0,06

Lovibond colour (5 ¼ ” cell) red 0,1 Distribusi asam lemak (%)

C10 & lower 0,4 C12 55,8 C14 16,8 C16 8 C18 18,9 C20 & higher 0,1

Sumber : PT. Ecogreen Oleochemicals (2005)

Jika diketahui komposisi asam lemak dalam metil ester berbasis PKO adalah (% b/b) : C10 = 0,4 % C12 = 55,8 % C14 = 16,8 % C16 = 8,0 % C18 = 18,9 % C20 = 0,1 % --- 100 % Massa Mol = --- BM

Basis : 100 g metil ester

Massa C10 = 0,4 % x 100 g = 0,4 g Massa C12 = 55,8 % x 100 g = 55,8 g

Massa C14 = 16,8 % x 100 g = 16,8 g Massa C16 = 8,0 % x 100 g = 8,0 g Massa C18 = 18,9 % x 100 g = 18,9 g Massa C20 = 0,1 % x 100 g = 0,1 g BM C10 = 172 g/mol BM C12 = 200 g/mol BM C14 = 228 g/mol BM C16 = 256 g/mol BM C18 = 284 g/mol BM C20 = 312 g/mol Mol C10 = (0,4 g) / (172 g/mol) = 0,0023 Mol C12 = (55,8 g) / (200 g/mol) = 0,2790 Mol C14 = (16,8 g) / (228 g/mol) = 0,0737 Mol C16 = (8,0 g) / (256 g/mol) = 0,0313 Mol C18 = (18,9 g) / (284 g/mol) = 0,0665 Mol C20 = (0,1 g) / (312 g/mol) = 0,0003 --- Total mol = 0,4531

Berat molekul Metil Ester rata-rata = massa : total mol = 100 g / 0,4531 mol = 220,7 g/mol

Diketahui perbandingan mol Metil Ester dengan reaktan (NaHSO3) yang digunakan dalam proses sulfonasi adalah Metil Ester : NaHSO3 = 1 : 1,5

Jika metil ester yang digunakan sebagai bahan baku adalah sebanyak 1 liter, maka molnya adalah :

Mol Metil Ester = Massa / BM = (ȡ x volume) / BM

= (0,86 g/ml x 1000 ml) / (220,7 g/mol)

Perbandingan mol Metil Ester : NaHSO3 = 1 : 1,5 Mol NaHSO3 = 1,5 x 3,9 = 5,85 mol

BM NaHSO3 = 104 g/mol

Massa NaHSO3 = 5,85 mol x 104 g/mol = 608,4 g

Jadi setiap 1 L Metil Ester yang digunakan, dibutuhkan reaktan NaHSO3 sebanyak 608,4 g.

Lampiran 4. Prosedur Uji Tegangan Antarmuka (IFT) dengan Metode Spinning Drop Tensiometer (Gardener dan Hayes, 1983)

Penentuan nilai tegangan antarmuka (IFT) dengan menggunakan metode spinning drop tensiometer dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu tiga variabel penentu nilai IFT. Tiga variabel tersebut terdiri dari densitas minyak dan larutan surfaktan, indeks bias larutan surfaktan, dan lebar droplet crude oil. Nilai densitas sampel (larutan surfaktan) dicari dengan menggunakan piknometer, sedangkan nilai indeks bias dicari dengan menggunakan refraktometer. Adapun untuk lebar droplet crude oil dicari dengan menggunakan alat Spinning Drop Tensiometer Apparatus. Nilai dari IFT ditentukan dengan menggunakan persamaan 3.

1. Pengukuran densitas

Mula-mula piknometer kosong beserta tutupnya ditimbang dalam kondisi kering. Kemudian piknometer tersebut diisi dengan sampel (larutan surfaktan) hingga penuh. Setelah itu piknometer ditutup dan sisa sampel yang tumpah diusap hingga kering. Piknometer yang telah terisi penuh dengan sampel ditimbang kembali. Nilai densitas sampel dicari dengan menggunakan persamaan 1.

2. Pengukuran indeks bias

Prisma pada refraktometer dibersihkan dengan jalan diusap terlebih

dahulu, kemudian di atasnya diteteskan larutan surfaktan yang akan diukur indeks biasnya. Prisma dirapatkan dan slidenya diatur sehingga diperoleh

garis batas yang jelas antara terang dan gelap. Saklar diatur sampai garis batas berimpit dengan titik potong dari dua garis bersilangan. Nilai indeks bias kemudian dibaca.

3. Pengukuran lebar droplet

Metode pengukuran lebar droplet dengan alat Spinning Drop Tensiometer diawali dengan pengesetan suhu alat hingga mencapai 400C (kondisi percobaan) dan periode pada 10,10 msec/rev. Setelah kondisi

tersebut stabil, ke dalam glass tube diisikan larutan surfaktan dengan konsentrasi yang telah dibuat. Ke dalam glass tube tidak boleh ada gelembung udara. Setelah itu glass tube dimasukkan ke dalam alat spinning drop dengan permukaan glass tube menghadap ke arah luar. Langkah selanjutnya adalah pengaktifan alat dengan menekan tombol power dan tombol lamp untuk menghidupkan lampu ketika dilakukan pembacaan terhadap lebar droplet. Ketika lebar droplet terlihat stabil, pembacaan nilai lebar drop dalam tabung dapat dilakukan dengan memutar drum hingga kan didapat nilai batas atas dan batas bawah. Pembacaan ini diulangi sampai didapatkan nilai yang konstan lebar droplet. Bila pembacaan kurang jelas, fokus lensa dapat diatur. Nilai lebar droplet didapat dengan menggunakan persamaan 2. V b a sampel U ... Persamaan 1 D = (40 – x + y) x 0,0025 ... Persamaan 2

2 3 3 2 6 8 10 ) / ( xP xn xd x x cm dyne

IFT S Usampel Ucrudeoil

... Persamaan 3

Keterangan :

a = berat piknometer berisi sampel (g) b = berat piknometer kosong (g) V = volume piknometer (ml)

S = phi (3,14)

Usampel = densitas sampel (g/ml)

Ucrude oil = densitas crude oil= 0,955 g/ml x = batas atas droplet (Pm)

y = batas bawah droplet (Pm) 0,0025 = faktor konversi alat d = lebar droplet (cm) n = indeks bias sampel P = periode (msec/rev)

Lampiran 5. Prosedur uji dynamic core adsorption (Amyx, J.W,et al.,1960)

1. Uji kandungan sulfonat

Uji kandungan sulfonat dilakukan dengan menggunakan spektrometer ultraviolet-visible dengan panjang gelombang dari 190-220. Sampel setelah dilakukan pengenceran tertentu dilarutkan dalam air yang mengandung butanol 6% dan dilakukan pembacaan terhadap absorbansinya.

2. Pengukuran densitas fluida

x Piknometer 10 ml kosong dan kering ditimbang dengan neraca digital.

x Piknometer diisi dengan fluida yang hendak diukur sampai penuh, tutup rapat.

x Piknometer berisi fluida tersebut ditimbang dengan neraca digital.

x Hitung densitas dengan rumus :

> @

piknometer volume piknometer berat fluida piknometer berat U

3. Pengukuran permeabilitas absolut (CLI, 2001)

Permeabilitas absolut merupakan permeabilitas dimana hanya ada satu fasa saja yang mengalir dan mengisi rongga pori. Sementara permeabilitas efektif bila dalam pori terdapat lebih dari satu fasa sehingga permeabilitas terhadap masing-masing fasa ditentukan oleh saturasinya. Pada penelitian ini digunakan peralatan Ruska Universal Permeameter Gas untuk mengukur permeabilitas absolut dimana prosedur kerjanya sebagai berikut:

x Core yang telah dikeringkan dalam oven (24 jam), kemudian dimasukkan pada rubber stopper yang setelah itu dimasukkan pada core holder sleeve serta dipasangkan pada core holder.

x Core holder sleeve diletakkan pada core holder pada posisi yang baik.

x Selector valve diputar pada posisi large.

x Permeameter dihubungkan dengan kompresor bertekanan melalui gas inlet connection, dengan pressure regulator masih tertutup.

x Pressure regulator dibuka perlahan-lahan sehingga pembacaan tekanan (P=0.25 atm), membaca harga/tinggi bola pada flowmeter tube (h).

x Bila angka yang terbaca pada flowmeter tube kurang dari 20 mm, maka selector valve harus dipindahkan pada kedudukan medium dan pembacaan tekanan 0,5 atm. Jika dalam posisi ini pembacaan flowmeter tube masih kurang dari 20 mm, maka selector valve harus diubah ke posisi small dengan tekanan 1 atm.

x Temperatur aliran udara dicatat, pada percobaan kali ini temperatur=260C.

x Besar viskositas udara (P) pada temperatur 260C dengan menggunakan grafik korelasi antara viskositas udara (P) dengan temperatur (T).

x Harga laju alir gas (Q) untuk tiap pembacaan tekanan (P) dengan ketinggian bola tertentu (h), dicari dengan menggunakan grafik korelasi antara ketinggian bola (h) dengan laju alir gas (Q).

x Permeabilitas absolut diperoleh dengan memasukkan data-data di atas ke dalam rumus : A xL AxQx KA P Dimana :

KA = permeabilitas absolut batuan (Darcy) Q = laju alir gas (cc/sec)

P = viskositas (cp) L = panjang core (cm)

A = luas permukaan core (cm2)

4. Pengukuran porositas core (CLI, 2000)

x Dimensi core (panjang dan diameter) diukur dengan jangka sorong.

x Core yang telah dikeringkan dalam oven (24 jam), kemudian ditimbang dengan neraca digital.

x Volume total core (Vcore) dihitung dengan rumus : 4 2 xd A S AxL Vcore

Dimana :

A = luas permukaan core (cm) D = diameter core (cm) Vcore = volume total core (cm2) L = panjang core (cm)

x Core kemudian dijenuhi dengan air dengan menggunakan peralatan liquid saturation apparatus, lalu core yang telah disaturasi tersebut ditimbang dengan neraca digital.

x Densitas air diukur dengan piknometer.

x Effective porosity dihitung dengan rumus :

Core Water core Dry core Saturated Effective V x W W 100% » ¼ º « ¬ ª U I 5. Injeksi fluida a. Pengkondisian core

x Core yang telah selesai dicetak, kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam sehingga core benar-benar kering tanpa fluida.

x Kemudian core disaturasi dengan larutan brine pada berbagai konsentrasi sesuai dengan kebutuhan penelitian. Setiap core disaturasi dengan larutan brine dengan satu konsentrasi tertentu pada temperatur ruang yaitu 290C dan tekanan ruang yaitu 69.65 cmHg. Kemudian core disaturasi dengan crude oil.

x Penjenuhan core dengan larutan brine :

1. Larutan brine dibuat (mis: 10000 ppm) dengan cara melarutkan NaCl sebanyak (10000 mg) dalam 1 liter air murni.

2. Berat kering core ditimbang (Wk).

3. Core dijenuhkan dengan alat Liquid Saturation dengan prosedur sebagai berikut :

ż Core dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang kering dan ditutup dengan sumbat karet serta funnel di atasnya, lalu diberi vaseline diantaranya sehingga tidak ada celah yang bocor.

ż Tabung erlenmeyer yang berisi core dihubungkan dengan tabung erlenmeyer berisi kapur yang telah dihubungkan dengan pompa vakum, lalu semua celah ditutup dengan vaseline. Pompa vakum dihidupkan, dilakukan penghampaan sampai benar-benar hampa, hal ini dapat diketahui dengan suara pompa yang lebih halus.

ż Funnel yang berisi air dibuka dan air tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer core sampai semua core terendam air, dengan penghampaan terus dengan vakum sampai beberapa saat.

ż Pompa vakum dimatikan dan core dibiarkan terjenuhi dengan air sampai tidak terdapat gelembung udara yang keluar dari core, penjenuhan dilakukan sedikitnya 7 jam sehingga diharapkan core benar-benar terjenuhi oleh air.

ż Setelah jenuh maka core dikeluarkan dari erlenmeyer dan kemudian dilap, hal ini dimaksudkan agar cairan yang tertimbang hanyalah cairan yang menjenuhi core.

4. Berat core setelah dijenuhkan dengan larutan brine ditimbang dengan timbangan digital (Wj).

5. Berat larutan (Wl) dan volume larutan yang berada dalam core (Vl) dihitung dengan rumus :

k j l W W W w l l W V U Dimana :

Wj = berat jenuh core (gr) Wk = berat kering core (gr) Wl = berat cairan dalam core (gr) Vl = volume cairan dalam core (ml)

w

b. Uji adsorpsi surfaktan

x Peralatan injeksi, core yang akan disaturasi dengan garam dipersiapkan.

x Core dimasukkan pada sleeve core holder dan ditempatkan pada core holder, semua valve ditutup dengan rapat.

x Pompa vakum dihidupkan serta vacuum valve dibuka, sampai dperkirakan core benar-benar vakum. Hal ini dapat diamati dengan mulai halusnya suara pompa vakum, yang terjadi sekitar 2 menit pemvakuman.

x Setelah vakum selanjutnya pressure valve yang berisi nitrogen dibuka. Pemberian tekanan dengan gas nitrogen dilakukan sampai tekanan overburden 100 psi, yang terlihat pada meter overburden pressure. Tekanan overburden diberikan untuk menghindari aliran ke samping core.

x Setelah memberikan tekanan overburden sebesar 100 psi, kemudian semua valve ditutup dengan rapat.

x Surfaktan sesuai dengan perlakuan disiapkan pada syringe multi bid sebanyak 10 ml dan ditempatkan pada pada syringe pump serta dihubungkan dengan selang ke inlet core holder.

x Valve inlet core holder dibuka bersamaan dengan dihidupkannya syringe pump dengan laju konstan yaitu 0.4 ml/menit.

x Flask berkala ditempatkan pada outlet core holder untuk menampung surfaktan keluar dari core akibat telah jenuhnya core oleh surfaktan.

x Setelah semua surfaktan habis dan tidak ada lagi surfaktan yang keluar dari core holder maka core sudah jenuh, kemudian vent valve dibuka untuk membuang tekanan yang ada dalam core holder, selanjutnya core dikeluarkan dari core holder dan surfaktan diuji konsentrasi yang tersisa menggunakan UV-Visible.

Lampiran 6. Hasil analisis tegangan antarmuka pada berbagai salinitas dan konsentrasi stimulation agent

Lampiran 6.a Rekapitulasi data rata-rata nilai tegangan antarmuka Konsentrasi Surfaktan (%) Salinitas (ppm) 0,5 1 10.000 2,45 x 10-4 dyne/cm 2,23 x 10-4 dyne/cm 20.000 5,44 x 10-4 dyne/cm 5,25 x 10-4 dyne/cm 30.000 8,38 x 10-4 dyne/cm 8,14 x 10-4 dyne/cm

Lampiran 6.b Analisis sidik ragam variabel respon tegangan antarmuka F Tabel

Sumber Variasi Db JK KT F Hitung

0.05 0.01 Konsentrasi Surfaktan (Ai) 1 1,37 x 10 -9 1,37 x 10-9 0,49 5,99 13,7 Salinitas (Bj) 2 7,00 x 10-7 3,50 x 10-7 125,69** 5,14 10,9 Interaksi (ABij) 2 1,01 x 10-14 1,01 x 10-14 3,6 x 10-7 5,14 10,9 Error 6 1,67 x 10-8 2,79 x 10-9 Jumlah 12 4,11 x 10-6 Keterangan : * Berbeda nyata (Į = 0.05) ** Sangat berbeda nyata (Į = 0.01)

Lampiran 6.c Hasil uji Duncan untuk faktor salinitas

Keterangan :

Kelompok duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.

Perlakuan n Rata-rata Nilai IFT Kelompok Duncan Salinitas 10.000 ppm 4 2,34 x 10-4 A

Salinitas 20.000 ppm 4 5,35 x 10-4 B Salinitas 30.000 ppm 4 8,26 x 10-4 C

Lampiran 7. Kriteria pemilihan kandidat sumur minyak untuk stimulasi surfaktan (Adim, 2001)

Reservoir Parameters Screening Criteria Rock Type Sandstone is preferable Net Thickness > 10 ft

Depth < 8000 ft

Temperature < 1750F

Average Permeability > 60 milidarcy Average Porosity 20 % Average Oil Saturation 30 – 40 %

Pressure Not Critical

Oil Gravity > 25 API Oil Viscosity < 40 cp Oil Composition Light

Salinity < 30000 ppm

Wettability Water wet

Inject water salinity < 20000 ppm Clay Content < 8 %

Lampiran 8. Spektrum absorbansi konsentrasi surfaktan setelah injeksi surfaktan

Lampiran 8.a. Spektrum absorbansi sisa surfaktan pada injeksi 0,5% surfaktan, salinitas 10.000 ppm.

Lampiran 8.b. Spektrum absorbansi sisa surfaktan pada injeksi 0,5% surfaktan, salinitas 20.000 ppm.

Lampiran 8.c. Spektrum absorbansi sisa surfaktan pada injeksi 0,5% surfaktan, salinitas 30.000 ppm.

Lampiran 8.d. Spektrum absorbansi sisa surfaktan pada injeksi 1% surfaktan, salinitas 10.000 ppm.

Lampiran 8.e. Spektrum absorbansi sisa surfaktan pada injeksi 1% surfaktan, salinitas 20.000 ppm.

Lampiran 8.f. Spektrum absorbansi sisa surfaktan pada injeksi 1% surfaktan, salinitas 30.000 ppm.

Dokumen terkait