• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sarana Perumahan dan Permukiman

Dalam dokumen KLHS RDTR Surakarta (Halaman 47-60)

Kawasan I Kota Surakarta merupakan kawasan pusat kota dimana terdapat konsentrasi permukiman yang cukup tinggi (padat). Berkaitan dengan hal tersebut sarana perumahan dan permukiman pada Kawasan I ini selain berupa perumahan yang telah lama tumbuh dan berkembang, di kawasan ini juga terdapat dua lokasi rumah susun yaitu di Begalon Kel.Panularan dan Kel.Semanggi.

Tabel II.9

Data Kondisi Rusunawa di Kawasan I Kota Surakarta

No Lokasi Rusunawa Tahun

Pembangunan Terhuni/ tidak pengelola Jumlah Penghuni Kondisi 1 Rusunawa Begalon I dan II 2003-2004 dan 2006-2007

Terhuni UPTD Rumah Susun Pemkot Surakarta

192 KK Baik

2 Rusunawa Semanggi 2008 Terhuni UPTD Rumah Susun Pemkot Surakarta

196 KK Baik

Sumber: DPU Kota Surakarta - UPTD Rumah Susun, 2014

Sebagaimana wilayah lain, Kota Surakarta terutama Kawasan I juga menghadapi masalah dalam penyediaan lingkungan hunian (rumah) yang layak huni, memenuhi standar rumah yang aman, nyaman, sehat dan produktif. Jumlah Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Kota Surakarta secara keseluruhan mencapai sekitar 10,33%. Di Kawasan I, secara umum persentase rumah tidak layak ini mencapai lebih besar daripada rata-rata kota yaitu 15,93%. Persentase RTLH terbesar berada di Kec.Serengan yang mencapai 42%.

Berikut pada Tabel II…. di bawah ini adalah data jumlah rumah tidak layak huni Kota Surakarta tahun 2012.Besarnya jumlah rumah tidak layak ini ini menunjukkan besarnya lingkungan kumuh perkotaan, sehingga memerlukan perhatian dalam penataannya, yang dalam hal ini dapat menjadi perhatian dalam perencanaan RDTR di kawasan ini.

Tabel II.10

Sebaran Rumah Tidak Layak Huni Kota Surakarta 2012

KELURAHAN JUMLAH RUMAH

(UNIT) JUMLAH RTLH (UNIT) PERSENTASE (%) KEC. JEBRES 29.746 3.318 11,15% Gandekan 1.704 346 20,31% Sewu 1.420 218 15,35% Sudiroprajan 750 122 16,27%

KELURAHAN JUMLAH RUMAH (UNIT) JUMLAH RTLH (UNIT) PERSENTASE (%) Panularan 1.696 168 9,91% Penumping 772 48 6,22% Sriwedari 687 76 11,06% KEC.PASAR KLIWON 16.139 2.742 16,99% Baluwarti 1.519 332 21,86% Gajahan 714 102 14,29% Joyosuran 1.878 231 12,30% Kampung Baru 486 59 12,14% Kauman 481 14 2,91% Kedung Lumbu 915 97 10,60% Pasar Kliwon 1.061 207 19,51% Sangkrah 2.402 465 19,36% Semanggi 6.683 1.235 18,48% KEC.SERENGAN 9.862 4.194 42,53% Danukusuman 1.831 1.075 58,71% Jayengan 832 111 13,34% Joyotakan 1.423 696 48,91% Kemlayan 716 280 39,11% Kratonan 956 523 54,71% Serengan 1.963 517 26,34% Tipes 2.141 992 46,33% KAWASAN I 74.355 11.845 15,93% Sumber: Solokotakita,2013

Sementara itu dari hasil identifikasi BAPPEDA Kota Surakarta, pada kawasan ini terdapat 10 titik kawasan permukiman kumuh dengan luas sekitar 92,21 ha, baik berupa lingkungan perumahan padat maupun perumahan pada bantaran sungai. Sebaran kawasan kumuh ini terbanyak berada pada Kec.Pasar Kliwon yaitu pada 5 kelurahan, disusul Kec.Jebres pada 3 lokasi dan Kec.Serengan meliputi 2 lokasi (lihat Tabel II.17 dan gambar-gambar di bawah ini).

Tabel II.11

Sebaran Lingkungan Permukiman Kumuh di Kawasan I Kota Surakarta

No Tipologi Kawasan Kumuh Kelurahan Kecamatan

Luas Kawasan

Kumuh 1 Bantaran Sungai & Padat Perkotaan SUDIROPRAJAN

Jebres

4.17

2 Bantaran Sungai GANDEKAN 3.54

3 Bantaran Sungai SEWU 7.97

4 Bantaran Sungai & Padat Perkotaan JOYOTAKAN

Serengan 6.55 5 Bantaran Sungai & Padat Perkotaan DANUKUSUMAN 8.45 6 Padat Perkotaan JOYOSURAN Pasar Kliwon 3.00

No Tipologi Kawasan Kumuh Kelurahan Kecamatan

Luas Kawasan

Kumuh 7 Bantaran Sungai & Padat Perkotaan SEMANGGI 21.42

8 Padat Perkotaan PASAR KLIWON 6.44

9 Padat Perkotaan KEDUNG LUMBU 17.38

10 Bantaran Sungai & Padat Perkotaan SANGKRAH 13.29 TOTAL KAWASAN KUMUH KAWASAN I KOTA SURAKARTA 92.21

Sumber: Hasil identifikasi BAPPEDA Kota Surakarta, 2014

Gambar 2.3 Kawasan Kumuh di Kel. Gandekan Kec. Jebres

Gambar 2.4 Kawasan Kumuh di Kel. Joyotakan Kec. Serengan

Gambar 2.5 Kawasan Kumuh di Kel. Danukusuman Kec. Serengan

Gambar 2.6 Kawasan Kumuh di Kel. Joyosuran Kec. Pasar Kliwon

Gambar 2.7 Kawasan Kumuh di Kel. Pasar Kliwon Kec. Pasar Kliwon

Gambar 2.8 Kawasan Kumuh di Kel. Kedunglumbu Kec. Pasar Kliwon

Kawasan I

Penyusunan KLHS RDTR Kota Surakarta Kawasan I

Kawasan perumahan dan permukiman di Kawasan I juga sangat erat terkait dengan keberadaan Cagar Budaya.Sebagaimana diketahui beberapa lokasi cagar budaya di Kawasan I Kota Surakarta adalah di kawasan keraton Baluwarti, Kawasan Kampung Batik (Kauman), Kawasan Kampung Etnik Arab (Pasar Kliwon) dan Kampung Semanggi. Kawasan-kawasan tersebut menjadi perhatian dalam perencanaan RDTR. Berikut ini adalah sekilas tentang kondisi kawasan tersebut :

1. Kawasan Keraton Baluwarti Keraton Kasunanan Surakarta dibangun sejak tahun 1945 oleh Pakubuwono II dengan demikian usia bangunan dan lingkungan sudah melebihi usia 50 tahun (Monumen Ordonantie Stbl, 238/1931), jadi keraton dilihat dari usianya sudah lebih dari setengah abad dan ini termasuk bangunan dan lingkungan yang dilestarikan.

Keraton dan lingkungannya perlu di konservasi secara keseluruhan sedangkan bentuk konservasi meliputi: Lingkungan Bagian Gapura Gladag, Bagian Alun-Alun utara, Pagelaran, Sasono Mulyo, Kamandungan, Inti Keraton Masangur, Siti Hinggil Kidul, alun-alun kidul dan bagian gapura Gladag. Sedangkan bentuk konservasi meliputi preservasi, restorasi/ rehabilitasi dan revitalisasi/adaptasi. Keistimewaan dalam hal ini adalah bangunan yang dilindungi karena memiliki keistimewaan, misalnya terpanjang, tertinggi, tertua, terbesar, yang pertama dan sebagainya, keraton menjadi istimewa karena mempunyai bentuk fisik lingkungan yang sangat menonjol, bekas lingkungan pemerintahan kerajaan, mempunyai nilai sejarah yang tinggi, mempunyai bentuk arsitektur tradisional jawa, menyatu dengan bentuk arsitektur Islam.

Restorasi merupakan mengembalikan suatu tempat kekeadaan semula dengan menghilangkan tambahan-tambahan dan memasang komponen-komponen semula tanpa menggunakan bahan baru,1 seperti sekarang dilakukan rehabilitasi Siti Hinggil yang ada di utara. Revitalisasi/adaptasi merupakan tempat agar digunakan untuk fungsi yang lebih sesuai, yang dimaksud dengan fungsi yang lebih sesuai adalah kegunaan yang tidak melihat perubahan drastis atau yang hanya memerlukan sedikit dampak minimal, dalam

hal ini dari pihak keraton mengadakan rehabilitasi Siti Hinggil yang saat ini kondisi fisik bangunannya kurang baik.

Dikaitkan dengan konsepsi kota Jawa masa lalu, kampung Baluwarti dapat diartikan sebagai “kutha” Sala. Awal pembentukan kampung Baluwarti, bersamaan dengan Kraton Kasunanan Surakarta.Sebagai ikutan keberadaan Kraton, lingkungan Baluwarti merupakan permukiman yang sengaja dibuat untuk mendukung keberadaan Kraton, sekaligus menjadi area pertahanan Kraton.Oleh

karena itu, keberadaan permukiman di Baluwarti merupakan bagian dari satu kesatuan tidak terpisahkan dengan Kraton Kasunanan Surakarta.

Untuk menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa fasilitas lingkungan yang digunakan untuk kepentingan Kraton maupun penduduk di Baluwarti.

2. Kawasan Kampung Batik (Kauman) Kauman sebagai kawasan lama kota Surakarta yang terletak di pusat kota mempunyai nilai strategis dalam pengembangannya, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi di kawasan ini

tidak akan lepas dari perkembangan kota secara makro. Luas kawasan ini adalah 19,20 Ha, dengan jumlah penduduk 3.508 orang. Kampung Kauman ini merupakan Kelurahan yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Pasar Kliwon. Kawasan ini dibatasi oleh jalan-jalan utama kota yang mempunyai intensitas lalu lintas cukup padat, dengan jaringan jalan perkampungannya berpola papan catur dan mempunyai ciri khas berupa lorong-lorong sempit. Bangunan disini pada awalnya berorientasi ke masjid Agung Surakarta, dengan bentuk bangunan rumah Jawa.Kondisi permukiman disini cukup padat dan dilingkungan ini tidak dijumpai ruang terbuka bagi fasiitas komunal penghuninya.Secara makro saat ini perkembangan fisik kawasan ini dicirikan sebagai daerah perumahan, perdagangan dan jasa.

Pada umumnya bentuk-bentuk bangunan rumah tinggal disini tidak berbeda dengan bangunan rumah tradisional yang ada di Kota Surakarta yaitu berbentuk limasan, pelana dan joglo, sedang huniannya sesuai dengan kepercayaan Jawa berorientasi Utara-Selatan. Selain bangunan yang diperuntukkan sebagai hunian di Kauman ini juga banyak bangunan hunian yang bergabung dengan pabrik. Rumah-rumah dengan fungsi gabungan ini dicirikan dengan pagar keliling setinggi antara 5-6 meter, dengan pintu gerbang (regol) besar disamping sebagai sirkulasi untuk pekerjanya, dan pintu-pintu dobel (berlapis) dari papan untuk bagian luarnya dan pintu kaca pada bagian dalamnya sebagai pintu utama. Disamping itu juga dicirikan tidak adanya daerah peralihan antara publik space dan zone privat hunian.

Dengan perkembangan yang ada sekarang, maka ciri arsitektur kawasan ini sudah banyak berubah, terutama pada daerah tepian jalan utama yang tumbuh menjadi kawasan perdagangan, grosir dan jasa.Sedangkan untuk perkampungannya ciri arsitektur tradisionalnya masih nampak tetapi fungsinya telah berubah.Penggunaan komponen-komponen baru dipakai terutama pada penyelesaian bukaan-bukaanya (pintu-jendela), menurut penghuninya untuk mencari kepraktisan dan kemudahan perawatan. Sedang untuk struktur konstruksinya pada daerah perkampungan ini masih banyak yang asli hanya pada bangunan yang berubah total dengan wajah baru saja yang strukturnya telah disesuaikan dengan bentuk bangunannya.

3. Kawasan Kampung Etnik Arab (Pasar Kliwon)

Perkampungan Arab di Surakarta menempati tiga wilayah kelurahan, yaitu Kelurahan Pasar Kliwon, Kelurahan Semanggi dan Kelurahan Kedung Lumbu. Kecamatan Pasar Kliwon atau berada disebelah timur tembok Baluwarti Kraton Surakarta. Penempatan kampung Arab secara berkelompok tersebut sudah diatur sejak jaman dulu untuk mempermudah pengurusan bagi etnis asing di Surakarta dan demi terwujudnya ketertiban dan keamanan. Etnis Arab mulai datang di Pasar Kliwon diperkirakan sejak abad ke-19. Terbentuknya perkampungan di Pasar Kliwon, selain disebabkan oleh adanya politik pemukiman di masa kerajaan, juga tidak terlepas dari kebijakan pemerintah kolonial. Pola pemukiman di daerah kerajaan masih mengacu pada pembagian kelas sosial, yakni sentono dalem, abdi dalem dan kawulo dalem. Sedangkan kedudukan etnis Arab sebagai orang asing yang berada di luar sistem sosial masyarakat

Jawa, pemukimannya dikelompokkan di daerah tertentu serta terpisah dari penduduk lainnya. Munculnya perkampungan Arab di Pasar Kliwon yang telah ada sejak zaman kerajaan, dipertajam lagi pada masa kolonial Belanda. Pemerintah Hindia Belanda selalu berusaha untuk memisahkan orang- orang Arab dari pergaulan dan kontak sosial dengan etnis Jawa. Penguasa Hindia- Belanda menentang pembaharuan keturunan Arab dengan ancaman siapa yang berani membaur berarti melakukan tindakan kriminal.

Pemukiman orang-orang Arab di Pasar Kliwon juga disebabkan oleh tarikan migran yang datang dalam kelompoknya sendiri mempunyai latar belakang budaya yang sama sehingga terbentuk suatu perkampungan yang khusus dihuni oleh etnis Arab. Perkampungan orang-orang Arab tersebut selanjutnya bukan lagi merupakan pemukiman yang eksklusif. Perkampungan orang-orang Arab di Pasar Kliwon berpola tersebar hampir merata di antara penduduk etnis Jawa. Penyebaran pemukiman ini sangat menentukan dalam mempercepat proses integrasi kelompok minoritas Arab dengan penduduk Jawa.

4. Kampung Semanggi

Semanggi merupakan kelurahan paling tenggara Kota Surakarta yang dua sisi wilayahnya berbatasan dengan Pemkab Sukoharjo.Dari sisi sejarah, kelurahan berluas sekitar 166 Ha itu disebut-sebut telah mulai ada sejak zaman Majapahit.Pada zaman itu penduduk Semanggi dikenal sebagai nelayan yang menggantungkan hidup pada bandar-bandar di sekitar Bengawan Solo. Dari situ pulalah nama Semanggi dianggap berasal dari nama tanaman dengan nama sama yang lazim tumbuh di perairan pinggiran bengawan. Ada sejarawan yang menyebut nama lain Bengawan Solo sebagai Bengawan Semanggi yang terjadi pada abad ke-17 seperti yang dicatat dalam Further Topographical Notes on the Ferry Charter of 1359 tulisan J Noorduyn. Pada piagam yang disebut Ferry Charter itu pulalah ditunjukkan nilai penting Bengawan Semanggi sebagai daerah bandar besar.Jumlahnya bahkan mencapai 44 bandar, sehingga dapat dibayangkan betapa ramai aktivitas kapal yang bersauh disitu.Sebagai daerah pinggiran bengawan, Semanggi tumbuh sebagai daerah yang subur. Wedheg (tanah bercampur pasir) dan waled (tanah endapan) yang berasal dari aliran bengawan membuat lahan di sekitar itu sebagai lahan subur untuk pertanian. Kondisi tersebut tentu saja memunculkan komunitas baru.Selain

berbagai jenis tanaman dan sayuran, antara lain tembakau, jagung, terong, krai, semangka, cabai, dan kacang.Akan tetapi kondisinya sekarang sudah berubah.Popularitas Semanggi sebagai wilayah bandar juga pentingnya daerah itu dari sisi historis sejak zaman Majapahit seakan-akan berkebalikan dari pencitraannya sekarang.

Dalam dokumen KLHS RDTR Surakarta (Halaman 47-60)