• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. KONDISI UMUM

8. Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana sangat diperlukan untuk mendorong kinerja staf pengelola kawasan terutama pengadaan pos jaga yang layak untuk staf yang tidak berdomisili di sekitar kawasan. Sarana yang terdapat di resort Cagar Alam Leuweung Sancang sampai saat adalah pos jaga yang terletak di Cibaluk yang kondisinya masih cukup baik dibandingkan dengan gedung serba guna yang terletak di sebelah kiri pos jaga tersebut yang saat ini telah roboh. Pos jaga difungsikan untuk penerimaan pengunjung yang akan berkunjung ke dalam kawasan untuk tujuan pendidikan, penelitian dan survei lainnya. Fungsi lainnya adalah tempat penginapan bagi pengunjung maupun petugas yang domisilinya jauh dari kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang. Keberadaan pos jaga ini sangat penting untuk menjaga keamanan kawasan agar keseimbangan ekosistem di dalamnya tidak terganggu. Kondisi demikian sangat penting untuk dilakukan perbaikan dan perlengkapan sarana dan prasarana untuk menunjang pengelolaan yang baik. Sarana dan prasarana untuk setiap staf pengelola hanya diberikan seragam dan atribut sebagai polisi kehutanan, seperti senjata api.

5.3.4 Kegiatan PMP (Patroli, Monitoring dan Penyuluhan)

Kegiatan patroli merupakan satu fungsi mendasar dan terpenting dari satuan pengelola suatu kawasan yang dilindungi untuk melindungi dan mengamankan kawasan dari gangguan manusia, baik yang berada di sekitar maupun yang jauh dari kawasan namun mempunyai akses yang tinggi terhadap kawasan tersebut, atau bentuk gangguan lainnya, seperti perburuan, kebakaran, gangguan ternak, hama dan penyakit. Kegiatan patroli ini merupakan salah satu wewenang Polisi Kehutanan yang merupakan pengelola di Resort Sancang, seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan bahwa Polisi Kehutanan memiliki wewenang meliputi kegiatan dan tindakan kepolisian khusus di bidang kehutanan yang bersifat preventif, tindakan administrative dan operasi represif, diantaranya mengadakan patroli atau perondaan di dalam kawasan hukumnya dan memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan hasil hutan di dalam kawasan.

Kegiatan patroli di Cagar Alam Leuweung Sancang dilakukan secara rutin, yaitu setiap hari kerja, terlebih jika ada laporan mengenai isu keamanan di dalam kawasan, baik dari masyarakat atau petugas yang kebetulan sedang patroli. Jika kawasan dalam kondisi yang tidak aman, seperti ada laporan mengenai perburuan, perambahan dan sebagainya yang mengganggu terhadap kawasan maka patroli akan dilakukan walaupun di luar hari kerja di seluruh kawasan. Kegiatan patroli tersebut mencakup 3 kegiatan, yaitu identifikasi permasalahan dalam kawasan, monitoring kawasan dan penyuluhan kepada masyarakat.

Kegiatan patroli juga dapat dilakukan bersamaan dengan pendampingan penelitian atau pengunjung lain baik pelajar, mahasiswa, instansi maupun masyarakat umum yang masuk ke dalam kawasan dengan tujuan penelitian, survei atau tujuan lainnya. Seperti halnya selama pendampingan dalam penelitian ini terdapat empat kasus atau gangguan terhadap kawasan, yaitu pengambilan satu ikat rotan terjadi pada saat liburan idul fitri yang diangkut menggunakan motor dari blok Cipangikisan, pembuatan tasbih/kalung dari kayu kaboa (Aegiceras

corniculatus) di blok Cikajayaan yang dipercaya mengandung mitos,

penggembalaan sapi dan kerbau di blok Cijeruk, Cibako dan rancaherang dan perburuan di blok Cipalawah. Tindakan yang dilakukan oleh petugas berupa

penjelasan mengenai peraturan cagar alam dan teguran untuk tidak mengulanginya lagi. Kegiatan-kegiatan ini secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi keberadaan banteng karena terganggunya habitat dan aktivitas banteng.

Jalan yang digunakan untuk patroli berupa jalan setapak yang dengan ditambahkan batu-batuan kecil agar bisa dilalui oleh kendaraan bermotor yang dibuat masyarakat untuk melintasi kawasan menuju pantai yang terletak di beberapa blok, yaitu blok rancaherang, blok cijeruk, blok Plang/Sancang, blok Ciporeang dan blok Cipalawah. Jalan yang terletak di Rancaherang memiliki panjang ± 400 m dan hanya dapat dilalui oleh motor, sedangkan yang terletak di Blok Cijeruk sepanjang 1 km, memotong padang penggembalaan Cijeruk. Jalan ini sering dilalui oleh kendaraan bermotor yang mengangkut hasil laut dari pantai atau laut yang berada di dalam kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang ke luar kawasan. Jalan tersebut juga digunakan sebagai pintu masuk ke pantai untuk kegiatan rekreasi. Jalan yang terletak di blok Ciporeang dibuat pada tahun 1970 ditujukan untuk jalan operasional dari Ciporeang ke pantai juga sebagai jalan untuk rekreasi. Penggunaan jalan tersebut dapat menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua. Jalan setapak tersebut dapat dilihat pada Gambar 10.

(a) (b)

Gambar 10. Kondisi jalan setapak di dalam kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang (a) jalan setapak blok Plang (b) jalan setapak blok Cipalawah

Monitoring merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memantau atau mengontrol keberlangsungan atau kondisi kawasan, baik dari segi fisik maupun biotik kawasan. Kegiatan monitoring/pembinaan habitat dapat dilihat pada Tabel

15. Pembinaan habitat lainnya yang sering dilakukan, yaitu pemeliharaan padang penggembalaan dan penanaman kembali area bekas perambahan. Pemeliharaan padang penggembalaan hanya dilakukan sampai pada tahun 1989 pada dua lokasi padang penggembalaan yang dipelihara secara berkala, yaitu blok Cijeruk dan Cipalawah. Pemeliharaan ini juga bekerjasama dengan pihak PTPN VIII Mira Mare yang bertujuan untuk meringankan biaya pemeliharaan dan adanya tanggung jawab semua stakeholder. Kondisi demikian diperkirakan sangat mempengaruhi terhadap habitat banteng terutama ketersediaan pakan banteng. Tabel 15 Kegiatan monitoring/pembinaan habitat yang dilakukan pengelola

Cagar Alam Leuweung Sancang

No Tahun Jenis Informasi

1 1982 Inventarisasi Flora dan fauna serta Permasalahannya

2 1984 Inventarisasi Banteng

3 1984 Peta Penyebaran Banteng (Skala 1 : 40000)

4 1988 Inventarisasi Banteng

5 1989 Peta Penyebarang banteng (Skala 1 : 40000)

6 1990 Inventarisasi Flora dan fauna

7 1991 Inventarisasi Flora dan fauna (1000 ha)

8 1992 Inventarisasi Banteng

9 1993 Inventarisasi Hutan Bakau (150 ha)

10 1993 Peta Penyebaran banteng (Skala 1 : 30000)

11 1988; 1992 Analisis Vegetasi CALS

12 1984; 1988; 1992 Studi Dinamika Populasi Banteng

13 1984; 1988; 1992 Informasi Hubungan Banteng dengan habitatnya 14 1984; 1988; 1992 Informasi daya dukung habitat banteng

15 Peta Topografi (Skala 1 : 500000)

16 Peta Situasi (Skala 1 : 30000)

17 2011 Rekontruksi Pal batas kejasama semua pihak

Sumber : Departemen Kehutanan (1994) dan analisis data primer.

Kegiatan pembinaan populasi banteng lainnya yang dilakukan pihak pengelola berdasarkan informasi beberapa media bahwa terdapat rencana pemindahan banteng yang berada di Cagar Alam Leuweung Sancang dipindahkan ke hutan suaka margasatwa Pananjung Pangandaran sebagai tindak lanjut rusaknya habitat Cagar Alam Leuweung Sancang yang diakibatkan adanya debu letusan Gunung Galunggung pada tahun 1983. Rencana tersebut tidak berhasil karena proses penggiringan/pemindahan tidak bisa dilakukan dengan mudah mudah (Anonim 2002).

Tindak lanjut pihak pengelola (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) atas rusaknya kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang dan tidak ditemukannya populasi banteng pada tahun 2003, maka berdasarkan informasi media akan

melakukan pengadaaan banteng kembali ke dalam kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang sebanyak 60 ekor dari Taman Nasional Ujung Kulon. Hal ini dapat didukung dengan dilakukannya pengukuran tapal batas kawasan dan dilanjutkan dengan pemulihahan kondisi hutan melalui kegiatan rehabilitasi.

Suyitno (1968) dan Dahana et al. (1980) menyatakan bahwa kegiatan penyuluhan merupakan suatu pendidikan di luar sekolah tanpa paksaan yang membuat seseorang yakin bahwa sesuatu yang disuluhkan atau disampaikan adalah lebih baik dan lebih menguntungkan dari pada yang telah dikerjakan serta bertujuan untuk mengubah sikap dan keterampilan seseorang agar dapat melakukan pekerjaanya lebih baik. Kegiatan penyuluhan oleh petugas di Cagar Alam Leuweung Sancang berdasarkan informasi masyarakat dan petugas resort Sancang terakhir dilakukan pada tahun 1993 dengan pemutaran film, sedangkan pada tahun 2003 telah dilakukan sosialisasi berupa ekspose tentang arti penting kawasan konservasi untuk sistem penyangga kehidupan yang dilakukan di depan Muspika Kecamatan Cibalong (Andono 2004). Kegiatan penyuluhan ini dilakukan agar masyarakat memiliki kesadaran agar tetap melestarikan banteng.

Kegiatan penyuluhan saat ini dilakukan oleh petugas resort Sancang dengan cara memberikan teguran atau himbauan secara langsung kepada masyarakat yang berada di dalam kawasan yang dijumpai ketika kegiatan patroli untuk tetap menjaga kelestarian kawasan dengan tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran seperti pengambilan hasil hutan, terutama kayu kaboa yang sering diambil oleh masyarkat yang berziarah, pengambilan terumbu karang kepada para nelayan, sedangkan jika diketahui masyarakat tersebut membuat pelanggaran atau mengambil hasil hutan yang ada di dalam kawasan, maka akan diberikan peringatan agar tidak melakukan kembali dan dicatat identitas pelaku tersebut untuk dijadikan laporan dan catatan bagi pelaku. Kegiatan penyuluhan ini bisa menjadi salah satu faktor untuk mengurangi terhadap kelestarian banteng agar interaksi masyarakat ke dalam kawasan dapat berkurang dan mempertimbangkan keseimbangan serta kelestarian ekosistem dan tidak melakukan perburuan di dalam kawasan Cagar Alam Leuweung Sancang dengan pengetahuan yang telah disampaikan lewat penyuluhan.

Penyuluhan dalam kehutanan merupakan suatu kegiatan pendidikan yang bertujuan untuk mempengaruhi komponen perilaku seseorang ke arah yang dikehendaki melalui kesepakatan, komunikasi dan difusi dengan jalan menyediakan metode, prinsip dan filosofi kelestarian hutan dan sumber daya alam yang berada di sekitarnya sebagai hasil dari keterlibatan proses belajar mengajar antara sasaran dan pengajar. MacKinnon et al. (1990) menyatakan bahwa kegiatan penyuluhan merupakan spesialisasi untuk hubungan dengan masyarakat dan bertanggung jawab atas pembuatan konsep dan penyajian informasi mengenai keseluruhan program cagar alam bagi masyarakat umum, terutama yang berada di luar cagar alam agar terjalin komunikasi yang jelas antara masyarakat dan instansi/lembaga yang terkait.

5.3.5 Permasalahan dan Ganguan dalam Pengelolaan

Beberapa permasalahan yang ada di dalam pengelolaan Cagar Alam Leuweung Sancang yang pernah terjadi dan permasalahan yang ada sampai saat ini antara lain: