• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Sejarah Lahan Hutan di Desa Sukasari

Desa Sukasari secara administratif termasuk wilayah hutan Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Mandalawangi. Faktor geografis ini menyebabkan interaksi antara masyarakat Desa Sukasari dengan wilayah hutan milik Perum Perhutani tergolong kuat. Interaksi tersebut dapat bersifat positif misalnya hubungan mitra kerja dalam kegiatan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) atau juga dapat bersifat negatif yang dapat mengancam kelestarian hutan misalnya penebangan pohon oleh masyarakat.

Hutan negara di Desa Sukasari memiliki luas 67,6 ha yang terdiri dari satu petak yaitu petak 43 dengan 3 anak petak (a, b dan c). Namun, tidak semua lahan hutan Desa Sukasari dijadikan lahan garapan PHBM. Lahan yang digarap oleh masyarakat seluas 60,46 % dari luas hutan di Desa Sukasari. Penggarapan lahan hutan di Desa Sukasari yang masuk ke dalam RPH Mandalawangi pada petak 43 (a, b dan c ) sudah dimulai sejak tahun 1960. Hal ini terbukti dari adanya satu responden yang menyatakan telah menggarap di hutan sejak tahun 1960. Lahan yang digarap ditanami dengan tanaman buah – buahan seperti duren yang menghasilkan buah yang bisa dikonsumsi dan dijual untuk menambah pendapatan keluarga. Menurut salah seorang warga pada tahun 1955 sampai 1965, Partai Komunis Indonesia (PKI) masuk ke kampung-kampung dan juga memprovokasi masyarakat agar menggarap lahan hutan dengan menanami tanaman pangan seperti palawija, padi dan singkong. Selanjutnya, PKI membentuk suatu perkumpulan dengan anggotanya adalah petani – petani penggarap. Perkumpulan ini dinamakan Barisan Tani Indonesia (BTI). Kemudian petani – petani yang masuk ke dalam BTI diperintahkan oleh PKI untuk melakukan penggarapan lahan milik negara dan menjadikannya lahan pertanian.

Setelah PKI ditumpas tahun 1966, PKI dan seluruh organisasi dibawahnya juga dibubarkan termasuk BTI. Kemudian pada tahun 1972, dilakukan rehabilitasi hutan dengan penanaman mahoni oleh petugas kehutanan. Konflik penggunaan lahan

hutan, seperti petani menanam tanaman buah-buahan tanpa ada izin terlebih dahulu dan menebang tanaman lain, menimbulkan masalah bagi Perhutani sebagai pihak pengelola hutan. Pada tahun 1998 masyarakat mulai merambah hutan, kemudian pada tahun 2001 masyarakat melakukan penebangan besar-besaran di lahan hutan, menurut mandor tanam dan KRPH (Kepala Resort Pemangkuan Hutan) hal ini terjadi karena kebutuhan masyarakat terhadap tempat tinggal mereka, mereka menggunakan kayu tersebut untuk membangun rumah mereka. Kemudian Perhutani mencari jalan keluar dengan membentuk suatu program yang melibatkan masyarakat yang sudah menggarap lahan hutan ke dalam program PHBM. Ada beberapa alasan dan latar belakang yang dikemukakan oleh responden dalam menggarap lahan hutan sebelum disosialisikannya program PHBM. Sebanyak 16 responden (51,61 %) menjadikan pendapatan sebagai alasan utama penggarapan lahan hutan. Sebagian yang lain (48,38 %) menggarap lahan hutan karena “ikut-ikutan“ saja, hanya ingin menggarap lahan hutan sebagai tempat untuk menanam tanaman musiman seperti melinjo, kopi, cengkeh, petai dan jengkol.

PHBM di Desa Sukasari mulai disosialisasikan pada tahun 2004, sekaligus dengan pembentukan struktur LMDH. Dalam pelaksanaan PHBM, Perhutani juga

melibatkan LSM Bina Mitra Bandung dengan melakukan PRA(Participatory Rural

Appraisal) pada tahun 2003, kemudian pada saat pelaksanaan PHBM Perhutani

melibatkan LSM Komite Peduli Lingkungan (KOPLING) pada tahun 2005 yang berpusat di Kabupaten Pandeglang. Salah satu langkah pelaksanaannya adalah mengenalkan dan mengembangkan PHBM dalam bentuk penyuluhan. Namun pada saat penelitian ini dilaksanakan banyak masyarakat yang tidak tahu LSM dan tidak merasakan peran dari LSM dalam menyukseskan program PHBM.

Kesepakatan tentang hak dan kewajiban masing – masing pihak dibuat dalam program PHBM. Masyarakat mendapatkan hak yang legal dalam menggarap hutan, tetapi mereka pun diwajibkan untuk menjaga dan memelihara tanaman pokok (mahoni) yang tumbuh di lahan garapannya masing – masing. Berdasarkan sistem bagi hasil yang telah disepakati, karena lahan PHBM di Gunung Aseupan termasuk hutan lindung, maka tidak ada bagi hasil kayu, yang ada hanyalah bagi hasil tanaman

buah-buahan. Para penggarap mendapatkan 75% dan Perhutani mendapatkan 25 %. Hak dan Kewajiban peserta PHBM yang dituangkan dalam Perjanjian Pengelolaan Sumberdaya Hutan antara Perum Perhutani KPH Banten dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Sukakarya yaitu :

1. Kewajiban Peserta PHBM

a. Memelihara tanaman Mahoni dan tanaman pertaniannya

b. Menyetorkan 25% hasil tanaman pertaniannya kepada Perhutani sebagai hak bagi hasil.

c. Menjaga keamanan tanaman hutan dan tanaman pertaniannya.

d. Melaporkan setiap tindakan pelanggaran hukum kepada pihak yang berwenang.

e. Bersama-sama Perhutani melakukan pemantauan dan penilaian terhadap keberhasilan tanaman pokok mahoni dan tanaman pertanian secara periodik. 2. Hak peserta PHBM

a Memperoleh informasi mengenai segala bentuk kegiatan dan kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan dari pihak Perhutani.

b. Bersama Perhutani menyusun rencana teknis pelaksanaan kegiatan

pengelolaan sumberdaya hutan yang menjadi obyek kerjasama.

c. Memperoleh upah pelaksanaan kegiatan sesuai tarif yang berlaku di Perum Perhutani sesuai kegiatan yang ada.

d. Mendapat pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan kegiatan

pengelolaan sumberdaya hutan yang menjadi obyek kerjasama, minimal dua bulan satu kali.

e. Memperoleh 75% dari hasil tanaman pertanian yang ditanam peserta PHBM. f. Memperoleh bibit tanaman mahoni untuk keperluan kegiatan penyulaman di

lokasi penanaman.

3. Kewajiban Perum Perhutani :

a. Memberikan informasi mengenai segala bentuk kegiatan dan kebijakan pengelolaaan sumberdaya hutan kepada peserta PHBM.

b. Bersama peserta PHBM menyusun rencana teknis pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan yang menjadi obyek kerjasama.

c. Menyerahkan upah pelaksanaan kegiatan yang menjadi hak peserta PHBM sesuai tarif yang berlaku di Perum Perhutani sesuai kegiatan yang ada.

d. Melakukan pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan yang menjadi obyek kerjasama.

e. Menyerahkan bibit tanaman mahoni untuk keperluan kegiatan penyulaman di lokasi penanaman.

4. Hak Perum Perhutani

a. Memperoleh kondisi tanaman pokok dan tanaman pertanian yang terpelihara dan terjaga dengan baik.

b. Memperoleh 25 % hasil tanaman pertanian yang ditanam peserta PHBM c. Memperoleh informasi dari peserta PHBM mengenai segala sesuatu yang

berkaitan dengan perkembangan kondisi tanaman mahoni dan tanaman pertanian yang menjadi obyek kerjasama.

d. Memperoleh laporan mengenai segala bentuk kejadian dan pelanggaran hukum yang terjadi dalam kawasan hutan Negara yang terikat dalam perjanjian itu.

e. Memperoleh laporan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan peserta PHBM. Dalam pelaksanaan bagi hasil di Desa Sukasari, ada keterangan tambahan, yaitu dari 25 % yang disetorkan ke Perhutani dibagi lagi menjadi 10 % untuk Perhutani, 10% untuk LMDH, dan 5% untuk desa. Namun, sampai sekarang dari pihak desa (Kepala Desa) belum pernah menerima bagi hasil tersebut untuk pembangunan desa. Hal ini dikarenakan administrasi yang tidak jelas dan rapih di LMDH Sukakarya.

Dokumen terkait