• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seleksi dan Uji Daya Gabung Galur-Galur Hasil Introgresi Gen Resesif Mutan o2 untuk Karakter

Ketahanan terhadap Penyakit Bulai

Pendahuluan

Penyakit bulai merupakan salah satu penyakit utama tanaman jagung di Indonesia terutama pada sentra-sentra produksi seperti Pulau Jawa, Lampung, Sumatera Utara dan Sulawesi. Jenis patogen yang paling banyak menimbulkan kerugian pada pertanaman jagung di sentra-sentra produksi jagung tersebut adalah Peronosclerospora maydis (De- Leon, 1984).

Perakitan varietas jagung resisten terhadap penyakit bulai melalui program pemuliaan merupakan cara yang paling aman dan efektif dalam mengatasi penularan penyakit tersebut. Syarat utama yang diperlukan untuk merakit varietas unggul baru yang resisten terhadap penyakit bulai adalah tersedianya materi genetik yang memiliki variabilitas genetik yang luas. Variabilitas genetik timbul dari gen-gen yang bersegregasi dan berinteraksi dengan gen lain. Pada individu-individu generasi awal, sebagian besar gen masih mengalami segregasi sehingga tingkat heterosigositasnya tinggi (Crowder, 1988). Oleh karena itu, seleksi untuk suatu karakter yang dikendalikan secara poligenik, umumnya dilakukan pada generasi lebih lanjut. Dengan demikian, fiksasi gen-gen kuantitatif pada suatu individu tanaman dapat menjadi lebih efisien dan efektif.

Untuk merakit hibrida jagung resisten terhadap penyakit bulai memerlukan rekombinasi tetua (galur-galur inbrida) yang memiliki daya gabung baik. Salah satu cara untuk mengetahui daya gabung galur adalah melalui model persilangandesign IIatauline x tester. Daya gabung merupakan suatu ukuran kemampuan suatu genotip tanaman dalam persilangan untuk menghasilkan tanaman unggul. Dengan mengetahui daya gabung dari kandidat tetua hibrida, dapat diperoleh informasi tentang kombinasi-kombinasi persilangan yang mampu menghasilkan turunan resisten terhadap penyakit bulai.

Hasil analisis dialel yang dilakukan oleh Mochizuki,et al.(1974) terhadap sembilan galur dan 36 F1 menyimpulkan bahwa galur dengan daya gabung khusus tinggi mempunyai keturunan yang resisten terhadap penyakit bulai dan ketahanannya dikendalikan oleh gen-gen dominan. Sedangkan menurut Rifin (1983) yang melakukan evaluasi daya gabung umum terhadap empat galur resisten melalui persilangan puncak dengan menggunakan tiga galur rentan sebagai tester, menyimpulkan bahwa galur yang

memiliki efek daya gabung umum negatif dan nilai heterosis tinggi lebih resisten terhadap penyakit bulai.

Berkaitan dengan uraian sebelumnya, dalam penelitian ini akan dilakukan penyaringan galur-galur inbrida hasil introgresi gen mutan o2 untuk resistensi terhadap penyakit bulai dari dua set sebagai kandidat tetua hibrida. Galur-galur yang tersaring sebagai kandidat tetua persilangan tersebut perlu dianalisis kandungan lisin dan triptofannya. Kombinasi persilangan dari galur-galur terseleksi yang berasal dari suatu set galur yang berbeda akan diuji daya gabungnya berdasarkan persentase tanaman terinfeksi penyakit bulai pada blok pengujian dengan menggunakan teknik tanaman baris penyebar.

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah menyeleksi galur-galur hasil introgresi gen mutan o2 yang resisten terhadap penyakit bulai untuk dijadikan sebagai kandidat tetua hibrida, mendapatkan informasi kandungan lisin dan triptofan kandidat tetua hibrida, serta menguji daya gabung dan heterosis untuk karakter ketahanan terhadap penyakit bulai.

Bahan dan Metode Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dalam dua musim yaitu pada musim pertama dilakukan seleksi galur-galur hasil introgresi untuk karakter ketahanan terhadap penyakit bulai dan pembentukan hibrida F1 dari galur-galur terseleksi dengan metode lini x tester. Masing- masing delapan galur dari kedua set genotip yang terseleksi resisten bulai saling disilangkan untuk membentuk hibrida F1. Pada musim kedua dilakukan evaluasi daya gabung karakter ketahanan terhadap penyakit bulai dengan menggunakan hibrida F1yang dihasilkan pada musim pertama. Kegiatan musim pertama berlangsung dari bulan Maret hingga Juli 2006 di Kebun Percobaan Cikeumeuh, Balai Besar Litbang Biogen, Bogor. Kegiatan musim kedua berlangsung dari bulan Juli hingga September 2006 di Kebun Percobaan Bajeng (Gowa, Sulawesi Selatan), Balai Penelitian Tanaman Serealia.

Bahan Penelitian

Bahan genetik yang digunakan pada musim pertama adalah 42 galur Nei9008+o2

dan 36 galur MR10+o2. Sebagai cek digunakan CML 161 dan CML 165 (cek rentan), serta MR10 dan Nei9008 (cek resisten). Pada musim kedua digunakan masing-masing 8 galur Nei9008+o2 dan MR10+o2 yang terseleksi resisten bulai, 64 F1 dari hasil

silangannya, dan Varietas cek: Varietas Hibrida: C7, Bima 1, Bima 1q dan Varietas Komposit Srikandi Kuning-1.

Pelaksanaan Penelitian

Musim Tanam Pertama : Seleksi ketahanan galur-galur hasil introgresi gen mutan homosigot resesifo2terhadap penyakit bulai dan

pembentukan hibrida silang tunggal

Sebanyak 42 galur Nei9008+o2 dan 36 galur MR10+o2 serta empat galur sebagai cek (CML161, MR10, Nei9008 dan CML165) diuji ketahanannya terhadap penyakit bulai dengan menggunakan rancangan perbesaran (Augmented Design) tanpa ulangan di Kebun Percobaan Cikemeuh, Balai Besar Litbang Biogen, Bogor pada MH 2006. Materi genetik masing-masing ditanam 2 baris dengan jarak tanam 70 cm antar baris dan 20 cm dalam baris.

Evaluasi ketahanan terhadap penyakit bulai dilakukan dengan cara menginokulasi tanaman baris penyebar dan genotip uji. Teknik penyiapan inokulum sampai evaluasi tingkat ketahanannya mengikuti metode yang dilakukan oleh Azrai et al. (2000). Tata letak percobaan di lapangan disajikan pada Lampiran 4.

Kegiatan ini dilanjutkan dengan melakukan persilangan antar set galur. Masing- masing 8 galur Nei9008+o2 dan MR10+o2 yang terseleksi resisten bulai saling disilangkan mengikutimodel persilangan ’design II (factorial design)’ untuk membentuk

hibrida silang tunggal (Gambar 15).

♂ ♀ A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 B1 B1A1 B1A2 B1A3 B1A4 B1A5 B1A6 B1A7 B1A8 B2 B2A1 B2A2 B2A3 B2A4 B2A5 B2A6 B2A7 B2A8 B3 B3A1 B3A2 B3A3 B3A4 B3A5 B3A6 B3A7 B3A8 B4 B4A1 B4A2 B4A3 B4A4 B4A5 B4A6 B4A7 B4A8 B5 B5A1 B5A2 B5A3 B5A4 B5A5 B5A6 B5A7 B5A8 B6 B6A1 B6A2 B6A3 B6A4 B6A5 B6A6 B6A7 B6A8 B7 B7A1 B7A2 B7A3 B7A4 B7A5 B7A6 B7A7 B7A8 B8 B8A1 B8A2 B8A3 B8A4 B8A5 B8A6 B8A7 B8A8

Keterangan: A = MR10+o2; B = Nei9008+o2

Gambar 15. Skema persilangan galur-galur Nei9008+o2 x MR10+o2 mengikuti model

Galur-galur MR10+o2 dijadikan sebagai tetua jantan sedangkan galur-galur Nei9008+o2dijadikan sebagai tetua betina. Jumlah tanaman yang disilangkan adalah 5-7 tanaman per kombinasi persilangan. Setelah panen, dipilih masing-masing 3-4 tongkol per kombinasi persilangan kemudian dicampur untuk digunakan sebagai materi pengujian berikutnya.

Evaluasi kandungan lisin dan triptofan

Untuk analisis kandungan lisin dan triptofan, digunakan masing-masing delapan galur Nei9008+o2 dan MR10+o2 yang terseleksi resisten terhadap penyakit bulai serta CML 161, Nei9008 dan MR10 sebagai cek. Masing-masing 25 biji per galur dikirim sampelnya ke Laboratorium Biokimia Tanah dan Tanaman CIMMYT, Mexico untuk dianalisis kandungan lisin, triptofan dan protein kasarnya.

Musim Tanam Ke dua: Evaluasi daya gabung kombinasi persilangan antar kedua set galur resisten terhadap penyakit bulai

Hibrida silang tunggal yang diperoleh pada musim pertama dan tetuanya serta Varfietas cek (Varietas Hibrida: C7, Bima 1, Bima 1q dan Varietas Komposit Srikandi Kuning-1) dievaluasi ketahanannya terhadap penyakit bulai dengan menggunakan rancangan acak kelompok, dua ulangan (Lampiran 3). Benih ditanam dua biji per lubang pada satu baris plot per genotip dengan jarak tanam 50 cm x 20 cm. Panjang plot baris 3 m sehingga pada setiap plot ditanam 60 biji per ulangan. Pada setiap 10 baris genotip uji juga ditanam satu baris cek rentan (Varietas Srikandi Kuning 1) untuk mengetahui sebaran konidia patogen bulai di lahan pengujian. Metode inokulasi dan evaluasi tingkat ketahanan genotip uji terhadap penyakit bulai sama dengan metode evaluasi pada penelitian satu dan dua.

Pengamatan

Cara pengamatan kegiatan musim pertama dan kedua pada prinsipnya sama yaitu dilakukan terhadap jumlah tanaman yang tumbuh dan terinfeksi konidia bulai pada tiap genotip yang diuji. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 14, 21, 28 dan 35 hari setelah tanam. Data yang diperoleh merupakan data komulatif dari pengamatan pertama, ke dua, ke tiga dan keempat, lalu dikonversi kedalam persentase tanaman terinfeksi (P) patogenP. maydisdengan menggunakan rumus :

a

keterangan :

P = persentase tanaman terinfeksi penyakit bulai a = jumlah kumulatif tanaman terinfeksi penyakit bulai b = jumlah tanaman pada umur 14 hst

Pengamatan tanaman terinfeksi dimulai pada umur 14 hst karena pada umur tersebut biasanya penyakit bulai mulai menular pada daun tanaman jagung dan setelah berumur 35 hst penulannya sudah jarang terjadi dan tanaman biasanya masih mampu menghasilkan tongkol dan biji.

Analisis Data Analisis Ragam

Data evaluasi bulai yang diperoleh pada musim pertama dianalisis ragam menurut rancangan perbesaran, tanpa ulangan, sedangkan data hasil pengamatan evaluasi bulai pada musim kedua dianalisis ragam dan daya gabung mengikuti model analisis lini x tester, dimana Set B sebagai lini (tetua betina) dan Set A sebagai tester (tetua jantan). Tabel 13. Analisis ragam untuk lini x tester dengan menggunakan model random

Sumber Variasi Derajat Bebas (DB) KT Nilai Harapan KT F.Hit.

Ulangan (R) r - 1 Genotip g-1 Tetua p-1 Silangan (F1) lt-1 Tetua vs. F1 1 Lini (L) l-1 M4 e r tl rt l 2 2 2   M4/M2 Tester (T) t - 1 M3 e r tl rl t 2 2 2   M3/M2 L x T (l- 1) (t - 1) M2 e r tl 2 2  M2/M1 Galat (lt - 1)(r - 1) M1 2 e Total lt r–1

Untuk mengetahui adanya variasi yang nyata diantara genotip, dilakukan analisi varians menggunakan uji-F dengan tingkat kepercayaan 1% dan 5%. Apabila hasil analisis varians menunjukkan perbedaan yang nyata, maka dilanjutkan analisis lini x tester (Tabel 13) untuk menduga nilai daya gabung dan komponen varians genetiknya Singh dan Chaudhary, 1979).

Analisis Daya Gabung

Daya gabung yang dianalisis adalah daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK). Estimasi efek daya gabung tersebut menggunakan formula sebagai berikut (Singh dan Chaudary, 1979):

DGU lini: ltr x tr x gii. .. DGU tester: ltr x tr x gi  .j  .. DGK: ltr x lr x tr x r x g ij i j i ..     keterangan : . i

x : Total lini ke-i j

x. : Total tester ke-j pada semua lini ij

x

: Total persilangan lini ke-i dan tester ke-j

..

x

: Grand total r : jumlah ulangan l : jumlah lini t : jumlah tester

Untuk menentukan adanya beda nyata DGU dan DGK terhadap rata-rata umum digunakan uji t dengan menggunakan formula sebagai berikut (Baihaki et al., 1999; Petersen, 1994): d S x x t 1 2 db t-tabel = n - 2

Keterangan: Sd = ragam gabungan

n = jumlah data pada xi.untuk DGU tester, dan pada x.juntuk DGK dan pada xij untuk DGK

1

x = rata-rata xi.untuk DGU lini, pada x.juntuk DGU tester, dan pada xij untuk DGK

t = t-hitung dengan ketentuan bahwa jika:

t-hitung < t-tabel, maka nilai DGU atau DGK nyata t-hitung > t-tabel, maka nilai DGU atau DGK tidak nyata.

Analisis Heterosis

Analisis heterosis dilakukan dengan dua cara, yaitu nilai heterosis rata-rata tetua (mid parent heterosis) dan heterosis tetua terbaik (heterobeltiosis), sebagai berikut (Fehr, 1987):

Heterosis rata-rata tetua (%)

            /2 P P 2 / P P F h 2 1 2 1 1 x 100

Heterosis tetua terbaik (%)

         HP HP - F h 1 x 100 Keterangan :  1

F rata-rata penampilan hibrida (F1)

 1

P rata-rata penampilan tetua pertama

2

P rata-rata penampilan tetua kedua

HP = rata-rata penampilan tetua terbaik

Hasil dan Pembahasan

Seleksi ketahanan penyakit bulai dari galur-galur hasil introgersei gen mutano2

Data presentase bulai galur-galur yang telah diintrogresikan gen mutan o2 disajikan pada Lampiran 5 dan 6. Presentase infeksi penyakit bulai pada galur-galur MR10+o2 sangat bervariasi antara 0.6% – 83.9%, sedangkan pada Nei9008+o2

variasinya cukup sempit yaitu antara 0% - 20.7 %. Dari hasil penyaringan tersebut, terseleksi masing-masing 8 galur resiste terhadap penyakit bulai untuk digunakan sebagai tetua persilangan berikutnya (Tabel 14). Galur-galur terseleksi memiliki tingkat ketahanan yang cukup tinggi yaitu > 10%. Dengan demikian, diharapkan dapat diperoleh kombinasi persilangan yang resisten terhadap penyakit bulai.

Galur-galur yang terseleksi sebagai kandidat tetua rekombinasi dengan metode lini x tester, sebagian bijinya (25 biji per genotip) dikirim ke Laboratorium Biokimia Tanah dan Tanaman CIMMYT untuk dianalisis mutu proteinnya. Hasil analisis kandungan lisin dan triptofan dari galur-galur terseleksi tersebut, disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Persentase penularan patogen penyakit bulai dan mutu protein galur-galur hasil introgresi yang terseleksi sebagai kandidat tetua persilangan metodelini x tester. Mutu Protein (%) Progeni vs Tetua Silang Balik (%) No Genotip Infeksi Bulai (%)

Tript Lisin Tript Lisin

Protein Total (%) Indeks Kualitas Lini 1 Nei9008+o2-11 1.1 0.100 0.480 218.0 188.8 10.40 0.97 2 Nei9008+o2-14 6.4 0.106 0.510 229.8 200.6 9.96 1.06 3 Nei9008+o2-15 7.2 0.096 0.466 207.7 183.1 9.34 1.02 4 Nei9008+o2-24 0 0.105 0.523 228.5 205.6 11.33 0.93 5 Nei9008+o2-26 6.6 0.097 0.486 211.5 191.0 9.52 1.02 6 Nei9008+o2-27 5.4 0.097 0.481 211.1 189.3 10.00 0.97 7 Nei9008+o2-41 5.5 0.105 0.503 228.2 197.7 10.84 0.97 8 Nei9008+o2-9 7 0.100 0.480 218.2 188.8 10.03 1.00 CML161 89.9 0.092 0.433 10.52 0.87 Nei9008 2.3 0.046 0.254 9.53 0.48 LSI 12.1 KK (%) 9.9 Tester 1 MR10+o2-8 1.8 0.063 0.309 127.6 140.3 11.47 0.74 2 MR10+o2-13 3.2 0.072 0.359 146.4 163.0 11.03 0.94 3 MR10+o2-21 4.5 0.078 0.363 160.0 164.9 11.06 0.99 4 MR10+o2-24 2.7 0.104 0.502 211.7 228.1 10.18 1.02 5 MR10+o2-26 2.7 0.069 0.340 141.3 154.5 10.25 0.88 6 MR10+o2-30 0.6 0.081 0.391 164.9 177.9 9.38 0.86 7 MR10+o2-31 4.5 0.079 0.377 161.4 171.4 11.08 0.83 8 MR10+o2-32 5.6 0.066 0.331 134.7 150.6 9.93 0.96 CML161 86.5 0.092 0.433 10.52 0.87 MR10 5.9 0.049 0.220 13.03 0.45 LSI 5% 11.3 KK (%) 10

Keterangan: Data bulai diolah berdasarkan persentase tanaman yang terinfeksi; Protein = %N x Factor (6.25); Quality Index = %Try ÷ %Protein x 100.

Lisin, triptofan dan protein total dianalisis di Laboratorium Analsis Tanah dan Tanaman, CIMMYT–Mexico pada periode 17 Oktober–17 November, 2006

Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan triptofan galur-galur Nei9008+o2

berkisar antara 211.1% hingga 229.8%, sedangkan kandungan lisinnya berkisar antara 183.1% sampai 205.6 dibandingkan dengan galur asalnya (Nei9008). Galur MR10+o2

yang dianalisis memiliki kandungan triptofan dan lisin masing-masing berkisar antara 127.6% - 211.7 dan 140.3–228.1 dibandingkan dengan galur asalnya (MR10). Dari hasil analisis tersebut, terungkap bahwa marka SSR cukup efektif digunakan untuk menyeleksi tanaman yang memiliki gen mutan resesif homosigot opaque-2 dengan biji yang jernih dimana seleksi secara fenotipik (visual) dengan ligh table tidak bisa dilakukan. Dengan demikian, pemanfaatan marka SSR phi057 dan umc1066 dapat mempercepat proses seleksi untuk pembentukan hibrida yang berkualitas protein tinggi dan resisten terhadap penyakit bulai.

Analisis Ragam

Hasil analisis varians pada Tabel 15, menunjukkan bahwa penampilan karakter ketahanan terhadap penyakit bulai antar genotip, silangan (F1), tetua betina (lini) dan tetua jantan (tester) berbeda nyata pada tarafuji α 1%. Nilai kuadrat tengah lini dan tester untuk karakter ketahanan terhadap penyakit bulai yang nyata menunjukkan varians aditifnya merata, sedangkan nilai kuadrat tengah silangan yang nyata menunjukkan bahwa terdapat keragaman genetik karakter tersebut diantara F1. Nilai kuadrat tengah yang tidak nyata pada tetua vs F1 dan antara lini x tester disebabkan karena baik lini maupun tester telah mengalami seleksi dan dinyatakan resisten terhadap penyakit bulai. Sebaran konidia patogen bulai pada lokasi pengujian cukup merata karena varietas Srikandi Kuning-1 sebagai cek rentan yang ditanam pada setiap 10 baris genotip uji, semuanya terinfeksi penyakit bulai (terinfeksi 100%).

Tabel 15. Nilai varians karakter ketahanan jagung terhadap penyakit bulai dengan menggunakan model random

Sumber Variasi Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Fhitung

Replikasi 1 1104.6700 1104.670 8.54 Genotip 79 17637.2600 223.257 1.73** Tetua 15 2906.4984 193.767 1.50 Silangan (F1) 63 14595.8401 231.680 1.79** Tetua vs. (F1) 1 15.6149 15.615 0.12 Silangan 63 14595.8401 231.680 1.79** Lini 7 6278.49453 896.928 8.30** Tester 7 3022.54649 431.792 4.00** LinixTester 49 5294.79912 108.057 0.84 Galat 79 10217.3000 129.333 Total 159 28959.3000

Analisis Daya Gabung

Nilai duga efek daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) dari masing-masing galur disajikan pada Tabel 16 dan 17. Beberapa genotip memiliki nilai efek DGU dan DGK relatif tinggi untuk karakter ketahanan terhadap penyakit bulai (nilai negatif lebih tinggi daripada nilai positif).

Tabel 16. Efek daya gabung umum karakter ketahanan terhadap penyakit bulai menggunakan metode lini x tester

No Genotip Nilai tengah (%) Efek DGU t.uji Lini 1 Nei9008+o2-09 (L1) 34.1 16.39 5.77 2 Nei9008+o2-11 (L2) 11.0 -6.71* -2.36 3 Nei9008+o2-14 (L3) 18.8 1.03 0.36 4 Nei9008+o2-15 (L4) 20.6 2.90 1.02 5 Nei9008+o2-24 (L5) 17.0 -0.74 -0.26 6 Nei9008+o2-26 (L6) 15.7 -2.08 -0.73 7 Nei9008+o2-27 (L7) 14.1 -3.62 -1.27 8 Nei9008+o2-41 (L8) 10.6 -7.16* -2.52 Tester 1 MR10+o2-08 (T1) 19.2 0.8 0.53 2 MR10+o2-13 (T2) 22.7 2.5 1.74 3 MR10+o2-21 (T3) 13.6 -2.1 -1.47 4 MR10+o2-24 (T4) 17.3 -0.2 -0.16 5 MR10+o2-26 (T5) 13.3 -2.2 -1.55 6 MR10+o2-30 (T6) 10.2 -3.8** -2.66 7 MR10+o2-31 (T7) 25.7 4.0 2.79 8 MR10+o2-32 (T8) 20.0 1.1 0.78

Keterangan:Data diolah berdasarkan persentase tanaman yang terinfeksi

* nyata menurut uji t pada tarafα= 5% (-1.96); ** nyata menurut uji t pada tarafα= 1% (-2.58)

Pada Tabel 16 terlihat bahwa lini yang memiliki daya gabung umum yang nyata adalah Nei9008+o2-11 (-7.16) dan Nei9008+o2-71 (-6.71). Kedua lini tersebut juga memiliki nilai tengan persentase infeksi bulai yang sangat rendah dari semua kombinasi persilangannya dengan tester. Lini yang memiliki nilai DGU yang nyata berarti bahwa genotip tersebut baik digunakan sebagai tetua dalam persilangan untuk karakter ketahanan terhadap penyakit bulai. Selain itu, dari delapan tester yang digunakan, hanya MR10+o2-30 yang memiliki daya gabung umum yang nyata dengan nilai sebesar -3.8 dan nilai tengah infeksi bulai sebesar 10.2%. Nilai DGU nyata tersebut menunjukkan bahwa MR10+o2-30 mempunyai kemampuan sebagai penggabung umum yang baik

sebelumnya, Rifin (1983) yang melakukan evaluasi DGU dengan metode persilangan puncak melaporkan bahwa galur-galur inbrida jagung yang memiliki DGU negatif mampu menghasilkan turunan yang resisten terhadap penyakit bulai.

Persilangan antara dua galur penggabung umum yang baik belum tentu menunjukkan daya gabung khusus yang baik pula, tetapi penggabung umum yang sedang atau kurang juga dapat menunjukkan daya gabung khusus yang baik (Maurya dan Singh, 1977; Silitonga et al., 1993). Daya gabung khusus merupakan deviasi dari suatu hibrida dari nilai yang diharapkan berdasarkan penampilan tetuanya dan menggambarkan aksi gen- gen non aditif (non fixable genes). Hasil analisis daya gabung khusus tanaman jagung terhadap penyakit bulai dengan metode persilangan lini x tester disajikan pada Tabel 17.

Pada Tabel 17 terlihat bahwa hanya lini Nei9008+o2-41 (L8) dan tester MR10+o2- 30 (T6) yang masing-masing memiliki DGU yang nyata, dan setelah berrekombinasi juga memiliki DGK yang nyata. Selain itu, beberapa lini yang DGU-nya nyata setelah disilangkan dengan tester yang DGU-nya tidak nyata (Nei9008+o2-41 (L8) // MR10+o2- 08 (T1), Nei9008+o2-11 (L2) // MR10+o2-26 (T5) dan Nei9008+o2-11 (L2) // MR10+o2-31 (T7) menunjukkan DGK yang nyata. Demikian pula halnya dengan lini Nei9008+o2-24 (L5) yang memiliki DGU tidak nyata, tetapi setelah disilangkan dengan tester MR10+o2-30 (T6) yang DGU-nya nyata, juga menunjukkan DGK yang nyata.

Menurut Virmani (1994), hibrida yang menunjukkan DGK yang tinggi, biasanya dihasilkan dari rekombinasi persilangan dimana paling sedikit satu tetuanya memiliki DGU yang tinggi. Namun demikian, beberapa dari rekombinasi persilangan yang salah satu atau kedua tetuanya memiliki DGU tinggi, namun setelah dipasangkan dalam persilangan, DGK-nya rendah dan bahkan bisa juga terjadi suatu rekombinasi persilangan yang DGK-nya tinggi, meskipun kedua tetuanya memiliki DGU tinggi. Hal yang sama juga ditemukan pada penelitian ini, dimana dari hasil analisis DGU dan DGK, teridentifikasi bahwa lini Nei9008+o2-11 (L2) dan tester MR10+o2-30 (T6) yang masing- masing memiliki DGU yang nyata, namun setelah disilangkan DGK-nya tidak nyata. Sebaliknya, lini dan tester yang DGU-nya tidak nyata, namun setelah disilangkan menunjukkan DGK yang nyata yaitu Nei9008+o2-14 (L3) // MR10+o2-26 (T5) dan Nei9008+o2-27 (L7) // MR10+o2-08 (T1). Kejadian tersebut diduga karena keterlibatan dari gen-gen non aditif yang saling melengkapi pada lokus yang berbeda sehingga hanya dapat terekspresi pada hibrida dari rekombinasi persilangan tertentu untuk karakter

pengaruh yang cukup besar dalam pendugaan nilai DGU sehingga untuk menjadikan DGU sebagai suatu parameter, pengaruh faktor lingkungan perlu diminimalisasi melalui analisis berdasarkan hasil pengujian pada beberapa lokasi (Virmani, 1999).

Tabel 17. Efek daya gabung khusus karakter ketahanan terhadap penyakit bulai menggunakan metode lini x tester

No Silangan % Infeksi Efek DGK No Silangan %

Infeksi Efek DGK 1 L1/T1 34.6 -1.08 35 L5/T3 13.7 0.86 2 L1/T2 46.8 7.74 36 L5/T4 16.4 -0.14 3 L1/T3 23.8 -6.13 37 L5/T5 20.4 7.80 4 L1/T4 32.5 -1.19 38 L5/T6 5.1 -4.30* 5 L1/T5 14.4 -5.29* 39 L5/T7 20.8 -4.11 6 L1/T6 26.7 0.10 40 L5/T8 17.0 -2.17 7 L1/T7 58.9 16.79 41 L6/T1 11.3 -5.92 8 L1/T8 25.4 -10.95 42 L6/T2 15.0 -5.61 9 L2/T1 22.7 10.18 43 L6/T3 7.8 -3.71 10 L2/T2 22.0 6.07 44 L6/T4 12.5 -2.72 11 L2/T3 7.9 1.04 45 L6/T5 7.9 -3.37 12 L2/T4 7.0 -3.54 46 L6/T6 10.0 1.91 13 L2/T5 5.3 -1.35* 47 L6/T7 30.0 6.40 14 L2/T6 6.3 2.81 48 L6/T8 30.9 13.01 15 L2/T7 2.5 -16.47* 49 L7/T1 2.2 -13.45* 16 L2/T8 14.5 1.26 50 L7/T2 14.7 -4.36 17 L3/T1 27.6 7.37 51 L7/T3 19.2 9.22 18 L3/T2 29.2 5.45 52 L7/T4 16.8 3.14 19 L3/T3 17.2 2.58 53 L7/T5 15.0 5.28 20 L3/T4 22.1 3.81 54 L7/T6 17.5 10.95 21 L3/T5 5.6 -8.81* 55 L7/T7 17.2 -4.84 22 L3/T6 7.1 -4.06 56 L7/T8 10.4 -5.94 23 L3/T7 24.4 -2.35 57 L8/T1 2.3 -9.82* 24 L3/T8 17.0 -3.99 58 L8/T2 17.6 2.12 25 L4/T1 23.4 1.22 59 L8/T3 7.5 1.09 26 L4/T2 23.6 -1.97 60 L8/T4 14.1 3.94 27 L4/T3 11.5 -4.95 61 L8/T5 7.9 1.71 28 L4/T4 16.9 -3.29 62 L8/T6 2.8 -0.24 29 L4/T5 20.3 4.03 63 L8/T7 20.0 1.48 30 L4/T6 5.9 -7.18 64 L8/T8 12.5 -0.29 31 L4/T7 31.7 3.09 C 1 C7 48.7 - 32 L4/T8 31.9 9.06 C 2 Bima 1 45.0 - 33 L5/T1 30.0 11.49 C 3 Bima 1q 64.4 - 34 L5/T2 12.5 -9.44 C 4 Srikandi K-1 100.0 -

Keterangan: Data diolah berdasarkan persentase tanaman yang terinfeksi, nyata menurut uji t pada taraf α = 5% (

Nilai DGK tertinggi diperoleh pada rekombinasi persilangan antara Nei9008+o2-11 (L2) // MR10+o2-31 (T7). Nei9008+o2-11 (L2) memiliki DGU tinggi (nilai tengah infeksi patogen bulai rendah) sedangkan MR10+o2-31 (T7) memiliki DGU rendah (nilai tengah infeksi patogen bulai tertinggi). Singh dan Kumar (2004) melaporkan bahwa nilai DGK yang tinggi dapat terjadi dari persilangan antara dua galur karena adanya interaksi antara alel positif (gen ketahanan) dari tetua DGU tinggi dengan alel negatif dari tetua dengan DGU yang rendah.

Nilai DGK terendah diperoleh pada persilangan antara lini yang memiliki DGU terendah (Nei9008+o2-09 (L1) dengan tester yang juga memiliki DGU terendah (MR10+o2-31 (T7). Selain nilai DGK-nya terendah, Nei9008+o2-09 (L1) memiliki nilai DGU terendah pada kelompok lini dan MR10+o2-31 (T7) memiliki nilai DGU terendah pada kelompok tester. Hal ini diduga karena persilangan antara dua galur yang meliliki nilai DGU terendah tersebut tidak menimbulkan adanya efek dominan sehingga DGK-nya rendah.

Tabel 18. Parameter genetik karakter ketahanan terhadap penyakit bulai menggunakan metode lini x tester.

Parameter Nilai Duga

2 DGU 2.4834953 2 DGK -10.63789 2 Aditif 9.9339812 2 minan Do -51.15932 Konstribusi Lini (%) 43.015643 Konstribusi Tester (%) 20.708273 Konstribusi Lini x Tester (%) 36.276083 Keterangan:Data diolah berdasarkan persentase tanaman yang terinfeksi

Nilai duga parameter genetik berdasarkan analisis lini x tester untuk karakter ketahanan terhadap penyakit bulai disajikan pada Tabel 18. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai duga varians DGK lebih besar dibanding dengan varians DGU, sedangkan nilai duga varians dominan lebih tinggi dibandingkan dengan varians aditif (nilai negatif lebih tinggi daripada nilai positif). Hal ini menunjukkan bahwa aksi gen-gen non-aditif (alel-alel dominan dan dominan sebagian) yang saling melengkapi pada berbagai lokus yang berbeda pada hibrida F1 memberikan pengaruh yang cukup besar dalam

mengendalikan ketahanan tanaman uji terhadap penyakit bulai. Konstribusi lini terhadap varians total mencapai 43.0%, lebih tinggi daripada konstribusi tester yang mencapai 20.7% dan lini x tester yang mencapai 36.3%.

Heterosis

Nilai heterosis terhadap rata-rata tetua pada 64 persilangan F1 berkisar antara -43.6 sampai 26.7%, sedangkan nilai heterosis terhadap tetua tertinggi berkisar antara -47.2% sampai 22.8% (Tabel 19) (analisis berdasarkan tanaman sehat, nilai positif lebih tinggi dari negatif). Beberapa rekombinasi persilangan memiliki nilai heterosis positif, yaitu 54 rekombinasi (54.7% dari semua kombinasi) untuk nilai heterosis terhadap rata-rata tetua dengan kisaran 0.6% sampai 26.7% dan 21 rekombinasi (32.8% dari semua kombinasi) dan untuk nilai heterosis terhadap tetua tertinggi dengan kisaran 0.9% sampai 22.8%. Nilai heterosis tertinggi diperoleh dari rekombinasi persilangan lini Nei9008+o2-24 (L5)// MR10+o2-30 (T6). Nei9008+o2-24 (L5) memiliki nilai DGU tidak nyata, sedangkan tester MR10+o2-30 (T6) nilai DGU-nya nyata tertinggi. Hasil persilangan dari kedua galur tersebut menunjukkan DGK yang nyata, tetapi bukan merupakan DGK tertinggi.

Menurut Poehlman dan Borthakur (1977), persilangan antara galur/tetua yang yang memiliki latar belakan genetik yang jauh akan menghasilkan keturunan silang tunggal yang mempunyai nilai heterosis tinggi dibanding tetua yang latar belakang genetiknya yang dekat. Dengan demikian, diduga bahwa rekombinasi persilangan lini dan tester yang memiliki nilai heterosis tinggi pada penelitian ini memiliki jarak genetik yang jauh. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pabendon et al. (2006) dilaporkan bahwa hasil analisis kekerbatan genetik berdasarkan 39 lokus SSR, galur Nei9008 dan MR10 berada pada klaster yang berbeda. Dengan demikian, secara gentik, galur asal dari kedua kelompok inbrida yang digunakan pada penelitian ini memiliki kekerabatan yang jauh. Beberapa rekombinasi lini x tester yang memiliki nilai heterosis negatif diduga karena kedua galur asal yang digunakan pernah disilangkan dengan CML161 sebagai sumber gen mutan resesif homosigot opaque-2 sebelum dilakukan silang balik sehingga didug beberapa diantara kelompok lini dan tester masih memiliki jarak genetik yang dekat.

Rekombinasi persilangan yang mempunyai nilai heterosis tertinggi bukan berasal dari rekombinasi yang memiliki efek DGK tertinggi. Namun demikian, rekombinasi persilangan yang efek DGK-nya nyata, pada umumnya memiliki nilai heterosis yang

nilai heterosisnya juga lebih tinggi karena nilai heterosis relatif terhadap tetuanya