6 Uji laboratorium tanah dan jaminan mutu .1 Uji laboratorium
6.1.7 Sifat fisik tanah
Sifat fisik tanah digunakan untuk menggolongkan tanah dan mengetahui sifat-sifat dasar tanah, seperti kadar air, berat jenis, distribusi ukuran butir, konsistensi dan hubungan antara kadar air versus kepadatan.
6.1.7.1 Kadar air
Uji kadar air bertujuan untuk mengukur jumlah air yang ada dalam tanah sesuai dengan berat keringnya, dan untuk memperoleh karakteristik kuat geser, penurunan, dan parameter lainnya secara korelasi empirik. Uji ini dapat dilakukan dengan standar uji SNI 03-1976 atau ASTM D 4959.
Prosedur uji dilakukan dengan cara mengeringkan tanah dalam oven pada temperatur 110 ± 50 C dengan berat tetap (penguapan air bebas), yang biasanya dilakukan selama 12 jam sampai dengan 18 jam.
Penjelasan hasil uji diuraikan sebagai berikut.
a) Pengukuran kadar air tanah biasanya digunakan pada prosedur uji laboratorium. Jika kadar air tanah digabungkan dengan data uji lain, akan menghasilkan informasi karakteristik tanah yang signifikan. Jika kadar air contoh di lapangan berada di bawah permukaan freatik mendekati batas cair, akan memberikan indikasi bahwa contoh dalam keadaan alami yang rentan mengalami penurunan konsolidasi yang lebih besar.
b) Kesalahan yang serius akan terjadi jika tanah terdiri atas komponen lain, seperti hasil minyak atau bahan padat yang mudah terbakar. Jika tanah terdiri atas bahan organik berserat, penyerapan air dapat terjadi dalam serat organik maupun rongga pori. Prosedur uji tidak membedakan antara air pori dan air yang terserap dalam serat organik (walaupun prosedur uji menyarankan sebaiknya evaluasi tanah organik dilakukan pada temperatur lebih rendah dari 600 C untuk mengurangi dekomposisi tanah organik berat). Oleh karena itu, kadar air yang teruji akan berupa kehilangan kadar air total daripada kehilangan kadar air bebas (dari rongga pori). Hal ini akan menunjukkan kesalahan serius dalam penentuan batas-batas Atterberg.
6.1.7.2 Berat jenis
Tujuan uji berat jenis adalah untuk mengukur berat jenis butiran tanah. Uji ini dilakukan dengan mengacu pada standar uji SNI 03-1964 / ASTM D 854.
Prosedur uji dilakukan dengan cara mengukur berat jenis sebagai rasio berat dengan volume tertentu bahan padat tanah pada temperatur tertentu terhadap berat air suling dengan volume yang sama pada temperatur tersebut, yang diambil dalam temperatur udara.
Penjelasan uji diuraikan sebagai berikut.
a) Beberapa istilah kualifikasi seperti sebenarnya (true), absolut, nyata, bongkahan atau massa dan lain-lain kadang-kadang ditambahkan pada berat jenis. Istilah tersebut memodifikasi arti berat jenis, apakah mengacu pada butiran tanah atau massa tanah. Butiran tanah mempunyai rongga-rongga pori lulus air dan tidak lulus air. Jika pori-pori internal butiran tanah dikeluarkan untuk menentukan volume butiran sebenarnya, berat jenis yang diperoleh disebut berat jenis absolut atau sebenarnya.
b) Campuran tanah dan air yang tertutup selama uji sangat diperlukan untuk mengukur berat jenis absolut atau sebenarnya.
c) Nilai berat jenis diperlukan untuk menghitung angka pori tanah, yang akan digunakan dalam analisis hidrometer dan untuk memperkirakan berat volume tanah (lihat Tabel 4). Kadang-kadang berat jenis dapat digunakan dalam klasifikasi mineral tanah, misalnya mineral besi yang mempunyai nilai berat jenis lebih besar daripada silika.
6.1.7.3 Berat volume
Pengukuran berat volume contoh tanah tidak terganggu di laboratorium, dilakukan secara sederhana dengan menimbang bagian contoh tanah dan membaginya dengan volume (SNI- 03-3637-1994). Hal ini sebaiknya dilakukan untuk contoh tabung dinding tipis (Shelby) maupun contoh tabung lainnya. Kadar air harus dihasilkan pada waktu yang sama untuk memberikan konversi yang diperlukan dari berat volume total hingga berat volume kering.
Jika contoh tidak terganggu tidak tersedia, berat volume dievaluasi dari hubungan berat volume antara kadar air dan atau angka pori maupun derajat kejenuhan yang diasumsi atau yang teruji (lihat Tabel 5). Metode tambahan yang menggunakan data uji di lapangan diuraikan dalam buku pedoman volume III.
6.1.7.4 Analisis saringan
Uji analisis saringan dapat dilakukan dengan mengacu pada standar uji ASTM D 422 dan ASTM D 1140. Tujuan uji analisis saringan adalah untuk mengukur persentase berbagai ukuran butir. Distribusi ukuran butir digunakan untuk menentukan klasifikasi tekstur tanah (misal kerikil, pasir, lempung lanauan, dan lain-lain) yang akan digunakan dalam evaluasi karakteristik teknik seperti kelulusan air, kekuatan dan potensi swelling.
Prosedur uji dilakukan dengan cara mencuci contoh yang representatif dan disiapkan melalui serangkaian saringan. Gambar 48 memperlihatkan pemilihan saringan dan ukuran butiran tanah. Jumlah material yang tertahan pada masing-masing saringan dikumpulkan dalam keadaan kering dan ditimbang untuk mengukur persentase material yang melewati ukuran saringan itu. Gambar 49 memperlihatkan beberapa distribusi ukuran butir yang diperoleh dari metode saringan dan hidrometer yang meliputi lempung, lanau dan berbagai jenis pasir alami.
Penjelasan uji diuraikan sebagai berikut.
a) Untuk mendapatkan benda uji yang representatif, kadang-kadang perlu dilakukan penghancuran bongkah-bongkah sebelum contoh uji dikeringkan atau dicuci. Namun, pengujian perlu dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari terjadinya penghancuran butiran, seperti pada karbonat lunak atau pasir. Jika tanah terdiri atas sejumlah bahan material organik berserat, kemungkinan dapat terjadi penyumbatan lubang saringan selama pencucian. Material yang tertinggal di atas saringan selama pencucian harus digoyang dengan konstan untuk mencegah terjadinya penyumbatan.
b) Saringan halus (< No.200) mudah mengalami kerusakan karena penanganan dan penggunaan yang berkali-kali, sehingga harus sering diganti. Cara memilih saringan yang harus diganti dilakukan dengan pemeriksaan berkala pada bagian kerangka susunan saringan. Susunan saringan harus tetap dalam keadaan tegang, jika melentur akan mudah berubah dan harus diganti. Penyebab kesalahan umum adalah penggunaan saringan yang tidak baik. Banyak partikel tanah yang karena bentuk, ukuran atau karakteristik adhesi, mempunyai kecenderungan tersumbat dalam lubang saringan.
Gambar 48 Contoh saringan untuk uji distribusi ukuran butir di laboratorium
Dari kanan ke kiri saringan No. 3/8-in (9,5 mm), No. 10 (2,0 mm), No.40 (250 m) dan No. 200 (750 m); dan contoh ukuran butiran tanah yang terdiri atas (kanan ke kiri) kerikil sedang, kerikil halus, pasir sedang-kasar, lanau dan
Gambar 49 Kurva ukuran butir yang representatif untuk beberapa jenis tanah 6.1.7.5 Analisis hidrometer
Uji analisis hidrometer dapat dilakukan dengan mengacu pada standar uji SNI 03-3422-1994 atau ASTM D 1140.
Tujuan uji ini adalah untuk mengukur distribusi (persentase) ukuran butiran yang lebih kecil daripada saringan No.200 (<0,075 mm) dan mengidentifikasi persentase lanau, lempung dan koloida dalam tanah.
Prosedur uji dilakukan dengan cara mencampur tanah yang melewati saringan No.200 dengan dispersant dan air suling, lalu ditempatkan dalam gelas ukur dalam keadaan suspensi cair. Berat jenis campuran diuji secara berkala dengan menggunakan hidrometer, yang dikalibrasi untuk mengukur laju penurunan butiran tanah. Ukuran relatif dan persentase butiran halus diukur berdasarkan hukum Stokes yaitu untuk pengendapan butiran bulat.
Penjelasan uji diuraikan sebagai berikut.
a) Nilai utama analisis hidrometer adalah mendapatkan fraksi lempung (persentase yang lebih halus daripada 0,002 mm). Hal ini disebabkan karena perilaku tanah kohesif yang utama bergantung pada jenis dan persentase mineral lempung, sejarah geologi deposit, dan kadar air daripada distribusi ukuran butiran.
b) Hasil pengukuran dapat diperoleh jika tanah terdiri atas unsur-unsur mineral biasa. Hasil ini dapat diubah dan terjadi kesalahan jika komposisi tanah tidak diperhitungkan terhadap berat jenis benda uji. Namun, ukuran butir tanah organik berat tidak dapat diukur dengan menggunakan metode ini.
6.1.7.6 Batas-batas Atterberg
Uji batas-batas Atterberg dapat dilakukan dengan mengacu pada standar uji SNI 03-1966-1990 dan SNI 03-1967-1990 atau ASTM D 4318.
Tujuan uji ini adalah menggambarkan konsistensi dan plastisitas tanah berbutir halus dengan perubahan derajat kadar air.
Uraian prosedur dan penjelasan uji adalah sebagai berikut. a) Prosedur uji
Kadar air dari bagian tanah yang melewati saringan No.40 dapat diubah-ubah untuk mengidentifikasi tiga tahapan perilaku tanah sesuai dengan konsistensinya. Tahapan tersebut dikenal sebagai batas cair (LL), batas plastis (PL) dan batas susut (SL) tanah, dengan penjelasan sebagai berikut.
1) Batas cair (LL) ditentukan sebagai kadar air dengan 25 ketukan alat batas cair (Gambar 50a) yang dapat menutup potongan alur standar dalam ketukan tanah berjarak 12,7 cm. Prosedur pengganti (di Eropa dan Canada) telah dilakukan dengan menggunakan alat konus jatuh (fall cone) untuk mendapatkan hasil uji yang lebih baik (Gambar 50b).
2) Batas plastis (PL) adalah kadar air pada saat gulungan kecil tanah yang digulung pada diameter 3 mm akan pecah/hancur.
3) Batas susut (SL) ditentukan sebagai kadar air yang jika kekurangan air tidak akan mengalami perubahan volume dengan adanya pengeringan selanjutnya.
Gambar 50 Uji batas cair dengan (a) alat mangkok manual Casagrande; (b) konus jatuh elektrik (electric fall cone)
b) Penjelasan hasil uji
1) Batas-batas Atterberg memberikan indeks umum kadar air relatif terhadap konsistensi dan sifat tanah. LL menunjukkan perubahan cair atau semi padat, sementara PL menunjukkan batas padat. Perbedaannya didefinisikan sebagai indeks plastisitas (PI = LL – PL).
2) Indeks cair disebut LI = (w-PL)/PI adalah indikator sejarah tegangan, LI ≈ 1 untuk tanah terkonsolidasi normal (NC), dan LI ≈ 0 untuk tanah yang terkonsolidasi berlebih (OC). Nilai tersebut merupakan nilai perkiraan dan empiris yang dikembangkan untuk keperluan agronomik. Berdasarkan penggunaan secara luas oleh tenaga ahli geoteknik, telah dihasilkan pengembangan hubungan empiris penggolongan tanah secara kasar.
3) Dengan mempertimbangkan ringkasan dan manual sifat dasar dari prosedur uji, batas-batas Atterberg harus dilakukan hanya oleh teknisi yang berpengalaman untuk menghindari kesalahan hasil uji.
6.1.7.7 Uji kompaksi (hubungan antara kadar air dan kepadatan)
Uji kompaksi dapat dilakukan dengan mengacu pada standar uji SNI 03-1742-1989 atau ASTM D 698 (Standar Proctor), SNI 03-1743-1989 atau D 1557 (modifikasi Proctor).
Tujuan uji ini adalah untuk mengetahui kepadatan kering maksimum yang diperoleh di bawah tenaga pemadatan nominal tertentu untuk suatu tanah dan kadar air optimum sesuai dengan kepadatan.
Uraian prosedur dan penjelasan uji adalah sebagai berikut. a) Prosedur uji
1) Uji kompaksi dilakukan pada tanah terganggu yang disiapkan dengan atau tanpa bahan aditif.
2) Pada umumnya tanah dengan butiran yang melewati saringan No.4 dicampur dengan air untuk membentuk contoh dengan berbagai kadar air yang berkisar dari keadaan kering hingga basah.
3) Contoh-contoh ini dipadatkan berlapis-lapis dalam sebuah cetakan dengan menggunakan palu sesuai dengan tenaga pemadatan (kompaksi) nominal tertentu.
4) Kepadatan kering diukur berdasarkan kadar air dan berat volume tanah yang dipadatkan. 5) Kurva kepadatan kering versus kadar air digambarkan pada Gambar 51 dan ordinat maksimum pada kurva ini diacu sebagai kepadatan kering maksimum (γdmax). Kadar air yang menyebabkan terjadinya kepadatan kering disebut kadar air optimum (OMC).
b) Penjelasan uji
1) Dalam konstruksi tanggul jalan raya, bendungan urugan tanah, tembok penahan tanah, fondasi bangunan dan fasilitas lainnya, tanah lepas harus dipadatkan untuk meningkatkan kepadatannya. Pemadatan akan meningkatkan sifat-sifat kekuatan dan kekakuan tanah, mengurangi besarnya penurunan bangunan yang tidak diinginkan, dan menambah stabilitas lereng dan tanggul.
2) Kepadatan tanah didefinisikan sebagai berat volume kering γd (berat tanah kering dibagi dengan volume bongkahan tanah) yang merupakan ukuran jumlah material padat yang ada dalam satuan volume. Semakin besar jumlah material padat, semakin kuat dan lebih stabil tanah tersebut.
3) Untuk menghasilkan ukuran relatif pemadatan, digunakan konsep pemadatan relatif. Pemadatan relatif adalah rasio (dinyatakan dalam persentase) kepadatan tanah insitu terhadap kepadatan maksimum dari hasil uji pemadatan. Hal ini biasanya diperlukan untuk menentukan pencapaian tingkat pemadatan relatif tertentu (misal 95%) dalam konstruksi atau persiapan fondasi, tanggul, lapisan dasar dan sub dasar jalan aspal, dan untuk deposit yang sangat dalam seperti pasir lepas. Desain dan pemilihan metode penempatan untuk memperbaiki karakteristik kekuatan, perlawanan dinamik dan konsolidasi deposit sangat bergantung pada hasil uji pemadatan relatif.
4) Selama pemadatan beberapa jenis benda uji, berat volume total dari masing-masing benda uji yang dipadatkan diuji pada setiap kadar air, dan kedua jenis sifat tanah akan digunakan untuk mendapatkan parameter yang diperlukan seperti berikut
(1) Gs w = S e
(2) γt = Gsγw (1+w)/(1+e).
5) Berat volume kering diperoleh dengan rumus γd = γt /(1+w). Hal ini cocok untuk mengambarkan kurva angka pori udara nol (ZAV) pada grafik kadar air vs kepadatan, sesuai dengan kadar jenuh 100% (lihat Gambar 51). Respon kurva kompaksi teruji tidak boleh jatuh pada atau di atas garis ZAV. Kepadatan kering maksimum yang ditemukan sebagai nilai puncak sering kali sesuai dengan tingkat kejenuhan antara 70 - 85 %.
Gambar 51 Hubungan antara kadar air vs kepadatan yang representatif dari hasil uji kompaksi standar
6) Jika dalam konstruksi harus digunakan berbagai jenis tanah, uji hubungan kadar air vs kepadatan untuk masing-masing jenis tanah utama harus tersedia di lapangan.
7) Jika digunakan bahan aditif seperti semen Portland, gamping, atau abu-terbang untuk menentukan kepadatan maksimum tanah campuran yang dipadatkan di laboratorium, harus diperhatikan kemunduran pengerjaan dengan waktu yang sama antara pencampuran dan pemadatan di lapangan. Bahan aditif kimia ini akan segera mulai bereaksi pada waktu ditambahkan dalam tanah basah, yang menyebabkan perubahan sifat tanah termasuk kepadatan tanah akibat kompaksi. Jika lamanya waktu antara pencampuran dan pemadatan di lapangan diharapkan mencapai tiga jam, di laboratorium pun pemadatan tanah harus diatur berlangsung selama tiga jam setelah pencampuran keseimbangan aditif.
8) Kepadatan relatif (DR) (ASTM D 4253) merupakan parameter penting dalam perkiraan karakteristik teknik tanah butiran yang ditentukan dengan rumus
DR = 100 (emax - e) / (emax - emin) ... (29)
yang dapat juga dinyatakan dalam berat volume kering. Pembahasan DR lebih lanjut diberikan dalam buku pedoman volume III.
6.1.7.8 Klasifikasi tanah
Tujuan uji klasifikasi tanah adalah untuk memberikan informasi ringkas jenis dan karakteristik dasar tanah, manfaatnya sebagai material konstruksi bangunan atau fondasi, unsur pokok, dan lain-lain. Uji ini dapat dilakukan dengan mengacu pada standar uji ASTM D 2487 dan D 3282.
Prosedur uji dilakukan dengan cara
a) Pengelompokan tanah dikategorikan berdasarkan hasil-hasil uji sifat fisik tanah.
b) Untuk nama kelompok dan simbol disusun sesuai dengan The Unified Soil Classification System (USCS)-ASTM D 3282 atau ASTM D 2487.
Penjelasan uji diuraikan sebagai berikut.
Pada umumnya deskripsi/klasifikasi tanah dinyatakan dengan aspek-aspek yang terdiri atas a) Konsistensi nyata (untuk tanah berbutir halus) atau sifat kepadatan (untuk tanah berbutir
kasar), sifat kadar air, deskripsi warna.
b) Nama jenis tanah mineral ditambah dengan “y” yaitu komponen mineral butiran halus <30%, tetapi >12% atau komponen mineral butiran kasar ≥ 30%.
c) Gambaran sifat jenis tanah utama, sifat distribusi ukuran butiran kerikil dan pasir, sifat plastisitas dan tekstur tanah (lanauan atau lempungan) untuk lanau atau lempung inorganik dan organik.
d) Nama jenis tanah utama (semua huruf besar), sifat deskriptif “dengan” untuk jenis tanah mineral berbutir halus sebesar 5 - 12% atau untuk jenis tanah mineral berbutir kasar sebesar < 30% tetapi ≥ 15%, dan istilah deskriptif untuk jenis-jenis tanah mineral.
e) Gangguan misalnya pembetonan, sementasi. f) Pengelompokan nama dan simbol mengikuti USCS.
g) Nama geologi jika diketahui ditulis dalam tanda kurung atau kolom catatan.
6.1.7.9 Korosivitas tanah
Tujuan uji korosivitas tanah adalah untuk mengetahui sifat agresif dan korosivitas tanah, pH, kadar sulfat dan klorida tanah. Uji ini dapat dilakukan dengan mengacu pada standar uji ASTM G 51, D 512, D 1125, D 2976, D 4230, D 4972.
Uraian prosedur dan penjelasan uji adalah sebagai berikut. a) Prosedur uji
1) Pada umumnya pH tanah ditentukan secara elektromagnetik dengan alat ukur pH potentiometer yang dilengkapi dengan sistem elektrode gelas pencahar (calomel) yang dikalibrasi dengan kain penggosok yang telah diketahui pH-nya.
2) Pengujian biasanya dilakukan pada suspensi tanah, air dan atau larutan alkali (misalnya kalsium klorida).
b) Penjelasan uji
1) Karena lingkungan atau komposisi tanah dapat bervariasi dalam derajat keasaman atau sifat alkali seperti yang dihasilkan dengan uji pH.
2) Uji pH perlu dilakukan untuk pengukuran potensi korosi pada tiang logam, gorong-gorong, angker, batang logam, atau pipa yang akan digunakan.
3) Nilai pH merupakan parameter penting untuk evaluasi ketahanan geosintetik.
6.1.7.10 Resistivitas tanah
Tujuan uji resistivitas tanah adalah untuk mengukur potensi korosi tanah. Uji ini dapat dilakukan dengan mengacu pada standar uji ASTM G 57.
Uraian prosedur dan penjelasan uji adalah sebagai berikut. a) Prosedur uji
1) Uji laboratorium untuk mengukur resistivitas tanah dilakukan dengan menggunakan tanah kering yang melewati saringan No. 8. Tanah ini ditempatkan dalam kotak berukuran 10,2 cm x 15,2 cm x 4,5 cm dengan terminal elektrik, yang disambungkan ke sisi-sisi kotak agar tetap berhubungan dengan tanah, lalu disambungkan ke ohmmeter.
2) Pembacaan aliran yang melalui tanah kering dilakukan sebagai garis dasar perlawanan acuan. Kemudian material tanah dipindahkan dan ditambah air suling sebanyak 50 ml sampai 100 ml dan dicampur seluruhnya, serta ditempatkan kembali dalam kotak lalu dilakukan pembacaan lainnya.
3) Konduktivitas (konduktivitas adalah kebalikan dari resistivitas) tanah yang dibaca dengan ohmmeter akan meningkat karena penambahan beban. Prosedur ini diulangi sampai konduktivitas mulai menurun. Konduktivitas tertinggi atau resistivitas terendah digunakan untuk menghitung resistivitas tanah.
4) Metode ini sangat peka terhadap distribusi air dalam tanah, yang ditempatkan dalam kotak. Resistivitas dapat juga berubah secara signifikan dengan adanya larutan garam dalam tanah.
b) Penjelasan uji
1) Bila material konstruksi yang harus digunakan dalam lapisan dasar kemungkinan akan mengalami korosi, perlu dilakukan pengukuran potensi korosi tanah.
2) Uji ini perlu dilakukan secara rutin untuk bangunan yang menggunakan penulangan logam, angker tanah, paku, gorong-gorong, pipa, atau tiang.
6.1.7.11 Kadar organik tanah
Tujuan uji kadar organik tanah adalah untuk membantu penggolongan tanah dan identifikasi karakteristik teknik tanah. Uji ini dapat dilakukan dengan mengacu pada standar uji ASTM D 2974. Uraian prosedur dan penjelasan uji adalah sebagai berikut.
a) Prosedur uji
1) Keringkan benda uji dalam oven (pada 110 ± 50C) untuk mengukur kadar air. Setelah pengukuran kadar air, lanjutkan dengan pemanasan bertahap sampai 4400 C hingga benda uji menjadi debu (tidak ada perubahan massa yang terjadi setelah periode pemanasan berikutnya).
2) Hitung kadar organik dari berat debu yang terjadi.
b) Penjelasan uji
1) Material organik akan mempengaruhi tingkat perilaku tanah. Perilaku tanah dengan kadar organik rendah (< 20% berat) umumnya dikontrol oleh komponen mineral tanah. Jika kadar organik tanah mendekati 20 %, perilaku tanah akan berubah menjadi tanah organik atau tanah seperti gambut.
2) Karakteristik konsolidasi, kelulusan air, kekuatan dan stabilitas tanah sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat material organik. Oleh karena itu, diperlukan pengukuran kadar organik tanah. Suatu jenis tanah organik harus dilengkapi dengan informasi kadar organiknya. 3) Tanah organik adalah tanah yang terbentuk sepanjang umurnya pada daerah yang terjadi
sedimentasi dengan akumulasi tanaman mati dan sedimen. Tanah humus (topsoil) adalah tanah baru yang terbentuk dari campuran tanah dan tanaman. Tanah humus ini tidak cocok untuk bahan konstruksi, karena kadar organik biasanya tidak diketahui.