• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simpulan

.

(1) Permasalahan yang dialami keluarga 1,5 tahun pasca tsunami antara lain: tidak adanya pangan hewani untuk dikonsumsi setiap hari, kesulitan dalam membayar obat-obatan, ketidakmampuan keluarga menyediakan fasilitas untuk keperluan belajar anak di rumah, tempat tinggal/rumah untuk tempat berlingdung anggota keluarga tidak memadai, tidak memiliki cukup pakaian untuk aktivitas yang berbeda serta penghasilan yang didapat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari

(2) Sumberdaya coping yang dimiliki keluarga yakni: (1) karakteristik sosial ekonomi meliputi: jumlah anggota keluarga rata-rata 4 orang, 1.5 tahun pasca tsunami masih ada 15,2% kepala keluarga belum kembali bekerja. Rata-rata pengeluaran keluarga perkapita untuk pangan dan non pangan masing-masing Rp 287.000 dan Rp 260.000 (52% dan 48%) dari total pendapatan. Rata-rata nilai aset yang dimiliki keluarga adalah Rp 20.442.237; (2) ciri-ciri pribadi kepala keluarga meliputi: umur rata-rata 43 tahun dengan tingkat pendidikan umumnya SLTA/sederajat. Tingkat kesehatan selama enam bulan terakhir sebagian besar (87%) cukup baik. Kepribadian kepala keluarga sebagian besar (87%) adalah ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar (93.5%) tergolong positif; dan (3) sebagian besar keluarga (86.2%) menerima dukungan sosial dari berbagai pihak..

(3) Tingkat stres kepala keluarga dengan pendekatan metode Family Inventory of Life sebagian besar (88,4%) termasuk stres minor, dan jika menggunakan metode Holmes dan Rahe, masih ada 44.9% kepala keluarga yang mengalami tingkat stres dengan katagori sedang. Tingkat stres keluarga single parent lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga utuh

(4) Strategi coping yang dilakukan kepala keluarga pasca gempa dan tsunami adalah strategi coping berfokus pada masalah dan strategi coping berfokus pada emosi. Namun demikian, strategi coping yang dilakukan oleh kepala keluarga belum maksimal, baik strategi coping berfokus pada masalah maupun yang berfokus pada emosi masing-masing hanya 44,2% dan 19.1% yang termasuk katagori tinggi.

(5) Dalam hal keberfungsian keluarga, masih terdapat keluarga yang tidak mampu menjalankan fungsinya secara optimal, baik fungsi ekspresif maupun intrumental. Hal ini terbukti masih ada 37.7% keluarga yang tidak mampu menjalankan fungsi intrumental untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya, dan hanya 8,7% keluarga yang tidak mampu melakukan fungsi ekspresif dengan baik. Fungsi ekspresif jauh lebih berfungsi dibandingkan dengan fungsi intrumental.

(6) Hasil regresi menunjukkan dukungan sosial berpengaruh negatif nyata terhadap strategi coping baik yang berfokus pada masalah maupun yang berfokus pada emosi. Selain itu tingkat stres kognitif dan keluarga single parent juga berpengaruh negatif nyata terhadap strategi coping berfokus pada masalah, berbeda dengan masalah kesehatan yang memberikan pengaruh positif nyata terhadap strategi coping berfokus pada masalah. Kepribadian, umur kepala keluarga dan jumlah anggota keluarga berpengaruh positif nyata terhadap strategi coping berfokus pada emosi.

(7) Hasil regresi menunjukkan jumlah anggota keluarga, berpengaruh positif nyata terhadap fungsi keluarga baik fungsi ekspresif maupun instrumental, selain itu pendidikan kepala keluarga dan konsep diri juga berpengaruh positif nyata terhadap fungsi ekspresif, tetapi masalah perumahan berpengaruh negatif nyata terhadap fungsi ekspresif. Seeking social support, tingkat kesehatan kepala keluarga, confrontatif, flanful problem solving, masalah pendidikan dan pakaian berpengaruh positif nyata terhadap fungsi intrumental.

Saran

(1) Sebaiknya penyelesaian masalah yang dihadapi keluarga pasca gempa dan tsunami lebih mengutamakan kepada penyelesaian masalah untuk pemenuhan kebutuhan dasar keluarga, sehingga tidak lagi ditemukan keluarga yang kekurangan pangan, kesulitan dalam hal pengobatan, anak yang tidak sekolah, tinggal di rumah yang tidak memenuhi standar kesehatan dan penghasilan yang didapat cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari

(2) Dalam penanganan masalah korban bencana khususnya dalam hal tempat penampungan seperti barak, sebaiknya memperhatikan tipologi keluarga karena aktivitas keluarga janda dan duda akan berbeda dengan keluarga utuh.

(3)

Setahun pasca bencana masih terdapat kepala keluarga yang mengalami stres dengan katagori sedang, untuk itu masih perlu adanya pendampingan dari pihak psikolog untuk membantu mengatasi stres yang dialami keluarga.

(4) Untuk membantu keluarga agar dapat melakukan strategi coping secara maksimal perlu adanya perhatian, pembinaan dan arahan dari pihak-pihak yang terkait (Pemerintah dan LSM). Pembinaan dan arahan yang dilakukan hendaknya memperhatikan juga masalah tipologi keluarga, karena strategi coping yang dilakukan keluarga janda berbeda dengan strategi coping yang dilakukan keluarga duda dan keluarga utuh. Pada keluarga janda lebih mengedepankan penyelesaian masalah dengan cara mencari dukungan sosial (seeking social support). Keluarga duda melakukan penyelesaian masalah dengan penuh resiko (confrontative), dan keluarga utuh menyelesaikan masalah dengan penuh pertimbangan dan perencanaan (planful problem solving). Dalam melakukan strategi coping secara keseluruhan keluarga janda lebih aktif dibandingkan dengan keluarga duda dan keluarga utuh.

(5) Untuk mengoptimalkan fungsi keluarga baik ekspresif maupun intrumental perlu adanya program intervensi yang diarahkan untuk pemberdayaan keluarga. Program intervensi dapat saja dilakukan oleh pihak pemerintah dan LSM.

(6)

Coping yang dilakukan oleh masyarakat Aceh pasca gempa dan tsunami dipengaruhi oleh berbagai masalah, sumberdaya coping dan tingkat stres. Untuk itu, pemerintah dan LSM yang sedang melakukan program rekonstruksi Aceh harus memperhatikan aspek-aspek tersebut, serta tidak hanya memberikan bantuan fisik yang sifatnya insidentil, namun menanamkan kemandirian kepada masyarakat.

(7) Bantuan yang berlebihan akan berdampak kurang baik bagi masa depan keluarga. Untuk itu perlu adanya program bantuan sosial yang tepat dan akurat sehingga sasaran yang diharapkan tercapai. Untuk penelitian yang sama perlu adanya kajian yang lebih mendalam dan terperinci mengenai instrumen dukungan sosial.

(8)

Berfungsi tidaknya keluarga pasca gempa dan tsunami sangat tergantung kepada masalah yang dihadapi, sumberdaya yang dimiliki dan strategi coping yang dilakukan. Untuk itu pada keluarga yang tidak memiliki cukup sumberdaya untuk menyelesaikan masalah perlu perhatian dan dukungan dari berbagai pihak agar keluarga dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

Dokumen terkait