• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Transportasi Perkotaan Berkelanjutan

Sistem transportasi perkotaan berkelanjutan pada dasarnya merupakan cara pandang dalam perencanaan, manajemen, dan operasional yang bertumpu

pada sisi permintaan (demand side). Oleh karena itu, sistem transportasi

berkelanjutan sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan (sustainable

development) merupakan fungsi-fungsi transportasi yang terdiri dari: fungsi sosial

yaitu aksesibilitas, fungsi ekonomi yaitu kesetaraan, dan fungsi lingkungan yaitu lingkungan.

2.1.1. Aksesibilitas sebagai Fungsi Sosial Transportasi

Transportasi akan berkembang seiring dengan perkembangan aktivitas ekonomi dan kombinasi tiga faktor produksi, yaitu: lahan, pekerja, dan modal serta berkaitan dengan kepuasan manusia dengan perubahan posisi geografis penduduk atau barang (Banister, 1995). Selain itu, permasalahan sosio-ekonomi dalam sistem transportasi ditandai dengan adanya ketidakadilan akses bagi

penduduk dan barang untuk generasi sekarang dan masa depan (Sterner, 2003).

Oleh karena itu, terjadi interaksi antara tata ruang dengan transportasi yang sangat dinamis dan kompleks, dimana sistem transportasi yang baik akan memicu perubahan tata ruang yang berdampak positif maupun negatif atau terciptanya eksternalitas seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Interaksi Transportasi-Tata Ruang Pembangunan

TRANSPORTASI

TATA RUANG Aktifitas

Aksesibilitas Penempatan lokasi Daya tarik lahan Pemilihan lokasi oleh investor Pemilihan lokasi oleh pengguna Pemilihan moda Pemilihan rute Volume lalulintas Waktu tempuh/ jarak/biaya Pemilihan tujuan Keputusan melakukan perjalanan Ketersediaan kendaraan

13

Interaksi tersebut berjalan secara terus menerus dalam suatu siklus sistem tata ruang dan transportasi menuju suatu kesetimbangan (Wegener, 1996).

Selain itu, perubahan penggunaan lahan dan transportasi akan berimplikasi

pada: pergerakan lalu-lintas masa depan, lingkungan bagi pembangunan, dan faktor ekonomi pembiayaan transportasi serta perubahan nilai lahan, pekerja, dan produksi industri pada suatu kota atau wilayah (Dicken, 1990).

Penggunaan lahan kota ditentukan oleh: aksesibilitas, interaksi manusia, dan komunikasi yang timbul sebagai akibat adanya pola kegiatan dalam kota karena tujuan pergerakan dan kegiatan domestik (masyarakat). Selain itu, ditentukan pula oleh: perilaku masyarakat, kehidupan ekonomi, dan kepentingan

umum (Edwards, 1992).

Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) disusun dengan tujuan terselenggaranya layanan transportasi yang mengutamakan kepentingan umum (Dikun, 2002) mencakup: kesehatan dan keselamatan (perlindungan), kenyamanan, efisiensi dan hemat energi, kualitas lingkungan, persamaan dan pilihan sosial, dan pelayanan dan kemudahan (aksesibilitas).

Faktor aksesibilitas merupakan akibat dari adanya aliran komoditi barang dan jasa dalam perekonomian pasar secara spasial dalam bentuk kegiatan yang dapat dihitung berdasarkan jumlah waktu dan jarak tempuh dari suatu tempat ke tempat lainnya atau cara deskriptif menjelaskan tingkat kemampuan suatu kawasan dalam menyelenggarakan transportasi antara elemen manusia, barang, dan ide ke kawasan lainnya (Hong, 2005).

Suatu kawasan yang mempunyai sarana transportasi yang baik merupakan lokasi yang lebih aksesibel (aksesibilitas tinggi) atau sebagai ukuran kenyamanan dan kemudahan bentuk penggunaan lahan yang berinteraksi satu sama lain. Ukuran tersebut sangat subyektif, sehingga diperlukan ukuran kinerja kuantitatif (terukur) dalam menyatakan aksesibilitas atau kemudahan (Warpani, 1990). Salah satu implikasi negatif adalah pada saat beban arus pergerakan mulai mengganggu keseimbangan kapasitas jalan jaringan kota, dimana aksesibilitas yang diharapkan tidak optimal atau tidak aksesibel lagi karena telah terjadi tundaan dan kemacetan.

2.1.2. Kesetaraan sebagai Fungsi Ekonomi Transportasi

Pengembangan transportasi sangat terkait dengan perekonomian suatu kota, sehingga sistem transportasi menjadi sangat kompleks. Pentingnya

hubungan antara kegiatan perkotaan dengan pelayanan transportasi sangat berkaitan dengan tujuan dasar sistem transportasi perkotaan (Tamin, 2005) yaitu menyebarluaskan dan meningkatkan aksesibilitas, memperluas kesempatan perkembangan kegiatan perkotaan, dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya kota.

Beberapa metodologi sistem perkotaan dan transportasi pada beberapa kota akan berpengaruh pada kebijakan transportasi dan penggunaan lahan terutama pada proses terbentuknya pola perjalanan. Studi yang dilakukan oleh

Meyer dan Thompson dalam Tamin (1997) telah mengklasifikasikan komponen

utama penggunaan lahan dan transportasi sebagai struktur kegiatan yaitu: proyeksi aktivitas ekonomi dan populasi, peramalan penggunaan lahan, estimasi bangkitan pergerakan, peramalan distribusi lalulintas, peramalan pembagian moda, pembebanan lalulintas, dan disain dan evaluasi.

Selain itu, kesejahteraan manusia sebagai sasaran pembangunan terkait erat dengan kebutuhan dasar yang harus terpenuhi sesuai daya dukung lingkungan yang salah satunya adalah adanya derajat kebebasan untuk memilih (Zubair, 2000). Oleh karena itu, maka fungsi ekonomi transportasi tidak dapat dipisahkan dari kebebasan atau kemampuan individu masyarakat dalam mendapatkan pelayanan angkutan umum, baik dari sisi tarif yang terjangkau maupun dari sisi radius pelayanan.

Perencanaan kota dan transportasi masa depan diharapkan dapat memanfaatkan jaringan jalan yang telah ada untuk mengembangkan sistem transportasi publik secara terpadu, nyaman dan dapat dijangkau oleh sebagian besar masyarakat serta seyogyanya dirancang secara ekonomis dibandingkan

dengan membangun sistem jaringan perkereta-apian yang baru atau subway

dengan biaya yang sangat mahal (Rosyidi, 2004).

2.1.3. Lingkungan sebagai Fungsi Lingkungan Transportasi

Paradigma baru dalam pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan manusia juga mempertimbangkan aspek ekosistem (Zubair, 2000). Beberapa faktor transportasi dan lingkungan yang perlu diperhatikan

adalah: emisi dan buangan berupa polusi udara, tanah dan air (natural

environment) yang tidak terbatas, inovasi kendaraan dari sumber energi yang

diperbaharui (sinar matahari), tidak digunakannya sumberdaya alam untuk daur ulang, dan belum dirancangnya suatu sistem transportasi yang meminimalkan

15

penggunaan lahan. Hal tersebut masih kurang mendapat perhatian seperti pada umumnya di kota-kota berkembang atau dunia ketiga lainnya seperti: Bogota,

Brazil, dan Calcutta (Mohan et al.,1998).

Beberapa isu utama lingkungan dan transportasi adalah: kualitas udara,

gas emisi rumah kaca, suara bising (noise), dampak pada biodiversity dan

penggunaan lahan. Komponen utama emisi transportasi mencakup: CO2, CO,

HCs, VOCs, NOx, SO2, PM, dan produksi lainnya yang berbahaya bagi mahluk

hidup (Hensher et al., 2003).

Faktor kelebihan volume lalulintas kendaraan di jalan menjadi penyebab kemacetan yang berdampak pada meningkatnya polusi dan kebisingan yang dapat dikurangi dengan mengembangkan transportasi publik seperti beberapa jenis bus dengan rute atau jangkauan pelayanan yang berbeda (Rosyidi, 2004).

Pada dasarnya untuk memperbaiki sistem transportasi yang berwawasan lingkungan (Sterner, 2003) dapat dilakukan melalui: pengembangan dan penyebaran sumber energi yang bersih dan dapat diperbaharui sebagai kekuatan baru berdasarkan teknologi kendaraan dan pembuatan keputusan yang berkaitan dengan partisipasi pemerintah, perusahaan, dan individu pengguna dalam perumusan regulasi dan kebijakan.

Berdasarkan berbagai hal yang berkaitan dengan faktor-faktor dan isu transportasi di atas, maka serangkaian pemahaman sistem transportasi perkotaan berkelanjutan disimpulkan (Matsumoto, 1998) sebagai berikut:

1) pembatasan emisi dan buangan di daerah yang mampu menyangga dengan sumber energi diperbaharui dan komponen daur ulang untuk meminimalisasi penggunaan lahan;

2) memberikan keadilan akses bagi penduduk dan barang dalam membantu meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup setiap generasi; dan

3) mempunyai kemampuan keuangan/ekonomi dan operasional yang maksimal. Prinsip dasar transportasi berkelanjutan (Tamin, 2007) adalah aksesibilitas, keadilan sosial, berkelanjutan lingkungan, kesehatan dan keselamatan, partisipasi publik dan transparansi, ekonomis dan murah, informasi dan analisis,

advokasi, capacity building, dan jejaring. Oleh karena itu, sistem transportasi

berkelanjutan yang diharapkan dalam pembangunan kota dan kawasan lebih difokuskan pada aksesibilitas dan mobilitas dibanding tujuan lainnya.

Dokumen terkait