• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usahatani merupakan suatu industri biologis yang memanfaatkan materi dan proses hayati untuk memperoleh laba yang layak bagi pelakunya yang dikemas dalam berbagai subsistem mulai dari subsistem praproduksi, produksi, panen, pascapanen, distribusi, dan pemasaran (Adnyana, 2001). Menurut Rifai dalam Soehardjo dan Dahlan (1973) usahatani adalah setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang diperuntukan bagi produksi di lapangan pertanian, dimana tatalaksana organisasi tersebut dilaksanakan oleh seseorang atau sekumpulan orang-orang. Defenisi usahatani menurut Fardiyanti dalam Sunarso (2005) adalah kegiatan dibidang pertanian yang mengorganisasikan alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan untuk produksi dibidang pertanian. Usahatani merupakan kegiatan yang menggunakan faktor produksi (sumberdaya alam, modal dan tenaga kerja) untuk menghasilkan produk pertanian yang bermanfaat bagi manusia.

Faktor-faktor produksi dalam usahatani antara lain: faktor produksi alam, faktor produksi tenaga kerja, faktor produksi modal dan pengelolaan. Modal menurut Soehardjo dan Dahlan (1973) adalah barang-barang bernilai ekonomi yang digunakan untuk menghasilkan tambahan kekayaan atau meningkatkan produksi. Modal dalam usahatani yaitu:

1. Tanah beserta bagian-bagian yang terdapat di atasnya seperti tanggul saluran air.

3. Alat-alat pertanian dan mesin; alat-alat sederhana yaitu: bajak, garu, cangkul, linggis, mesin traktor, pengolah tanah, mesin penanam dan mesin pemungut hasil.

4. Tanaman dan ternak.

5. Sarana produksi pertanian yang terdiri dari, bibit, pupuk, obat, pengendali hama dan penyakit tanaman.

6. Uang tunai untuk membeli perlengkapan produksi yang diperlukan.

Menurut Mosher dalam Soehardjo dan Dahlan (1973) pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisasi dan mengkoordinasi penggunaan faktor-faktor produksi seefektif mungkin sehingga produksi pertanian memberikan hasil yang lebih baik. Dalam pengambilan keputusan, patani dihadapkan pada berbagai prinsip usahatani yaitu:

1. Penentuan perkembangan harga

Penentuan tentang harga faktor produksi dan komoditas yang akan diusahakan relatif penting karena keuntungan usaha tergantung pada harga yang berlaku;

2. Kombinasi beberapa cabang usaha

Jika terdapat lebih dari satu cabang usaha, seorang petani akan dihadapkan pada pilihan kombinasi yang baik sehingga didapatkan keuntungan yang setinggi-tingginya dalam setahun;

3. Pemilihan cabang usaha

Penentuan cabang usahatani dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik dan ekonomi seperti: luas lahan usahatani, tipe usahatani, produktivitas tanah, persediaan tenaga kerja, biaya mendirikan cabang usaha, keadaan harga diwaktu cabang usaha itu menghasilkan;

4. Penentuan cara produksi

Penentuan cara produksi terdiri atas: penentuan jumlah dan jenis pupuk yang digunakan, jarak tanam, cara bercocok tanam dan lain sebagainya; 5. Pembelian sarana produksi yang diperlukan

Petani perlu menentukan apakah uang yang dimilikinya hendak digunakan untuk membeli makanan, pupuk atau membeli peralatan; 6. Pemasaran hasil pertanian

Masalah pemasaran yang sering dihadapi petani adalah waktu, tempat, cara penjualan, kualitas produksi, cara pengepakan yang efisien, alat yang digunakan dan lain-lain;

7. Pembiayaan usahatani

Biaya jangka panjang (biaya pengembangan dan perluasan usaha) dan biaya jangka pendek (biaya pertanaman, biaya perbaikan alat, serta biaya hidup petani dan keluarganya selama menunggu musim panen); dan 8. Pengelolaan modal dan pendapatan

Perubahan usahatani kearah yang lebih komersiil untuk memperoleh peningkatan pendapatan merupakan masalah karena kurangnya modal yang mereka miliki. Pendapatan yang diperoleh dari hasil produksi kebanyakan ditujukan untuk komsumsi keluarga.

Usahatani dapat digolongkan dalam dua kategori yaitu subsistem dan komersial. Usahatani subsistem diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dengan penggunaan alat yang masih sederhana, sedangkan usahatani komersial lebih berorientasi bisnis dan diarahkan pada pemenuhan permintaan pasar agar keuntungan yang diperoleh semakin besar.

Sistem usahatani dikatakan berkelanjutan jika dalam pengelolaannya menerapkan teknologi yang ramah lingkungan atau tidak menimbulkan eksternalitas negatif pada lingkungan baik lingkungan biofisik maupun lingkungan sosial ekonomi pada tingkat mikro maupun makro. Menurut Adnyana (2001) beberapa strategi yang dapat diterapkan sebagai suatu upaya untuk mewujudkan sistem usahatani berkelanjutan, yaitu (1) sistem usahatani yang ingin dicapai sedapat mungkin diwujudkan melalui pemanfaatan sumberdaya internal untuk mensubtitusi penggunaan sumberdaya eksternal; (2) mengurangi penggunaan pupuk buatan yang bersumber dari sumberdaya yang tidak dapat pulih; (3) menekan intensitas penggunaan pestisida dan herbisida serta penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) secara massal; (4) memperluas penerapan rotasi tanaman dan diversifikasi horizontal untuk meningkatkan kesuburan tanah, pengendalian hama penyakit, meningkatkan produktivitas dan menekan risiko; dan (5) mempertahankan residu tanaman maupun input eksternal serta penanaman tanaman penutup tanah guna mempertahankan kelembaban dan kesuburan tanah.

Menurut Suryana et al. (1998) konsep berkelanjutan mengandung pengertian bahwa pengembangan produk pertanian harus tetap memelihara kelestarian sumberdaya alan dan lingkungan hidup guna menjaga keberlanjutan pertanian dalam jangka panjang lintas generasi (inter-generational sustainability), antara lain dengan mengembangkan sistem usahatani konservasi, penerapan

pengendalian hama terpadu (PHT), dan kepatuhan pada prosedur Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pertanian. Perlu pula diterapkan prinsip pengembangan sistem usahatani berkelanjutan. Prinsip ini mengandung ciri bahwa sistem usahatani perlu memiliki kemampuan merespon perubahan pasar, inovasi teknologi yang terus-menerus, menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dan mengupayakan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup (Departemen Pertanian, 2001).

Menurut Pambudy (1999) sejalan dengan perkembangan pembangunan bidang pertanian, kegiatan usahatani perlu pula dilaksanakan melalui pendekatan teknis, terpadu, dan agribisnis: (1) pendekatan teknis, dilakukan dengan tujuan peningkatan produksi pertanian, sehingga dapat memenuhi tuntutan kebutuhan pembangunan pertanian dengan upaya: (a) penggunaan bibit unggul; (b) menekan kejadian hama dan penyakit tanaman melalui kegiatan penolakan, pencegahan, penyelidikan, pemberantasan, dan pengendalian penyakit, dan (c) penggunaan pupuk sesuai dengan kebutuhan tanaman; (2) pendekatan terpadu, dengan cara melakukan pembinaan secara pasif melalui tiga penerapan teknologi, yaitu teknologi produksi, ekonomi dan sosial. Penerapan teknologi produksi dilakukan melalui: perbaikan mutu bibit, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, dan pengelolaan tanah. Sebagai pendukung penerapan teknologi produksi diterapkan pula teknologi ekonomi berupa perbaikan pascapanen dan pemasaran, sedangkan penerapan teknologi sosial dilakukan dengan mengorganisir petani dalam kelompok tani dan koperasi; dan (3) Pendekatan agribisnis, sistem agribisnis berarti pemanfaatan tanah atau lahan sebagai tempat untuk melakukan kegiatan usahatani yang berorientasi pada peningkatan pendapatan petani. Sistem agribisnis juga merupakan kegiatan yang mengintegrasikan pembangunan sektor pertanian secara simultan (dalam arti luas) dengan pembangunan industri dan jasa yang terkait dalam suatu kluster industri (industrial cluster) yang mencakup empat subsistem (Saragih, 2000). Keempat subsistem tersebut adalah: (1) subsistem agribisnis hulu (upstream off-farm agribussiness), yaitu kegiatan ekonomi (produksi dan perdagangan) yang menghasilkan sapronak seperti bibit, pupuk, dan pestisida; (2) subsistem agribisnis budidaya pertanian (on-farm agribussiness), yaitu kegiatan ekonomi yang selama ini disebut sebagai kegiatan budidaya pertanian; (3) subsistem agribisnis hilir (downstream off-farm agribussiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengola dan memperdagangkan hasil pertanian; (4) subsistem

jasa penunjang (supporting institution), yaitu kegiatan yang menyediakan jasa bagi kegiatan usahatani seperti perbankan, asuransi, koperasi, transportasi, Balai Penyuluh Pertanian (BPP), kebijakan pemerintah, lembaga pendidikan dan penelitian.

Menurut Irawan dan Pranadji (2002), agribisnis merupakan sistem terpadu yang meliputi empat bagian (subsistem) yaitu: (1) subsistem pengadaan dan distribusi sarana dan prasarana produksi yang akan dipergunakan sebagai input produksi pada subsistem budidaya; (2) subsistem produksi atau usahatani, yang akan menghasilkan produk pertanian primer, misalnya daging, beras, jagung dan lain-lain; (3) subsistem pengolahan hasil dan pemasaran, dan (4) subsistem pelayanan pendukung, berupa fasilitas jalan, kredit, kebijakan pemerintah dan lain-lain.

Dokumen terkait