• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKSI KOMPOS TKS

9. Penilaian Kinerja Keseluruhan

4.4 Skenario Kebijakan Pengelolaan Limbah Pabrik Kelapa Sawit

Limbah perkebunan kelapa sawit dalam bentuk gas, limbah padat, dan limbah cair berpotensi menyebabkan polusi bila tidak dikelolah dengan baik. Untuk mengelolah limbah yang diproduksi oleh kebun kelapa sawit, diperlukan suatu sistem kontrol yang meliputi pengelolaan pembukaan lahan, pemeliharaan lahan dan panen tandan buah segar di lapangan, serta pengelolahan minyak sawit mentah dan minyak inti sawit termasuk unit pengolahan limbah. Di sisi lain,

limbah dalam bentuk serat, cangkang, tandan kosong sawit, batang, pelepah, dan limbah cair hingga saat ini belum dapat dimanfaatkan secara optimum.

Program produksi bersih di perkebunan kelapa sawit diperlukan untuk memperbaiki efisiensi dan efektifitas penggunaan bahan baku, pemanfatan energi dan sumberdaya lain, guna mewujudkan kepercayaan konsumen domestik maupun internasional terhadap komoditi kelapa sawit. Secara operasional, produksi bersih di perkebunan kelapa sawit merupakan suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan bahan baku, energi, dan sumberdaya mengurangi volume dan toksisitas limbah yang dihasilkan, dan mendaur ulang limbah yang dihasilkan pada produksi (Erningpraja dan Poeloengan, 2004).

Penentuan kebijakan pengelolaan limbah PKS di masa mendatang perlu memperhatikan kebutuhan stakeholder yang terkait dengan pengelolaan limbah PKS di PTPN IV Sumatera Utara di masa yang akan datang. Kebutuhan stakeholder diperoleh dari analisis kebutuhan semua pihak yang berkepentingan terhadap sistem yang dikaji melalui diskusi para pakar dan bantuan kuesioner. Berdasarkan hasil identifikasi faktor dari responden, terdapat 10 faktor yang perlu merupakan kebutuhan stakeholder dalam pengelolaan limbah PKS di PTPN IV. Secara detail disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Kebutuhan stakeholder yang terkait dengan pengelolaan limbah PKS menuju nir limbah

No. Kebutuhan Dekripsi

1. Finansial Ketersediaan dana pengelolaan limbah mencakup biaya administrasi, prasarana dan sarana serta operasional instalasi pengelolaan limbah

2. Penegakan hukum Penegakan hukum secara adil dan konsisten bagi semua pihak yang dinyatakan melanggar hukum karena merusak atau mencemari lingkungan yang menyebabkan penurunan kualitas lingkungan.

3. Sumberdaya manusia Sumberdaya manusia yang secara teknis menguasai bidang pengelolaan lingkungan, khususnya limbah PKS

4. Komitmen PTPN IV Komitmen PTPN IV mulai dari level manajemen sampai staf untuk menerapkan sistem manajemen lingkungan dalam lingkungan perusahaan.

5. Kerjasama lintas sektor dan antar daerah

Kerjasama lintas sektor yang terkait dengan pengelolaan limbah PKS dan antar daerah yang secara administrasi berbatasan sehingga berada dalam satu kesatuan ekosistem.

6. Lembaga penelitian Lembaga penelitian yang melakukan berbagai penelitian untuk menemukan teknologi baru dalam rangka inovasi pengelolaan limbah PKS yang lebih efektif dan efisien.

Lanjutan Tabel 12

No. Kebutuhan Dekripsi

7. Masyarakat di sekitar industri

Masyarakat yang terkena dampak karena tinggal/berada di sekitar kawasan industri PKS

8. Pemahaman masyarakat tentang lingkungan

Pemahaman dan persepsi masyarakat tentang limbah PKS dan dampaknya bagi kehidupan manusia dan lingkungan.

9. Media massa Media massa baik media cetak, elektronik, televisi, dan lain-lain yang berfungsi sebagai kontrol sosial dan berbagai kebijakan pemerintah.

10. Kapasitas pabrik Kapasitas pabrik yang akan menentukan kuantitas/jumlah limbah padat mapun cair yang akan dihasilkan.

Strategi pengelolaan limbah PKS dilakukan dengan pendekatan skenario pengelolaan. Berbagai kemungkinan keadaan di masa depan tersebut diformulasikan dalam bentuk skenario strategi. Pendekatan yang digunakan untuk perumusan skenario pengelolaan limbah PKS di PTPN IV adalah analisis prospektif. Analisis prospektif mampu mengeksplorasi kemungkinan di masa yang akan datang sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan, sehingga dapat dipersiapkan tindakan strategis masa depan dengan cara menentukan faktor-faktor kunci yang berperan penting dalam mencapai keberlanjutan pengelolaan limbah PKS.

Faktor penting dalam pengelolaan limbah PKS di PTPN IV Sumatera Utara di masa yang akan datang diperoleh dari hasil review kebijakan, hasil analisis sistem kinerja perusahaan, dan hasil analisis kebutuhan stakeholder. Sintesis dari semua hasil analisis tersebut disajikan pada Gambar 43.

Gambar 43. Faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan limbah PKS menuju nir limbah

Berdasarkan Gambar 43, terdapat 18 faktor yang diperoleh dari hasil review kebijakan, penilaian kinerja perusahaan, dan analisis kebutuhan. Dari 18 faktor tersebut terdapat tiga faktor yang sama dari ketiga`hasil analisis tersebut sehingga secara keseluruhan diperioleh 15 faktor penting yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan limbah PKS menuju nir limbah yaitu: (1) teknologi pengolahan limbah cair, (2) komitmen pemerintah pusat dan daerah, (3) finansial, (4) peraturan perundang-undangan, (5) sumberdaya manusia, (6) penegakan hukum, (7) Komitmen PTPN IV, (8) kerjasama lintas sektor dan antar daerah, (9) lembaga penelitian, (10) masyarakat di sekitar industri, (11) pemahaman masyarakat tentang lingkungan, (12) media massa, (13) nilai ekonomis limbah, (14) teknologi pengolahan limbah padat, dan (15) Kapasitas pabrik.

Ke-15 faktor tersebut selanjutnya dianalisis tingkat kepentingan dan pengaruhnya dalam pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit menuju nir limbah. Hasil analisis prospektif terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan limbah PKS di PTPN IV dapat dilihat pada Gambar 44.

Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji

Finansial

Komitmen Pemerintah Pusat-Daerah

Sumberdaya Manusia

Peraturan Perundang-Undangan Teknologi Limbah Cair

Penegakan Hukum

Komitmen PTPN IV Kerjasama Lintas Sektor dan Antar

Daerah

Lembaga Penelitian

Masyarakat di Sekitar Industri

Pemahaman Masyarakat tentang Lingkungan

Media Massa Nilai Ekonomis Limbah Teknologi Limbah Padat

Kapasitas Pabrik - 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 - 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 Ketergantungan P e ngar uh

Gambar 44. Tingkat pengaruh dan ketergantungan antar faktor dalam pengelolaan limbah pabrik kelapa sawit menuju nir limbah

Berdasarkan hasil analisis prospektif pada Gambar 48, terdapat empat faktor yang berpengaruh tinggi terhadap tujuan sistem namun ketergantungan

antar faktor relatif rendah, yaitu: (1) kapasitas pabrik kelapa sawit, (2) pengolahan limbah padat, (3) pengolahan limbah cair, dan (4) nilai ekonomis limbah. Kondisi masing-masing faktor tersebut dideskripsikan sebagai berikut. 1. Kapasitas pabrik kelapa sawit

Kapasitas PKS yang tersedia saat ini bervariasi, mulai dari PKS yang berkapasitas 5 ton per jam sampai 60 ton perjam. Kapasitas pabrik yang dibangun di suatu kawasan perkebunan terkait dengan ketersediaan bahah baku. PKS yang berkapasitas 30 ton per jam membutuhkan lebih kurang 6000 ha kebun yang sudah berproduksi. Karena jika dalam waktu satu kali 24 jam, PKS beroperasi selama 20 jam maka diperlukan bahan baku sebanyak 600 ton. PKS yang berkapasitas 30 ton per jam akan dihasilkan sebanyak 138 ton per hari TKS dan 360 m3 LCPKS. Setiap tandan buah segar (TBS) akan menghasilkan TKS sebanyak 23% dan 0,6 m3 LCPKSdari TBS yang diolah.

Pemanfaatan TKS untuk aplikasi lahan akan menghadapi kendala berupa biaya transportasi tinggi, dapat terserang sejenis jamur Orcytes, dan unsur haranya terbatas. Demikian juga pemanfaatan LCPKS, akan menghadapi masalah seperti luas lahan yang dapat ditangani maksimal seluas 150 ha, biaya pemeliharaan tinggi dan memerlukan ijin dari Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal). Untuk itu, di PTPN IV menerapkan sistem pengolahan limbah PKS untuk pupuk organik (kompos). Semakin besar kapasitas PKS akan semakin banyak pula limbah padat dan cair yang dihasilkan.

2. Pengolahan limbah padat

Limbah padat yang dihasilkan dari PKS adalah tandan kosong sawit (TKS), pelepah daun, dan batang pohon sawit. Pemanfaatan limbah padat PKS dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti pupuk, pakan, bahan baku industri, dan lain-lain.

Pada PKS yang berkapasitas 30 ton per jam akan dihasilkan sebanyak 138 ton TKS per hari. Pada saat ini teknologi pengelolaan limbah padat ini baru sebatas untuk bahan baku pembuatan kompos. Pembuatan kompos dari TKS memerlukan LCPKS. Dari 138 ton TKS dapat dihasilkan kompos sebanyak 70 ton per hari.

3. Pengolahan limbah cair

Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) yang ada saat ini adalah menggunakan sistem kolam dengan aerator membutuhkan waktu lebih kurang selama 97 hari. Tahap pengolahan LCPKS dimulai pada kolam pengasaman selama 5 hari, dilanjutkan pada kolam anaerobik primer dan sekunder masing-masing selama 35 hari, pada tahap keempat selama 15 hari pada kolam aerobik dan terakhir proses sedimentasi selama 5 hari. Karena LCPKS mengandung unsur Nitrogen (N), Posfor (P) dan Kalium (K) yang cukup tinggi maka unsur-unsur tersebut dapat dimanfaatkan dalam aplikasi lahan (land application) untuk memperbaiki struktur tanah.

Hasil penelitian PPKS Sumatera Utara bahwa setiap 100 ton LCPKS mengandung unsur N sebesar 50 – 67,5kg; unsur F sebesar 9 – 11 kg; dan unsur K sebesar 100 -185 kg. Pada prinsipnya pemanfaatan LCPKS dalam aplikasi lahan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, memanfaatkan nutrisi, mengurangi pencemaran dan menurunkan BOD < 5000 mg/l. Teknologi pengelolaan LCPKS disamping menggunakan sistem kolam dengan aerator dapat juga menggunakan teknologi pengomposan dalam rangka pemanfaatan unsur hara yang terkandung di dalamnya.

4. Nilai ekonomis limbah

Secara konvensional pengelolaan limbah membutuhkan biaya yang menyebabkan pengeluaran perusahaan menjadi lebih besar. Biaya tersebut diperlukan untuk upah tenaga kerja, penyediaan lahan, transportasi dan teknologi pengolahan limbah. Dengan demikian limbah merupakan external cost bagi perusahaan yang masih menganggap bahwa limbah sebagai sisa produksi yang tidak dapat dimanfaatkan lagi. Jika anggapan ini diubah maka limbah yang tadinya merupakan external cost dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi perusahaan.

Pada PKS limbah padat dan cair yang dihasilkan dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan jika diolah menjadi pupuk organik (kompos). Kompos yang dihasilkan dapat menurunkan jumlah penggunaan pupuk anorganik sehingga dapat menekan biaya produksi dan penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat memperbaiki struktur tanah di areal perkebunan. Jika limbah tidak manfaatkan (diolah kemudian dibuang) maka pihak perusahaan

hanya mengeluarkan biaya tanpa memperoleh manfaat sama sekali dari limbah yang dihasilkan.

Deskripsi kemungkinan perubahan kondisi (state) masing-masing faktor dalam pengelolaan limbah PKS di masa yang akan datang memiliki jumlah kemungkinan yang berbeda. Seperti faktor kapasitas pabrik kelapa sawit hanya memiliki tiga kemungkinan kondisi yang mungkin terjadi, yaitu : 1) menurun karena tidak ada perluasan areal kebun dan terjadi penurunan produktivitas kebun; 2) tetap seperti kapasitas yang ada pada saat ini karena luas areal perkebunan dan TBS yang dihasilkan tidak bertambah dan 3) bertambah karena ada perluasan areal perkebunan dan atau peningkatan produksi TBS.

Faktor teknologi pengelolaan limbah padat hanya memiliki tiga kemungkinan perubahan kondisi yang akan terjadi di masa yang akan datang yaitu: (1) dibuang sebagai limbah yang tidak bernilai dan menimbulkan biaya, (2) diolah menjadi pupuk organik, dan (3) diolah menjadi produk lain yang lebih berniliai ekonomi. Deskripsi kemungkinan perubahan kondisi masing-masing faktor strategis dalam pengelolaan limbah PKS di PTPN IV dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Prospektif faktor kunci dalam pengelolaan Limbah PKS di PTPN IV

No. Faktor

Strategis Keadaan (state) masa depan faktor

1A 1B 1C 1D

1. Kapasitas pabrik

Menurun Tetap Meningkat -

2A 2B 2C 2D

2. Pengelolaan

limbah padat Tidak ada teknologi pengolahan

Mulsa Kompos Penerapan

produksi bersih

3A 3B 3C 3D

3. Pengelolaan

limbah cair Sistem kolam aerasi Aplikasi lahan Kompos Penerapan produksi bersih

4A 4B 4C 4D

4. Nilai ekonomis

limbah Tidak bernilai ekonomi

Memiliki nilai ekonomi

Memiliki nilai ekonomi yang tinggi

-

Sumber: Hasil analisis (2007)

Berdasarkan hasil identifikasi bagaimana elemen kunci dapat berubah dengan menentukan keadaan (state) pada setiap faktor dan memeriksa perubahan mana yang tidak dapat terjadi bersamaan (incompatible) sebagaimana disajikan pada Tabel 13. Sedangkan perubahan faktor yang dapat terjadi bersamaan merupakan skenario-skenario strategi yang mungkin terjadi pada pengelolaan limbah PKS di PTPN IV (Tabel 14).

Tabel 14. Incompatible antar keadaan (state) dari keempat faktor penting dalam pengelolaan limbah PKS di PTPN IV jangka waktu 5 tahun

No. Faktor

Strategis Keadaan (state) masa depan faktor

1A 1B 1C 1D

1. Kapasitas pabrik

Menurun Tetap Meningkat -

2A 2B 2C 2D

2. Pengelolaan limbah padat

Tidak ada teknologi pengolahan

Mulsa Kompos Penerapan

produksi bersih

3A 3B 3C 3D

3. Pengelolaan limbah cair

Sistem kolam aerasi Aplikasi lahan Kompos Penerapan produksi bersih 4A 4B 4C 4D 4. Nilai ekonomis limbah Tidak bernilai ekonomi Memiliki nilai ekonomi Memiliki nilai ekonomi yang tinggi

-

Berdasarkan Tabel 13 dan Tabel 14 disepakati 8 skenario strategi pengelolaan limbah PKS di PTPN IV yaitu: kerugian besar, penurunan kualitas lingkungan, bencana ekologis, bertahan tanpa kemajuan yang berarti, peningkatan kinerja lingkungan perusahaan, pengembangan perusahaan dan perbaikan kinerja lingkungan, siap bersaing, dan memenangkan persaingan. Skenario strategi ini dirumuskan dari hasil memasangkan berbagai kondisi (state) setiap faktor yang mungkin terjadi di masa yang akan datang dalam pengelolaan limbah PKS di PTPN IV. Definisi masing-masing strategi tersebut disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15. Definisi masing-masing skenario strategi

No. Skenario Definisi

1. Kerugian besar

(1A) kapasitas produksi PKS menurun (2A) tidak ada pengolahan

(3A) sistem kolam aerasi (4A) tidak bernilai ekonomi

Dalam kondisi yang demikian maka perusahaan akan mengalami kerugian besar karena penurunan produksi PKS dan pengeluaran biaya untuk perbaikan lingkungan.

2. Penurunan kualitas lingkungan (1B) kapasitas produksi PKS tetap (2A) tidak ada pengolahan

(3A) sistem kolam aerasi (4A) tidak bernilai ekonomi

Dalam kondisi yang demikian akan terjadi penurunan kualitas lingkungan karena dari waktu ke waktu limbah akan terus menambah beban lingkungan dan pada akhirnya dapat melebihi daya tampung lingkungan.

Lanjutan Tabel 15

No. Skenario Definisi

3. Bencana ekologis

(1C) kapasitas produksi PKS tetap (2A) tidak ada pengolahan

(3A) sistem kolam aerasi (4A) tidak bernilai ekonomi

Dalam kondisi yang demikian akan terjadi bencana ekologi berupa pencemaran lingkungan yang dapat mengancam keselamatan makhluk hidup (fauna) terutama manusia, karena jumlah limbah yang dihasilkan semakin banyak tanpa disertai pengelolaan secara benar dan ekonomis.

4. Bertahan tanpa kemajuan yang berarti (1B) kapasitas produksi PKS tetap (2B) tidak ada pengolahan

(3B) sistem kolam aerasi (4B) bernilai ekonomi

Dalam kondisi yang demikian kinerja perusahaan tidak mengalami kemajuan yang berarti dalam memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki. Dalam jangka panjang kondisi yang demikian dapat mengakibatkan kebangkrutan perusahaan karena terjadi peningkatan biaya tanpa disertai peningkatan pendapatan.

5. Peningkatan kinerja lingkungan perusahaan

(1B) kapasitas produksi PKS tetap (2C) pengomposan

(3C) pengomposan (4B) memiliki nilai ekonomi

Dalam kondisi yang demikian terjadi perbaikan kinerja lingkungan dengan cara pemanfataan limbah sebagai pupuk organik yang dapat mengurangi biaya pengadaan pupuk anorganik.

6. Pengembangan perusahaan dan perbaikan kinerja lingkungan

(1C) kapasitas produksi PKS meningkat (2C) pengomposan

(3C) pengomposan (4C) memiliki nilai ekonomi

Dalam kondisi yang demikian terjadi perbaikan kinerja perusahaan secara keseluruhan dan pemanfataan limbah sebagai pupuk organik yang dapat mengurangi biaya pengadaan pupuk anorganik, sehingga perusahaan dapat berkembang ke arah kemajuan yang lebih baik.

7. Siap bersaing

(1C) kapasitas produksi PKS meningkat (2D) penerapan produksi bersih

(3D) penerapan produksi bersih (4B) memiliki nilai ekonomi

Dalam kondisi yang demikian perusahaan siap untuk menghadapi persaingan dengan memanfaatkan semua sumberdaya perusahaan secara optimal dan penerapan sistem manajemen lingkungan.

8. Memenangkan persaingan

(1C) kapasitas produksi PKS meningkat (2D) penerapan produksi bersih

(3D) penerapan produksi bersih (4C) memiliki nilai ekonomi tinggi

Dalam kondisi yang demikian perusahaan akan memenangkan persaingan dan dapat menjadi pemimpin pasar (leader).

Berdasarkan hasil diskusi dengan stakeholder dan pengisian kuesioner diperoleh skor bobot dan prioritas skenario seperti pada Tabel 16.

Tabel 16. Hasil penentuan bobot skenario strategi pengelolaan limbah PKS di PTPN IV Sumatera Utara

No. Skenario Skor Persentase

1. Kerugian besar 0 0,0

2. Penurunan kualitas lingkungan 6 5,0

3. Bencana ekologis 13 10,8

4. Bertahan tanpa kemajuan yang berarti 18 15,0 5. Peningkatan kinerja lingkungan perusahaan 24 20,0 6. Pengembangan perusahaan dan perbaikan kinerja

lingkungan

35 29,2

7. Siap bersaing 15 12,5

8. Memenangkan persaingan 9 7,5

Jumlah 120 100,0

Sumber: Hasil analisis (2007)

Berdasarkan hasil tersebut maka strategi pengelolaan limbah PKS di PTPN IV adalah pengembangan perusahaan dan perbaikan kinerja lingkungan (29,2%). Skenario ini merupakan pilihan yang paling sesuai untuk pengembangan PTPN di masa mendatang. Dari 15 PKS yang ada di PTPN IV, hanya 1 PKS yang telah melakukan kegiatan pengomposan. Berdasarkan hasil simulasi penilaian terpadu PKS, ternyata PKS Dolok Sinumbah memberikan kinerja keseluruhan yang baik. Dengan demikian, 14 PKS lainnya perlu melakukan peningkatan kapasitas (masih rata-rata < 30 ton/jam), dan perbaikan kinerja lingkungan melalui kegiatan pengomposan (sistem produksi bersih). Apabila ke-15 PKS pada PTPN IV telah melakukan kegiatan tersebut maka akan mendorong peningkatan kinerja perusahaan secara menyeluruh.

Strategi operasionalisasi skenario ini dirumuskan dengan melibatkan semua stakeholder terkait melalui focus group discussion. Pada FGD dibahas mengenai faktor

-faktor yang harus diperhatikan (tantangan dan peluang)

dan strategi implementasi untuk keberhasilan upaya

peningkatan kapasitas produksi, pengolahan limbah padat dan cair, dan peningkatan nilai ekonomi limbah. Hasil FGD disajikan dalam bentuk rumusan strategi implementasi sebagai berikut.

1. Peningkatan kapasitas produksi

Kapasitas PKS yang tersedia saat ini bervariasi, mulai dari PKS yang berkapasitas 5 ton per jam sampai 60 ton perjam. Kapasitas pabrik yang dibangun di kawasan perkebunan sangat terkait dengan ketersediaan bahan baku. Ketersediaan bahan baku di sekitar pabrik berupa tandan buah sawit. Bahan baku ini harus sesuai dengan kriteria matang panen dan tersedia secara kontinu. Tiap stasiun PKS sedapat mungkin tidak ada stagnasi. Kontinuitas berkaitan dengan efisiensi pabrik pengolahan yang terkait langsung dengan biaya produksi. Ketersediaan bahan baku dalam proses produksi sehingga memenuhi kapasitas terpasang.

Ketersediaan bahan baku dapat dipenuhi melalui pengembangan luas lahan kelapa sawit baik oleh perusahaan maupun kerjasama dengan masyarakat. Pada musim panen tahun 2002, tiap hektar diperoleh sekitar 2 ton TBS. Dari kebun rakyat dihasilkan 2,3 juta ton TBS. Besarnya produksi tersebut terdongkrak karena banyak petani rakyat yang mengkonversi lahan karet, tebu, dan coklat menjadi lahan kelapa sawit. Tercatat lahan kelapa sawit rakyat mencapai 180.600 ha (Dinas Perkebunan Sumatera Utara, 2002). Alih usaha ini dilakukan karena potensi ekonomi yang besar. Pendapatan yang diperolehnya sebanyak Rp12 juta hingga Rp14 juta per tahun atau sekitar Rp1,2 juta per bulan. Peningkatan produksi ini telah mendorong masyarakat membangun pabrik kelapa sawit mini dengan kapasitas 30 ton per jam. Pabrik itu dibangun di tengah-tengah areal perkebunan sawit di kawasan Sei Lepan, Langkat, Sumatera Utara. Pabrik yang mulai di bangun akan menampung TBS dari para petani dan TBS yang dihasilkan dari kebun kelompok tani, yang luasnya mencapai 1.250 ha (Bangun, 2004).

Kapasitas pabrik yang dibangun memperhatikan ketersediaan bahan baku dan kemungkinan pengembangan kapasitas (fixed atau expandable). Produktivitas dan luas lahan perkebunan yang digunakan sebagai sumber bahan baku harus memberikan jaminan kontinuitas produk. Hal ini berkaitan pula dengan ketersediaan lahan untuk PKS dan IPAL. Pengaturan luas lahan perkebunan dengan pendirian pabrik di suatu lahan sehingga kebutuhan TBS untuk proses produksi dapat terpenuhi. Dengan demikian, daya mesin dan instalasi pabrik disesuaikan dengan kebutuhan dan rencana pengembangannya.

Faktor ketersediaan air untuk pengolahan perlu diperhatikan. Pendirian pabrik kelapa sawit akan membutuhkan volume air yang besar dari setiap proses

produksi, mulai dari produksi bahan baku, pengolahan kelapa sawit, hingga pengolahan limbah PKS. Kesiapan sistem pengolahan limbah cair dan padat yang mungkin timbul sebagai by product dari pengolahan kelapa sawit. Hal yang harus diperhatikan antara lain adalah dampak kegiatan pengolahan kelapa sawit terhadap kualitas air, tanah, dan udara.

Pengembangan kapasitas pabrik membutuhkan investasi yang tergolong tinggi. Berbagai komponen yang memerlukan pembiayaan antara lain: sarana dan prasarana yang diperlukan, pengembangan sumberdaya manusia melalui pelatihan, pemeliharaan infrastruktur, dan biaya sosial yang harus dikeluarkan. Selain itu, aspek lingkungan yang timbul akibat pengembangan kapasitas perlu diinternalisasi ke dalam biaya. Dengan demikian, perusahaan harus memperhatikan kemampuan pembiayaan untuk pengembangan kapasitas. Langkah-langkah strategis penerapan upaya peningkatan kapasitas PKS adalah: a. Melakukan berbagai survai untuk persiapan pelaksanaan yakni survai

ketersediaan buah untuk jangka waktu 5-10 tahun mendatang, survai lahan, survai ketersediaan air pengolahan, survai teknologi pengolahan kelapa sawit, teknologi pengolahan limbah kelapa sawit, dan kemungkinan pengembangan kapasitas.

b. Pembinaan dan pengawasan terhadap standar teknis yang ditetapkan oleh pemerintah dan pasar global produk yang ramah lingkungan sehingga mendorong perusahaan untuk secara sadar melakukan kegiatan yang sesuai dengan standar baku dan kualitas produk internasional.

c. Persiapan pemanfaatan limbah PKS untuk peningkatan produksi dan tidak mencemari lingkungan. Secara operasional perusahaan melaksanakan sistem produksi bersih bersih melalui ISO 9000 : 2000, dan ISO 14001 : 2000.

d. Peningkatan produksi TBS melalui peningkatan produktivitas lahan (intensifikasi) maupun penambahan luas areal tanaman (ekstensifikasi). Persiapan pengembangan lahan agar didapat produksi sesuai dengan rencana kapasitas. Selain itu perlu pula menjalin kemitraan dengan petani yang memiliki kebun kelapa sawit dengan mekanisme kerjasama yang jelas dan saling menguntungkan. Salah satunya dengan jaminan harga dan kontinuitas produksi.

e. Disain tata letak (lay out) pabrik yang efisien dan efektif sehingga dapat memberikan keuntungan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan. Lay out

pabrik ini memudahkan pemeliharaan mesin dan instalasi pabrik secara terencana dan terjadual (preventive maintenance). Proses ini juga memperhatikan teknologi pengolahan yang sesuai taksasi TBS yang diolah.

2. Pengelolaan limbah padat

Limbah padat yang dihasilkan dari PKS adalah tandang kosong sawit (TKS). Pada PKS yang berkapasitas 30 ton per jam akan dihasilkan sebanyak 138 ton TKS per hari. Hasil kajian menujukkan bahwa pengelolaan limbah padat PKS yang paling sesuai untuk produksi bersih adalah pengomposan dan pemanfaatan sebagai bahan baku produk lainnya. Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk keberhasilan upaya pengembangan dan penerapan teknologi pengolahan limbah padat ini adalah teknologi pengolahan dan pemanfaatan limbah padat.

Pada dasarnya sudah banyak tersedia teknologi pengolahan limbah padat kelapa sawit khususnya pada skala pilot project, akan tetapi penerapannya memerlukan beberapa pertimbangan terutama adalah efisiensi dari teknologi tersebut serta pasar dari produk yang dihasilkan. Saat ini yang paling banyak diterapkan adalah untuk mulsa, kompos dan bahan bakar untuk biomass power plant. Pilihan teknologi tergantung pada kebutuhan/pasar. Apabila PKS memiliki