• Tidak ada hasil yang ditemukan

II 2. 6 Pers dan Kebebasan Pers

II. 2. 7 Social Responsibility Theory

Teori tanggung jawab sosial (social responsibility theory) merupakan teori pers yang tumbuh setelah abad ke-20. Pada dasarnya aliran ini menerima konsep libertarian dan merasakan perlunya kebebasan pers diiringi tanggung jawab terhadap masyarakat. Teori ini muncul ditandai dengan terjadinya revolusi komunikasi dan peranan modal yang ang sangat besar sehingga mendorong lembaga pers sebagai industri (Barus, 2010: 240).

Pers yang bertanggung jawab harus memberikan laporan yang utuh, jujur, menyeluruh, dan cerdas atas peristiwa sehari-hari dalam konteks yang bermakna.pers harus bertindak sebagai forum pertukaran komentar dan kritik, dan menjadi pembawa pendapat publik. Ketiga, pers harus memberikan gambaran yang representatif atas kelompok yang membentuk masyarakat dan juga memberikan dan menjelaskan tujuan dan nilai dari masyarakat (Mcquails, 2011: 187).)

Perusahaan media massa dan kegiatan komunikasi informasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan persaingan bisnis. Akibat terbatasnya kontrol terhadap pers, para pemodal yang mendirikan surat kabar menjadi penguasa politik sekaligusjuga menjadi penguasa yang memiliki dinasti yang kuat untuk memonopoli media sehingga mereka dapat berkuasa dalam pembentukan opini dan distribusi aspirasi (Barus, 2010: 240).

40

Menururt Siebert dan kawan-kawannya (1956), teori tanggungjawab sosial pers berasumsi pemerintah dalam hal ini memiliki tanggung jawab untuk tidak hanya mengizinkan kebebasan, tetapi juga harus secara aktif mempromosikannya, dan bahkan pemerintah harus bertindak untuk melindungi warga negaranya. Tindakan pemerintah meliputi perundangan melarang pelanggaran yang buruk, dan juga memasuki bidang komunikasi untuk menambah media yang ada.

Intinya adalah teori ini mengingatkan agar dalam menikmati iklim yang bebas itu, pemilik modal dituntut juga untuk memberikan tanggung jawab terhadap masyarakat dimana ia tumbuh (Barus, 2010: 241).

Bagir Manan menjelaskan bahwa Pers yang bertanggungjawab yaitu pers yang bebas atau merdeka menentukan diri sendiri hak dan kewajibannya tanpa suatu tekanan, keterpakasaan, atau ketidakberdayaan. Pers semacam ini hanya ada kalau ada kemerdekaan pers (freedom of press). Pers merdeka memerlukan kebebasan, dan kebebasan memerlukan demokrasi (Manan, 2011: 30). Prinsip-prinsip dasar teori tanggung jawab sosial ialah:

1. Media memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat dan kepemilikan media adalah kepercayaan dari publik.

2. Media berita harus jujur, akurat, berimbang, objektif, dan relevan. 3. Media harus bebas, mengatur diri sendiri

4. Media harus mengikuti kode etik yang disetujui dan perilaku profesional. 5. Di dalam situasi tertentu, pemerintah mungkin perlu campur tangan untuk

mengamankan kepentingan publik (Mcquail, 2011: 189).

Teori tanggung jawab sosial melibatkan pandangan tentang kepemilikan media sebagai bentuk kepercayaan atau pengawasan publik. Dibawah ini terdapat beberapa syarat bagi pers yang bertanggungjawab sosial, yaitu:

1. Media harus menyajikan berita-berita peristiwa sehari-hari yang dapat dipercaya, lengkap dan cerdas dalam konteks yang memberikannya makna. (Media harus akurat, tidak boleh berbohonng, memisahkan fakta dan opini, harus melaporkan dengan cara yang memberikan arti secara internasional, dan harus lebih dalam dari sekedar menyajikan fakta-fakta dan harus melaporkan kebenaran).

41

3. Media harus memproyeksikan gambaran yang benar-benar mewakili dari kelompok-kelompok konstituen dalam masyarakat.

4. Media harus menyajikan dan menjelaskan tujuan-tujuan dan nilai-nilai masyarakat.

5. Media harus menyediakan akses penuh terhadap informasi.

Teori tanggung jawab sosial mengharuskan pers menjamin bahwa semua pihak dapat terwakili dan masyarakat mendapat cukup informasi untuk mengambil keputusan. Pemilik media harus ikut menanggung segala akibat kerugian masyarakat yang ditimbulkan media dan bila mereka mengabaikan tanggung jawab tersebut, dianggap perlu adanya pemaksaan untuk itu oleh lembaga publik lainnya termasuk pemerintah (Barus, 2010: 241).

Mondry (2008) menjelaskan dengan teori ini, orang yang ingin mengatakan sesuatu dapat saja menggunakan media massa, tidak harus mereka yang memiliki izin seperti teori otoritarian, tidak harus memiliki kemampuan ekonomi seperti teori libertarian, apalagi tidak berhak menungkapkan pendapatnya seperti teori Soviet Komunis. Pengawasan tidak hanya berasal dari dalam seperti teori libertarian, teori ini mengatakan bahwa pengawasan dilakukan melalui pendapat masyarakat, tindakan konsumen, dan etika-etika kaum profesional (Kusumaningrat, 2005:20).

II. 2. 9 Analisis Framing Model William A. Gamson dan Andre Modigliani Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson pada tahun 1955 (Sobur, 2004: 161). Mulanya frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisasi pandangan politik, kebijakan dan wacana serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Tetapi akhir-akhir ini konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realitas oleh media massa.

42

Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruksionis. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya (Eriyanto, 2002: 13).

Dalam analisis framing, yang kita lihat adalah bagaimana cara media memaknai, memahami, dan membingkai kasus peristiwa yang diberitakan. Ada beberapa tokoh yang memberikan definisi framing. Beberapa definisi para ahli tersebut dapat dilihat pada tabel berikut (Eriyanto, 2002: 67-68).

Tabel II.1

Definisi framing menurut para ahli

TOKOH DEFINISI

Robert N. Entman Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi yang lain.

William A. Gamson Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (package). Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.

Todd Gitlin Strategi bagaimana realitas/dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa

43

ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi, pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari realitas.

David E. Snow and Robert Benfort

Pemberian makna untuk menafsirkan peristiwa dan kondisi yang relevan. Frame mengorganisasikan sistem kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu, anak kalimat, citra tertentu, sumber informasi, dan kalimat tertentu.

Amy Binder Skema interpretasi yang digunakan oleh individu

untuk menempatkan, menafsirkan,

mengidentifikasi, dan melabeli peristiwa secara langsung atau tidak langsung. Frame mengorganisir peristiwa yang kompleks ke dalam bentuk dan pola yang mudah dipahami dan membantu individu untuk mengerti makna peristiwa.

Zhongdang Pan and Gerald M. Kosicki

Strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita.

(Sumber: Eriyanto, 2002: 67-68)

Framing secara sederhana adalah membingkai sebuah peristiwa. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana persepektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika meyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang tersebut yang pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan bagian mana yang dihilangkan,

44

serta hendak dibawa kemana berita tersebut (Sobur, 2004 : 162). Analisis framing memiliki beberapa karakteristik, di antaranya:

1. Pusat perhatiannya adalah pembentukan pesan teks;

2. Melihat bagaimana pesan atau peristiwa dikonstruksi oleh media. Bagaimana wartawan mengkonstruksi peristiwa dan menyampaikannya kepada khalayak pembaca;

3. Konstruksi makna cenderung bersifat simbolis, laten dan pervasive; 4. Teks berita mengandung sejumlah perangkat retoris yang akan

berinteraksi dengan memori khalayak dalam proses konstruksi makna; 5. Tujuannya menangkap bentuk konstruksi media terhadap realitas yang

disajikan sebagai berita;

6. Kajiannya mengkaji masalah sintaksis, semantik, skrip, tematik, retoris, skema, detail, nominalisasi antarkalimat, kata ganti leksikon, grafis, metafor, pengandaian, dsb.

Jadi, analisis framing merupakan analisis untuk mengkaji pembingkaian realitas yang dilakukan media. Pembingkaian tersebut merupakan proses konstruksi, yaitu realitas dimaknai dan direkonstruksi dengan cara dan makna tertentu. Framing digunakan meda untuk menonjolkan atau memberi penekanan aspek tertentu sesuai kepentingan media (Sudibyo, 2001: 157).

Model framing yang diperkenalkan Gamson dan Modigliani mengatakan bahwa frame adalah cara bercerita yang menghadirkan konstruksi makna atas peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Dalam hal ini, frame memberikan petunjuk yang mana isu-isu yang relevan untuk diwacanakan, problem-problem apa yang memerlukan tindakan politis, solusi apa yang pantas diambil, serta pihak mana yang legitimate dalam wacana terbentuk. Wacana media terdiri dari sejumlah package interpretif yang mengandung konstruksi makna tentang objek wacana.

45

Tabel II. 2

Analisis Framing Model Gamson dan Andre Modligiani

Framing Devices (Perangkat Framing) Reasoning Devices (Perangkat Penalaran) Methapors

Perumpamaan atau pengandaian

Roots

Analisis klausal atau sebab akibat

Cathphrases Frase yang menarik, kontras, menonjol dalam suatu wacana

Appeals to principle Premis dasar, klaim-klaim moral Ini biasanya berupa jargon atau slogan.

Exemplar

Mengaitkan bingkai dengan contoh, uraian ( bisa teori, perbandingan yang didapat dari yang memperjelas bingkai.

Consequenses Efek atau kosekuensi Bingkai.

Depiction

Penggambaran atau pelukisan suatu isu yang bersifat konotatif. Defiction ini umumnya berupa kosa kata, leksikon untuk melabeli sesuatu.

Visual Image Gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai secara keseluruhan. Bisa berupa foto, kartun atau grafik untuk menekankan dan mendukung pesan yang ingin disampaikan.

46

Package adalah gugusan ide-ide yang memberi petunjuk mengenai isu apa yang dibicarakan dan peristiwa mana yang relevan dengan wacana yang terbentuk. Package adalah semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk memaknai pesan yang disampaikan serta untuk menafsirkan pesan yang ia terima (Eriyanto, 2002: 224).

Package tersebut dibayangkan sebagai struktur data yang

mengorganisir sejumlah informasi sehingga dapat mengindikasikan posisi atau kecenderungan politik dan yang membantu komunikator untuk menjelaskan makna-makna di balik isu atau peristiwa yang sedang dibicarakan. Keberadaan package dalam suatu wacana berita ditunjukkan oleh keberadaan ide yang didukung oleh perangkat wacana seperti metaphor, deciption, catchphrase, exemplars, dan visual image. Semuanya mengarah pada ide atau pandangan tertentu, masing-masing kelompok berusaha menarik dukungan publik. Dengan mempertajam kemasan, (package) tertentu dari sebuah isu politik, mereka dapat mengklaim bahwa opini publik yang berkembang mendukung kepentingan mereka, atau sesuai dengan kebenaran versi mereka.

Seperti yang dijelaskan pula oleh Gamson, pekerja media menuangkan gagasannya, menggunakan gaya bahasanya sendiri serta memfrase dan mengutip sumber berita tertentu. Di saat yang sama, mereka membuat retorika-retorika yang menyiratkan keberpihakan dan kecenderungan tertentu. Berdasarkan hal tersebut, framing yang berbeda akan menghasilkan berita yang berbeda pula apabila wartawan memiliki frame yang berbeda dalam memandang suatu peristiwa dan menuliskannya dalam sebuah berita atau artikel.

Berdasarkan konsepnya, Gamson mendefinisikan framing dalam dua pendekatan yaitu,

1. Pendekatan kultural dalam level kultural, frame pertama-tama dapat dimaknai sebagai batasan-batasan wacana serta elemen-elemen konstitutif yang tersebar dalam konstruksi wacana.

2. Pendekatan psikologis dalam level individual, individu selalu bertindak atau mengambil keputusan secara sadar, rasional, dan intensional. Individu selalu menyertakan pengalaman hidup, wawasan sosial, dan

47

kecenderungan psikologisnya dalam menginterpretasi pesan yang ia terima.

Framing media sedikit banyak akan memengaruhi penilaian khalayak terhadap sebuah realitas. Di samping itu, proses framing dapat menghasilkan gambaran tentang suatu realitas yang berbeda dengan kondisi objektifnya. Hal ini dikarenakan pihak-pihak yang berkompetensi di media dengan frame masing-masing selalu berusaha memenangkan wacana yang dianggap benar menurut versinya masing-masing.

Melaui framing pula kita dapat mengetahui proses atau mekanisme mengenai bagaimana berita mempertahankan, memproduksi, mengubah, dan membangun,ideologi.

Dokumen terkait