• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Data

3. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah metode yang menggambarkan sifat-sifat data. Kegiatan statistik di sini berupa kegiatan pengumpulan data, penyusunan data dan penyajian data dalam bentuk tabel, grafik-grafik maupun diagram-diagram (Boedijoewono, 2012:11). Penelitian ini diolah menggunakan program IBM SPSS 22 yang pada bagian ini akan disajikan tabel hasil statistik deskriptif variabel PBV, PER, DER, DPR, Tingkat Inflasi, dan Tingkat Suku Bunga.

a. Statistik Deskriptif Price to Book Value (proksi Nilai Perusahaan) Bagian ini akan menjelaskan tentang analisis statistik deskriptif dari Nilai Perusahaan secara mendalam.

1) Statistik Deskriptif Price to Book Value (PBV)

Berikut merupakan tabel hasil analisis deskriptif dari nilai perusahaan.

Tabel 5.7 Statistik Deskriptif PBV

PBV N Valid 115 Missing 0 Mean 6,0237 Range 53,40 Minimum ,19 Maximum 53,59

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 5.7, semua data valid (115 data) tidak ada yang missing. Rata-rata atau mean pada statistik deskriptif PBV adalah 6,0237 nilai minimum sebesar 0,19 dan nilai maximum sebesar

53,59 dengan range sebesar 53,40. Hal ini menunjukan bahwa Price to Book Value memiliki sebaran data yang luas.

Angka PBV yang sangat rendah yaitu sebesar 0,19 dimiliki oleh PT Kertas Tjiwi Kimia Tbk pada tahun 2013, karena PBV digunakan untuk mengindikasikan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila saham perusahaan tersebut dijual maka dapat diartikan bahwa PBV yang rendah menunjukan harga jual yang rendah juga.

Perkembangan nilai PBV pada PT Kertas Tjiwi Kimia Tbk termasuk perkembangan yang menurun, dibuktikan dengan nilai PBV tahun 2010 sebesar 0,50, menjadi 0,32 tahun 2011, turun kembali menjadi 0,27 tahun 2012, terendah menjadi 0,19 tahun 2013, dan naik kembali menjadi 0,20 pada tahun 2014.

Angka PBV yang tertinggi yaitu sebesar 53,59 dimiliki oleh PT Unilever Indonesia Tbk pada tahun 2014, karena PBV digunakan untuk mengindikasikan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila saham perusahaan tersebut dijual maka dapat diartikan bahwa PBV yang tinggi menunjukan harga jual yang tinggi juga.

Perkembangan nilai PBV pada PT Unilever Indonesia tbk termasuk perkembangan yang meningkat, dibuktikan dengan nilai PBV yang naik dari 31,12 tahun 2010, menjadi 39,02 tahun 2011,

serta naik 40,76 tahun 2012, 46,63 tahun 2013, dan naik menjadi 53,59 pada tahun 2014.

2) Klasifikasi Price to Book Value (PBV)

Menurut Abdurrakhman (2015) Price to Book Value (PBV) dapat menggambarkan tentang ukuran harga saham berada diatas (overvalue) atau di bawah nilai bukunya (undervalue). Berdasarkan penjelasan tersebut peneliti mengkategorikan Price to Book Value kedalam 2 kategori ya itu:

Overvalue : 0 - =>1

Undervalue : < 1

Berikut adalah tabel PBV setelah diklasifikasikan. Tabel 5.8 Tabel Frekuensi Price to Book Value

Frequency Percent

Overvalue 98 85,2 Undervalue 17 14,8

Total 115 100,0

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan tabel 5.8 diatas terdapat 98 perusahaan atau 85,2% yang memiliki nilai Overvalue dan sebanyak 17 perusahaan atau 14,8% memiliki nilai Undervalue.

b. Statistik Deskriptif Price Earnings Ratio (proksi Keputusan Investasi)

Bagian ini akan menjelaskan tentang analisis deskriptif dari keputusan investasi secara mendalam.

1) Statistik Deskriptif Price Earnings Ratio (PER)

Berikut merupakan tabel hasil analisis deskriptif dari keputusan investasi.

Tabel 5.9 Statistik Deskriptif PER

PER N Valid 115 Missing 0 Mean 16,3363 Range 50,42 Minimum ,32 Maximum 50,74

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 5.9, semua data valid (115 data) tidak ada yang missing. Rata-rata atau mean pada statistik deskriptif PER adalah 16,33%, nilai minimum sebesar 0,32 dan nilai maximum sebesar 50,74 dengan range sebesar 50,42. Hal ini menunjukan bahwa Price Earning Ratio memiliki sebaran data yang luas.

Angka PER yang sangat rendah yaitu sebesar 0,32 dimiliki oleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk pada tahun 2014,karena PER digunakan untuk mengindikasikan penilaian pasar modal terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau keuntungan potensial perusahaan dimasa yang akan datang maka dapat diartikan bahwa PER yang rendah menunjukan prospek perusahaan yang tidak bagus dan resikonya tinggi.

Angka PER yang tertinggi yaitu sebesar 50,74 dimiliki oleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk pada tahun 2012, karena PER

digunakan untuk mengindikasikan penilaian pasar modal terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau keuntungan potensial perusahaan dimasa yang akan datang maka dapat diartikan bahwa PER yang tinggi menunjukan prospek perusahaan yang bagus dan resikonya rendah.

Perkembangan nilai PER pada PT Multi Bintang Indonesia Tbk termasuk perkembangan yang fluktuaktif, dibuktikan dengan nilai PER yang naik dari 13,08 tahun 2010, menjadi 14,91 tahun 2011, serta nilai tertinggi mencapai 50,78 tahun 2012, dan mengalami penurunan nilai PER menjadi 21,59 tahun 2013, dan turun kembali menjadi 0,32 pada tahun 2014.

1) Histogram Keputusan Investasi

Secara visual, keputusan investasi dapat dijelaskan melalui gambar histogram berikut:

Histogram adalah rangkaian berbagai bidang segi empat yang masing-masing menunjukkan banyaknya frekuensi yang terkandung pada masing-masing interval kelasnya. Gambar 5.1 menunjukan besaran PER 0 - 10,00 terdapat 41 perusahaan. Besaran PER 10,00 – 20,00 terdapat 43 perusahaan. Besaran PER 20,00 – 30,00 terdapat 18 perusahaan. Besaran PER 30,00 – 40,00 terdapat 8 perusahaan. Besaran PER 40,00 – 50,00 terdapat 4 perusahaan. Besaran PER 50,00 – 60,00 terdapat 1 perusahaan. Berdasarkan penjelasan tersebut peneliti membuat kategorikan PER kedalam 3 kategori yaitu:

Rendah : 0 - ≤ 10,00 Sedang : >10,00 –≤ 20,00

Tinggi : >20,00

Berikut adalah tabel PER setelah diklasifikasikan. Tabel 5.10 Tabel Frekuensi PER

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan tabel 5.10 diatas terdapat 41 perusahaan atau 35,7% yang memiliki nilai PER rendah. Sebanyak 43 perusahaan atau 37,4% memiliki nilai PER yang sedang. Sebanyak 31 perusahaan atau 27% memiliki nilai PER yang tinggi.

Frequency Percent

Rendah 41 35,7

Sedang 43 37,4

Tinggi 31 27

c. Statistik Deskriptif Debt to Equity Ratio (proksi Keputusan Pendanaan)

Bagian ini akan menjelaskan tentang analisis deskriptif dari keputusan pendanaan secara mendalam.

1) Statistik Deskriptif Debt Equity Ratio (DER)

Berikut merupakan tabel hasil analisis deskriptif dari keputusan pendanaan.

Tabel 5.11 Statistik Deskriptif DER

DER N Valid 115 Missing 0 Mean ,8821 Range 2,88 Minimum ,15 Maximum 3,03

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 5.11, semua data valid (115 data) tidak ada yang missing. Rata-rata atau mean pada statistik deskriptif DER adalah 88,21%, nilai minimum sebesar 0,15 dan nilai maximum sebesar 3,03. Hal ini menunjukan bahwa Debt Equity Ratio memiliki sebaran data yang luas.

Angka DER yang sangat rendah yaitu sebesar 0,15 dimiliki oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2011, karena DER digunakan untuk mengindikasikan keputusan pendanaan yang dilakukan perusahaan dengan membandingkan antara hutang dan ekuitas, manajer yang menggunakan hutang dalam pendanaan

perusahaan dianggap sebangai sinyal positif oleh investor karena dapat dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Diartikan bahwa DER yang rendah menunjukan pendanaan melalui hutang rendah juga.

Perkembangan nilai DER pada PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk termasuk perkembangan yang fluktuaktif, dibuktikan dengan nilai DER yang turun dari 0,17 tahun 2010, menjadi 0,15 tahun 2011, naik kembali menjadi 0,17 tahun 2012, dan mengalami penurunan kembali menjadi 0,16 tahun 2013, dan naik menjadi 0,32 pada tahun 2014.

Angka DER yang tertinggi yaitu sebesar 3,03 dimiliki oleh PT Multi Bintang Indonesia Tbk pada tahun 2014, karena DER digunakan untuk mengindikasikan keputusan pendanaan yang dilakukan perusahaan dengan membandingkan antara hutang dan ekuitas, manajer yang menggunakan hutang tinggi dalam pendanaan perusahaan dianggap sebangai sinyal negatif oleh investor karena dapat dipandang sebagai kemungkinan perusahaan tidak mampu membayar bunga dan pokoknya. Diartikan bahwa DER yang tinggi menunjukan pendanaan melalui hutang tinggi juga.

Perkembangan nilai DER pada PT Multi Bintang Indonesia Tbk termasuk perkembangan yang fluktuaktif, dibuktikan dengan nilai DER yang turun dari 1,41 tahun 2010, menjadi 1,3 tahun 2011,

serta naik menjadi 1,32 tahun 2012, dan mengalami penurunan nilai DER menjadi 0,8 tahun 2013, dan naik kembali menjadi 3,03 pada tahun 2014.

2) Klasifikasi Debt to Equity Ratio (DER)

Menurut Sariningsih, Paminto, Nadir (2012), dalam pendekatan konservatif besarnya hutang maksimal sama dengan modal sendiri, artinya Debt to Equity maksimal 100%. Jika lebih dari 100% akan meningkatkan resiko gagal bayar.

Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti mengklasifikasikan data DER kedalam 2 kategori, yaitu:

Baik (=< 100%) : 1 Buruk (> 100%) : 2

Berikut adalah tabel DER setelah diklasifikasikan. Tabel 5.12 Tabel Frekuensi DER

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan tabel 5.12 di atas terdapat 74 perusahaan atau 64,3% yang memiliki nilai DER Baik dan 41 perusahaan memiliki nilai DER buruk.

Frequency Percent

Baik 74 64,3

Buruk 41 35,7

d. Statistika Deskriptif Dividend Payout Ratio (Proksi Kebijakan Dividen)

Bagian ini akan menjelaskan tentang analisis deskriptif dari kebijakan dividen secara mendalam.

1) Penjelasan Tabel

Berikut merupakan tabel hasil analisis deskriptif dari kebijakan dividen.

Tabel 5.13 Statistik Deskriptif DPR

DPR N Valid 115 Missing 0 Mean ,4388 Range 2,86 Minimum ,02 Maximum 2,88

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 5.13, semua data valid (115 data) tidak ada yang missing. Rata-rata atau mean pada statistik deskriptif DPR adalah 43,88%, nilai minimum sebesar 0,02 dan nilai maximum sebesar 2,88 dengan range sebesar 2,86. Hal ini menunjukan bahwa Dividend Payout Ratio memiliki sebaran data yang luas. Angka DPR yang sangat rendah yaitu sebesar 0,02 dimiliki oleh PT Lionmesh Prima Tbk pada tahun 2012, karena DPR digunakan untuk mengindikasikan kebijakan dividen yang akan dibandingkan antara dividend per share dan earnings per share. Diartikan bahwa DPR yang rendah menunjukan pembagian dividen rendah.

Perkembangan nilai DPR pada PT Lionmesh Prima Tbk termasuk perkembangan yang fluktuaktif, dibuktikan dengan nilai DPR yang naik dari 0,03 tahun 2010, menjadi 0,04 tahun 2011, turun menjadi 0,02 tahun 2012, dan mengalami kenaikan kembali menjadi 0,10 tahun 2013, dan naik menjadi 0,26 pada tahun 2014.

Angka DPR yang tertinggi yaitu sebesar 2,88 dimiliki oleh PT Champion Pacific Indonesia Tbk pada tahun 2012, karena DPR digunakan untuk mengindikasikan kebijakan dividen dimana akan dibandingkan antara dividend per share dan earnings per share. Diartikan bahwa DPR yang tinggi menunjukan pembagian dividen tinggi.

Perkembangan nilai DPR pada PT Champion Pacific Indonesia Tbk termasuk perkembangan yang fluktuaktif, dibuktikan dengan nilai DPR yang naik dari 0,08 tahun 2010, menjadi 0,47 tahun 2011, naik kembali menjadi 2,88 tahun 2012, dan mengalami penurunan nilai PER menjadi 1,97 tahun 2013, dan turun kembali menjadi 0,30 pada tahun 2014.

2) Klasifikasi Dividend Payout Ratio (DPR)

Menurut Sutrisno (2001:6) pembagian dividen yang besar bukannya tidak dinginkan investor, tetapi jika DPR lebih besar dari 25% dikuatirkan akan terjadi kesulitan likuidasi keuangan perusahaan dimasa yang akan datang. Hasilnya dividen biasanya akan dipertahankan pada jumlah konstan dan dinaikan jika manajer

yakin bahwa relatif mudah untuk mempertahankan kenaikan pembayaran tersebut dimasa yang akan datang. Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti mengklasifikasikan data DPR kedalam 2 kategori tingkatan, yaitu:

Baik (=<25%) : 1 Buruk (>25%) : 2

Berikut adalah tabel DPR setelah diklasifikasikan. Tabel 5.14 Tabel Frekuensi DPR

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan tabel 5.14 diatas terdapat 54 perusahaan atau 47,0% yang memiliki nilai DPR baik dan sebanyak 61 atau 53,0% perusahaan yang memiliki nilai DPR buruk.

e. Statistika Deskriptif Inflasi

Bagian ini akan menjelaskan tentang analisis deskriptif dari inflasi secara mendalam.

1) Statistik Deskriptif Inflasi

Berikut merupakan tabel hasil analisis deskriptif dari Tingkat Inflasi

Frequency Percent

Baik 54 47,0

Buruk 61 53,0

Tabel 5.15 Statistik Deskriptif Inflasi INFLASI N Valid 115 Missing 0 Mean 6,3580 Range 4,59 Minimum 3,79 Maximum 8,38

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan Tabel 5.15, semua data valid (115 data) tidak ada yang missing. Rata-rata atau mean pada statistik deskriptif inflasi adalah 6,35%, nilai minimum sebesar 3,79% dan nilai maximum sebesar 8,38% dengan range sebesar 4,59%. Hal ini menunjukan bahwa tingkat inflasi memiliki sebaran data yang luas.

Inflasi terendah sebesar 3,79% terjadi pada tahun 2011, karena tingkat inflasi digunakan untuk menandakan adanya penurunan penjualan yang menyebabkan penurunan laba perusahaan maka inflasi yang rendah menunjukan kenaikan laba perusahaan atau naiknya nilai perusahaan.

Inflasi tertinggi sebesar 8,35% terjadi pada tahun 2013, karena tingkat inflasi digunakan untuk menandakan adanya penurunan penjualan yang menyebabkan penurunan laba perusahaan maka inflasi yang tinggi menunjukan penurunan laba perusahaan atau turunya nilai perusahaan.

2) Histogram Tingkat Inflasi

Secara visual, tingkat inflasi dapat dijelaskan melalui gambar histogram berikut:

Gambar 5.2 Histogram Tingkat Inflasi

Histogram adalah rangkaian berbagai bidang segi empat yang masing-masing menunjukkan banyaknya frekuensi yang terkandung pada masing-masing interval kelasnya. Gambar 5.2 menunjukan besaran Inflasi 3,00 – 5,00 terdapat 46 perusahaan. Besaran inflasi 5,00 – 7,00 terdapat 23 perusahaan. Besaran inflasi 7,00 – 9,00 terdapat 46 perusahaan. Berdasarkan penjelasan tersebut peneliti mengkategorikan Inflasi kedalam 3 kategori yaitu: Rendah : 3,00 - ≤ 4,00

Sedang : > 4,00 –≤ 5,00

Berikut adalah tabel setelah diklasifikasi: Tabel 5.16 Tabel Frekuensi Inflasi

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan tabel 5.16 diatas terdapat 23 perusahaan atau 20% yang masuk dalam kategori rendah. 23 perusahaan atau 20% masuk dalam kategori sedang. Dan 69 perusahaan atau 60% masuk dalam kategori tinggi.

f. Statistik Deskriptif Tingkat Suku Bunga

Bagian ini akan menjelaskan tentang analisis deskriptif dari tingkat suku bunga secara mendalam

1) Statistik Deskriptif Suku Bunga

Berikut merupakan tabel hasil analisis deskriptif dari Tingkat Suku bunga.

Tabel 5.17 Statistik Deskriptif Suku Bunga

SUKU BUNGA N Valid 115 Missing 0 Mean 6,7000 Range 2.00 Minimum 5.75 Maximum 7.75

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Frequency Percent

Rendah 23 20,0

Sedang 23 20,0

Tinggi 69 60,0

Berdasarkan Tabel 5.17, semua data valid (115 data) tidak ada yang missing. Rata-rata atau mean pada statistik deskriptif suku bunga adalah 6,7%, nilai minimum sebesar 5,75% dan nilai maximum sebesar 7,75% dengan range sebesar 2,00%. Hal ini menunjukan bahwa Tingkat suku bunga memiliki sebaran data yang luas.

Suku bunga terendah sebesar 5,75% terjadi pada tahun 2012, karena tingkat suku bunga digunakan untuk menandakan adanya indikasi kenaikan biaya modal perusahaan yang akan menurunkan profitabilitas perusahaan maka suku bunga yang rendah menunjukan penurunan biaya modal atau naiknya nilai perusahaan. Suku bunga tertinggi sebesar 7,75% terjadi pada tahun 2014, karena tingkat suku bunga digunakan untuk menandakan adanya indikasi kenaikan biaya modal perusahaan yang akan menurunkan profitabilitas perusahaan maka suku bunga yang tinggi menunjukan kenaikan biaya modal atau menurunya nilai perusahaan.

2) Histogram Tingkat Suku Bunga

Secara visual, tingkat suku bunga dapat dijelaskan melalui gambar histogram berikut:

Gambar 5.3 Histogram Suku Bunga

Histogram adalah rangkaian berbagai bidang segi empat yang masing-masing menunjukkan banyaknya frekuensi yang terkandung pada masing-masing interval kelasnya. Gambar 5.3 menunjukan besaran suku bunga 5,50 – 5,75 terdapat 23 perusahaan. Besaran suku bunga 5,75 – 6,00 terdapat 46 perusahaan. Besaran suku bunga > 6,00 terdapat 46 perusahaan. Berdasarkan penjelasan tersebut peneliti mengkategorikan Suku bunga kedalam 3 kategori yaitu:

Rendah : 5,50 - ≤ 5,75

Sedang : >5,75–≤ 6,00

Berikut adalah tabel setelah diklasifikasi Tabel 5.18 Tabel Frekuensi Suku Bunga

Sumber: data sekunder yang diolah, 2016

Berdasarkan tabel 5.18 di atas terdapat 23 perusahaan atau 20% yang memiliki tingkat suku bunga rendah. Sebanyak 23 perusahaan atau 20% memiliki tingkat suku bunga yang sedang. Sebanyak 69 perusahaan atau 60% memiliki tingkat suku bunga yang tinggi.

Dokumen terkait