• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pembangunan HTR di Kawasan Hutan Produks

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.12 Strategi Pembangunan HTR di Kawasan Hutan Produks

Pembangunan HTR merupakan program pembangunan di bidang kehutanan yang memberikan kesempatan kepada masyarakat sekitar hutan untuk ikut mengelola kawasan hutan. Program ini diluncurkan sebagai salah satu bentuk implementasi dari kebijakan nasional dalam pembangunan yaitu pro poor, pro job dan pro growth yang dicanangkan oleh pemerintah.

Untuk mempercepat proses pembangunan HTR ini pemerintah mendelegasikan pemberian ijin kepada bupati (pemerintah daerah) dengan tujuan untuk lebih mendekatkan dan mempercepat pelayanan perijinan HTR kepada masyarakat. Namun dalam kenyataannya realisasi pembangunan HTR tidak sesuai dengan target pemerintah bahkan sangat jauh dari target tersebut.

Proses pembangunan HTR di kabupaten OKI sudah dimulai sejak tahun 2009 dengan ditunjuknya Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang sebagai areal pencadangan untuk pembangunan HTR. Penunjukan ini dilatarbelakangi oleh usulan dari Bupati OKI. Usulan Bupati OKI untuk membangun HTR di Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang tidak terlepas dari kondisi kawasan yang sudah sejak tahun 1997 dirambah dan digarap oleh masyarakat sekitar. Sehingga untuk menyelesaikan permasalahan perambahan dan juga untuk memberikan manfaat sosial lebih luas maka bupati OKI mengusulkan untuk pembangunan HTR di daerah tersebut. Namun sejak dicadangkan dari tahun 2009 sampai dengan saat ini baru terdapat satu ijin HTR yang dikeluarkan oleh bupati OKI yaitu atas nama Koperasi karyawan Inhutani (Kopkarinhut) V seluas 301 ha.

Pengelolaan hutan termasuk di dalamnya pembangunan hutan tanaman rakyat membutuhkan keputusan yang berdasarkan pada pengetahuan tentang hutan dan nilai manusia yang dapat dijabarkan melalui perencanaan hutan baik secara formal maupun informal. Perencanaan pengelolaan hutan meliputi perpaduan sistem ekologi, ekonomi dan sosial yang masing-masing bersifat kompleks. Keputusan yang diambil harus mempertimbangkan nilai-nilai ekologi, ekonomi dan sosial sehingga mampu memberikan kelestarian hasil dengan ciri utama adanya kewajiban bagi pemilik lahan dan masyarakat membuat komitmen jangka panjang untuk mengelola hutannya bagi generasi mendatang (Davis et al

2001).

Untuk meningkatkan keberhasilan dalam pembangunan hutan tanaman rakyat di kabupaten OKI maka diperlukan strategi pembangunan HTR yang tidak hanya berdasarkan pada sumberdaya alam, sumberdaya fisik dan sumberdaya manusia saja, tetapi membutuhkan penguatan modal sosial masyarakat sasaran

program pembangunan. Strategi pembangunan hutan tanaman rakyat seharusnya melibatkan unsur-unsur sosial, ekonomi dan budaya setempat, sehingga tidak menimbulkan ketergantungan masyarakat kepada pemerintah dan dapat berkelanjutan sehingga akan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan lingkungan sekitar serta menjadi stimulus bagi perkembangan ekonomi yang lebih luas di daerah tersebut.

Perumusan strategi pembangunan HTR di kabupaten OKI menggunakan analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman atau analisis SWOT. Perumusan strategi pembangunan/pengelolaan hutan skala kecil dengan menggunakan analisi SWOT ini sudah dilakukan pada pembangunan hutan rakyat di Tana Toraja (Patabang et al 2008) dan di Sub DAS Cisedane Hulu (Rinawati 2012). Untuk pemilihan strategi pembangunan HTR digunakan analisis matrik perencanaan strategis kuantitatif (QSPM). Analisis SWOT dan QSPM ini dilaksanakan melalui 3 tahapan yaitu pengumpulan data, analisis dan pengambilan keputusan.

5.12.1 Faktor SWOT

Dari hasil pengumpalan data dan wawancara terhadap stakeholders

dalam pembangunan HTR di Kabupaten OKI ini didapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan HTR tersebut. Faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor Internal

Pembangunan HTR sangat dipengaruhi oleh faktor internal yang berasal dari dalam masyarakat berupa kekutan dan kelemahan. Faktor internal tersebut dievaluasi untuk menentukan faktor apa saja yang paling berpengaruh dalam pembangunan HTR di wilayah tersebut.

a Kekuatan

1. Masyarakat memiliki karakteristik individu yang cukup baik dalam hal umur produktif, tingkan kesehatan dan tingkat penghasilan. Karakteristik individu ini merupakan modal manusia yang baik untuk pembangunan HTR.

2. Kepercayaan masyarakat yang cukup tinggi pada tokoh masyarakat, agama dan aparat pemerintahan.

3. Kepercayaan masyarakat yang masih cukup baik terhadap instansi kehutanan

5. Kepatuhan masyarakat terhadap norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tinggi

6. Tingkat proaktif masyarakat yang cukup tinggi 7. Tingkat kepedulian masyarakat yang cukup tinggi

8. Persepsi masyarakat terhadap sebagian besar ketentuan dalam perijianan pembangunan HTR yang cukup baik

9. Motivasi masyarakat untuk mendapatkan legalitas atas lahan mereka yang tinggi

b Kelemahan

1. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah

2. Kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap LSM dan pihak/mitra dari luar

3. Persepsi masyarakat terhadap ketentuan pewarisan, jenis tanaman HTR yang rendah, pemanfaatan hasil HTR dan proses peijinan HTR

4. Kelembagaan HTR yang belum berfungsi secara optimal di dalam masyarakat

5. Tidak adanya lembaga permodalan yang membantu masyarakat 6. Pengetahuan masyarakat yang rendah dalam pembangunan HTR

Matrik evaluasi faktor internal atau internal factor evaluation (IFE) dapat dilihat pada Tabel 55

Dari Tabel 55 diketahui bahwa peubah pada faktor kekuatan yang mempunyai nilai pengaruh yang sangat besar adalah kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap tokoh masyarakat, tokoh agama, aparat pemerintahan dan cukup baik pada instansi kehutanan (0,310). Kepercayaan masyarakat yang tinggi ini menjadi pertanda yang positif karena masyarakat yang kuat hanya dapat dicapai oleh komunitas yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi (Suharto 2007). Kepercayaan ini menjadi modal yang penting karena akan meningkatkan berbagai tindakan kolektif di dalam masyarakat untuk kemajuan bersama (Hasbullah 2006). Sedangkan nilai pengaruh yang terkecil adalah tingkat kepedulian masyarakat yang cukup baik (0,150). Tingkat kepedulian masyarakat dalam pembangunan HTR dinilai tidak memberikan pengaruh yang cukup banyak dalam keberhasilan pembangunan HTR.

Tabel 55 Matrik IFE dalam pembangunan HTR di Kabupaten OKI

No Faktor Internal Rata-rata

bobot Rata-rata rating Nilai Pengaruh A Kekuatan

1 Karakteristik individu yang cukup baik (usia produktif, tingkat kesehatan, penghasilan)

0,080 3,600 0,288

2 Tingkat kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap tokoh masyarakat, agama, aparat pemerintahan dan cukup baik pada instansi kehutanan

0,086 3,600 0,310

3 Tingkat partisipasi masyarakat dalam jaringan sosial yang cukup baik

0,080 3,600 0,288 4 Kepatuhan masyarakat terhadap norma-

norma yang berlaku dalam masyarakat tinggi

0,056 3,800 0,213

5 Tingkat prokatif masyarakat yang tinggi 0,052 3,000 0,156 6 Tingkat kepedulian masyarakat yang

cukup baik

0,050 3,000 0,150 7 Persepsi masyarakat terhadap

pembangunan HTR yang cukup baik

0,082 3,200 0,262 8 Motivasi masyarakat untuk mendapatkan

legalitas atas lahan mereka yang tinggi

0,082 3,600 0,292

Total 0,568 1,962

B Kelemahan

1 Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah

0,074 2,600 0,192

2 Kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap LSM dan pihak/mitra dari luar

0,060 2,600 0,156

3 Persepsi masyarakat terhadap ketentuan pewarisan, jenis tanaman HTR yang rendah, pemanfataan hasil HTR dan proses perijinan HTR

0,050 2,600 0,130

4 Kelembagaan HTR yang belum berfungsi secara optimal di dalam masyarakat

0,104 2,800 0,291 5 Tidak adanya lembaga permodalan yang

membantu masyarakat

0,056 2,600 0,146 6 Pengetahuan masyarakat yang rendah

dalam pembangunan HTR

0,088 2,400 0,211

Total 0,432 1,126

Kecenderungan terhadap faktor internal 1,000 0,836

Faktor kelemahan yang mempunyai nilai pengaruh yang paling besar adalah kelembagaan HTR yang belum berfungsi secara optimal di dalam masyarakat (0.291). Kelembagaan dalam pembangunan HTR merupakan sebuah prasyarat yang penting dalam keberhasilan pembagunan HTR (Noordwijk et al. 2007). Permasalahan-permasalahan yang sering dijumpai

dalam pembangunan kehutanan di Indonesia salah satunya disebabkan oleh kurang memadainya kelembagaan dalam pembangunan kehutanan (Kartodihardjo 2007). Sedangkan nilai terendah untuk faktor kelemahan adalah pada persepsi masyarakat terhadap ketentuan pewarisan, jenis tanaman HTR yang rendah, pemanfataan hasil HTR dan proses perijinan HTR (0.130). Rendahnya persepsi masyarakat ini dikarenakan akumulasi dari pengalaman mereka dalam memanfaatkan lahan dan mengikuti kegiatan yang terkait dengan perijinan HTR. Persepsi ini dapat ditingkatkan apabila masyarakat diberikan pengetahuan dan pengalaman untuk mengelola lahan mereka dengan tanaman budidaya kehutanan serta instansi kehutanan terkait dengan perijinan HTR ini memperbaiki kinerja mereka dalam memproses usulan perijinan HTR dengan mengedepankan dialog dan keterbukaan.

Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembangunan HTR di kabupaten OKI yang berasal dari luar terdiri dari peluang dan ancaman. Evaluasi terhadap faktor eksternal juga dilakukan oleh

stakeholders seperti pada evaluasi faktor internal. a Peluang

1. Dukungan kebijakan, dana dan infrastruktur HTR dari instansi terkait 2. Dukungan dari aparat pemerintahan lokal

3. Adanya kegiatan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dan teknis masyarakat terkait dengan pembangunan HTR 4. Harga komoditas hasil hutan (kayu dan non kayu) yang semakin tinggi.

b Ancaman

1. Adanya free rider dalam proses pembangunan HTR di Kab OKI

2. Kebijakan verifikasi yang membagi areal kawasan hijau dan kawasan putih

3. Jumlah dan Kemampuan pendamping yang belum memadai 4. Persyaratan perijinan HTR yang masih menyulitkan masyarakat 5. Belum jelasnya pasar kayu yang akan menampung hasil HTR

6. Kegiatan sosialisas, pendampingan dan penyuluhan tentang HTR yang belum menjangkau sampai masyarakat di tingkat tapak

8. Tidak adanya keterbukaan dalam proses perijinan HTR

9. Matrik evaluasi faktor eksternal atau external factor evaluation (EFE) dapat dilihat pada Tabel 56.

Tabel 56 Matrik EFE dalam pembangunan HTR di Kabupaten OKI

No Faktor Internal Rata-rata

bobot Rata-rata rating Nilai Pengaruh A Peluang

1 Dukungan kebijakan, dana dan infrastruktur HTR dari instansi terkait

0,114 3,600 0,410 2 Dukungan dari aparat pemerintahan lokal 0,110 3,600 0,396 3 Adanya kegiatan pendampingan 0,100 2,600 0,260 4 Harga komoditas hasil hutan (kayu dan

non kayu) membaik

0,068 2,800 0,190

Total 0,392 1,256

B Kelemahan

1 Adanya free rider dalam proses pembangunan HTR di Kab OKI

0,086 3,400 0,292

2 Kebijakan verifikasi yang membagi areal kawasan hijau dan kawasan putih

0,086 2,800 0,241

3 Jumlah dan Kemampuan pendamping yang belum memadai

0,054 1,800 0,097 4 Persyaratan perijinan HTR yang masih

menyulitkan masyarakat

0,102 1,600 0,163 5 Belum adanya pasar kayu yang akan

menampung hasil HTR

0,056 2,000 0,112 6 Kegiatan sosialisas, pendampingan dan

penyuluhan tentang HTR yang belum menjangkau sampai masyarakat di tingkat tapak

0,056 2,400 0,134

7 Kurangnya koordinasi antar instansi dalam pembangunan HTR

0,072 2,000 0,144 8 Tidak adanya keterbukaan dalam proses

perijinan HTR

0,096 3,000 0,288

Total 0,608 1,472

Kecenderungan terhadap faktor internal 1,000 -0,215

Dari Tabel 56 diketahui bahwa faktor peluang dengan nilai pengaruh terbesar adalah dukungan kebijakan, dana dan infrastruktur HTR dari instansi terkait (0,410). Dukungan kebijakan pembangunan HTR dari instansi terkait ini merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan HTR karena adanya dukungan dan bantuan tersebut dapat membantu menutupi kekurangmampuan masyarakat dalam beberapa aspek

terkait dengan pembangunan HTR di wilayah tersebut. Sedangkan nilai pengaruh terendah ada pada faktor harga komoditas hasil hutan (kayu dan non kayu) yang semakin tinggi (0,190).

Faktor ancaman dengan nilai pengaruh paling tinggi adalah Adanya free rider dalam proses pembangunan HTR di Kab OKI (0,292). Adanya free rider

dalam proses pembangunan HTR di Kabupaten OKI ini yang menyebabkan terhambatnya proses perijinan. Masyarakat dan aparat pemerintah lokal melihat bahwa free rider yang ingin menumpang dalam pembangunan HTR berasal dari BPPHP V dan Dinas Kehutanan Kabupaten OKI sehingga aparat pemerintah lokal cenderung berhati-hati dalam mengeluarkan rekomendasi untuk perijinan. Sedangkan Dinas Kehutanan Kabupaten memandang bahwa free rider ini berasal dari masyarakat dan BPPHP V sehingga mereka membentuk tim konsolidasi di dalam kawasan HTR tersebut untuk mengkondisikan masyarakat dalam proses perijinan HTR. Sedangkan BPPHP V melihat bahwa free rider ini berasal dari Dinas Kehutanan Kabupaten OKI dan masyarakat sehingga mereka membuat kebijakan verifikasi dengan membagikan areal dalam kawasan hijau

dan kawasan putih. Sebagai akibat dari berbagai tindakan tersebut, proses perijinan HTR di kabupaten OKI tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sedangkan faktor ancaman dengan nilai pengaruh terkecil adalah jumlah dan kemampuan pendamping yang belum memadai (0,097). Peran pendamping dalam pembangunan HTR sangat strategis. Pendamping merupakan pihak yang bertugas untuk membakeli masyarakat dalam hal pengetahuan teknis dan pemberdayaan kelembagaan pembangunan HTR.

5.12.2 Tahapan Analisis

Tahapan analisis dilakukan dengan memadukan faktor internal dan faktor eksternal dalam dengan menggunakan matrik SWOT. Dari matrik SWOT yang dihasilkan pada tahapan analisis ini (Tabel 60) dihasilkan Sembilan alternatif strategi pembangunan HTR yang merupakan perpaduan unsur kekuatan dan peluang, Kekuatan dan ancaman, kelemahan dan peluang serta kelemahan dan ancaman. Strategi dalam pembangunan HTR di Kabupaten OKI tersebut adalah:

a Strategi S – O (strength – opportunity/kekuatan – ancaman)

Strategi S – O merupakan strategi agresif yang memanfaatkan kekuatan untuk menggunakan semua peluang yang ada sehingga diperoleh hasil yang maksimal. Strategi S – O tersebut adalah :

1. Mengaktifkan dan mengefektifkan lembaga non formal dalam ikut mendukung pembangunan HTR.

2. Membangun komunikasi dan koordinasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan HTR.

bStrategi W – O (weaknessopportunity/kelemahan – ancaman)

Strategi W – O merupakan strategi konservatif yang menggunakan peluang yang ada untuk mengatasi kelemahan. Alternatif strategi W – O tersebut adalah:

1. Pemberdayaan petani dalam bidang iptek, kelembagaan, dan pemasaran sesuai karekteristik sosial budaya setempat.

2. Peningkatan akses petani terhadap informasi, lembaga permodalan, pendidikan dan penyuluhan serta pasar hasil hutan.

c Strategi S – T (strength – threat/kekuatan – ancaman)

Strategi S –T adalah strategi kompetitif yang memanfaatkan faktor kekuatan internal untuk mengurangi ancaman eksternal. Alternatif strategi S – T tersebut adalah:

1. Peningkatan kapasitas petani dan pendamping HTR dalam kelembagaan, pengetahuan teknis kehutanan dan pemasaran dalam pembangunan HTR. 2. Membentuk forum komunikasi, koordinasi dan layanan informasi antar

stakeholders dalam pembangunan HTR sebagai sarana untuk mencari solusi permasalahan pembangunan HTR, pengembangan peluang kemitraan dan pemasaran, serta pusat informasi pembangunan HTR.

3. Memfasilitasi masyarakat dalam pemenuhan persyaratan dan proses perijinan serta verifikasi HTR

d Strategi W – T (weakness – threat/kelemahan – ancaman)

Strategi W – T adalah strategi defensif yang berusaha meminimalkan kelemahan untuk mengatasi ancaman eksternal. Alternatif strategi W – T tersebut adalah:

1. Perlu campur tangan pemerintah dan mitra strategis dalam meningkatkan kapabilitas petani.

2. Membuka dialog antara masyarakat, LSM dan pemerintah dalam pembangunan HTR.

Strategi pembangunan HTR di Kabupaten OKI terpilih yang memungkinkan untuk diimplementasikan adalah hasil pertemuan sumbu x (faktor internal) dan sumbu y (faktor eksternal). Berdasarkan selisih jumlah nilai pengaruh unsur internal yaitu antara kekuatan dan kelemahan (1,962 - 1,126 = 0,836) dan selisih total nilai pengaruh unsur eksternal yaitu peluang dan ancaman (1,257 – 1,472 = -0,215). Sehingga kedudukan pembangunan HTR di Kabupaten OKI berada pada sel atau kuadran II yaitu pada titik 0,836;-0,215 (Gambar 5).

Posisi ini mendukung strategi kompetitif (S – T) yang didasarkan pada pemanfaatan seluruh kekuatan internal (strength) pada komunitas untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal (threats). Strategi kompetitif yang dilakukan antara lain berupa integrasi horizontal serta melakukan pengembangan produk melalui diversifikasi baik produk ataupun pasar (David 2009). Strategi alternatif pembangunan HTR di Kabupaten OKI yang memungkinkan untuk diimplementasikan berdasarkan posisi pada kuadran II adalah:

1. Peningkatan kapasitas petani dan pendamping HTR dalam hal kelembagaan, pengetahuan teknis kehutanan dan pemasaran dalam pembangunan HTR.

2. Membentuk forum komunikasi, koordinasi dan layanan informasi antar

stakeholders dalam pembangunan HTR sebagai sarana untuk mencari solusi permasalahan pembangunan HTR, pengembangan peluang kemitraan dan pemasaran, serta pusat informasi pembangunan HTR.

3. Memfasilitasi masyarakat dalam pemenuhan persyaratan dan proses perijinan serta verifikasi HTR

Gambar 5 Kedudukan strategi pembangunan HTR di Kabupaten OKI berdasarkan analisis SWOT

Opportunities (O)  Kuadran I Strategi Agreasif Strength (S)  Weakness (W)  Threat (T)  Kuadran II Strategi Kompetitif Kuadran IV Strategi Defensif Kuadran III Merubah Strategi 0.836, -0.215 -0.6 -0.4 -0.2 -6E-16 0.2 0.4 0.6 -1 -0.8 -0.6 -0.4 -0.2 1E-16 0.2 0.4 0.6 0.8 1

Tabel 57 Matrik SWOT Pembangunan HTR di Kabupaten OKI

Internal

Eksternal

Kekuatan (S)

1. Karakteristik individu yang cukup baik (usia produktif, tingkat kesehatan, penghasilan)

2. Kepercayaan masyarakat yang cukup tinggi pada tokoh masyarakat, agama dan aparat pemerintahan.

3. Kepercayaan masyarakat yang masih cukup baik terhadap instansi kehutanan

4. Tingkat partisipasi masyarakat dalam jaringan sosial yang cukup baik

5. Kepatuhan masyarakat terhadap norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tinggi

6. Tingkat proaktif masyarakat yang cukup tinggi

7. Tingkat kepedulian masyarakat yang cukup tinggi

8. Persepsi masyarakat terhadap sebagian besar ketentuan dalam perijianan pembangunan HTR yang cukup baik

9. Motivasi masyarakat untuk mendapatkan legalitas atas lahan mereka yang tinggi

Kelemahan (W)

1. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah

2. Kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap LSM dan pihak/mitra dari luar

3. Persepsi masyarakat terhadap ketentuan pewarisan, jenis tanaman HTR yang rendah, pemanfaatan hasil HTR dan proses peijinan HTR

4. Kelembagaan HTR yang belum berfungsi secara optimal di dalam masyarakat

5. Tidak adanya lembaga

permodalan yang membantu masyarakat

6. Pengetahuan masyarakat yang rendah dalam pembangunan HTR

Peluang (O)

1. Dukungan kebijakan, dana dan infrastruktur HTR dari instansi terkait

2. Dukungan dari aparat pemerintahan lokal

3. Adanya kegiatan pendampingan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan dan teknis masyarakat terkait dengan pembangunan HTR

4. Harga komoditas hasil hutan (kayu dan non kayu) yang semakin tinggi

Strategi S-O

1. Mengaktifkan dan mengefektifkan lembaga non formal dalam ikut mendukung pembangunan HTR (S2, S3, S4, S5 S6,S7,S8, O1,O2,O3)

2. Membangun komunikasi dan koordinasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan HTR (S1,S2,S3,S4,S5, S6, S7, S8,S9, O1,O2,O3,O4)

Strategi W-O

1. Pemberdayaan petani dalam bidang iptek, kelembagaan, dan pemasaran sesuai karekteristik sosial budaya setempat. (W1,W3,W4,W6,O1,O2,O3) 2. Peningkatan akses petani

terhadap informasi, lembaga permodalan, pendidikan dan penyuluhan serta pasar hasil hutan (W1, W2, W3,W4,W,W6, O1,O2,O3,O4)

Ancaman (T)

1. Adanya free rider dalam proses pembangunan HTR di Kab OKI 2. Kebijakan verifikasi yang membagi

areal kawasan hijau dan kawasan putih

3. Jumlah dan Kemampuan

pendamping yang belum memadai 4. Persyaratan perijinan HTR yang

masih menyulitkan mayarakat 5. Belum jelasnya pasar kayu yang

akan menampung hasil HTR 6. Kegiatan sosialisas, pendampingan

dan penyuluhan tentang HTR yang belum menjangkau sampai masyarakat di tingkat tapak

7. Kurangnya koordinasi antar instansi dalam pembangunan HTR

8. Tidak adanya keterbukaan dalam proses perijinan HTR

Strategi S-T

1. Peningkatan kapasitas petani dan pendamping HTR dalam kelembagaan, pengetahuan teknis kehutanan dan pemasaran dalam pembangunan HTR(S1, S2, S3, S4, S5, S6, S7, S8, S9, T3, T4, T5, T6)

2. Membentuk forum komunikasi, koordinasi dan layanan informasi antar stakeholders dalam pembangunan HTR (S1, S2, S3, S4, S5, S6, S7, S8, S9, T1, T2, T4, T5, T6, T7, T8)

3. Memfasilitasi masyarakat dalam pemenuhan persyaratan dan proses perijinan serta verifikasi HTR (S1, S2, S3, S4, S5, S6, S7, S8, S9, T2, T3, T4)

Strategi W-T

1. Perlu campur tangan

pemerintah dan mitra strategis dalam meningkatkan kapabilitas petani (W1, W2, W4,W5,W6.T4, T5, T6,)

2. Membuka dialog antara masyarakat, LSM dan pemerintah dalam pembangunan HTR (W2, W3,

5.12.2 Tahap Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan terhadap alternatif strategi kebijakan dalam pembangunan HTR di Kabupaten OKI menggunakan matriks QSPM (David 2009). Pengambilan keputusan dengan menggunanakan matriks QSPM menggunakan skor ketertarikan atau attractiveness score (AS) dari stake holders terhadap alternatif strategi kebijakan yang diperoleh dengan menggunakan analisis SWOT. Stake holders yang dilibatkan dalam QSPM ini adalah tokoh masyarakat, aparat pemerintahan lokal, Dinas Kehutanan Kabupaten OKI, BPPHP Wilayah V dan Pendamping HTR. Dari hasil penilaian AS pada alternatif strategi dalam pembangunan HTR di Kabupaten OKI ini dapat dilihat dalam Tabel 58.

Tabel 58 Rekapitulasi matriks QSPM pada pembangunan HTR di Kabupaten OKI

Faktor Strategis bobot

Skor Ketertarikan

Strategi I Strategi II Strategi III

AS TAS AS TAS AS TAS Faktor strategi internal

Kekuatan Kelemahan 0,568 0,432 3,175 3,033 1,803 1,310 3,355 3,167 1,903 1,368 2,775 3,000 1,576 1,296 Total 1,000 6,208 3,113 6,522 3,271 5,775 2,872

Faktor strategi eksternal Peluang Ancaman 0,392 0,608 2,400 2,325 0,941 1,414 2,950 2,850 1,156 1,733 2,600 2,875 1,019 1,748 Total 1,000 4,725 2,355 6,400 2,889 5,475 2,767

Total skor ketertarikan 5,468 6,160 5,639

Strategi terpilih III I II

Dari matriks QSPM seperti terlihat pada Tabel 62, strategi alternatif yang terpilih adalah strategi II yaitu membentuk forum komunikasi, koordinasi dan layanan informasi antar stakeholders dalam pembangunan HTR sebagai sarana untuk mencari solusi permasalahan pembangunan HTR, pengembangan peluang kemitraan dan pemasaran, serta pusat informasi pembangunan HTR dengan nilai TAS 6,160 lebih baik dari strategi Memfasilitasi masyarakat dalam pemenuhan persyaratan dan proses perijinan serta verifikasi HTR dengan nilai TAS 5,639 dan strategi Peningkatan kapasitas petani dan pendamping HTR dalam hal kelembagaan, pengetahuan teknis kehutanan dan pemasaran dalam pembangunan HTR dengan nilai TAS 5,465.

Pembentukan forum komunikasi, koordinasi dan layanan informasi antar

stakeholders dalam pembangunan HTR sebagai sarana untuk mencari solusi permasalahan pembangunan HTR, pengembangan peluang kemitraan dan pemasaran, serta pusat informasi pembangunan HTR di Kabupaten OKI ini dipilih sebagai alternatif strategi dengan nilai TAS tertinggi oleh tokoh

masyarakat, aparat pemerintahan desa dan Dinas Kehutanan kabupaten OKI (gambar 6). Pembentukan forum multistakeholders dalam pembangunan HTR di Kabupaten OKI ini diharapkan mampu menjadi sarana bagi bertemunya dan berdialogya berbagai kepentingan dari berbagai pihak dalam pembangunan HTR. Sehingga isu-isu seperti adanya free rider, keterbukaan proses perijinan, kesulitan persyaratan, peluang pemasaran, keterbatasan kapasitas masyarakat, masalah pendanaan dan lain-lain dapat dibicarakan dan dicarikan jalan keluar dalam forum tersebut.

Gambar 6 Perbandingan nilai TAS stakeholders terhadap alaternatif kebijakan dalam pembangunan HTR di Kabupaten OKI

Alternatif kebijakan yang lain dalam pembangunan HTR di Kabupaten OKI (penguatan kapasistas masyarakat dan fasilitasi masyarakat) juga perlu dilaksanakan apalagi beberapa instansi pemerintah sudah menganggarkan untuk melaksakan kegiatan tersebut. Namun pelaksanaan dari kebijakan tersebut akan kurang maksimal apabila masih terdapat isu-isu keterbukaan dan

free rider yang belum dicarikan jalan keluar. Dan yang lebih penting adalah dukungan dari masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan tersebut karena tanpa dukungan dari masyarakat maka hasil dari kebijakan tersebut akan kurang maksimal. Hal ini disebabkan karena salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan adalah collective action yang tinggi (Kartodihardjo 2006). Karena alasan tersebut maka pembentukan forum komunikasi, koordinasi dan layanan informasi dalam pembangunan HTR di Kabupaten OKI ini menjadi penting untuk segera diwujudkan guna menunjang keberhasilan pembangunan HTR di Kabupaten OKI. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Alternatif kebijakan I Alternatif kebijakan II Alternatif kebijakan III

Karakteristik individu yang dapat diidentifikas dari masyarakat di dalam Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang Kabupaten OKI adalah Umur, pendidikan formal dan non formal, pendapatan, tingkat kesehatan, luas lahan, lama tinggal, status sosial, suku bangsa dan asal domisili dengan tingkat karakteristik individu pada kategori sedang. Unsur modal sosial yang dapat diidentifikasi dari masyarakat adalah kepercayaan, jaringan, norma sosial, tindakan yang proaktif dan kepedulian dengan tingkat modal sosial masyarakat

Dokumen terkait