• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. LEGENDA DANAU TELUK GELAM DALAM PERSPEKTIF

B. Analisis Aktansial dan Struktur Fungsional A.J. Greimas

1. Struktur Aktansial

Menurut Greimas, pola aktansial terdiri atas enam pokok yaitu: pengirim,

objek, subjek, penolong, penentang, dan penerima. Berikut ulasan dan

penerapannya dalam legenda Danau Teluk Gelam. Dalam analisis ini akan

dijelaskan hubungan masing-masing aktan. Perlu diketahui di sini, berbeda

hubungan dengan aktan objek, dalam analisis ini aktan pengirim tidak mengatahui

adanya objek sehingga aktan pengirim tidak memiliki hubungan dengan aktan

objek. Aktan objek diketahui secara mandiri oleh aktan subjek dan menjadi milik

penerima.

Melalui pendekatan aktansial ini dapat dijelaskan hubungan dari

masing-masing aktannya. Pengirim memiliki hubungan dengan subjek, yaitu: Raja Awang

sebagai ayah dan Pangeran Tapah sebagai anak sekaligus putra mahkota.

Pengirim, Raja Awang tidak berhubungan dengan Putri Gelam karena dia tidak

tahu akan keberadaan wanita tersebut, juga tidak ada hubungan lagi antara

kehidupan Putri gelam selanjutnya dengan Raja Awang karena walaupun

menikahi putranya dia tidak pernah kembali ke kerajaan suaminya, Pangeran

Tapah. Pembantu, saudara tiri pangeran mendorong kepergian Pangeran Tapah

dengan fitnah yang diciptakannya. Penentang, perampok menghancurkan

kehidupan Pangeran Tapah dan Putri Gelam dengan membunuh anaknya.

Penerima adalah Pangeran Tapah dan akhir kehidupannya.

Dari pola aktansial, diketahui bahwa Pangeran Tapah adalah subjek

sekaligus penerima. Raja Awang sebagai pengirim secara tidak langsung

membuat Pangeran Tapah mencari kebahagiaan di luar istana dengan

mengusirnya. Kesalahan menjadikan Pangeran Tapah menjadi subjek yang

bertanggung jawab untuk mencari dan menemukan subjek. Pangeran Tapah

menjadi subjek karena dia berusaha untuk mendapatkan Putri Gelam yang adalah

objek. Sebagai subjek, dia menyelamatkan objek dari kesakitannya dan sebagai

Karena tidak memiliki keluarga lagi, Pangeran Tapah ingin menikah. Dia

menikahi Putri Gelam setelah membebaskannya dari tenung. Saudara tiri

pangeran yang memfitnahnya merupakan penolong, karena dia yang membuat

pangeran mencari kebahagiaan di luar istana, yaitu menikahi Putri Gelam.

Sedangkan, perampok sebagai penetang, menghancurkan kebahagiaan Pangeran

Tapah dengan membunuh kedua anaknya.

a. Pengirim

Pengirim (sender) adalah aktan (seseorang atau sesuatu) yang menjadi

sumber ide dan berfungsi sebagai penggerak cerita. Pengirim memberikan karsa

atau keinginan kepada subjek untuk mencapai atau mendapatkan objek (Taum,

2011: 145).

Raja Awang adalah pengirim. Dia mengusir anaknya, Pangeran Tapah dari

istana karena pengaruh fitnah dari anak tirinya yang iri karena bukan putra

mahkota. Sebagai putra mahkota, Pangeran Tapah sudah pasti akan menjadi

pewaris tahta ayahnya. Raja Awang mengusir Pangeran Tapah tanpa memberinya

harapan untuk kembali lagi ke istana suatu hari nanti.

Melihat kenyataan itu, sang raja yang selama ini dikenal bijak dan arif berubah menjadi sosok yang sangat murka. Dengan kasar dan kejam dia menyiksa putra kandungnya. Bahkan dia mengusirnya dari istana.

(Asal-muasal Terjadinya Danau Teluk Gelam adegan 10)

Setibanya raja dan rombongan di dalam istana, ia langsung memanggil putranya. Entah setan apa yang telah merasuki alam pikiran sang raja, ia terlihat begitu sangat murka. Pangeran dituduh telah menghamili perempuan di luar

istana. Hal ini sangat tabu bagi kerajaan, sama dengan mencoreng muka sendiri, aib pada segenap penghuni istana. Rupanya Raja Awang telah termakan oleh fitnah putra tirinya. Pangeran Tapah Lanang diperlakukan seperti hewan dan diusir dari istana.

(Putri Gelam adegan 25)

Raja Awang memiliki kekuasaan untuk menghukum siapa pun yang

melanggar peraturan kerajaan termasuk putra mahkota sendiri. Hukuman buang

yang dijatuhkan kepada Pangeran Tapah dianggap setimpal dengan kesalahan

yang dibuatnya yaitu berbuat zina, yang dalam agama Islam dianggap sebagai

dosa yang besar. Meskipun agama tidak diungkap dalam kedua cerita legenda

Danau Teluk Gelam, dasar kebudayaan dan agama yang dianut masyarakat

Kabupaten Ogan Komering Ilir yang mayoritas beragama Islam menjadi salah

satu penentu dari sudut pandang mana kedua legenda itu diungkap.

Peraturan yang dilanggar Pangeran Tapah adalah aturan norma, yang

seharusnya dijunjung tinggi dan dijadikan pedoman hidup. Kesalahan yang

membuatnya menjadi korban karena dia tidak memiliki kekuasaan yang

sebanding dengan yang menjatuhinya hukuman. Pangeran Tapah adalah putra

mahkota sedangkan Raja Awang adalah raja, sekaligus ayah yang kedudukannya

lebih tinggi daripada Pangeran Tapah. Kekuasaan pada hakikatnya berkenaan

dengan hubungan antarmanusia, yaitu hubungan yang tidak seimbang (uniqual) di

antara dua pihak, yaitu salah satu pihak mempunyai kekuasaan yang lebih besar

Kekuasaan adalah dominasi, yaitu kemampuan untuk melaksanakan

kemauan kendatipun orang lain menentang (Wright Mills, 1956: 9 ; Seomardi

1984: 41; dalam Baryadi, 2012: 19). Pangeran Tapah tetap pergi meskipun dia

sangat berat hati meninggalkan istana tempatnya dibesarkan tetapi hukuman yang

diberikan sang ayah tidak dapat diganggu gugat. Posisi ayahnya yang seorang raja

tidak dapat melindung pangeran karena apa yang terjadi dengan Pangeran Tapah

bukan hanya masalah keluarga, tapi juga menyangkut nama baik kerajaan dan

masyarakat yang berada di wilayah itu. Apa jadinya jika calon penerus tahta

kerajaan telah berbuat zina, tentunya aib itu akan memperburuk citra kerajaan.

Ditambah lagi, kerajaan yang dipimpin Raja Awang terkenal sangat baik, rajanya

juga sangat bijaksana. Maka akan menjadi tidak bijaksana jika Raja Awang

melindungi putranya yang telah berbuat zina demi perasaaan cintanya secara

pribadi.

Hubungan keluarga, pangkat atau kekayaan tidak menjamin suatu

kehidupan yang baik sebagaimana juga eros (baca: cinta). Ambisi akan

perbuatan-perbuatan luhur dan merasa malu akan tindakan-tindakan tak terpuji merupakan

unsur yang sangat kuat antara para pecinta, dan eros (baca: cinta) merupakan

dorongan terbesar untuk kebaikan dalam kehidupan pribadi, sipil, maupun militer

(Santas, 2002: 21). Ikatan keluarga yang terjadi antara Raja Awang sebagai ayah,

dan saudara tiri Pangeran Tapah tidak dapat dijadikan patokan bahwa kehidupan

yang mereka jalani bahagia. Justru karena adanya hubungan yang dekat itulah

yang menjadikan kecemburuan antara mereka semakin besar dan membuat

Seandainya Pangeran Tapah tidak memiliki saudara tiri, pangeran tidak

akan tahu bagaimana pembelajaran tentang kehidupan yang dia dapatkan saat

pembuangan. Pembelajaran yang membuatnya mengerti bagaimana kesulitan

yang dihadapi orang-orang yang berada di luar istana dan bagaimana menentukan

tujuan hidup serta keinginan untuk mendapatkannya. Pengirim memberikan

hukuman yang berat agar dipahami sebagai pembelajaran yang sebenarnya dan

pembelajaran itu sendiri berfungsi untuk kebaikan bagi yang menjalaninya.

Raja Awang sebagai pengirim (sender), memiliki kekuatan dan kekuasaan

yang tidak dapat dibantah oleh siapa pun, sekalipun oleh penasehat kerajaan yang

tidak setuju dengan hukuman yang diberikan kepada Pangeran Tapah. Sang

penasehat tahu pasti bahwa Pangeran Tapah tidak bersalah dan yang didengar

Raja Awang dari putra tirinya adalah fitnah belaka, keadaan tidak dapat diubah

hanya dengan perkataan penasehat kerajaan. Walau tidak dapat dipungkiri

penasehat memberikan banyak kontribusi bagi jalannya pemerintahan di kerajaan

itu, nama baik raja telah dipertaruhkan oleh putra mahkota sebagai penerus tahta

kerajaan. Keterangan dari penasehat tidak dapat menolong hukuman yang

diberikan raja kepada pangeran sekaligus orang yang melanggar aturan.

Apabila yang melanggar peraturan adalah orang biasa baik itu dari

kalangan rakyat jelata atau bangsawan rendahan, hukuman yang diberikan tidak

akan sekejam itu. Hukuman itu menjadi semakin kejam ketika melihat pada

kondisi sosial masyarakat yang menganggap raja dan keturunannya adalah wakil

Tuhan di dunia atau orang-orang pilihan yang mendapat wahyu dari Tuhan untuk

perbuatatan kotor yang seharusnya bisa dihindari. Dominasi kekuasaan raja

sebagai pemimpin kerajaan bersama para pejabat istana membuatnya

berkeputusan yang dianggap adil bagi masyarakat kerajaan meskipun itu tidak adil

bagi dirinya sebagai seorang ayah.

Dominasi raja bersama pejabat istana sebagai pemerintah yang

bertanggung jawab melindungi dan menetramkan masyarakat, tidak lepas dari

kebijakan yang dibuat untuk mewujudkan semua hal itu. Dukungan dari

masyarakat terhadap rajanya merupakan suatu bentuk kekuasaan yang

mengharuskan seorang raja berdiri sebagai pemimpin dalam kondisi apapun.

Menurut Baryadi (2012: 20), karena ditopang oleh dukungan sosial yang kuat,

struktur masyarakat yang mewadahi kelompok dominan dan kelompok tidak

dominan itu diterima sebagai sesuatu yang sudah semestinya (taken of granted).

Dalam hal ini sudah sangat jelas bahwa hukuman yang ditetapkan Raja Awang

terhadap putranya, Pangeran Tapah bukanlah hukuman yang diberikan oleh

dirinya pribadi sebagai ayah, melainkan hukuman yang diberikan oleh seorang

raja kepada salah satu kerabat istana yang memiliki tingkatan sosial yang tinggi

dan seharusnya menjadi panutan.

Raja Awang memberikan hukuman kepada Pangeran Tapah sebagai Raja

dengan mengusirnya dari kerajaan tanpa memberinya harapan untuk kembali lagi

ke kerajaan. Pangeran diusir karena melanggar aturan yang telah ditetapkan untuk

menjaga keharmonisan masyarakat di kerajaan itu. Namun, sebagai seorang ayah,

Raja Awang berharap bahwa dengan mengusir putranya dari istana, itu akan

baik adalah raja yang mengerti penderitaan rakyatnya. Raja yang tidak akan

sembunyi dari kenyataan yang dihadapi rakyatnya dan mau bersentuhan secara

langsung dengan mereka sebagai pribadi dan individu, bukan sebagai penguasa

yang memerintah.

Pangeran Tapah yang hidup dalam kerajaan sejak kecil dan pernah

kehilangan ibu, membuat Raja Awang semakin tidak tega untuk memberikan

pengajaran yang berat, termasuk keluar dari istana. Dengan adanya kesalahan

yang langsung bersangkutan dengan Pangeran Tapah secara pribadi, maka itu

adalah kesempatan yang ada untuk membuat pangeran belajar tentang kehidupan

dan kemandirian di luar istana. Kebahagiaan yang dicapai dengan usaha dan

pengorbanan adalah kebahagiaan sejati yang tidak akan bisa dihancurkan. Dan

adanya wanita yang akan mencintai pangeran sebagai pribadi pangeran bukan

sebagai putra mahkota adalah impian raja. Karena raja tahu, bahwa setiap wanita

akan mencintai pangeran karena dia putra mahkota dan calon pewaris tahta

kerajaan.

Kebahagiaan sejati adalah kebahagiaan yang untuk mendapatkannya

haruslah dengan penuh pengorbanan. Pengalaman yang banyak dengan dibarengi

kegagalan dan rasa sakit akan membuat seseorang mampu bertahan dalam

keadaan sesulit apapun. Kedewasaan yang matang dari fisik dan psikis inilah yang

diharapkan Raja Awang ada dalam diri Pangeran Tapah.

Raja Awang sebagai pengirim membuat Pangeran Tapah mencari dan

mengetahui bahwa pengalaman pangeran di luar istana akan menjadikannya

pribadi yang baik dan bijaksana. Keberhasilan pengirim dapat diketahui dari

kemampuan subjek mendapatkan objek.

b. Subjek

Subjek (subject) adalah aktan pahlawan (sesuatu atau seseorang) yang

ditugasi pengirim untuk mencari dan mendapatkan objek (Taum, 2011: 145).

Biasanya yang menjadi subjek dalam legenda adalah tokoh utama.

Pangeran Tapah adalah subjek. Pangeran Tapah diusir oleh ayahnya, Raja

Awang karena difitnah melakukan tindakan tercela yaitu memerkosa gadis di luar

istana. Fitnah itu dibuat oleh saudara tirinya yang iri dengan kedudukan Pangeran

Tapah sebagai putra mahkota. Sugono dalam Baryadi (2012: 37) menyatakan

bahwa fitnah adalah perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang

disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (menodai nama baik, merugikan

kehormatan orang).

Pangeran Tapah kehilangan ibunya sejak masih kanak-kanak. Karena

undangan dari negara lain yang mengharuskan raja datang bersama permaisuri

membuat ayahnya, Raja Awang menikah lagi dengan seorang wanita dari luar

istana dan telah memiliki seorang anak yang sebaya dengan Pangeran Tapah.

Sejak saat itu pangeran tidak pernah keluar istana, dia hanya menyibukkan diri di

dalam istana. Sebagai seorang calon pewaris tahta, dia sama sekali tidak tahu

Luka hati Pangeran Tapah karena kepergian ibundanya di waktu

kanak-kanak membuat Raja Awang tidak berani memaksa pangeran untuk belajar

banyak hal di luar istana. Padahal Raja Awang sangat tahu, untuk menjadi seorang

raja yang baik, pangeran harus banyak belajar tentang kehidupan masyarakat di

luar kerajaan. Selain itu, pengetahuan seorang raja terhadap wilayah kerajaan dan

kehidupan rakyatnya akan mempengaruhi kebijakan yang akan dibuatnya kelak.

Fitnah yang membuat pangeran terusir dari istana membuat dia harus

banyak belajar melihat kenyataan di luar istana. Banyak penderitaan yang

kemudian dia terima, baik itu kesendirian maupun kesulitan hidup. Dia terus

mencari tujuan hidup yang dia inginkan. Pangeran berjalan mengikuti kata hatinya

untuk mendapat jawaban dari apa yang dia inginkan, karena dari ayahnya hanya

diketahui bahwa dia diusir. Dia harus mencari tahu sendiri apa yang dia inginkan

dan yang akan menjadi tujuan hidupnya kelak, dan mengapa dia diperlakukan

tidak adil. Perasaan tidak adil muncul karena pangeran merasa tidak melakukan

apa yang dituduhkan padanya.

Sang pangeran mengembara entah kemana dia akan pergi. Berhari-hari dia menelusuri hutan belukar, akhirnya dia singgah di sebuah talang yang sekarang disebut daerah Talang Pangeran. Di daerah itu, sang pangeran merasa damai hidup sendiri. Karena dalam istana dia selalu bermain dengan berbagai jenis hewan, maka dia tidak merasa kesepian karena banyak hewan yang hidup di sekelilingnya.

(Asal-muasal Terjadinya Danau Teluk Gelam adegan 11)

Pangeran tidak pernah membangkang akan nasehat penasehat kerajaan. Dengan membawa beribu kedukaan dan kehancuran, Pangeran Tapah Lanang berkelana meninggalkan istana. Sebelum itu dia sempat ziarah ke makam

ibundanya seraya berpamitan untuk pergi selama-lamanya dari istana. Isak tangis dan jeritan suara hatinya sangat memilukan.

Hari demi hari pangeran pergi mengembara dari satu daerah ke daerah lain. Akhirnya pangeran terdampar pada sebuah talang, dan menetap sambil bercocok tanam. Panghuni daerah talang itu hanya dia sendiri. Andai pun ada hanya orang-orang yang keluar-masuk hutan untuk berburu dan mengambil kayu bakar. Berbulan bahkan hampir dua purnama tak pernah ada kabar berita tentang pangeran bagi orang istana. Untuk sekian lama ia hidup mengembara seorang diri, hanya bayangan dirinya sendiri yang setia menemaninya ke sana ke mari. Pangeran akhirnya meninggalkan talang itu guna mencari tampat bermukim yang baru. Talang tempat ia bermukim diberi nama Talang Pangeran.

(Putri Gelam adegan 26-27)

Subjek tetap melakukan apa yang diperintahkan pengirim yaitu pergi dari

istana. Subjek mencari tujuan hidupnya dalam pengembaraan seperti apa yang

dicita-citakan pengirim (Raja Awang). Pangeran sebagai subjek banyak belajar

tentang kehidupan seperti yang seharusnya dilakukan sejak dia masih berada di

istana, sampai dia menemukan apa tujuan hidupnya dan berusaha untuk

mendapatkannya. Tujuan hidup pangeran adalah hidup bahagia dan mendapatkan

seorang istri sebagai pelengkap kebahagiaannya. Pangeran Tapah berusaha keras

mendapatkan semua kebahagiannya itu.

Santas (2002: 32) berpendapat bahwa sebagai orang muda, halus, lembut,

dan indah dan penuh kebaikan, ia mencintai tubuh yang lembut dan halus dan

jiwa-jiwa, menghalau lawan-lawan mereka dan mengamankan cinta akan

kualitas-kualitas ini dalam makhluk lain. Ia adil dan tidak melukai atau menyebabkan

orang lain celaka, bijaksana dalam mengontrol kenikmatan dan keinginan karena

Tapah menerima keadaan Putri Gelam sebagai seorang perempuan apapun

keadaannya, dia menerima anugerah yang diberikan padanya tanpa bertanya

sampai dia mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Putri Gelam. Perasaan

menerima yang tulus membuatnya mengerti akan cinta sebagai suatu anugerah

yang akan membuatnya bahagia.

Subjek yang menunjuk pada diri Pangeran Tapah berhasil diperoleh dari

objek yang juga diwujudkan dalam diri Putri Gelam. Subjek melakukan apa yang

diharapkan pengirim.

c. Objek

Objek (object) adalah aktan (sesuatu atau seseorang) yang dituju, dicari,

diburu atau diinginkan oleh subjek atas ide dari pengirim (Taum, 2011: 145).

Untuk mendapatkan objek, subjek harus berjuang keras dan melewati banyak

rintangan.

Putri Gelam adalah objek. Objek yang dimaksud adalah kebahagian. Putri

Gelam adalah kebahagiaan yang dimaksud pengirim, kebahagiaan sejati yang

harus didapat dengan penuh pengorbanan. Dan kebahagiaan inilah yang menjadi

tujuan Pangeran Tapah ketika diusir dari istana, yaitu mendapatkan seorang istri.

Meskipun awalnya pangeran sempat kecewa dengan satu-satunya teman yang dia

miliki karena wanita itu berwajah buruk, pada akhirnya dia bahagia karena

keajaiban yang terjadi yang membuat wanita buruk rupa itu menjadi sosok yang

Suatu ketika seakan ada gaib membisikkan pada sang pangeran agar dia mendekap sang wanita dari belakang. Saat itu, bertepatan dengan suara gemuruh halilintar yang menampar kemilau sinar api. Saat itu juga wanita itu membalikkan tubuhnya menghadap ke arah pangeran. Namun, rambut itu masih menutupi wajahnya. Karena persahabatan mereka berdua sudah kian akrab, tanpa segan sang pangeran mengelus rambut sang wanita dan menyibakkannya. Betapa terkejut sang pangeran, wajah yang dikenalnya sangat buruk dan menakutkan telah berubah menjadi yang sangat cantik jelita.

(Asal-muasal Terjadinya Danau Teluk Gelam adegan 13)

Sejenak pangeran tersentak menyadari apa yang telah dia lakukan dan segera pelukannya. Keajaiban telah terjadi, dia terperangah tak mampu berkata apa-apa. Di hadapannya terlihat sang putri yang buruk rupa menjelma menjadi seraut wajah nan cantik jelita.

(Putri Gelam adegan 33)

Putri Gelam adalah seorang putri yang juga difitnah karena menolak

lamaran yang ditujukan padanya. Karena sakit hati, salah satu dari orang-orang

yang melamarnya membuat fitnah, dengan mengatakan bahwa sang putri telah

melakukan perbuatan zina. Hal ini membuat dia dimurkai oleh ayahnya yang

seorang raja dan harus menjaga nama baik kerajaan. Dia diusir dari istana setelah

seorang tukang tenung didatangkan untuk membuat wajahnya menjadi buruk agar

tidak ada seorang pun mau mendekatinya dan tidak membuat malu kerajaan lagi.

Tukang tenung yang diminta membuat wajah sang putri menjadi buruk

merasa kasihan karena dia tahu sang putri tidak melakukan apa yang dituduhkan

padanya. Tukang tenung itu memberi tahu sang putri bahwa kutukan itu akan

hilang apabila ada seorang pemuda yang bukan muhrimnya menyentuh tubuhnya.

pangeran menyentuh tubuh Putri Gelam sekaligus membebaskannya dari

kutukan.

Sebagai korban, Putri Gelam diasingkan ke sebuah hutan dan hanya

tinggal seorang diri. Dia berusaha tidak bertemu dengan siapa pun karena takut

ada yang melihat wajahnya yang buruk, sampai akhirnya Pangeran Tapah

mendekatinya. Putri Gelam sempat menolak uluran pertemanan yang diberikan

pangeran, meskipun dia sangat membutuhkannya, namun pangeran tidak

menyerah untuk tetap menemani wanita yang ada di tengah hutan itu.

Pangeran membutuhkan seorang teman dalam kesendirian dan

pengembaraan yang tidak dia ketahui kemana arahnya. Dengan adanya teman, dia

berharap bisa mempunyai tujuan kemana harus pergi. Sampai akhirnya dia

memutuskan untuk menikah dengan Putri Gelam dan menjadikan Putri Gelam

sebagai tujuan hidupnya yang baru setelah keluar dari istana. Dengan adanya

Putri Gelam sebagai pendamping hidupnya, dia merasa lebih bahagia dan

kebahagiaannya semakin lengkap dengan keberadaan dua orang anak dalam

pernikahannya. Tujuannya telah didapat, yaitu kebahagiaan yang tidak lain adalah

objek yang diburu dan diinginkan pengirim dan didapat oleh Pangeran Tapah

sebagai subjek.

Objek yang disamarkan dalam diri Putri Gelam adalah kebahagiaan yang

diburu subjek karena ide dari pengirim. Objek yang samar kemudian menjadi

Melalui penanda seorang istri maka dapat diketahui secara jelas bahwa yang

diinginkan adalah kebahagiaan yang diberikan oleh istri tersebut.

d. Penolong

Penolong (helper) adalah aktan (sesuatu atau seseorang) yang membantu

atau mempermudah usaha subjek atau pahlawan untuk mendapatkan objek

(Taum, 2011: 146). Penolong tidak berarti teman atau orang yang bersedia

membantu subjek dengan terang-terangan, penolong membantu subjek

menentukan bagaimana mendapatkan objek.

Saudara tiri pangeran adalah penolong. Dia yang memfitnah Pangeran

Tapah hingga diusir dari istana dan membuat pangeran mendapatkan

kebahagiannya dengan menikahi Putri Gelam. Meskipun terasa janggal dengan

memasukkan orang yang membenci subjek sebagai penolong, namun cukup untuk

membuktikan bahwa dengan cara membuat subjek pergi dari istana, subjek mulai

belajar tentang kehidupan yang sebenarnya sangat diperlukan seorang calon

pewaris tahta kerajaan atau seorang calon pemimpin suatu negeri.

Saudara tiri Pangeran Tapah menjalani kehidupan yang membuatnya tidak

berbeda dengan calon seorang pemimpin negeri. Namun dia tidak sadar, bahwa

kehidupan mereka sudah ditentukan. Pangeran seorang putra mahkota sedangkan

dia hanyalah seorang biasa yang ibunya diangkat menjadi permaisuri kedua

membuatnya berpikiran buruk. Dia membuat fitnah dengan menyertainya

bukti-bukti yang ditujukan kepada sang raja.

Suatu hari, Solim, putra tiri Raja Awang merasa iri melihat Pangeran Tapah Lanang, saudara tirinya mengenakan pakaian kebesaran sebagai pangeran yang pada suatu saat nanti akan menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja. Dia mulai menyusun strategi untuk memfitnah sang raja.

(Asal-muasal Terjadinya Danau Teluk Gelam adegan 10) Pangeran Tapah Lanang selaku putra mahkota yang berhak mewarisi

Dokumen terkait