• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

B. Hasil Analisis Penelitian

2. Subjek II

a. Deskripsi subjek SM

Subjek SM laki-laki yang berasal dari Jawa berusia 39 tahun. SM berprofesi sebagai seorang Pegawai Negri Sipil. SM mengajar di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan Negri di Yogyakarta. Pendidikan terakhir SM adalah Strata 1. SM berstatus menikah dengan istri yang juga bekerja. Istri SM juga berprofesi sama sebagai seorang guru. Pendidikan terakhir istri SM adalah Strata 1. Subjek berdomisil di daerah Cangkringan, Yogyakarta. SM beragama Islam.

Sebelum bertemu dengan SM, istri SM sudah bekerja. Pada mulanya istri SM belum menjadi seorang PNS. Istri SM masih menjadi guru honorer. ketika SM dan istri menikah, mereka memutuskan untuk tetap sama-sama bekerja. Profesi SM dan istri yang sama-sama adalah guru menjadi alasan bahwa keduanya harus tetap bekerja. Hal ini disebabkan jika hanya satu yang bekerja dengan profesi guru maka akan kesulitan dalam hal ekonomi.

“Istri sebelum menikah sudah bekerja, kan masing-masing sudah

bekerja, kemudian menikah begitu, jadi ya tetap bekerja begitu. Ya itu tadi karena kalau seorang guru hanya satu orang itukan kesulitan dalam hal ekonomi sehingga sepakat tetap bekerja begitu” (SM)

b. Pengalaman tentang istri bekerja Tabel 6 Subjek II SM

Peran seorang istri Istri berperan sebagai pendamping hidup, mendidik anak, dan teman hidup

Istri harus memahami tugas rumah tangga Pandangan mengenai

peran istri yang bekerja

Mendapatkan keuntungan ketika istri bekerja yaitu menambah perekonomian keluarga

Peran istri yang bekerja itu tidak sesuai dengan hukum dalam agama Islam

Istri bekerja itu wajar dijaman sekarang karena jaman sudah berubah

istri bekerja karena sudah menempuh pendidikan tinggi

Istri yang bekerja perannya di rumah menjadi berkurang

Perasaan saat memiliki istri bekerja

Merasa lebih menguntungkan apabila pasangan bekerja

Sudah siap dengan resiko memiliki pasangan yang bekerja.

Saling memahami dari awal

Merasa stress ketika menghadapi masalah

Merasa sudah biasa melakukan tugas rumah tangga Merasa pasangan lebih memahami keadaan karena satu profesi

Merasa bisa berbagi dengan pasangan Menghadapi situasi istri

yang bekerja

Melakukan tugas rumah tangga

Tidak mau mengambil keputusan, menyerahkan pengambilan keputusan kepada istri

Meminta bantuan orang lain untuk mengurus anak.

Dari tabel diatas dapat dilihat dari subjek SM menyatakan bahwa peran seorang istri adalah menjadi pendamping hidup, mendidik anak-anak mereka, sekaligus menjadi teman hidup.

“Peran seorang istri ya sangat penting sekali dalam rumah tangga itu.

Sebagai pendamping hidup kemudian juga.. apa namanya untuk mendidik

Selain itu, dalam menjalani kehidupan berkeluarga, antara suami dan istri diharapkan memahami tugas yang seharusnya ia kerjakan. Memahami tugas yang harus dikerjakan menyangkut urusan rumah tangga.

“Yaa gimana ya.. yang penting kan sebenarnya begini bagaimana dalam

satu rumah tangga itu antara suami istri saling memahami tugasnya

masing-masing” (SM)

Pada subjek SM merasa bahwa jika memiliki istri bekerja akan memberiii keuntungan. Pertimbangan ini dirasakan oleh SM karena jika subjek dan istri bekerja akan menjadi lebih enak, subjek tidak memiliki beban karena ditunggu oleh pasangan di rumah apabila istri tidak bekerja. SM merasa bahwa jika pasangan juga bekerja menjadi menguntungkan. Penulis menduga, menguntungkan yang dimaksud oleh subjek di sini adalah untung dalam hal membantu perekonomi keluarga.

“…Ya biasa saja begitu. Malah mungkin, karena sama-sama bekerja malah jadi enak to. Malah mungkin kalau istri di rumah itu saya jadi susah begitu ya. Ya ditunggu-tunggu supaya cepat pulang dan lain sebagainya”

(SM)

Pemikiran awal ketika istri bekerja adalah memikirkan dampak yang akan dihadapi apabila memiliki istri bekerja. Pertimbangan ini lah yang membuat subjek menerima kondisi memiliki istri yang bekerja. Subjek SM berpendapat bahwa, akan siap dengan resiko memiliki istri bekerja. Adanya saling memahami sejak awal membantu mereka melewati segala resiko yang akan dihadapi.

“Ya gak mikir apa-apa, ketika awal milih istri yang bekerja kan sudah tahu konsekuensinya seperti apa, begitu saja. Mungkin dulu di awal, karena saling memahami kan gak ada masala.” (SM)

Seiring dengan berjalannya kondisi istri yang bekerja, subjek SM merasa pasangan menjadi lebih memahami keadaan karena memiliki profesi yang sama. Subjek merasa saat istri juga bekerja, bisa menjadi tempat untuk saling berbagi.

“..kalau sama-sama bekerja kan tidak. Sudah tahu begitu, oo karena bekerja di sini jadi nanti pulang jam segini, begitu. Bahkan mungkin ketika pulang bisa saling curhat, di tempat pekerjaan istri seperti apa, ditempat suami seperti apa begitu” (SM)

Menurut agama yang diyakini oleh SM, ketika istri itu bekerja maka peran nya itu tidak sesuai dengan ajaran agama. Menurut agama yang SM yakini istri itu berperan di rumah dan tidak bekerja. Suami lah yang dianggap memiliki tanggung Jawab untuk bekerja menafkahi keluarga.

“Itu tadi yang di luar pekerjaan itu tadi ya, kalau memang menurut hukum islam itukan, kalau istri kan memang di rumah lalu yang cari nafkah itukan suami, tangung Jawabnya tugasnya suami begitu” (SM)

Ajaran agama yang diyakini ini SM ini tidak membuat ia lantas berpikir terbatas pada ajaran tersebut. SM beranggapan bahwa pada jaman sekarang biaya hidup itu besar. Biaya hidup yang mahal ini lah yang menjadi SM menerima situasi istrinya bekerja. Saling pengertian dianggap akan menjadi dasar dari perubahan peran yang dijalankan oleh istri.

“Tetapikan tidak sesempit itu, apalagikan jaman sekarang itu yang

namanya biaya hidup itu juga mahal, yang pentingkan sudah ada saling

Selain biaya hidup yang besar, biaya pendidikan yang sudah dikeluarkan untuk membiayai pendidikan istri menjadi alasan mengapa istri bekerja. SM beranggapan akan rugi apabila istri tidak menggunakan pendidikan yang sudah ia jalani dan tidak bekerja. Selain itu SM jug mengungkapkan bahwa menjadi seorang guru tidak seberapa pendapatannya dibandingkan dengan pendapatan seorang direktur. Hal ini menunjukkan rasa tidak mampu dari diri SM.

“Dari desa, kuliah biayanya juga besar, kalau mung cuma jadi ibu

rumah tangga, istrinya guru gitukan, kalau istri nya direktur itukan mungkin gak masalah. Istrinya guru itukan, kadang-kadang kemudian jadi berpikir

“iya ya, kok saya di sekolahkan oleh orangtua, orangtua saja untuk

membiayai saya saja biayanya tidak sedikit, kok saya setelah jadi sarjana,

kok hanya ngganggur saja.” Kan mesti di hatinya itukan gak, ra tegel, begitu

lah. Jadi tetep bekerja, walaupun itu honorer” (SM)

Dengan situasi istri yang bekerja menyebabkan peran yang seharusnya dijalankan istri menjadi berkurang. Peran yang berkurang ini dirasakan ketika SM dan istri mulai memiliki anak. Ketika SM dan istri bekerja anak menjadi kurang pengasuhannya. Hal ini membuat istri hampir memutuskan untuk berhenti bekerja.

“pertama saya nikah itu dulukan, istri masih honorer. Ya itukan bener-bener kawalahan ya untuk ngurus anak itu. Sementara juga honornya itu masih kecil sekali, ya sempat sih di awal-awal itu istri ingin mengundurkan

diri, “pak gimana misalnya saya menggundurkan diri?”..” (SM)

Perasaan yang muncul ketika menghadapi permasalahan adalah perasaan stress. Subjek SM merasa emosi yang negatif muncul yaitu

merasa stress. Subjek merasa demikian ketika permasalahan yang muncul tidak segera ditemukan jalan pemecahannya.

“..Kalau seorang guru itukan kalau jam tujuh harus sudah di sekolah. Ya itu sempat, apa namanya, bisa dikatakan stress begitu lah, jika tiba-tiba sedang proses belajar-mengajar, pas tidak liburan, pembantu keluar” (SM)

Ketika subjek dihadapkan pada pilihan istri ingin berhenti bekerja agar bisa mengurus anak, subjek menyerahkan keputusan kepada istri. Subjek tidak berbuat apa-apa dengan cara tidak mau mau mengambil keputusan atas permasalahan di dalam keluarga

“Ya monggo, silahkan saja begitu. Kalau saya itu menyerahkan kepada

istri saya. Ya silahkan kalau mau keluar dari kerja, ya silahkan. Tapi ya

konsekuensinya ya itu “ibu nanti harus menerima apa yang saya dapatkan, dapatnya seperti ini.” Ya kalau bekerja ya dipersilahkan, ya hanya begitu

saja. Ya tidak kemudian, yasudah tidak usah bekerja saja” (SM)

Permasalahan yang dialami oleh subjek SM berusaha diselesaikan dengan berbagai macam cara. Waktu untuk mengurus anak dan rumah tangga yang kurang diselesaikan dengan cara meminta bantuan orang lain untuk mengurus kebutuhan rumah tangga, atahu pengasuhan anak.

“ketika anak lahir kan besok harus cuti ya, sebelum cuti kita sudah

sepakat untuk mencari pembantu begitu. Cari pembantu ya usaha begitu, kalau sudah dapat begitu, kemudian kalau tiba-tiba mengundurkan diri atahu keluar ya kita nyari lagi. Tapi ya dalam batas-batas tertentu, kalau misalnya anaknya gak mau begitu, ya itu di penitipan anak itu” (SM)

Meminta bantuan orang lain untuk mengurus anak merupakan salah satu jalan keluar penyelesaian masalah. SM ikut serta mengambil peran di dalam urusan rumah tangga. SM mengungkapkan bahwa ia ikut

ambil bagian mengurus urusan rumah tangga karena sudah terbiasa melakukan tugas rumah tangga bahkan sebelum ia dan istri menikah.

“Ya itu tadi kan kuncinya ketika ya di rumah itu tidak ada pekerjaan wanita tidak ada pekerjaan pria. Kalau saling mengisi ya biasa, kalau istri sedang mempersiapkan berangkat pagi ya itu saya biasa di dapur, dan lain

sebagainya” (SM)

“Ya kebetulan kan saya sudah terbiasa dari awal kos masak sendiri begitu. Saya juga dari awal juga kos, anaknya orang pas-pasan begitu bukan anaknya orang kaya sehingga hal-hal semacam itu dalam suatu rumah tangga kan sudah biasa begitu” (SM)

Dokumen terkait