BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
B. Hasil Analisis Penelitian
1. Subjek I
a. Deskripsi subjek AP
Subjek AP laki-laki yang berasal dari Jawa berusia 36 tahun. AP berprofesi sebagai seorang karyawan swasta. Pendidikan terakhir AP adalah Diploma 1. AP berstatus menikah dengan istri yang juga bekerja. Istri AP bekerja sebagai karyawan di salah satu rumah sakit swasta sekaligus menjadi seorang dosen. Pendidikan terakhir istri AP adalah Strata 1. Subjek berdomisil di daerah Godean, Yogyakarta. AP beragama Katolik.
Sebelum bertemu dengan AP, istri AP sudah bekerja. Dari awal sebelum menikah, AP dan istri sudah membicarakan tentang pendapatan yang dimiliki. AP dan istri berusaha untuk saling terbuka sejak awal
“Kalau awal mulanya memang sebelum ketemu dengan saya, istri
memang sudah bekerja, jadi itu sudah tidak ada masalah. Dan saya juga tahu dari awal, bukan hanya itu aja masalah pendapatan, itu kita juga..juga
terbuka” (AP)
AP membangun kehidupan bersama istri dengan berlandaskan pedoman yang mereka pegang bersama. AP menawarkan pedoman yang ia sebut S10 kepada istri. S10 tersebut berisi “Setiap Saat Selalu Sayang Setia Seiya Sekata Sehidup Semati Selamanya”. Dengan adanya pedoman tersebut AP bersama istri berharap bisa menjadi pondasi dalam membangun kehidupan pernikahan AP.
“kita buat satu kesepakatan itu, S 10 itu. Dan itu saya tawarkan kepada
istri, istri juga ya mau. Ya jadi itu awalnya itu dari pengalaman-pengalaman
dulu itu gagal, nah trus kebentuknya itu, S 10 itu…. lambang $ 10, itu
sebenarnya lambang kita, itu pertama. Trus yang di buku panduannya itu juga ada kita sisipkan ya itu, setiap saat selalu sayang setia seiya sekata sehidup semati selamanya. Nah itu kita cantumkan di panduan, supaya apa, supaya kita itu inget jadi bukan sekedar omongkosong tapi bener-bener kita hayati dalam kehidupan keluarga, seperti itu”(AP)
Pondasi ini menjadi pedoman yang menguatkan kehidupan berkeluarga subjek. Setiap Saat Selalu Sayang pada pasangan. Setia diartikan sebagai kesetiaan pada pasangan. Seiya Sekata dalam berkomunikasi dan menggambil keputusan bersama. Harapan akan Sehidup Semati dalam menjalani hidup berkeluarga Selamanya. Prinsip ini lah yang menjadi pegangan kehidupan keluarga AP dan istri.
“Jadi ini prinsip kita bersama dan ini harus kita pegang bersama, jadi
setiap saat itu selalu sayang, ketika ada suat masalah bertengkar atahupun
rame kita ingat kembali „oo iya setiap saat ki kudu sayang e‟ jadi trus marah
e trus hilang. Setia, setia ini adalah hal yang juga penting, Karena dalam
perjalanan hidup berkeluarga kita mungkin ada gangguan dari luar, „aku kudu setia‟. Seiya sekata, ini di dalam menggambil keputusan itu kita saling
komunikasi, apik e tu piye. Nek iya yo ho‟o, nek ora yo ora. Seiya sekata.
Jadi satu setiap keputusan itu kita ambil secara bersama-sama dan kita mengutamakan apik e piye. Jadi bukan apik aku sendiri, bukan. Tapi sama-sama berdua apik e gimana. Dan harapan kita juga sehidup semati, ngopo kok sehidup semati? karena dulu saya itukan juga pernah punya pacar, tetapi Karena berbeda prinsip jadi trus misah, berartikan gak sehidup semati. Harapan kita dengan yang sekarang ini kita mencoba untuk sehidup semati. Nah selamanya”(AP)
b. Pengalaman tentang istri bekerja Tabel 5 Subjek I AP
Peran seorang istri Peran istri adalah untuk bekerja sama dalam keluarga
Istri melayani suami
Istri itu berperan mengurus urusan rumah tangga Peran istri yang bekerja Peran istri bekerja itu membantu ekonomi keluarga
Istri bekerja itu agar bisa berkembang dan membagikan ilmunya
Perasaan memiliki istri bekerja
Merasa minder karena pendapatan istri lebih tinggi Merasa belum bisa memberiiikan lebih kepada pasangan
Merasa senang karena dipahami pasangan. Merasa kondisinya diterima oleh pasangan Merasa belum terbiasa dengan permasalahan yang timbul
Suami itu memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada istri
Keinginan untuk dilayani oleh istri Menghadapi situasi istri
bekerja
Mencoba untuk terbuka untuk masalah pendapatan Mensharingkan permasalahan yang dihadapi dengan teman.
Berusaha menyesuaikan pola pikir untuk menghadapi perubahan jaman
Membagi waktu sebaik mungkin supaya bisa bersama-sama
Menjaga komunikasi dengan istri
Mengambil peran untuk ikut serta mengurus urusan rumah tangga
Dari tabel diatas dapat dilihat subjek AP menyatakan bahwa peran seorang istri begitu besar di dalam keluarga. Istri berperan untuk bekerja sama membantu di dalam keluarga.
“peran seorang istri dalam suatu kehidupan itu menurut saya begitu besar, karena keluarga ayah dan istri itu.. apa namane itu, saling bekerja
Selain itu, memiliki istri yang bekerja tidak membuat AP beranggapan bahwa peran mengurus rumah tangga bukan dilakukan oleh istri. Istri bagi AP berperan dalam hal mengurus rumah tangga. Istri juga berperan dalam hal melayani suami.
“apa ya istrilahnya.. istri jarang masak di rumah hahaha..”(AP)
“nyuwun sewu aja, dalam pelayanan seorang istri kalau pagi
membuatkan kopi, membuatkan teh itu juga ga ada. Padahal kebanyakan suami pingin seperti itu, pengen dilayani, kalau pagi dibikinkan teh, dibikinkan untuk sarapan itu kurang”(AP)
Kebutuhan yang besar dalam hidup berumah tangga membuat AP merasakan peran dari memiliki istri yang bekerja. Istri yang bekerja itu berperan membantu perekonomian keluarga AP. AP mengungkapkan bahwa dengan memiliki istri bekerja, kebutuhan hidup yang besar bisa tercukupi.
“…Kalau seandainya saya hanya bekerja sendiri otomatis kebutuhan
hidup yang besar itu tidak bisa mencukupinya. Tetapi ketika istri saya itu bekerja nah itu juga sangat membantu kehidupan kita berkeluarga. Jadi yang semula itu kurang trus jadi kebutuhannya cukup. Walaupun mungkin masih sering kurang tetapi karena dua-duanya itu bekerja yang kurang itu
trus jadi cukup.”(AP)
Di awal saat memiliki istri bekerja subjek AP merasa minder dengan keadaan dirinya. AP merasa belum bisa memberiiikan hal-hal yang dibutuhkan oleh pasangan. Sedangkan, dilihat dari segi pekerjaan istri memiliki posisi yang lebih tinggi dan pendapatan yang juga lebih besar. Oleh karena hal ini lah AP menjadi merasa minder, dan tidak siap
dengan keadaan istri yang bekerja. Subjek AP mencoba untuk berani terbuka sejak awal tentang perasaan yang dia rasakan ketika istri bekerja.
“…Dan saya juga tahu dari awal, bukan hanya itu aja masalah
pendapatan, itu kita juga.. juga terbuka karena waktu itu terus terang saja saya itu minder, karena apa, karena dilihat dari sisi pekerjaannya mungkin istri itu lebih.. lebih apa ya? Lebih tinggi, itu pertama. Kedua dari pendapatannya pun lebih tinggi, jadi waktu itu saya minder tapi saya
mencoba untuk berani terbuka dari awal.” (AP)
Pada awal mulanya rasa minder karena merasa bahwa dirinya belum mampu memberiiikan apa yang istri butuhkan berganti menjadi rasa senang. Rasa senang itu muncul ketika AP berusaha terbuka dengan keadaan dirinya kepada istri. AP merasa senang karena istri bisa menerima kondisi dirinya. AP berpendapat bahwa istri mau menerima diri subjek apa adanya.
“Yang saya rasakan, apa ya.. ya sekarang saya merasa senang soalnya
ya senang karena istri bisa memahami keadaan saya pribadi. Soalnya banyak keluarga yang terkadang itu ribut masalah keuangan. Mungkin karena istri nya bekerja dan penghasilannya lebih tinggi, terkadang istri itu tidak menghargai suamine, karena dia merasa lebih tinggi penghasilannya. Tapi yang saya seneng kalau untuk saya sendiri, dia juga menerima apa adanya itu” (AP)
“..Saya seneng kalau untuk saya sendiri, dia juga menerima apa adanya
itu. Saya pikir memang, hal seperti itu memang kembali lagi dari awal dari semula menjalin suatu hubungan. Itu yang menurut saya modal utama untuk kita saling mengerti. Jadi perasaan saya sekarang saya senang karena istri saya bisa menerima itu. Nggih” (AP)
Subjek AP, berpendapat bahwa ia menerima pada awal mula istri bekerja karena melihat pengalaman yang sudah pernah ia alami bahwa akan kesulitan masalah materi. Subjek juga membutuhkan bantuan istri untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang begitu besar. Subjek berpikir
apabila hanya ia yang bekerja, tentunya akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang besar.
Sebelum membina rumah tangga dengan istri pun, AP berusaha mencari dukungan dari teman-temannya. Ketika itu AP menjadi lebih yakin menghadapi situasi memiliki istri yang bekerja dengan mensharingkan situasi yang akan dihadapi
“Nah waktu itu memang sebelum kita nikah itu, saya memang sudah
mencoba untuk mensharingkan ke temen. Entah itu temen-temen kantor, entah itu temen-temen maen. Ya waktu itu tanggapan temen-temen itu yo ya gak ada masalah, jaman sekarang itu gak masalah, mbuh itu istri luwih dhuwur itu gak ada masalah. Sing jelas dua-duanya itu saling menerima”
(AP)
Selama situasi berjalan subjek AP berusaha menerima kondisi yang ia alami. Ia berusaha menerima walaupun pada kenyataan yang dihadapi tidak sesuai dengan yang subjek harapkan. Memiliki istri yang bekerja membuat subjek dihadapkan pada kenyataan bahwa ia tidak sepenuhnya dilayani istri. Maksud dari dilayani ini adalah istri tidak melaksanakan sepenuhnya tugas sebagai seseorang yang melayani urusan rumah tangga. Contohnya, ketika istri bekerja istri terkadang tidak sempat membuat sarapan untuk subjek. Ini adalah salah satu kondisi yang berusaha diterima oleh subjek walaupun hal tersebut tidak sesuai dengan keinginan dirinya.
“kebanyakan suami pingin seperti itu, pengen dilayani, kalau pagi dibikinkan teh, dibikinkan untuk sarapan itu kurang, bahkan mungkin
endak… Tetapi pada dasarnya saya sendiri tidak masalah seperti itu,
bukan hanya njuk yang seperti kita inginkan. Bukan. Tapi suamipun sebenarnya bisa seperti itu, jadi gak perlu harus dilayani, gak perlu harus dimasakin, nah itu kita juga bisa sendiri, bisa buat minum sendiri, kalau ada
waktu kita bisa buat masak sendiri” (AP)
AP juga memiliki keyakinan bahwa dalam budaya Jawa itu, laki-laki seharusnya bisa memenuhi kebutuhan pasangannya. AP menjadi merasa minder ketika istri bisa memenuhi kebutuhan tanpa bantuan subjek. Rasa minder ini menunjukkan bahwa AP merasa dirinya belum bisa melakukan peran yang ia yakini ada dalam tradisi Jawa. Laki-laki dianggap lebih tinggi daripada perempuan.
“..menurut tradisi, suami itu harus lebih tinggi dari pada istri apalagi di Jawa ya. Di Jawa itu nek bisa yo raja nya itu yang laki, nek putri ya ratu ne. itu yang membuat saya itu minder itu karena saya sendiri menyadari bahwa saya belum bisa memberiiikan lebih, misalkan istri mau apa, mau apa, saya kan belum bisa mencukupi itu makanya saya minder, sedangkan istri sendiri bisa mencukupi kebutuhan hidup sendiri tanpa bantuan saya” (AP)
Perasaan yang muncul ketika menghadapi permasalahan adalah merasa belum terbiasa. .AP merasa belum terbiasa dengan permasalahan yang ia hadapi. Hal ini dipicu oleh keadaan yang tidak sesuai dengan keinginan dirinya. Ketidaksesuaian antara apa yang menjadi gambaran subjek sebelum menikah dengan yang ia jalani saat menikah memicu timbulnya perasaan kecewa dalam diri AP.
“Memang kalau pertama-tama itu ya agak… agak gimana ya.. agak
belum terbiasa. Agak.. mungkin masih penyesuaian ya. Jadi apa yang dulu gambaran-gambaran saya sebelum nikah bahwa suami itu hidupnya itu katakanlah dilayani itu gak bener gitu lho. Jadi yang dirasakan itu ya agak berbeda dengan gambaran-gambaran saya sebelum nikah” (AP)
AP berusaha menerima permasalahan yang dialami dengan jalan mengubah pola pemikirannya selama ini. AP merasa bahwa dirinya harus menyesuaikan diri dengan perubahan jaman saat ini. AP berusaha mengubah pemikiran bahwa tidak selamanya istri itu hanya melayani suami. Istri bisa melakukan hal lain di luar hal tersebut.
“saya berusaha untuk mengubah pola pikir saya. Pola pikir saya yang
seperti itu harus diubah karena itu mungkin jaman dulu seperti itu ya, tapi jaman-jaman sekarang itu gak bisa seperti itu” (AP)
Selain itu, penyesuaiaan diri dilakukan oleh AP dengan cara ikut serta dalam peran mengurus urusan rumah tangga. Jika istri tidak bisa melakukan seluruh tugas rumah tangga, maka AP akan mengerjakan tugas-tugas yang tidak terselesaikan.
“Karena kebanyakan orang itu, istri yang melayani suami, tapi jaman
-jaman sekarang ini tidak harus seperti itu. Suamipun bisa melayani istri. Jadi ketika mungkin istri pagi tidak membuat minum atahu apa gitu, kita pun bisa melayani istri. Kita yang membuatkan minum. Jadi saya juga enggak malu, enggak.. apa itu istrilahnya? Enggak merasa kudu, “kowe kudu
mgawekke aku minum” enggak. Saya pun misalken saya pas selo, saya pas
longgar. Yaudah saya buat minum untuk istri. Jadi saling lah” (AP)
Permasalahan yang dialami oleh subjek berusaha diselesaikan dengan berbagai macam cara. Subjek AP berusaha menyelesaikan permasalahan yang ia hadapi dengan cara membagi waktu luang yang dimiliki. Hal tersebut dimaksudkan agar subjek dan istri memiliki waktu untuk bersama-sama dan bertemu untuk saling berkomunikasi.
“Alternatifnya apabila istri jarang masak di rumah yaitu makan di luar. tetapi memang ketika libur bersama-sama kita mencoba melungkan waktu masak bersama-sama. Untuk masalah yang dilayani itu suami pun dapat melayani istri jadi ketika istri tidak dapat melayani maka suami yang
melakukan jadi saling melayani. Ketika komunikasi kurang itu sebenarnya sulit mengatasinya, ya pokonya menggunakan waktu sebaik-baiknya.untuk hal-hal sekecil apa pun kita selalu untuk komunikasikan” (AP)