• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.6. Tahapan Metodologi Penelitian

Tahapan metodologi penelitian merupakan urutan-urutan kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis, logis dengan mempergunakan alat bantu ilmiah yang bertujuan untuk memperoleh kebenaran suatu objek permasalahan.

Secara garis besar pelaksanaan penelitian dengan tahap-tahap sebagai berikut: a. Tahap 1 : Tahap persiapan awal

b. Tahap 2 : Tahap pemilihan bahan dan peralatan c. Tahap 3 : Tahap uji pendahuluan

d. Tahap 4 : Tahap pembuatan benda uji kayu

e. Tahap 5 : Tahap pengeringan benda uji sambungan miring f. Tahap 6 : Tahap pengujian

g. Tahap 7 : Tahap analisis pengujian 3.6.1 Tahap Persiapan Awal

Tahap persiapan awal adalah tahapan dimana semua bahan dan peralatan yang akan digunakan dalam penelitian disiapkan terlebih dahulu, antara lain bahan, peralatan, maupun program kerjanya sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar. Peralatan yang akan digunakan diperiksa terlebih dahulu untuk mengetahui kelayakan alat dalam pelaksanaan penelitian.

liv 3.6.2 Tahap Pemilihan Bahan dan Peralatan

Bahan utama penelitian ini adalah balok kayu kruing yang telah dipilih batang yang lurus, tidak mempunyai cacat fisik dan tidak mempunyai mata kayu dengan ukuran yang disyaratkan dan plat pryda jenis claw nailplate dengan tipe 6C2, dengan panjang 15,42 cm, tebal 0,1 cm dan lebar 5,14 cm serta perekat penol epoxy. Peralatan yang digunakan adalah gergaji, serut kayu, meteran, mistar siku, palu, serta pensil atau spidol.

3.6.3 Tahap Uji Pendahuluan

Tahap uji pendahuluan meliputi kadar air, uji lentur, uji geser yang dilakukan di Laboratorium UNS. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menentukan panjang benda uji kayu Lcr.

3.6.4 Tahap Pembuatan Benda Uji Kayu Kruing

Siapkan balok kayu kemudian kayu dilukis dengan pensil kayu sehingga membentuk sambungan miring dengan perbandingan 1b:4h. Setelah itu kayu digergaji sesuai dengan garis lukisan yang telah diukur. Permukaan kayu pada sambungan diserut supaya memudahkan pada waktu penyambungan. Setelah permukaan kayu pada sambungan digergaji dan diserut, kemudian kayu diberi perekat penol epoxy lalu kayu dirakit atau disambung menjadi satu. Kemudian menggunakan strapless sebagai pengikat sementara agar kayu tidak bergeser. Setelah itu pelat diletakan dengan posisi pelat baja berada di atas dan di bawah permukaan kayu lalu dipress menggunakan mesin khusus. Untuk lebih jelasnya pada Gambar 3.11 dibawah ini :

lv

Gambar 3.11 Gambar Benda Uji

3.6.5 Tahap Pemeriksaan Kadar Air dan Berat Jenis Sebelum Pengujian

Kayu kruing yang telah dipilih kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan selama kurang lebih dua minggu agar diperoleh kayu kruing yang kering udara. Pengeringan dilakukan dibawah atap dimana angin bisa berhembus dengan bebas, karena apabila dikeringkan di bawah sinar matahari akan menyebabkan kayu pecah-pecah dan melengkung.

Banyaknya kandungan air pada kayu bervariasi tergantung dari suhu dan kelembaban udara disekitarnya dan tergantung dari jenis kayu. Kadar air besarnya bervariasi menurut jenis kayu dan perbedaan umur kayu. Kayu dari mulai ditebang sampai siap dibuat produk akan mengalami penurunan kadar air.

Kayu kruing yang telah mencapai kering udara diperiksa kadar airnya di Laboratorium Bahan Struktur Fakultas Teknik UNS agar memenuhi syarat kadar lengas antara 12 % - 18 % atau rata-rata 15 %. Setelah kayu kruing tersebut memenuhi syarat maka kayu kruing dapat dibuat benda uji.

Untuk mengetahui kadar air dan berat jenis kayu sebelum pengujian dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Masing-masing benda uji dipotong dengan ukuran panjang, lebar, dan tebal kira-kira 2,5 cm x 2,5 cm x 2,5 cm.

lvi

b. Potongan kayu terebut kemudian dihitung volumenya dan ditimbang sehingga didapatkan berat awal (Wg).

c. Potongan kayu dikeringkan dalam oven selama 24 jam dengan suhu 105 oC. d. Setelah 24 jam potongan kayu diambil dan ditimbang beratnya, didapat berat

kayu setelah kering oven (Wd).

e. Kadar air dan berat jenis dihitung dengan Persamaan 2.8 dan Persamaan 2.9:

Kadar air m

 

% 100 x W W Wg d d   ...(2.8) Dengan: m = kadar air (%)

Wg = berat benda uji sebelum dikeringkan (gram) Wd = berat benda uji setelah kering oven (gram) Berat jenis (Gm) =

1000(1m/100)

...(2.9) Dimana : g g V W

Dengan: = kerapatan kayu (kg/m3) Wg = berat kayu basah (kg) Vg = volume kayu basah (cm3) m = kadar air sampel (%)

Pengujian kadar air kayu dilakukan dengan menggunakan oven, jangka sorong dan timbangan. Benda uji kadar air dapat dilihat pada Gambar 3.12.

2 0 m m

20m m

2 0±5 m m

Gambar 3.12 Benda Uji kadar air kayu kruing 3.6.6 Tahap Pengujian Kuat Lentur dan Modulus Elastisitas

lvii

Peralatan yang digunakan dalam pengujian ini adalah Loading Frame beserta perlengkapannya untuk mengetahui adanya lentur pada balok yang terjadi akibat adanya beban luar. Beban luar tersebut mengakibatkan balok mengalami deformasi dan regangan sehingga menimbulkan retak lentur di sepanjang bentang balok, pada pengujian lentur kayu kruing ini pembebanan yang dilaksanakan merupakan pembebanan bertahap. Pengujian balok dilakukan pada tumpuan sederhana sendi-rol dengan 2 titik pembebanan pada jarak sepertiga bentang bebas. Diagram pembebanan pada pengujian kuat lentur dapat lihat pada Gambar 3.13.

1/3 L 1/3 L

p/2 p/2

Mmax = 1/6 pl

1/3 L

BMD

SFD

Gambar 3.13 Diagram Bidang Momen dan Bidang Geser

lviii

Modulus Elastisitas (MOE)

 

t s s t I qL a L I a p 384 5 4 3 24 . 2 224        (kg/cm2)...(2.12)

Dengan: P = beban maksimum (kg) Ls = jarak tumpuan (cm)

q = berat sendiri sampel (kg/m)

It = momen inersia total penampang (cm4)

δ = defleksi balok (cm)

a = jarak 1/3 L

Kuat Lentur ( MOR )

t s t I y a P L q I y M         .. 2 . . 8 1 . 2 ( kg/cm2 )...(2.20) Dengan:

P = beban maksimum (kg) M = momen maksimum (kg.cm)

Ls = jarak tumpuan (cm) It = momen inersia total penampang (cm4) q = berat sendiri sampel (kg/cm) y = ordinat titik berat (cm)

Pembebanan yang dilakukan merupakan pembebanan yang bertahap untuk mengetahui kuat lentur yang maksimum dari beberapa alternatif perbandingan sambungan miring ( scarf joint).

Tahapan pengujian kuat lentur dan modulus elastisitas adalah sebagai berikut: a. Setting alat, meliputi:

1) Menyiapkan alat-alat pengujian yang terdiri atas dial gauge, load cell,

transducer dan hydraulic jack.

2) Memasang benda uji kayu pada loading frame.

3) Memasang alat-alat pengujian dengan langkah sebagai berikut:

a) Memasang hydraulic jack pada loading frame, dipastikan stabil dan tidak bergoyang

b) Memasang load cell diantara kayu dan hydraulic jack, dipastikan kedudukan alat stabil dengan 2 titik pembebanan pada jarak sepertiga bentang bebas.

lix

c) Memasang transducer yang sudah terpasang dengan trafo step-down

dan dihubungkan dengan load cell.

d) Memasang 2 buah dial gauge di tengah balok. b. Pengujian kuat lentur

Langkah pengujian adalah sebagai berikut:

1) Pembebanan benda uji dilakukan secara perlahan-lahan dengan hydraulic pump. Pembebanan diatur dengan kenaikan beban sebesar 50 kg secara teratur. Pencatatan terhadap lendutan yang terjadi dengan membaca dial gauge pada tiap penambahan beban.

2) Pencatatan beban maksimum yang mampu ditahan benda uji hingga benda uji mengalami keruntuhan dan tidak mampu menahan beban lagi.

Untuk lebih jelasnya setting alat pengujian kuat lentur balok dapat dilihat pada Gambar 3.14.

10

7

9

2

5

3

4

1

6

8

Gambar 3.14 Setting alat pengujian kuat lentur balok

Keterangan :

1. Loading Frame 6. Balok kayu 2. Load cell 7. Perata beban 3. Transducer 8. Penyalur beban 4. Hydraulic jack 9 .Perletakan rol

lx

5. Dial gauge 10.Perletakan sendi

3.6.7 Tahap Analisis Hasil Penelitian

Dari hasil pengujian yang diperoleh kemudian dilakukan analisis data untuk mengetahui besarnya beban maksimum dan lendutan saat terjadi patah, sehingga dapatmengetahui jenis kerusakan yang terjadi pada setiap benda uji dan pola keruntuhannya sehigga dapat ditentukan jenis sambungan yang efektif.

Data tersebut kemudian dianalisis dengan metode yang sesuai untuk mengetahui: 1. Kuat lentur maksimum pada sambungan miring (scarf joint) yang

menggunakan pelat baja pryda claw nailplate dan perekat penol epoxy.

2. kuat lentur maksimum antara sambungan miring (scarf joint) dengan perbedaan letak dan jumlah pelat baja claw nailplate 2, 3 dan 4 buah.

Setelah memperoleh beban dan lendutan kemudian dibuat grafik hubungan antara beban dan lendutan masing-masing benda uji sehingga dari tabel tersebut dapat diketahui alternatif penggunaan sambungan yang dapat menahan kuat lentur.

Dokumen terkait