• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2. Tahapan Proses Pemotongan Ayam

Berikut ini adalah diagram tahapan pemotongan ayam pada tempat pemotongan ayam (USDA 1999) :

Gambar 1. Tahapan Proses Pemotongan Ayam

a. Penerimaan/penyimpanan ayam hidup. Ayam yang datang dari peternakan biasanya ditempatkan dalam keranjang bambu/plastik. Ayam diistirahatkan selama beberapa jam hingga tiba proses penyembelihan.

b. Menggantung. Sebelum proses penyembelihan, ayam digantung pada bagian sendi kaki dengan posisi kepala di bawah. Ini untuk memudahkan proses penyembelihan.

c. Stunning. Pencegahan ayam agar tidak stres dan tidak memberontak pada saat proses penyembelihan, maka ayam dipingsankan (stunning) dengan melewatkan

Penerimaan/penyimpanan ayam hidup Penerimaan

bahan-bahan yang

dikemas Menggantung/stunning/menyembelih/pengeluaran darah

Scalding/pemotongan kepala/mencuci/ hock cutter/menggantung

Membuang kelenjar minyak/memotong leher/venting/opening

Eviceration

Pengeluaran paru-paru/tembolok/pemanenen hati

Inspeksi

Pencucian akhir

Chilling -Karkas/leher/jeroan

Pengemasan/pelabelan

Penyimpanan produk akhir

Processing Penyimpanan Pemanenan hati, gizzard Penyimpanan bahan-bahan yang dikemas Pengiriman

kepala ayam ke dalam bak air yang diberi Automatic Stunner dengan tegangan 60-70 volt pada bak air selama 3 detik hingga tubuh dan jaringan otot ayam melemas, sehingga ayam tidak banyak bergerak saat disembelih.

d. Menyembelih. Proses penyembelihan dilakukan dengan pemotongan ketiga urat yang terletak di leher, yaitu saluran makanan (oesophagus), saluran pernafasan (trachea), dan pembuluh darah di kanan dan kiri leher (vena jugularis dan arteri carotis) sampai putus, sehingga darah dapat mengucur keluar sampai habis. e. Mengeluarkan darah. Darah kemudian dikeluarkan, dengan cara menggantung

ayam dengan posisi kepala di bagian bawah selama 3-5 menit. Pengeluaran darah harus tuntas sehingga tidak menurunkan mutu karkas ayam, juga akan mempengaruhi warna kulit ayam dan berpotensi sebagai media pertumbuhan mikroba, sehingga daging cepat busuk.

f. Scalding. Setelah darah ayam ditiriskan, kemudian ayam dimasukkan ke dalam bak atau panci berisi air panas dengan suhu 52-55°C selama 45 detik. Proses ini bertujuan agar memudahkan dalam proses pencabutan bulu.

g. Mencabut bulu. Proses ini dapat dilakukan dengan mencabut bulu (mesin pencabut bulu/plucker) atau dapat juga dilakukan dengan tangan. Pembersihan bulu-bulu kecil dilakukan dengan tangan. Saat proses berlangsung, air dingin disiramkan ke dalam mesin plucker agar kulit ayam tidak rusak, juga untuk membersihkan bulu-bulu pada tubuh ayam.

h. Pemotongan kepala. Proses ini sebaiknya dilakukan di atas meja yang dilapisi keramik atau porselen, atau baja tahan karat yang dilengkapi dengan keran air. i. Pencucian. Pencucian dilakukan pada karkas ayam untuk membersihkan ayam

dari kotoran dan darah yang masih menempel pada karkas ayam.

j. Penggantungan kembali. Karkas yang telah dicuci kemudian digantung kembali, untuk meniriskan air yang terdapat pada karkas, sehingga pada saat pengemasan bobot karkas tidak bertambah.

k. Membuka rongga abdomen dan dada. Rongga perut dibuka dengan cara mengiris kulit perut melintang dari anus hingga ke ujung tulang dada dengan menggunakan pisau yang tajam. Proses ini harus dilakukan dengan hati-hati agar daging dada dan usus tidak ikut terpotong.

l. Pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan kesesuaian proses pemotongan sudah sesuai, dan tidak sampai membelah perut dan dada terlalu lebar yang nantinya akan mengurangi nilai jual karkas.

m.Pemanenan hati, jantung. Karkas dipegang dengan tangan kiri, dada karkas menghadap ke atas. Menggunakan jari-jari tangan kanan, pertautan antara saluran pernafasan, saluran pencernaan dan pembuluh darah ayam dilonggarkan. Ampela dijepit di antara jari telunjuk dan jari tengah, lalu ditarik.

n. Pemotongan saluran pencernaan. Pemotongan usus buntu dari usus halus kemudian dilakukan. Pada beberapa tempat pemotongan unggas, usus dibersihkan, dengan menyobek usus membujur searah panjang usus, dan isi usus dikeluarkan dengan menyemprotkan air ke usus yang telah terbelah tersebut. Kemudian usus dicuci bersih, selanjutnya direbus setengah matang, didinginkan, dan dikemas.

o. Pemanenan ampela. Ampela dipisahkan dari hati dan jantung serta usus secara hati-hati hingga tidak rusak dan empedu tidak pecah. Ampela dipisahkan dari tembolok dan dicuci bersih, lalu dikemas.

p. Pengambilan paru-paru. Menggunakan jari tangan kanan paru-paru kemudian dilepaskan dari karkas ayam.

q. Pemotongan leher. Leher kemudian dipisahkan dari kepala dan karkas, dicuci dan dikemas.

r. Pemotongan kaki (ceker). Pemotongan dilakukan pada sendi di bawah lutut sehingga hasil pemotongan membentuk seperti angka 8.

s. Pemotongan retail. Pemotongan retail dilakukan sesuai dengan permintaan. Karkas dipotong menjadi delapan potong yang terdiri atas dua paha bawah, dua paha atas, dua sayap, dua bagian dada.

t. Pencucian akhir. Setelah isi rongga perut dikeluarkan dan karkas dipotong-potong, lalu karkas dicuci bersih.

u. Penyortiran. Klasifikasi kualitas karkas dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kualitas A (untuk pasar swalayan, rumah makan siap hidang, dan hotel-hotel), kualitas B (untuk rumah makan padang atau pasar tradisional), dan kualitas C (untuk karkas potongan dan karkas tanpa tulang/boneless).

v. Packing. Setelah proses pemotongan dan penyortiran, kemudian karkas dikemas. Kemasan dapat berupa kantung plastik, styrofoam atau coolbox.

Ukuran kemasan disesuaikan dengan karkas atau produk sampingan yang akan dibungkus.

w.Penyimpanan karkas dingin. Karkas yang telah dibungkus lalu diatur rapi dalam keranjang karkas. Pada bagian atas dan samping keranjang ditutup dengan hancuran es setebal kurang lebih 5-10 cm, lalu diatas lapisan es ini diletakkan lagi bungkusan karkas. Demikian selanjutnya hingga keranjang penuh. Selanjutnya semua produksi yang telah dikemas dan akan dikirim dimasukkan ke dalam boks kendaraan pengangkut yang dilengkapi dengan pendingin dengan suhu 0-15°C (TAS 2006).

Proses penyembelihan harus memenuhi persyaratan teknis dan kesejahteraan ternak, ayam yang akan disembelih, penyembelih dan proses pemotongan. Sebelum pemotongan, ayam-ayam tidak boleh makan, tetapi harus diberi air minum, minimal 8-12 jam. Hal ini bertujuan untuk mengosongkan tembolok ayam sebelum menyembelih, untuk mencegah kemungkinan ekskresi isi usus, kemudian dilakukan pemeriksaan ante-mortem yaitu pemeriksaan kesehatan ayam sebelum menyembelih. Kesejahteraan ternak juga harus diperhatikan, yaitu: bebas dari lapar dan haus, bebas dari ketidaknyamanan, bebas dari rasa sakit, cedera dan penyakit, bebas untuk mengekspresikan perilaku normal, bebas dari rasa takut dan stres (Deptan 2006).

Persyaratan Tempat Pemotongan Ayam

Rumah pemotongan unggas adalah kompleks bangunan dengan desain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu, serta digunakan sebagai tempat memotong unggas bagi konsumsi masyarakat umum. Menurut SNI 01-6160 (BSN 1999), Rumah Pemotongan Unggas harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut :

1. Tidak bertentangan dengan Rancangan Umum Tata Ruang (RUTR), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) setempat dan/atau Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK).

2. Tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya, dan letaknya lebih rendah dari rumah penduduk.

3. Memiliki sarana jalan yang baik untuk kendaraan pengangkutan daging unggas.

4. Memiliki sumber air dan listrik yang cukup.

5. Memiliki tempat penurunan unggas hidup (unloading). 6. Memiliki kamar mandi dan wc.

7. Memiliki sarana penanganan limbah.

8. Memiliki daerah kotor (penurunan, pemeriksaan antemortem dan penggantungan unggas hidup, pemingsanan, penyembelihan, scalding, pencabutan bulu, pencucian karkas, pengeluaran jeroan dan pemeriksaan postmortem, penanganan jeroan).

9. Memiliki daerah bersih (pencucian karkas, pendinginan karkas, seleksi, penimbangan karkas, pemotongan karkas, pemisahan daging dan tulang, pengemasan, penyimpanan segar).

10. Sistem saluran pembuangan limbah cair.

11. Seluruh peralatan pendukung dan penunjang di rumah pemotongan unggas harus terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan didensinfeksi serta mudah dirawat.

12. Peralatan yang langsung berhubungan dengan daging harus terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif, tidak toksik, mudah dibersihkan dan didensinfeksi serta mudah dirawat.

Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)

Sanitasi diperlukan untuk menghilangkan kontaminan dan mencegah terjadinya kontaminasi kembali pada karkas. Sumber kontaminasi dapat berasal dari karkas itu sendiri, peralatan, air atau ruangan tempat penyembelihan. Prosedur standar dalam proses sanitasi (Sanitation Standard Operating Procedure SSOP) meliputi delapan aspek, yaitu :

1. Keamanan air, yang didalamnya akan ditetapkan tahapan-tahapan perlakuan untuk air yang diterapkan agar diperoleh air dengan kualitas tertentu.

2. Kondisi/kebersihan permukaan yang kontak dengan karkas, yang berisi standar prosedur pembersihan dan sanitasi alat, frekuensi pembersihan dan petugas yang bertanggung jawab.

3. Pencegahan kontaminasi silang, yang bertujuan untuk menghindari kontaminasi silang dari pekerja dan karkas.

4. Kebersihan pekerja, meliputi fasilitas cuci tangan, sanitasi tangan.

5. Pencegahan atau perlindungan dari adulterasi, untuk mencegah tercampurnya bahan-bahan nonpangan seperti senyawa pembersih, sanitizer, serta cemaran kimia dan fisik dengan karkas.

6. Penyimpanan karkas yang tepat sebelum dibeli konsumen.

7. Pengendalian kesehatan karyawan, agar karyawan yang menderita sakit tidak menjadi sumber kontaminasi bagi karkas.

8. Pemberantasan hama yang tidak dikehendaki keberadaannya, seperti: tikus, burung, nyamuk, kecoa, semut, lalat dan lebah (Winarno & Surono 2004).

Penyusunan SSOP harus memenuhi kelayakan antara lain: pendokumentasian program sanitasi, pemantauan program kelayakan, penerapan kelayakan dasar, melakukan tindakan koreksi jika kelayakan dasar tidak memenuhi syarat, dan perekam program yang dilaksanakan (Wiryanti 2002). Juga perlu dipertimbangkan tata letak bangunan, lantai, dinding, langit-langit, ventilasi, jendela dan pintu yang tidak mudah memunculkan penyebaran serangga. Bangunan dapat terbuat dari bahan besi, kayu, stainless steel, logam monel, karet dan bahan enamel. Sanitasi pada peralatan, ruang, pekerja, penanganan dan pengolahan limbah juga perlu diperhatikan (Ditjen Keswan 1987).

Dokumen terkait